ARTIKEL TENTANG PELANGGARAN HAK TENTANG PELANGGARAN HAK
ARTIKEL TENTANG PELANGGARAN HAK-HAK KONSUMEN YANG
DILAKUKAN OLEH PRODUSEN
UJIAN TENGAH SEMESTER
PENDIDIKAN KONSUMEN
Nama : Harvany Darazatun – 5515164115
Dosen : Dr. Ir. Ari Istiany, M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
Batalkan Transaksi, Lazada Langgar UU Perlindungan
Konsumen
Jakarta - Direktur Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan Achmad
Supardi telah menjadi korban dari situs ecommerce Lazada. Ia mengatakan Achmad Supardi
sebagai korban bisa melaporkan kasus ini kepada Kementerian Perdagangan.
Widodo menjelaskan situs Lazada telah melanggar Undang Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999.
Ada 3 pasal yang dilanggar Lazada yaitu Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 16.
Isi dari pasal 9 adalah pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan atau
mengiklankan suatu barang dan jasa secara tidak benar, atau seolah olah barang tersebut telah
memenuhi potongan harga, harga khusus, standar mutu, barang tersebut dalam keadaan baik,
barang dan jasa tersebut telah mendapatkan sponsor atau persetujuan, menggunakan kata kata
berlebihan seperti, aman, murah serta menawarkan sesuatu yang belum pasti.
Isi dari pasal 10 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, atau membuat pernyataan
tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, kegunaan suatu barang, tawaran
potongan harga dan hadiah yang menarik.
Dan isi pasal 16 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan
dilarang untuk tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian dan tidak
menepati janji.
" Konsumen mempunyai haknya dan dilindungi," ujar Widodo kepada Investor Daily, di
Jakarta, Minggu (3/1).
Widodo mengatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain.
Sementara perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
" Indonesia adalah negara hukum dan jika ada yang melanggar ada sanksinya," ujar dia.
Ia mengatakan berdasarkan UU perlindungan konsumen, Lazada sudah melanggar pasal 9,
pasal 10 dan pasal 16 dan dikenakan sanksi sesuai pasal 62 dan 63.
Sanksinya berupa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal
9 dan pasal 10, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2 miliar.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16, dipidana
penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sementara Pasal 63 berbunyi, pelaku usaha bisa dicabut izin usahanya.
Seperti diketahui, Achmad Supardi merupakan korban yang dirugikan Lazada, Achmad
Supardi membuat pengakuan bahwa Lazada sudah membatalkan secara sepihak transaksi
yang sudah dibayar lunas konsumen dan mengembalikan dana konsumen tersebut dalam
bentuk voucher belanja yang hanya bisa dibelanjakan di Lazada.
Achmad membeli 1 unit sepeda motor honda vario dan 3 unit sepeda motor Honda Revo pada
12 Desember 2015 di Lazada, 3 unit Honda Revo dibeli dengan harga masing masing Rp 500
ribu dengan total Rp 1.500.000, sementara Honda Revo dibeli dengan harga Rp 2.700.000
untuk pembelian cash on the road, harga pada situs Lazada adalah harga sepeda motor
secara cash on the road bukan kredit, dan angka tersebut bukan angka uang muka, dan
Achmad mengira harga murah bagian dari promosi gila gilaan Hari Belanja Online Nasional
(Harbolnas), dan ia sudah melakukan pembayaran transfer melalui ATM BCA, transaksi sah
dan dikonfirmasi Lazada.
Pada 14 Desember 2015, Achmad kembali membuka situs Lazada dengan tampilan sama
namun sudah ada bagian tambahan bahwa harga motor sudah merupakan harga kredit, di
tanggal yang sama, ia ditelepon pihak Honda Angsana yang merupakan tenant sepeda motor
Lazada, staf Angsana menanyakan apakah sepeda motor dibeli secara kredit, Achmad
menjelaskan sepeda motor dibeli secara cash on the road, pihak Angsana menelepon hingga
dua kali.
Dua hari kemudian, Achmad mengecek status transaksi di Lazada dan ia terkejut karena
transaksi yang dikonfirmasi dan tinggal menunggu pengiriman ternyata berubah menjadi
ditolak dan ditutup oleh Lazada. Secara sepihak Lazada memproses refund dengan
memberikan voucher belanja sesuai jumlah uang yang dibelanjakan untuk membeli 4 unit
sepeda motor dan mengganti dana dengan 2 voucher sebesar Rp 4,2 juta.
Achmad mengaku kecewa, karena voucher tidak bisa diuangkan, sebagai konsumen ia
meminta Lazada meminta maaf, dan sebagai perusahaan besar tidak selayaknya
memperlakukan konsumen dengan tidak terhormat.
Ridho Syukro/YUD
Investor Daily
ANALISIS :
Peritel Resmi Setop Pungut Biaya Kantong Plastik
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) resmi menyetop pungutan biaya kantong plastik sebesar
Rp200 yang dibebankan kepada konsumen melalui masa uji coba sejak 21 Februari 2016 lalu.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan, langkah ini diambil Aprindo karena
sejak uji coba sampai September lalu, Aprindo menerima beberapa pengaduan terkait
pengenaan biaya kantong plastik.
"Per 1 Oktober, kami menyampaikan kepada pabrik dan pemerintah bahwa Aprindo akan
menggratiskan kembali kantong plastik, karena ada hambatan dari pihak yang tidak mengerti
pemberlakuan uji coba ini," ungkap Roy, Senin (3/10) Roy menyebutkan, asosiasi mendapat
aduan, mulai dari pelanggaran hak konsumen yang dilanggar oleh perusahaan ritel hingga
perbedaan informasi yang diterapkan masing-masing pemerintah daerah terhadap pengenaan
biaya kantong plastik.
Selain itu, ia juga menuturkan, lemahnya kebijakan pengenaan biaya kantong plastik karena
tidak adanya payung hukum yang mengikat. Misalnya, Peraturan Menteri (Permen) dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Roy, Surat Edaran Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan
Beracun Berbahaya Nomor 8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang Harga dan Mekanisme
Penerapan Kantong Plastik Berbayar tak cukup menjadi dasar hukum untuk mengenakan
biaya kemasan plastik terhadap konsumen.
"Contohnya di Palembang, kami mendapat panggilan mendadak dari pihak berwajib yang
kemudian ditindak oleh Ibu Direktur Jenderal (Dirjen) KLHK, ternyata ada kesalahpahaman
terhadap kebijakan ini," jelas Roy.
Meski demikian, lanjut dia, asosiasi tetap mendukung semangat pemerintah dalam menekan
penggunaan kemasan plastik berlebih. Namun, ia menilai, pemerintah dapat mengambil
kebijakan lain, misalnya memberikan edukasi penggunaan kemasan plastik.
"Bisa dengan edukasi, memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada konsumen, di
samping itu biarkan pengenaan biaya plastik diatur secara seragam untuk para peritel,"
tambahnya.
Kemudian, dalam merumuskan Permen, Aprindo meminta KLHK memberikan kesempatan
dan turut menyertakan pendapat dari asosiasi dan pihak-pihak yang bersangkutan.
Sebagai informasi, Indonesia didaulat sebagai negara kedua yang produktif menghasilkan
sampah, yakni mencapai 187,2 juta ton, setelah China di posisi pertama sebesar 262,9 juta
ton. (bir)
ANALISIS
Beras Plastik dan Perlindungan Konsumen
DR H ABUSTAN
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN),
Pengajar Hukum Perlindungan Konsumen
Dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa, konsumen Indonesia merupakan konsumen keempat
terbesar di dunia di belakang China, India, dan Amerika Serikat. Sungguh secara kualitatif
merupakan anugerah yang tak ternilai harganya.
Karena itu, sangat wajar jika isu yang terkait kebutuhan pokok konsumen pasti akan
mengundang sorotan tajam dan perbincangan serius di tengah masyarakat. Katakanlah
kemunculan beras plastik ternyata cukup menghebohkan jagat Indonesia. Bagaimana tidak,
berita tersebut ternyata mampu menenggelamkan berita peristiwa besar lain. Harus diakui,
hebohnya isu ini cukup membawa dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dan pemerintah.
Bahkan, kehebohan isu beras plastik menggiring masyarakat beralih membeli kebutuhan
pokok ini dari pasar tradisional ke pasar modern. Masalah ini terus menggelinding bak bola
salju, kini mengalir ke meja Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Uji laboratorium
dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) dan Laboratorium Sucofindo. Hasilnya, seperti yang kita ketahui terdapat
campuran kimia yang terkandung dalam beras itu. Pertanyaan yang mendasar, siapa di
belakang semua ini?
ANALISIS
Jual Bakso Daging Celeng, Pria ini Dipidanakan
Petugas dari Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menunjukan merek bakso yang
mengandung daging babi di mobil laboratorium, Tomang, Jakarta Barat,Jumat (14/12).
TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng
yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku
bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta
Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di
Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis
Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata
Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk
penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas
Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan
menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku
membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng,
Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku
Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung
dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak
dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia
dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan
mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan
dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata
Pangihutan.
ANALISIS
DILAKUKAN OLEH PRODUSEN
UJIAN TENGAH SEMESTER
PENDIDIKAN KONSUMEN
Nama : Harvany Darazatun – 5515164115
Dosen : Dr. Ir. Ari Istiany, M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
Batalkan Transaksi, Lazada Langgar UU Perlindungan
Konsumen
Jakarta - Direktur Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan Achmad
Supardi telah menjadi korban dari situs ecommerce Lazada. Ia mengatakan Achmad Supardi
sebagai korban bisa melaporkan kasus ini kepada Kementerian Perdagangan.
Widodo menjelaskan situs Lazada telah melanggar Undang Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999.
Ada 3 pasal yang dilanggar Lazada yaitu Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 16.
Isi dari pasal 9 adalah pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan atau
mengiklankan suatu barang dan jasa secara tidak benar, atau seolah olah barang tersebut telah
memenuhi potongan harga, harga khusus, standar mutu, barang tersebut dalam keadaan baik,
barang dan jasa tersebut telah mendapatkan sponsor atau persetujuan, menggunakan kata kata
berlebihan seperti, aman, murah serta menawarkan sesuatu yang belum pasti.
Isi dari pasal 10 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, atau membuat pernyataan
tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, kegunaan suatu barang, tawaran
potongan harga dan hadiah yang menarik.
Dan isi pasal 16 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan
dilarang untuk tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian dan tidak
menepati janji.
" Konsumen mempunyai haknya dan dilindungi," ujar Widodo kepada Investor Daily, di
Jakarta, Minggu (3/1).
Widodo mengatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain.
Sementara perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
" Indonesia adalah negara hukum dan jika ada yang melanggar ada sanksinya," ujar dia.
Ia mengatakan berdasarkan UU perlindungan konsumen, Lazada sudah melanggar pasal 9,
pasal 10 dan pasal 16 dan dikenakan sanksi sesuai pasal 62 dan 63.
Sanksinya berupa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal
9 dan pasal 10, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2 miliar.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16, dipidana
penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sementara Pasal 63 berbunyi, pelaku usaha bisa dicabut izin usahanya.
Seperti diketahui, Achmad Supardi merupakan korban yang dirugikan Lazada, Achmad
Supardi membuat pengakuan bahwa Lazada sudah membatalkan secara sepihak transaksi
yang sudah dibayar lunas konsumen dan mengembalikan dana konsumen tersebut dalam
bentuk voucher belanja yang hanya bisa dibelanjakan di Lazada.
Achmad membeli 1 unit sepeda motor honda vario dan 3 unit sepeda motor Honda Revo pada
12 Desember 2015 di Lazada, 3 unit Honda Revo dibeli dengan harga masing masing Rp 500
ribu dengan total Rp 1.500.000, sementara Honda Revo dibeli dengan harga Rp 2.700.000
untuk pembelian cash on the road, harga pada situs Lazada adalah harga sepeda motor
secara cash on the road bukan kredit, dan angka tersebut bukan angka uang muka, dan
Achmad mengira harga murah bagian dari promosi gila gilaan Hari Belanja Online Nasional
(Harbolnas), dan ia sudah melakukan pembayaran transfer melalui ATM BCA, transaksi sah
dan dikonfirmasi Lazada.
Pada 14 Desember 2015, Achmad kembali membuka situs Lazada dengan tampilan sama
namun sudah ada bagian tambahan bahwa harga motor sudah merupakan harga kredit, di
tanggal yang sama, ia ditelepon pihak Honda Angsana yang merupakan tenant sepeda motor
Lazada, staf Angsana menanyakan apakah sepeda motor dibeli secara kredit, Achmad
menjelaskan sepeda motor dibeli secara cash on the road, pihak Angsana menelepon hingga
dua kali.
Dua hari kemudian, Achmad mengecek status transaksi di Lazada dan ia terkejut karena
transaksi yang dikonfirmasi dan tinggal menunggu pengiriman ternyata berubah menjadi
ditolak dan ditutup oleh Lazada. Secara sepihak Lazada memproses refund dengan
memberikan voucher belanja sesuai jumlah uang yang dibelanjakan untuk membeli 4 unit
sepeda motor dan mengganti dana dengan 2 voucher sebesar Rp 4,2 juta.
Achmad mengaku kecewa, karena voucher tidak bisa diuangkan, sebagai konsumen ia
meminta Lazada meminta maaf, dan sebagai perusahaan besar tidak selayaknya
memperlakukan konsumen dengan tidak terhormat.
Ridho Syukro/YUD
Investor Daily
ANALISIS :
Peritel Resmi Setop Pungut Biaya Kantong Plastik
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) resmi menyetop pungutan biaya kantong plastik sebesar
Rp200 yang dibebankan kepada konsumen melalui masa uji coba sejak 21 Februari 2016 lalu.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan, langkah ini diambil Aprindo karena
sejak uji coba sampai September lalu, Aprindo menerima beberapa pengaduan terkait
pengenaan biaya kantong plastik.
"Per 1 Oktober, kami menyampaikan kepada pabrik dan pemerintah bahwa Aprindo akan
menggratiskan kembali kantong plastik, karena ada hambatan dari pihak yang tidak mengerti
pemberlakuan uji coba ini," ungkap Roy, Senin (3/10) Roy menyebutkan, asosiasi mendapat
aduan, mulai dari pelanggaran hak konsumen yang dilanggar oleh perusahaan ritel hingga
perbedaan informasi yang diterapkan masing-masing pemerintah daerah terhadap pengenaan
biaya kantong plastik.
Selain itu, ia juga menuturkan, lemahnya kebijakan pengenaan biaya kantong plastik karena
tidak adanya payung hukum yang mengikat. Misalnya, Peraturan Menteri (Permen) dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Roy, Surat Edaran Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan
Beracun Berbahaya Nomor 8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang Harga dan Mekanisme
Penerapan Kantong Plastik Berbayar tak cukup menjadi dasar hukum untuk mengenakan
biaya kemasan plastik terhadap konsumen.
"Contohnya di Palembang, kami mendapat panggilan mendadak dari pihak berwajib yang
kemudian ditindak oleh Ibu Direktur Jenderal (Dirjen) KLHK, ternyata ada kesalahpahaman
terhadap kebijakan ini," jelas Roy.
Meski demikian, lanjut dia, asosiasi tetap mendukung semangat pemerintah dalam menekan
penggunaan kemasan plastik berlebih. Namun, ia menilai, pemerintah dapat mengambil
kebijakan lain, misalnya memberikan edukasi penggunaan kemasan plastik.
"Bisa dengan edukasi, memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada konsumen, di
samping itu biarkan pengenaan biaya plastik diatur secara seragam untuk para peritel,"
tambahnya.
Kemudian, dalam merumuskan Permen, Aprindo meminta KLHK memberikan kesempatan
dan turut menyertakan pendapat dari asosiasi dan pihak-pihak yang bersangkutan.
Sebagai informasi, Indonesia didaulat sebagai negara kedua yang produktif menghasilkan
sampah, yakni mencapai 187,2 juta ton, setelah China di posisi pertama sebesar 262,9 juta
ton. (bir)
ANALISIS
Beras Plastik dan Perlindungan Konsumen
DR H ABUSTAN
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN),
Pengajar Hukum Perlindungan Konsumen
Dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa, konsumen Indonesia merupakan konsumen keempat
terbesar di dunia di belakang China, India, dan Amerika Serikat. Sungguh secara kualitatif
merupakan anugerah yang tak ternilai harganya.
Karena itu, sangat wajar jika isu yang terkait kebutuhan pokok konsumen pasti akan
mengundang sorotan tajam dan perbincangan serius di tengah masyarakat. Katakanlah
kemunculan beras plastik ternyata cukup menghebohkan jagat Indonesia. Bagaimana tidak,
berita tersebut ternyata mampu menenggelamkan berita peristiwa besar lain. Harus diakui,
hebohnya isu ini cukup membawa dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dan pemerintah.
Bahkan, kehebohan isu beras plastik menggiring masyarakat beralih membeli kebutuhan
pokok ini dari pasar tradisional ke pasar modern. Masalah ini terus menggelinding bak bola
salju, kini mengalir ke meja Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Uji laboratorium
dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) dan Laboratorium Sucofindo. Hasilnya, seperti yang kita ketahui terdapat
campuran kimia yang terkandung dalam beras itu. Pertanyaan yang mendasar, siapa di
belakang semua ini?
ANALISIS
Jual Bakso Daging Celeng, Pria ini Dipidanakan
Petugas dari Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menunjukan merek bakso yang
mengandung daging babi di mobil laboratorium, Tomang, Jakarta Barat,Jumat (14/12).
TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng
yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku
bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta
Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di
Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis
Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata
Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk
penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas
Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan
menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku
membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng,
Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku
Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung
dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak
dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia
dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan
mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan
dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata
Pangihutan.
ANALISIS