contoh makalah Aspek perlindungan hukum

contoh makalah Aspek perlindungan hukum bidan di komunitas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia
sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita
terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan
posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang
sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta
menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir
yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi
yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan
sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orangorang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita
sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan
tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan flosofs yang dianut,
keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang
dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkatmasyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan
yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif
apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan.

Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat

pula digunakan untuk menentukan

1.2

Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Spek hukum
dalam praktek kebidanan

1.3

Tujuan dan Maksud Penulisan

1.
Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi lahir dengan trauma lahir.
2.
Untuk mengingatkan kita kembali, untuk semaksimal mungkin melakukan
penatalaksanaan perioperatif pada obstuksi usus untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas pada bayi dan anak


1.4

Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya
menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami
menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di
perpustakaan kampus maupun internet.

1.5

Sistematika Penulisan

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Ruang Lingkup Masalah

1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan
1.4 Metodologi Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bidan
2.2 Standar Asuhan Kebidanan
2.3 Registrasi Praktik Bidan
2.4 Kewenangan Bidan di Komunitas
2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hokum
Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya
PMH, secara hukum
perdata, dapat kita teliti pasal –pasal
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Bidan
Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with woman”(bersama
wanita, mid = together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme
(Bidan) berarti “ wanita bijaksana”,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater
(Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.
Menurut churchill, bidan adalah ” a health worker who may or may not formally
trained and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal
care” (seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan
bukan seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan
maternal terkait).
Defnisi Bidan (IMM) bidan adalah seorang yang telah menjalani program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil
menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan
atau memiliki izin formal untuk praktek bidan. Bidan merupakan salah satu
profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang
terakreditasi, memenuhi kualifkasi untuk diregister, sertifkasi dan atau secara
sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang
profesional yang bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam

memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan,
persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri
serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.
KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan
dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam
program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis,
dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan
memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.

INTERNATIONAL MONFEDERATION of MIDWIFE bidan adalah seseorang yang
telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta

memperoleh kualifkasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di
negara itu.
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di

bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkatmasyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan
yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif
apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan.
Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat
pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam
menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar
untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan

operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian,
mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan.
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan
eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu
profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung
tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota, serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama
kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan
Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan
dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi
tujuh bagian, yaitu

1.

Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)


a.
Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b.
Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c.
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada
peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
d.
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e.
Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal
2.


Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a.
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b.
Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi
dan/atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien.
3.
Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir)
a.
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
b.

Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati
baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4.

Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

a.
Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan
yang bermutu kepada masyarakat
b.
Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

c.
Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5.

Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a.
Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik
b.
Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c.

Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

6.

Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)

a.
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan
Keluarga
b.
Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7.

Penutup (1 butir).

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan,
kode etik merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan
pelayanan kebidanan profesional.

2.2 Standar Asuhan Kebidanan
Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang
bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya.
Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari
Standar I Metode Asuhan
Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen
kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu pengumpulan data, analisa data,
penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar II Pengkajian

Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar III Diagnosa Kebidanan
Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah
pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang
bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan.
Standar IV Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Standar VI Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga
dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar VII Pengawasan
Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus
dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VIII Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan
tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah
dirumuskan.
Standar IX Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi
asuhan kebidanan yang diberikan.

2.3 Registrasi Praktik Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh
International Monfederation of Midwives (IMM). Dalam menjalankan tugasnya,
seorang bidan harus memiliki kualifksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek .
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan
kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan,
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya
masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang
bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan
secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti

perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi
semuanya harus sesuai dengan standar1.
Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan
keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai
dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk
pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan
bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang
memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya
dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna
jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan
bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan
sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat,
ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus
sesuai dengan standar1.
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan
praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996).
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau
standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan
pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat
Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau
standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fsik dan mental
bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB
dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan
setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi
Fotokopi ijazah bidan.
Fotokopi transkrip nilai akademik.
Surat keterangan sehat dari dokter.
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan
harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang
meliputi

Fotokopi SIB yang masih berlaku.
Fotokopi ijazah bidan.
Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
Surat keterangan sehat dari dokter.
Rekomendasi dari organisasi profesi.
Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis
masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

2.4 Kewenangan Bidan Di Komunitas
Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan
asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi

Pengetahuan dasar
Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
Masalah kebidanan komunitas.
Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga
dan masyarakat.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Pengetahuan tambahan
Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)
Pemasaran social
Peran serta masyarakat
Audit maternal perinatal

Perilaku kesehatan masyarakat
Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak
(Safe Mother Hood dan Gerakan Sa g. Paradigma sehat tahun 2010.
Keterampilan dasar
Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di
masyarakat.
Mengidentifkasi status kesehatan ibu dan anak.
Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk
mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
Melakukan pencatatan dan pelaporan
Keterampilan tambahan
Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.
Menggunakan tehnologi tepat guna.
Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifkasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Montoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, dan teknik.
Bidan Sebagai Profesi
Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang khusus. Sebagaii
pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu
Selalu mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
Memiliki kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui
proses pendidikan dan jenjang tertentu
Keberadaan bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat,

Anggotanya menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap
memegang teguh kode etik profesi.
Perilaku Profesional Bidan
1. Bertindak sesuai keahliannya
2. Mempunyai moral yang tinggi
3. Bersifat jujur
4. Tidak melakukan coba-coba
5. Tidak memberikan janji yang berlebihan
6. Mengembangkan kemitraan
7. Terampil berkomunikasi
8. Mengenal batas kemampuan
9. Mengadvokasi pilihan ibu

Organisasi Bidan

2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hukum
yaitu

Wanprestasi, yaitu pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang
disebabkannya,hasil tidak sesuai
Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yaitu pertanggungjawaban atas kerugian
yang disebabkan perbuatanya, sehingga menimbulkan kerugian.baik moril atau
materil bagi keluarga ps/ps;

Prinsip pertanggungjawaban dalam hukum perdata/BW

Setiap tindakan yg menimbulkan kerugian atas diri orang lain berarti orang yg
melakukanya harus membayar kompensasi kerugian(pasal 1365 BW ).

Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yg
dilakukanya dengan sengaja , tetapi juga karena kelalaian atau kurang berhatihati(pasal 366BW) 3. Seseorang harus memberikan pertanggungjawabaan tidak
hanya karena kerugian atas tindakan pelayanannya akan tetapi juga
bertanggung jawab atas kelalaian orang lain dibawah pengawasanya.(pasal 1367
KUHPerdata).
Tuntutan perdata pada dasarnya bertujuan utuk memperoleh kompensasi atas
kerugian yg diderita , oleh karena itu sebagai dasar dalam menuntut seorang
tenaga kesehatan termasuk bidan dalam menjalankan profesinya adalah adanya
wanprestasi atau adanya perbuatan melawan hukum, seperti terurai diatas.
Dalam aspek hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
tidak memenuhi kewajibanya yang didasarkan adanya perikatan atau
perjannjian/kontrak kerja,

Secara Aspek hukum, contoh pekerjaan wanprestasi adalah
1. tidak melakukan yang disanggupi akan dilakukan’
2. terlambat melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan,
3. melaksanakan apa yang dilakukan , tetapi tidak sesuai dengan yang
dijanjikan,
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tehnik Gugatan Wanprestasi

Pasien/keluarga pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian sebagai akibat
tidak dipenuhinya kewajiban seorang tenaga kesehatan terhadap dirinya,
sebagaimana yang telah dijanjikan.
Pasien/keluarga melaporkan ke lembaga/ organisasi tenaga kesehatan,
biasanya sampai disitu karena hakekatnya gugatan adalah ganti rugi materi.

Perbuatan Melawan Hukum ( orechtmatige daad)

Berbeda dengan tututan ganti rugi wanprestasi, tututan ganti rugi PMH
berdasarkan Tanggungjawab Perdata dapat diajukan berdasarkan pasal 1365
KUHPerdata, karena dalam PMH tidak harus ditemui adanya perikatan/perjanjian,
akan tetapi ada prinsip dasar yang dapat dijadikan tuntutan adanya PMH
tersebut yaitu


Ada perbuatan melawan hukum



Ada kerugian



Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian



Ada kesalahan



Melanggar hak orang lain



Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri



Menyalahi pandangan etika yg umumnya diaanut (adat istiadat)



Berlawanan dg sikap hati-hati yg seharusnya diindahkan.



Jelas bertentangan dgn standar profesi bidan.

2.6 Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH,
secara hukum perdata, dapat kita teliti pasal –pasal berikut ini
1. Pasal 1354 KUH Perdata
“ jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk
itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka
ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan
urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentinganya dapat mengerjakan
sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya,
seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan
dengan tegas “
Montoh kasus seorang tenaga kesehatan memberikan pertolongan
pernafasan/Resusitasi pada ps, hrs dilakukan sp selesai jangan ditinggal begitu
saja. Atau sampai ps mampu untuk meneruskan atau keluarganya. Jika terjadi
“penanganan “ resusitasi ditinggalkan ,maka ia akan dituntut sesuai pasal 1354
KUHPerdata, kepengadilan.

3.

Dalam UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat dikatagorikan
sebagai konsumen akhir, karena ps bukan produksi. Keadaan ini telah merubah
paradigma, yang mengatakan pelayanan kesehatan adlah sosial , sekarang
beralih kekomersial, dimana setiap tempat pelayanan kesehatan Rumah Sakit,
Klinik, RB, akhirnya pasien harus mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak
dan kewajiban sebagai seorang pasien.


Analog ini tertuang dalam UU Konsumen No.8/1999


Pasal 19 ayat (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, akibat mengkonsumsi barang atau/ jasa/
barang/obat yang diperdagangkan.

Ganti rugi yg dimaksud dalam ayat (1) adalah dapat berupa
pengembalian uang/barang yang setara nilainya/perawatan kesehatan yang
sesuai dg ketentuan perundang-undangan.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.

Pemberian ganti rugi kepada pasien , tetap dapat memberi peluang jika
pasien tidak puas dengan yang digantikannya, bahkan dapat meningkat dari
tuntutan perdata menjadi tuntutan pidana, seperti tercantum dalam pasal 19
ayat (4).


Hal-hal yang dapat merubah tuntutan


Jika terbukti dalam pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.

Atau tuntutan menjadi tidak berlaku, apabila pelaku usaha kesehatan
dapat membuktikan bahwa kesalahan ada pada konsumen atau ps.
PERUNDANG_UNDANGAN KESEHATAN

Ilmu Hukum, mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan
dengan hukum. Demikian luasnya masalah –masalah yang dicakup oleh ilmu
hukum, sehingga banyak pendapat yang mengatakan bahwa hukum batasbatasnya tidak jelas, yang salah bisa benar, yang benar bisa salah. Seorang
Pakar hukum menyebut ilmu hukum adalah “ Jurisprudence”.

Karena luasnya Ilmu hukum, maka kita batasi dengan bidang kesehatan,
apa-apa yang menjadi daftar masalah/isu yang berkembang, sehingga ilmu
hukum masuk kedalam bidang kesehatan yang kita pelajari sekarang tentang
Hukum Kesehatan/Perundang-undangan kesehatan.
Daftar Masalah Aspek hukum kesehatan
1. mempelajari asas-asas hukum pokok
2. mempelajari arti dan fungsi hukum dalam masyarakat
3. mempelajari kepentingan apa yang dapat dilindungi untuk masyarakat oleh
peraturan hukum
4. mempelajari apakah keadilan dimata hukum umum, bidang sosial, bidang
kesehatan
5. mempelajari bagaimana sesungguhnya hukum kedudukan hukum itu dalam
masyarakat, bagaimana hubungan atas perikatan/perjanjian yang berkaitan
dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

6. Kepastian hukum, melalui perundang-undangan yang berlaku, menjadi tujuan
dari resiko pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Tatanan dalam konsep hukum

Kalau kita mendengar kata Tatanan , yang ada dalam pemahaman kita
adalah suatu keadaan dalam masyarakat , yang dapat menciptakan suasana,
hubungan, yang tetap, teratur, antara anggota masyarakat pada umumnya.



Termasuk dalam tatanan masyarakat adalah
Kebiasaan, hukum, dan kesusilaan.

Kebiasaan adalah tatanan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali
dengan kenyataan, yang normal/normatif. Normatif terkandung arti apa yang
harus kita lakukan.
Hukum; adalah peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis, yang dibuat oleh
lembaga tertentu, dengan tujuan tercipta ketertiban, keadilan dalam
masyarakat. Menurut Fuller ada prinsip legal dari hukum yaitu
1.

suatu sistim hukum harus mengandung peraturan-peraturan.

2.

peraturan-peraturan yang di buat harus diumumkan

3.
tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yg
demikian itu tidak bisa dipakai dgn untuk menjadi pedoman tingkah laku.
4.
. peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang harus mudah
dimengerti
5.
peraturan-peraturan tidak boleh mengandung peraturan yang
bertentangan satu sama lain
6.
. tidak boleh ada kebiasaan yang sering ingin mengubah peraturanperaturan yang berlaku
7.

. harus ada kecoccokan dariperaturan dg pelaksanaan sehari2.

Kehadiran Hukum, dalam masyarakat dan tenaga kesehatan, dapat melindungi
keApeAntingan denAgan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya
untuk bertindak dlm rangka kepentingan itu. Kekuasaan mengandung arti hak
seseorang, penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan
sesuatu yang berada dalam kekeuasaanya, pada keadaan ini ia tidak perlu
legitimasi, karena sesuatu ada pada kekeuasaanya. Ini berkaitan dengan tingkat
kemampuan/kompetensi seorang tenaga kesehatan , apabila dalam keadaan
tertentu seorang bidan meninggalkan saat pertolongan persalinan kepada
asistenya, jika terjadi sesuatu atas tindakan yang dilakukan asistenya maka ,

tanggungjawab resiko terdapat pada bidan tersebut, karena ia meninggalkan
waktu pertolongan persalinan padahal secara legitimasi bahwa kewenangan
untuk menolong persalinan tersebut ada pada nya.
Penguasaan kebijikan melekat pada bidan tersebut, sehingga apapun alasanya
tidak menutup kemungkinan bidan akan kena sanksi hukum, yaitu dengan
sengaja melalaikan pekerjaanya.
Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis.


Hukum tertulis lebih dikenal dengan sebutan Perundang-undangan


Hukum tertulis lebih menjadi ciri dari hukum modern, lebih dapat diterima
dalam kehidupan modern masa kini, dimana kehidupan semakin kompleks, serta
masyarakat yang lebih tersusun secara organisatori, dan hubungan antar
manusia yang dinamis dan kompleks ini sudah tidak bisa lagi mengatur dengan
tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tahayul, atau budaya semata.

Kelebihan hukum tertulis dibanding tidak tertulis adalah apa yang diatur
dengan mudah dapat diketahui orang/masyarakat

Pengetahuan tentang hukum mulai meningkat di masyarakat, dengan
adanya tulisan/cetakan perundang-undangan mulai UU Kesehatan, UU
konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU Politik dsb.


Memungkinkan untuk merevisi UU yang sdh ada dgn yang baru.


Hukum sebagai pijakan keadilan dalam masyarakatMembicarakan hukum
adalah membicarakan antar hidup manusia, membicarakan antar hidup manusia
adalah membicarakan keadilan.


Sehingga kalau berbicara hukum kita akan berbicara keadilan


Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam masyarakat, dalam
pembukaan UUD 45 jelas tertuang bahwa keadilan adalah hak setiap warga
negara.

Agar keadilan dapat seiring dengan keteraturan dan ketaatan dalam
dinamika kehidupan dan seluruh bidang termasuk bidang kesehatan, maka perlu
kelengkapan dari beberapa step berikut yaitu stabilitas, maka kehadiran hukum
sangat dituntut untuk dapat tercipta keadilan dan stabilitas kehidupan.

Tahap terbentuknya hukum tertulis Pembuatan hukum atau pembuatan
Perundang-undangan dilakukan oleh lembaga yang membidangi dan juga
pendapat para ahli serta publik atau masyarakat dapat memberikan saran atau
masukan melalui instansi yang berwenang.
Bahan Hukum

Bahan pembuatan hukum dimulai dari gagasan atau ide yang kemudian
diproses lebih lanjut sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi bahan yang
siap dipakai untuk dijadikan sanksi hukum.
contoh gagasan ini muncul dari masyarakat dalam bentuk ada permasalahan
pelayanan kesehatan yang harus diatur oleh hukum, misal masyarakat
menganggap belakangan ini telah ada tindakan-tindakan tenaga kesehatan yang
berakibat merugikan masyarakat.
Miri-ciri Hukum Modern.

Mempunyai bentuk tertulis dalam bentuk Perundang-undangan
Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara, meskipun sampai kini masih
ada diskriminasi antar penduduk, antar kekuasaan dan antar bangsa
Hukum adalah sebagai instrumen yang dapat dipakai secara sadar untuk
mewujudkan keputusan-keputusan masyarakatnya.

Fungsi Hadirnya Hukum Kebidanan


Adanya kebutuhan tenagakesehatan akan perlindungan hukum



Adanya kebutuhan pasien akan perlindungan hukum



Adanya pihak ketiga akan perlindungan hukum


Adanya kebutuhan dan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan
kepentinganya serta identifkasi kewajiban dari pemerintah


Adanya kebutuhan akan keterarahan



Adanya kebutuhan tingkat kwalitas pelayanan kesehatan



Adanya kebutuhan akan pengendalian biaya kesehatan


Adanya kebutuhan pengaturan biaya jasa pelayanan kesehatan dan
keahlian

Tujuan adanya Hukum Kebidanan

Dapat menyelesaikan sengketa yang timbul antara tenaga kesehatan
terhadap pasien atau keluarga pasien sebagai pihak ketiga, sebagaimana kita
ketahui akhir-akhir ini banyak tuduhan terhadap para tenakes dalam
melaksanakan profesinya, kadang hanya masalah sepele dapat diangkat kemeja
hijau.


Dalam situasi seperti ini Hukum Kesehatan sangat diperlukan, sebagai
acuan bagi penyelesaian sengketa yang terjadi, lebih-lebih kita Negara Indonesia
mengaut asas Legalitas, karena sebagai Negara Hukum


Dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat


Dapat membantu merekayasa masyarakat, dalam hal pandangan bahwa
sebenarnya tenakes juga adalah manusia biasa dan meluruskan pandangan
serta sikap bagi para tenakes yang kerap merasa kebal hukum, dan tidak dapat
disentuh pengadilan. Jaman ini tidak ada lagi.

PERUNDANG_UNDANGAN YANG MELANDASI BIDANG KEBIDANAN

Dalam upaya melaksanakan pelayanan kesehatan/kebidanan, perlu peran
dari masyarakat itu sendiri untuk dapat membantu terciptanya suatu
masyarakat yang memiliki kesadaran akan hukum, berkemauan untuk hidup
sehat dan kemampuan untuk dapat membantu agar terciptanya kondisi
masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal, sejahtera.

Pemerintah dalam hal ini lebih berperan untuk memusatkan perhatian ,
pengawasan, , upaya pembinaan, , serta pengaturan, agar tercipta pemerataan
pelayanan kesehatan serta tercipta suatu kondisi yang serasi,
seimbang ,adil,harmonis antara sesama pelayan kesehatan , sehingga tidak ragu
dalam melaksanakan profesi karena akan terlindung dari sanksi hukum.
AZAS-AZAS UU KEBIDANAN NOMOR.23 TAHUN 1992
Azaz perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana
dalam melaksanakan kegiatan kita tidak membeda-bedakan golongan,
kepentingan, agama dan bangsa

Azas manfaat, harus dapat memberikan manfaat yang sebenarnya sesuai
dengan tujuan kita menolong adalah ikhtiar, tidak untuk menipu atau
menggandakan tujuan bagi masyarakat

Azaz usaha bersama dan kekeluargaan
Azas adil dan merata
Azas perikemenusiaan dalam keseimbangan
Azas kepercayaan dan kemempuan diri sendiri, menguatkan potensi diri
maupun potensi nasional.

Syarat syah Pelayanan Kesehatan, sesuai UU. No 23 Tentang Kesehatan
Setiap orang yang meminta pertolongan pada umunya berada dalam posisi
ketergantungan, artinya ada tujuan tertentu.
Misal jika sakit datang ke tenakes
Melakukan tuntutan hukum datang ke Advokat
Membuat wasiat/surat tanah datang kenotaris
Setiap orang yang meminta pertolongan pada seorang profesi kesehatan,
bersifat rahasia, termasuk hubungan antara pasien dengan tenakesnya
Setiap orang yg menjalani profesi kesehatan bersifat rahasia,, bebas, dan
otonomi profesi.
Sifat pekerjaan kesehatan bukan harga mati, tapi berupa ikhtiar, harus
melalukan yang terbaik, sesuai kompetensi, dapat dipertanggungjawabkan baik
secara hukum kesehatan.
LANDASAN HUKUM KEBIDANAN

Dari sudut pandang hukum perdata, hubungan antara health care
provider dan health care receiver , merupakan hubungan perikatan /kontraktual,
diantara kedua belah pihak, sehingga dari masing-masing pihak akan muncul
antara hak dan kewajiban.

Health care provider, wajib memberikan prestasinya dalam bentuk
layanan medik yang layak berdasarkan keilmuan yang telah teruji.Dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan wajib memperhatikan hak-hak lain dari
pasien, baik yang timbul dari perundang-undangan yang berlaku maupun dari
kebiasaan dan kepatutan.

Pasal 1 ayat (3) UU Kesehatan No.23/92, tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
atau ketrampilan melalui pendidikan yang untuk
Bidang tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan pelayanan
kesehatan.
Yang termasuk Tenakes sesuai UU 23/92 dan PP 32/96 adalah
tenaga medis,tenaga keperawatan,tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi, tenaga terapi fsik, tenaga teknis medis.
Pasal 53 UU 23/92, tentang hak-hak pasien, diantaranya adalah hak atas
informasi dan hak untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik yang akan
dilakukan terhadapnya, persetujuan selanjutnya di sebut Informent concern.

Jika tindakan medik tanpa persetujuan , termasuk pelanggaran hukum,
berikutnya dapat digugat bahkan sampai pengadilan.
Pasal 1239 KUHPerdata, jika seseorang tidak dapat melakukan dan tidak dapat
memenuhi kewajibanya yang didasari adanya perjanjian
( perikatan antara tenakes dengan pasien, dan perikatan ini terikat dengan asas
iktiar ), jika tidak terpenuhi ini dianggap tindakan wanprestasi( ingkar janji) dan
ini termasuk perbuatan melawan hukum (PMH), apabila kemudian menimbulkan
kerugian baik materl maupun moril selanjutnya dapat digugat sebagai tindakan
malpraktek.
Pasal 1365 ayat (1) KUHP tiap perbuatan melawan hukum yang membawa
kerugian, maka wajib bertanggung jawab mengganti kerugian/timbulnya
gugutan.
ayat (3), begitu pula jika kerugian pasien yang dilakukan oleh tenakes
dibawah pengawasanya, perawat, asisten bidan , bidan, dalam hal ini tenakes
yang memiliki kewenangan kompetensi yang bertanggung jawab.
Syarat syah suatu Kesepakatan/Perjanjian hukum

Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah jika
terpenuhi hal –hal berikut ini
adanya kesepakatan
adanya kecakapan, dewasa, tidak gila, tdk dalam pengampuan(anak-anak),
wanita dalam keadaan inpartu.
Legal, artinya yang tidak bertentangan dengan UU dan hukum, dengan
ketertiban umum, dengan publik/masyarakat, dan tidak bertentangan dengan
norma kesusilaan yag berlaku di masyarakat.
Jika tidak sesuai dengan kreteria di atas apalagi dengan norma-norma, maka
akan mengarah
kepada penyimpangan prilaku, ada perbuatan yang tidak sesuai , tidak
menyenangkan
Undang-undang Nomor 13.Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Pasal 81 ayat(1) , masa haid bagi wanita tidak wajib bekerja pada hari pertama
dan kedua.
ayat (2), pelaksanaan diatur dengan perjanjian
Pasal 82 ayat(1). Buruh wanita berhak dapat cuti 1,5 bulan sebelum
melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
ayat (2) , yang mengalami keguguran berhak mendapat cuti 1,5 bulan atau
sesuai dengan surat sakit dari dokter.

Pasal 84 , setiap pekerja berhak mendapatkan upah/gaji yang sesuai atau
dengan kesepakatan,

KESEHATAN ( HEALTH )

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), dulu batasan tentang
keadaan sehat hanya mencakup kondisi tidak sakit, tetapi sekarang telah
mencakup beberapa aspek.


Menurut UU Nomor 23/1992, ada 4 aspek yang termasuk kedalam
kesehatan yaitu
* Fisik
*Mental

* Sosial * Ekonomi.

Kesehatan Menurut Teori BLUM ( 1974 ), bahwa kesehatan sangat dipengaruhi
o;eh beberapa faktor yaitu
Lingkungan, lingkungan fsik, sosial, budaya, politik, ekonomi
Perilaku, Pelayanan kesehatan dan keturunan/genetik.
HAK DAN KEWAJIBAN PROFESI

Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan ewajiban, baik
pemerintah maupun warga masyarakatnya, demikian dalam UU 23/92 tentang
kesehatan.

Hak dan kewajiban berdasarkan pasal 4 dan 5 UU kesehatan mengatakan
bahwa
setiap orang mempunyai hak yg sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yg optimal
setiap orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan kes perorang,
keluarga juga masyarakat.
ASPEK HUKUM DAN KETERKAITANNYA DG PRAKTEK BIDAN

Praktek bidan selain bertujuan menjalani profesi sebagai bidan, namun
senantiasa wajib merahasiakan keadaan penyakit klien yang ditangani, bukan
saja sebagai kewajiban moral akan tetapi melekat sebagai kewajiban hukum.

Perlu diketahui dan diingat bahwa klien yang datang ke praktek bidan , itu
karena ia sangat membutuhkan pertolongan, siapapun keadaan klien kita tidak
boleh meremehkan dan lupa akan norma kesusilaan yang berlaku pada saat
tersebut di masyarakat, atas dasar tersebut norma susila yang telah ada lebih
dikuatkan dengan undang-undang, yang mana apabila apa yang telah dilakukan
bidan diduga ada kesalahan atau mengakibatkan cacat , maka terkena sanksi
hukum baik perdata maupun pidana.


Di Indonesia telah dikeluarkan mengenai Peraturan Pemerintah, dan
Undang-undang Kesehatan.

Pasal 53 UU Kesehatan 1992, beserta penjelasanya menyatakan dengan
tegas bahwa rahasia pasien merupakan hak yang perlu dihormati, selain sanksi
moral tentunya ada sanksi hukum yang dapat diterapkan jika bidan melanggar
ketentuan yang berlaku.


SAnksi pidana pada pasal 322 KUHP, berbunyi


“Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib
menyimpanya oleh karena jabatan atau pekerjaanya, baik sekarang maupun
dulu, dihukum dg hukuman penjara selama-selamanya 6 bulan atau denda 600 jt
rupiah”

SELAIN BIDAN , TENAKES LAIN YG HARUS MERAHASIAKAN PS

Semua tenaga kesehatan
Semua mahasiswa pendidikan kesehatan
Orang-orang yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan,

misalnya tata usaha
pegawai laboratorium
yang mengurus/pegawai rekam medik.
Bidan tidak terkena sanksi hukum dalam pembocoran kerahasiaan , jika pasien
telah memberi ijin kepada bidan , apabila suatu keadaan ada yang bertanya
tentang keadaanya.
Bukan merupakan informed concern, manakala bidan diluar ruang praktek
sedang membicarakan akibat pemerkosaan,abortus.
HAK- HAK KLIEN, PERSETUJUAN UNTUK BIDAN BERTINDAK

Perlu diketehui bahwa pasien/klien mempunyai hak untuk menyampaikan
persetujuan/ informed concern , terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan
oleh bidan.

Secara hukum hak persetujuan tersebut, tertuang pada penjabaran dari
hak asasi manusia, dan dijamin oleh undang-undang kesehatan no. 23/92.

Akan tetapi dalam keadaan gawat darurat atau kritis, seorang yang
berpacu dengan nyawa, seorang tenaga kesehatan tidak ada waktu untuk

menjelaskan kepada keluarga klien, maka dibenarkan untuk melakukan sesuatu
demi keselaman yang mendasar dari klien tersebut.

KONTRASEPSI

Setiap tindakan medik, termasuk kontrasepsi, memerlukan persetujuan
dalam pelasanaanya.

Sebaiknya sebelum bidan menawarkan kontrasepsi kepada klien,
dimintakan dulu persetujuan dari suami klien , kecuali untuk kontrasepsi yang
tidak menetap/reversible seperti

Pil, suntik, tissue, kondom, implant/susuk kontraseosi ini diperbolehkan
tidak ada persetujuan dari suami.

Sedangkan kontrasepsi yang tetap/irreversible, seperti IUD, Steril, MOP,
harus ada persetujuan kedua belah pihak.

Ingat selain persetujuan pasien, juga informasi yang benar, termasuk
informasi lain yang memungkinkan harus menjadi bagian wajib bidan kepada
klien.

TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT BIDAN DALAM PRAKTEK

Kurang kehati-hatian atau kesalahan dalam melaksanakan tindakan
medik yang terjadi, menunjukan adanya perilaku tenaga kesahatan yang tidak
sesuai dengan standar profesi yang telah di atur dalam perundang-undangan.


Kesalahan tersebut diatas dapat dianggap sebagai PMH( perbuatan
melawan hukum ), dan ini yang dapat dijadikan bahan gugatan oleh keluarga
klien atau pihak lain.



Syarat adanya dugaan kesalahan tindakan apabila
ada kerugian
ada sebab akibat dari apa yang dilaksanakan
masih dalam hubungan perikatan antara bidan dan klien tsb.

TANGGUNG GUGAT

Dalam pasal 1367 ayat(3) KUHPerdata, seorang tenaga kesehatan harus
memberikan pertanggung jawaban tidak hanya atas kerugian ang ditimbulkan
dari tindakan diri sendiri , akan tetapi juga apabila terjadi kesalahan yang

dilakukan oleh bawahannya, atau perawat, bidan yang diberi delegasi,
melakukanya, sementara ia masih dibawah pengawasanya, dan apabila keadaan
tersebut dijadikan suatu gugatan maka selain bidan/tenaga kesehatan yang
pertama melakukan tindakan, kemudian ada perawat yang juga melakukan
perawatan, ini akan terkena sanksi hukum tangung renteng, tanggung gugat.

Begitu juga apabila bidan mempunyai Klinik Bersalin, dimana sebagai
penanggung jawab adalah seorang dokter kandungan, akan tetapi ia tidak
sebagai dokter tetap,

STANDAR PRAKTEK BIDAN

Pengertian profesi memiliki arti sebagai ukuran, dan untuk profesi medik ,
bidan, dan profesi lain diluar medik misal, advokat, guru, jurnalis, hakim dan
jaksa juga memiliki status profesi, akan tetapi dalam hal profesi medik, didalam
pekerjaanya senantiasa bersinggungan dengan nyawa/jiwa manusia, sehingga
diperlukan kehati-hatian yang tinggi , dan bersifat mandiri, meskipun memiliki
kemandiririan tetap , teliti, penuh kehati-hatian dan harus ingat perundangundangan, yang kini sebagai payung hukum tenaga kesehatan adalah hukum
kesehatan.


Pasal 53 ayat(2) UU No.23/92 Tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa
standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesinya dengan baik dan benar.

PERATURAN PERUNDANG_UNDANGAN YG MELANDASI PRAKTIK BIDAN

Peraturan perundang-undangan yang melandasi bidan , berupa hubungan
“keterikatan” antara klien dan bidan, secara hukum kesehatan keterikatan
adalah mengabdung pengertian hak dan kewajiban.

Tindakan bidan adalah sebagai subjek hukum, jika dilakukan berkaitan
dengan profesi bidan, apabila bukan menyandang profesi bidan maka tidak
termasuk perikatan secara hukum.



Perundang-undangan sbg landasan praktik bidan

Kep. MenKes No.43/MenKes/SK/X/1983 tentang KODEKI, memuat segala
sesuatu tanggung jawab terhadap ketentuan profesi.

UU.No.23 /1992 Tentang Kesehatan dan UUPK No.29/2004 Tentang Praktik
Kedokteran, memuat ketentuan perdata dan pidana.
PERMENKES TENTANG REGISTRASI

Seperti tercantum dalam UU. No 23/92 Tentang Kesehatan dan adanya
UUPK No29/2004 Tentang Praktik Kedokteran, ini menjadi bagian tanggung
jawab tenaga kesehatan, dan adalah kewajiban Bidan untuk melaksanakan nya
antara lain

1. mengikuti pendidikan dan pelatihan, ini tercantum dalam pasal 28 ayat (1)
dan pasal 52 e, yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain
yang terakreditasi.
2. Kewajiban mengurus STR dan SIB ( Surat izin Bidan ), dengan mengisi
formulir permohonan , diajukan ke kepala dinas kesehatan kesehatan provinsi
untuk diterbitkannya SIB.
SYARAT-SYARAT REGISTRASI


Memiliki ijasah



Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji



Memiliki surat keterangan fsik sehat dan mental sehat


Memiliki sertifkat kompetensi ( surat ini dikeluarkan oleh kolegium yang
bersangkutan )

Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi

Masa berlaku surat tanda Registrasi adalah maksimal 5 tahun dan kemudian
di ulanh tiap 5 tahun berikut, pada saat membuat registrasi ulang , seorang
bidan harus menyertakan surat sehat jasmani dan mental ( surat keterangan tsb
harus ditandatangi oleh dokter yang memiliki SIP ).

SURAT IZIN PRAKTIK BIDAN

Merupakan bukti tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan
yang berprofesi

yang berhak mengeluarkan adalah pejabat yang berwenang di Provinsi
dimana seseai tempat praktik bidan (SIPB )


Praktik bidan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No.900/MenKes/SK/VII/2002, yang merupakan revisi dari Permenkes
No.572/MenKes/per/VI/1996.
Dan dapat dikaji dalam melaksanakan praktik bidan sesuai
KepMenkes 900/MenKes/SK/VII/2002 tentang registrasi praktik bidan
standar pelayanan kebidanan
UU Kesehatan 23/92
PP 32/1996 Tentang otonomi Daerah, UU 13/2003 Ketenagakerjaan
UU Aborsi, Adopsi, bayi tabung dan transplantasi.

MASA BAKTI DAN PERIZINAN


Masa bakti bidan dilaksanakan ssuai dengan ketentuan yang berlaku.



Perizinan Bidan
harus memiliki SIB
SIB berlaku selama 5 tahun dan harus diperbarui sesuai uji kompetensi,

Apabila bidan menjadi pegawai tidak tetap dalam rangka menjalankan masa
bakti, maka tidak memerlukan SIB.
Sebaliknya bagi bidan lulus pendidikan dan merencanakan menjadi pegawai
tetap baik negeri atau swasta, wajib mengurus STR,SIPB dan berkewajiban
meningkatkan keilmuan dan/atau ketrampilanya melalui pendidikan formal dan
pelatihan.
BENTUK PELAYANAN PRAKTIK BIDAN

Pelayanan kebidanan , terhadap ibu dan anak

Pelayanan ibu pada masa pranikah, prahamil,masa kehamilan, masa nifas,
masa menyusui dapat eksklusif sampai 6 bulan.

Untuk anak, masa baru lahir, masa bayi, masa balita dan masa prasekolah.

Pasal 17, dalam praktik bidan, perlu diwaspai apabila dalam keadaan pelayanan
kadang klien ingin langsung dengan pengobatan, akan tetapi sebagai tenaga
kesehatan profesional,
sebaiknya pemberian obat-obatan dapat diberikan oleh yang memiliki
kewenangan ( dalam hal penulisan resep,
maupun pemberian obat, ada tenaga medis/dokter/dokter spesialis, ) KEMUALI
diwilayah tersebut tidak ada dokter.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Organisasi profesi bidan, menetapkan kepada seluruh anggotanya untuk
mengumpulkan angka kredit selama pelayanan kebidanan, yang dikumpulkan
melalui pendidikan , kegiatan ilmiah, pengabdian kepada masyarakat.


Organisasi profesi berkewajiban membibing dan mendorong para
anggotanya untuk dapat mencapai jumlah anggka kredit yang telah ditentukan.
( selama praktek bidan wajib mentaati aturan perundang-undangan yg berlaku ).


Pimpinan sarana kesehatan wajib elaporkan bidan yang praktek maupun
sudah tidak praktek kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan surat
tembusan kepada ketua organisasi profesi setempat.

SANKSI HUKUM BAGI BIDAN


Sanksi Hukum Perdata
Berupa Wanprestasi ( pasal 1239 KUHP ), jika melakukan
tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
terlambat melakukan apa yang dijanjikan

melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai hasil yang dijanjikan,
melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh bidan misal
melakukan tindakan curretge pada kasus abortus ( kewenangan mutlak ada
pada dokter spesialis ).
Montoh kasus atas gugatan wanprestasi

Pada papan nama bidan, mencantumkan praktik dari jam 17 wib-19 wib, akan
tetapi setiap datang bidan tersebut jam 18 wib, ini pelanggaran krn tidak sesuai
dg apa yg dijanjikan.
Sanksi hukum Pidana atas PMH


Bentuk Perbuatan Mela