BAB II PENDAHULUAN - Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan Yang Menggunakan Sambungan Lewatan (Lap Splices) Pada Ujung Kolom

BAB II PENDAHULUAN

2.1. Peraturan Pembebanan Gempa Berdasarkan RSNI2 03-1726-201x

  Perencanaan suatu konstruksi gedung harus memperhatikan aspek kegempaan, terutama di Indonesia karena merupakan salah satu daerah dengan zona gempa yang tinggi. Aspek kegempaan tersebut dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku di Negara tersebut dan Indonesia memiliki peraturan sendiri dan peta gempanya. Peraturan yang berlaku saat ini ialah RSNI2 03-1726-201x yang merupakan revisi dari SNI 03-1726-2002 dimana parameter wilayah gempanya sudah tidak digunakan lagi dan diganti berdasarkan dari nilai S s (parameter respons spectral percepatan gempa pada periode pendek) dan nilai S (parameter

  1 respons spectral percepatan gempa pada periode 1 detik) pada setiap daerah yang ditinjau.

  Dalam hal ini, tata cara perencanaan bangunan gedung tahan gempa menjadi lebih rasional dan akurat.

2.1.1. Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan

  Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.

  Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai khusus untuk struktur bangunan dengan kategori resiko IV, bila

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (RSNI 03-

  1726-201x)

  Jenis pemanfaatan Katergori risiko Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

  • Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan

  I

  • Fasilitas sementara
  • Gudang penyimpanan
  • Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
  • Perumahan - Rumah toko dan rumah kantor
  • Pasar - Gedung perkantoran

  II

  • Gedung apartemen/ Rumah susun
  • Pusat perbelanjaan/ Mall - Bangunan industri
  • Fasilitas manufaktur
  • Pabrik Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
  • Bioskop - Gedung pertemuan
  • Stadion - Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
  • Fasilitas penitipan anak
  • Penjara - Bangunan untuk orang jompo Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan

  III masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

  • Pusat pembangkit listrik biasa
  • Fasilitas penanganan air
  • Fasilitas penanganan limbah
  • Pusat telekomunikasi Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (RSNI 03-

  1726-201x) (Lanjutan)

  Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

  • Bangunan-bangunan monumental
  • Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat - darurat Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan
  • darurat Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan
  • darurat lainnya

  IV Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap

  • darurat
  • Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar,
  • menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

  dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori resiko

  IV. Tabel 2.2 Faktor keutaman gempa (RSNI 03-1726-201x)

  Faktor ke utamaan ge mpa, Ie Kate gori risiko

  I atau II 1,0

  III 1,25

  IV 1,5

2.1.2. Klasifikasi Situs dan Parameter

  Prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria seismik adalah berupa faktor-faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasi terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat.berisi klasifikasi situs tanah yang diperlukan dalam perumusan criteria seismik suatu bangunan.

Tabel 2.3 Klasifikasi situs

  

Kelas Situs (m/detik) atau (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A SC (tanah keras,

  sangat padat dan 350 sampai 750 >50 ≥ 100 batuan lunak)

  SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100 SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50

  Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2.

  Kadar air, 3. Kuat geser niralir

  Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

  SF (tanah khusus,

  yang membutuhkan

  • investigasi

  Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti

  mudah likuifaksi, lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah

  geoteknik spesifik

  • dan analisis respons

  Lempung sangat organic dan/atau gambut (ketebalan H > 3m)

  • spesifik-situs yang

  Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan

  Indeks Plastisitas PI > 75 )

  mengikuti Pasal 6.10.1)

  Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan Nilai harus ditentukan sesuai dengan persamaan

  n d

i

  ∑ i =

  1

  (2.1)

  s v = n d

i

  ∑ i = 1 v

si

  Keterangan:

  d = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 meter; i v si = kecepatan gelombang geser lapisan i dalam satuan m/detik; n d

  = 30 meter

  ii

  1 =

  Nilai dan harus ditentukan sesuai dengan persamaan

  n d

i

  ∑ i

  1 = N =

  (2.2)

  n d

i

  ∑ N i =

  1

i

  N dan d dalam persamaan 2 berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan

  Dimana i i lapisan batuan.

  d s ch =

  N m d (2.3)

i

  ∑ i =

1 N

  

i

  Dimana N dan d dalam persamaan 3 berlaku untuk tanah non-kohesif saja, dan m i i m

  d = d , di mana d adalah ketebalan total dari lapisan tanah non-kohesif di d = d i s i s s

  ∑ ∑ i 1 j 1 = =

  N adalah tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N dalam 30 m lapisan paling atas. i 60 ) yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m. Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, maka nilai N tidak boleh diambil i lebih dari 305 pukulan/m.

2.1.3. Parameter Percepatan Gempa

  Parameter S s (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S

  1 (percepatan batuan

  dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismic pada Bab 14 yang tertera dalam RSNI 03-1726-201x dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCE R , 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

  Untuk penentuan respons spectral percepatan gempa MCE R di permukaan tanah, diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (F a ) dan factor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (F v ). Parameter spectrum respons percepatan pada perioda pendek (S MS ) dan perioda 1 detik (S M1 ) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan menggunakan persamaa

  S = F S MS a s (2.4) S = F S M 1 a 1 (2.5)

  Keterangan:

  S s = parameter respons spektral percepatan gempa MCE R terpetakan untuk perioda pendek;

S s = parameter respons spektral percepatan gempa MCE R terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

  Koefisien situs F a dan F v dicantumkan pada

Tabel 2.4 Koefisien situs, F

  a

  Kelas situs Parameter respons spectral percepata gempa (MCE R ) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, S s

  1 0,2 S

  o , spektrum respons percepatan desain, S a , harus ditentukan berdasarkan persamaan

  Untuk perioda yang lebih kecil dari T

  Bila spectrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari speksifik-situs tidak digunakan, maka kurva spectrum respons desain harus dikembangkan dengan mengac dan mengikuti ketentuan berikut: 1.

  b

  SS

  

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF

  1 0,5

  1 0,4 S

  1 0,3 S

  1 0,1 S

  S s ≤ 0,25

  1 S

  v Kelas situs Parameter respons spectral percepata gempa (MCE R ) terpetakan pada perioda 1 detik, S

Tabel 2.5 Koefisien situs, F

  b

  SS

  

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF

  S s ≤ 1,25

  S s ≤ 1,0

  S s ≤ 0,75

  S s ≤ 0,5

2.1.4. Parameter Percepatan Spektral Desain

   Ta DS = + S S , 4 ,

  6 (2.6)

   

  T

    2. dan lebih kecil dari atau sama

  Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T dengan T , spectrum respons percepatan desain, S , sama dengan S .

  s a DS

  3. s , spectrum respons percepatan desain, S a , dihitung Untuk perioda lebih besar dari T berdasarkan persamaan

  S D 1 S = a

  (2.7)

  T

  Keterangan:

  S = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda pendek; DS

  S D1 = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda 1 detik; T = perioda getar fundamental struktur; S D 1 T = 0,2 S DS S D 1 T =

  S S DS

Gambar 2.1 Spektrum respons desain

  2.1.5. Periode Fundamental Pendekatan

  Perioda fundamental pendekatan (T ), dalam detik, harus ditentukan dengan

  a menggunakan persamaa x T = C h a t n (2.8)

  Keterangan:

  h n = ketinggian struktur di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur ,m;

  = koefisien yang ditentukan dari

  C t x = koefisien yang ditentukan dari

Tabel 2.6 Koefisien C t dan x Tipe Struktur C t x

  Sistem rangka pemikul momen di maan rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

  a

  Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,80

  a

  Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,90

  a

  Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75

  a

  Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75

  a

  Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75

  2.1.6. Kinerja Struktur Gedung

  Kinerja struktur gedung dipengaruhi adanya simpangan antar tingkat, akibat pengaruh gempa rencana. Penentuan simpangan antar lantai tingkat disain (

  Δ) harus dihitung sebagai

  perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertical, diijinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertical dari pusat massa tingkat di atasnya.

  Defleksi pusat massa di tingkat x, (

  )

  Semua struktur lainnya 0,020 h sx 0,015 h sx 0,010 h sx Keterangan:

  sx

  0,007 h

  sx

  0,007 h

  sx

  0,025 h sx 0,025 h sx 0,025 h sx Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 h sx 0,010 h sx 0,010 h sx Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 h

  bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai

  IV Struktur, selain dari struktur dinding geser batu

  III

  Struktur Kategori Resiko I atau II

  Δ a

  δ x ), dalam mm harus ditentukan sesuai dengan persamaan e xe d x

Tabel 2.7 Simpangan antar lantai izin (

  Δ a ) seperti yang didapatkan darituk semua tingkat.

  antar lantai ijin (

  Δ) yang ditentukan tidak boleh melebihi simpangan

  Simpangan antar tingkat desain (

  xe = defleksi pada lokasi yang diisyaratkan, yang ditentukan dengan analisis elatis, mm; I e = faktor keutamaan.

  = faktor pembesaran defleksi; δ

  C d

  (2.9) Keterangan:

  × =

  δ δ

  I C

  h sx = tinggi tingkat di bawah tingkat x.

2.2. Peraturan Pembebanan Berdasarkan RSNI 03-1727-201x

2.2.1. Beban Mati

  16 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) 1850

  12 Pasangan batu karang 2200

  21.56

  13 Pasir (kering udara sampai lembab) 1450

  14.21

  14 Pasir (jenuh air) 1600

  15.68

  15 Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1800

  17.64

  18.13

  11 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 1700

  17 Tanah, lempung dan lanau (basah) 1700

  16.66

  18 Timah hitam (timbal) 2000

  19.6

  19 Komponen gedung 11400 111.72

  20 Adukan, per cm tebal :

  21

  0.21

  16.66

  16.17

  Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung diambil dari

  6.86

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (RSNI 03-1727-201x)

  No Bahan bangunan kg/m3 kN/m3 kg/m2 kN/m2

  1 Baja 7850

  76.93

  2 Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 2600

  25.48

  3 Batu karang (berat tumpuk) 1500

  14.7

  4 Batu pecah 700

  5 Besi tuang 1450

  10 Pasangan batu bata 1650

  14.21

  6 Beton (1) 7250

  71.05

  7 Beton bertulang (2) 2200

  21.56

  8 Kayu (Kelas I) (3) 2400

  23.52

  9 Kerikil, Koral (kerikil udara sampai lembab, tanpa diayak) 1000

  9.8

  • dari semen

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (RSNI 03-1727-201x)

  (Lanjutan)

  21 - dari kapur, semen merah atau tras

  17

  0.17

  17

  0.17

  22 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per

  14

  0.14

  14

  0.14 cm tebal

  23 Dinding pasangan batu bata :

  • satu batu

  450

  4.41

  • setengah batu

  250

  2.45

  24 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :

  • semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan

  11

  0.11 tebal maksimum 4 mm

  • kaca, dengan tebal (3-4) mm

  10

  0.1

  25 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk

  40

  0.4 beban hidup maksimum 200 kg/m2

  26 Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak sumbu ke sumbu minimum 7 0.068 0.8 m

  27 Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per

  50

  0.49 m2 bidang atap

  28 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2

  40

  0.39 bidang atap

  29 Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa

  24

  0.24 gording

  30 Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan

  11

  0.11 beton tanpa adukan, per cm tebal

  CATATAN : (1)

  Nilai ini berlaku untuk beton pengisi; (2)

  Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri; (3)

  Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis-jenis kayu tertentu dapat dilihat pada NI 5 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.

2.2.2. Beban Hidup

  Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedun, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang bukan bagian tak terpisahkan dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap. Khusus pada atap, beban hidup juga mencakup beban hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beberapa beban hidup yang bekerja pada gedung dapat diambil dari

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) Merata psf Terpusat lb

  Hunian atau penggunaan

  2 (kN/m ) (kN)

  Apartemen (lihat rumah tinggal) Sistem lantai akses Ruang kantor

  50 (2.4) 2000 (8.9) Ruang komputer

  100 (4.79) 2000 (8.9) Gudang persenjataan dan ruang latihan 150 (7.18) Ruang pertemuan dan bioskop Kursi tetap (terikat di lantai) 60 (2.87) Lobi

  100 (4.79) Kursi dapat dipindahkan 100 (4.79) Panggung pertemuan 100 (4.79) Lantai podium

  150 (7.18) 100 (4.79) Balkon (eksterior) Rumah untuk satu atau dua keluarga, dan luas tidak

  2

  2

  melebihi 100 ft (9.3 m ) 60 (2.87) Lintasan bowling, ruang kolam renang, dan tempat 75 (3.59) rekreasi sejenis lainnya Jalur untuk akses pemeliharaan 40 (1.92) 300 (1.33)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan) Merata psf Terpusat lb

  Hunian atau penggunaan (kN/m2) (kN)

  Koridor Lantai pertama Lantai lain, sama seperti pelayanan hunian kecuali 100 (4.79) disebutkan lain

  Ruang dansa dan ruang ballroom/pesta 100 (4.79) Dek (pekarangan dan atap) Sama seperti daerah yang dilayani, atau untuk jenis hunian yang diakomodasi

  Ruang makan dan restoran 100 (4.79) Hunian (lihat rumah tinggal)

  

2

Ruang mesin elevator (pada daerah seluas 4 in [2580

  300 (1.33)

  2

  mm ]) Konstruksi pelat lantai finishing ringan (pada luasan 1 200 (0.89)

  2

  2

  in [645 mm ]) Jalur penyelamatan terhadap kebakaran 100 (4.79) Hunian satu keluarga saja 40 (1.92) Tangga permanen

  Lihat pasal 4.4 Garasi (mobil penumpang saja)

  a,b

  40 (1.92) Truk dan bus Tribun (lihat stadion dan arena, tempat duduk di stadion) Lantai utama gymnasium dan balkon 100 (4.79) Susunan tangga, rel pengaman dan batang pegangan Lihat pasal 4.4 Rumah sakit : Ruang operasi, laboratorium 60 (2.87) 1000 (4.45) Ruang pasien

  40 (1.92) 1000 (4.45) Koridor diatas lantai pertama 80 (3.83) 1000 (4.45) Hotel (lihat rumah tangga)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan) Merata psf Terpusat lb

  Hunian atau penggunaan (kN/m2) (kN)

  Perpustakaan Ruang baca

  60 (2.87) 1000 (4.45)

  c

  Ruang penyimpanan 150 (7.18) 1000 (4.45)

  Koridor di atas lantai pertama 80 (3.83) 1000 (4.45) Pabrik Ringan

  125 (6.00) 2000 (8.90) Berat

  250 (11.97) 3000 (13.40) Kanopi di depan pintu masuk gedung 75 (3.59) Gedung perkantoran: Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunian Lobi dan koridor lantai pertama 100 (4.79) 2000 (8.90) Kantor

  50 (2.40) 2000 (8.90) Koridor di atas lantai pertama 80 (3.83) 2000 (8.90) Lembaga hukum Blok sel

  40 (1.92) Koridor

  100 (4.79) Rumah tinggal Hunian (satu keluarga dan dua keluarga) Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang 10 (0.48) Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang 20 (0.96) Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur 30 (1.44) Semua ruang kecuali tangga dan balkon 40 (1.92) Hotel dan rumah susun Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka 40 (1.92) Ruang publik dan koridor yang melayani mereka 100 (4.79)

  d

  Stand pemantauan, tribun, dan tempat duduk di stadion 100 (4.79)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan) Merata psf Terpusat lb

  Hunian atau penggunaan (kN/m2) (kN)

  Atap Atap datar, pelana, dan lengkung Atap digunakan untuk tempat berjalan Atap yang digunakan untuk taman atap atau tujuan

  I

  pertemuan

  h

  Atap yang digunakan untuk tujuan khusus 20 (0.96) Awning dan kanopi

  60 (2.87) Konstruksi struktur yang didukung oleh struktur rangka kaku ringan

  100 (4.79) Semua konstruksi lainnya Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung 2000 (8.9) dengan perkerjaan lantai

  5 (0.24) tidak

  Titik panel tunggal dari batang bawah ranga atap atau

  dapat direduksi

  setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang 20 (0.96) mendukung atap diatas pabrik, gudang, dan perbaikan garasi Semua hunian lainnya

  300 (1.33) Semua permukaan atap dengan beban pekerja pemeliharaan

  300 (1.33) Sekolah Ruang kelas

  40 (1.92) 1000 (4.5) Koridor diatas lantai pertama 80 (3.83) 1000 (4.5) Koridor lantai pertama 100 (4.79) 1000 (4.5) Bak-bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit 200 (0.89) yang dapat diakses Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan, e f 250 (11.97) 8000 (35.6) dan lahan/jalan untuk truk-truk Stadion dan arena

  d

  Tribun 100 (4.79)

  d

  Tempat duduk tetap (terikat di lantai) 60 (2.87)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan) Merata psf Terpusat lb

  Hunian atau penggunaan (kN) (kN/m2)

  Tangga dan jalan keluar 100 (4.79)

  g

  Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja 40 (1.92) Ruang gudang diatas langit-langit 20 (0.96) Gudang penyimpang barang sebelum disalurkan ke pengecer (jika diantisipasi menjadi gudang penyimpanan, maka harus dirancang untuk beban lebih berat) Ringan

  125 (6.00) Berat

  250 (11.97) Toko Eceran Lantai pertama

  100 (4.79) 1000 (4.45) Lantai diatasnya

  75 (3.59) 1000 (4.45) Glosir, di semua lantai 125 (6.00) 1000 (4.45) Penghalang kendaraan Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain jalan 60 (2.87) keluar) Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki 100 (4.79)

  Beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan dan juga dinding-dinding pemisah dengan berat tidak lebih

  2 dari 100 kg/m .

2.3. Sambungan Lewatan (Lap Splice)

  Pada balok beton bertulang, gaya tekan lentur ditahan oleh beton, dimana gaya tarik lentur ditahan oleh tulangan, seperti yang terlihat padaa). Agar proses tersebut timbul, harus terjadi gaya transfer yang disebut bond (rekat), antara dua material. Reaksi gaya tersebut dapat dilihat padab). Agar tulangan berada dalam kondisi kesetimbangan, bond stresses (tegangan rekat) harus terjadi. Jika tegangan tersebut hilang, tulangan akan tertarik keluar dari beton dan gaya tarik, T, akan menjadi nol, sehingga menyebabkan kegagalan pada balok. (Mac Gregor, 2006)

  (a) Gaya-gaya dalam balok (b) Gaya pada tulangan

Gambar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja pada balokGambar 2.3 Hubungan antara tegangan tulangan dengan average bond stress

  harus terjadi ketika tegangan atau gaya pada tulangan berubah di tempat

  Bond stresses

  disepanjang tulangan. Hal ini dapat terlihat pada free-body diagram padaika f s2 lebih besar dari f s1 , bond stresses (

  μ) harus terjadi disepanjang permukaan tulangan untuk

  menjaga kesetimbangan. Penjumlahan gaya-gaya parallel pada tulangan menghasilkan

  average bond stress , ( avg ) yaitu: μ

  

2

  π

  d b

  µ π

  

( ff ) = ( d ) l

s 2 s 1 avg b

4 Dengan pemisalan ( f − f ) = ∆ f maka,

  s 2 s 1 sf d s b

  µ = avg (2.10)

  4

  l

  Jika l diambil sebagai sebuah bentang yang sangat pendek, dx, persamaan ini dapat ditulis menjadi,

  df µ s

  4 =

  (2.11)

  dx d b

  dimana μ adalah true bond stress yang terjadi di sepanjang dx.

  Pada balok, gaya di dalam tulangan baja ketika patah dapat dinyatakan sebgagai:

  M T =

  (2.12)

  jd

  Dimana jd ialah lengan momen dan M adalah momen yang terjadi. Jika ditinjau bentang balok diantara dua retakan, seperti yang terlihat padomen yang terjadi pada dua retakan ialah M

  1 dan M 2 . Jika balok hanya bertulangan satu dengan diameter

d , gaya pada tulangan dapat dilihat padac). Penjumlahan gaya-gaya horizontal

b

  memberikan persamaan,

  T ( d x

  ∆ = π ) µ ∆ b avg (2.13) dimana d b merupakan diameter tulangan. Persamaanapat pula dinyatakan dengan,

  ∆ T

  π µ

  = ( d ) (2.14)

b avg

x

  ∆ M sedangkan ∆ T = , sehingga persamaa

  jd

  ∆ M

  π µ

  = ( d ) jd (2.15) b avgx

  Dari free-body diagram padad), dapat dilihat bahwa

  ΔM = V Δx sehingga

ΔM/Δx = V. Dengan memasukkan hubungan ini ke dalam persamaaaka akan

  diperoleh hubungan seperti yang dapat dilihat pada persamaa

  V

  µ avg = (2.16)

  π

  ( d ) jd b (a) Balok (b) Diagram momen (c) Gaya tulangan (d) Bagian balok antara potongan 1 dan 2

Gambar 2.4 Tegangan rekatan rata-rata akibat lentur

  Jika terdapat lebih dari satu tulangan, keliling lingkaran ( ) diganti dengan

  πd b

  penjumlahan keliling keseluruhan,

  ΣO, maka,

  V

  µ avg = (2.17)

  Σ Ojd

  Tulangan polos dapat melekat pada beton dikarenakan adhesi antara beton dan tulangan serta sedikit gesekan. Kedua efek tersebut dapat dengan cepat hilang ketika tulangan dibebani tarik, terutama karena diameter dari tulangan berkurang. Dengan alasan inilah maka tulangan polos secara umum tidak digunakan untuk penulangan.

  (a) Gaya pada tulangan (b) Gaya pada beton (c) Komponen gaya pada beton

(d) Gaya radial pada beton dan tegangan

retak pada potongan penampang

Gambar 2.5 Mekanisme bond-transfer Walaupun adhesi dan gesekan terjadi ketika tulangan ulir di bebani untuk pertama kali, mekanisme bond-transfer ini secara cepat dapat menghilang, bond disalurkan dengan memikul pada ulir ditulangan dapat terlihat padab). Gaya pada beton memiliki komponen longitudinal dan radial, dapat dilihat padac) dan ). Hal tersebut mengakibatkan tegangan tarik melingkar didalam beton disekitar tulangan. Pada akhirnya, beton akan mengalami retakan dan retakan pada beton mengikuti tulangan disepanjang daerah bawah atau sisi samping permukaan balok.

  Sekali retakan terjadi, bond transfer akan sangat cepat menurun kecuali kalau tulangan ditetapkan untuk menahan retakan terbuka.

  Beban yang mengakibatkan terjadinya kegagalan akibat retakan (splitting failure) ialah dikarenakan:

  1. Jarak yang sangat pendek antara tulangan ke permukaan beton atau antar tulangan dengan tulangan yang lainnya. Semakin kecil jarak, semakin kecil beban retakan.

  2. Kuat tarik beton.

  3. Average bond stress. Ketika ini meningkat, gaya desakan juga meningkat, mengakibatkan kegagalan akibat retakan.

  Tipikal kegagalan akibat retakan (splitting failure) permukaan dapat dilihat pada

Gambar 2.6. Kegagalan tersebut cenderung umumnya terjadi disepanjang jarak terpendek antara tulangan dan permukaan atau antar tulangan. Pada Gambar 2.6 lingkaran yang

  menyentuh ujung dari balok dimana merupakan jarak terdekat.Jika jarak tulangan dan permukaan besar jika dibandingkan diameter tulangan, kegagalan pull-out failure bisa terjadi.

Gambar 2.6 Tipikal kegagalan akibat retakan permukaan (splitting failure)

  Dikarenakan terdapat banyak variasi tegangan bond yang terjadi disepanjang tulangan pada kondisi tarik, ACI lebih memilih menggunakan konsep dari development length (panjang penyaluran) dibandingkan tegangan bond. Development length (l d ) merupakan bentang terpendek pada tulangan yang mana tegangan tulangan dapat meningkat dari nol sampai ke leleh (f y ). Jika jarak dari titik dimana tegangan tulangan sama dengan f y ke ujung tulangan lebih kecil dari l tulangan akan tertarik keluar dari beton yang disebut pull-out

  d ,

failure . Panjang penyaluran berbeda pada kondisi tarik dan tekan, karena beban tulangan

  pada kondisi tarik mengakibatkan tegangan in-and-out bond dan oleh karena itu maka memerlukan sebuah pertimbangan yang menggunakan panjang penyaluran yang lebih panjang.

  Panjang penyaluran dapat dinyatakan sebagai hubungan dari nilai ultimate average

  bond stress dengan menggubah (f – f ) pada persamaanmenjadi sama dengan f s2 s1 y sehingga diperoleh hubungan yang dinyatakan dalam persamaaberikut ini:

  f d y b l = d

  (2.18)

  4 µ avg , u dengan, avg,u ialah nilai dari avg saat bond failure pada uji balok.

  μ μ

  Panjang penyaluran kondisi tekan dipertimbangkan lebih pendek dibandingkan kondisi tarik, karena beberapa gaya ditransferkan ke beton melalui pemikul pada ujung tulangan dan karena tidak terdapat retakan pada daerah pengangkuran dan oleh karena itu maka in-and-out

  bond tidak terjadi. Dasar panjang penyaluran tekan berdasarkan ACI yaitu: , 24 d f b y l = ≥ , dc b y 44 d f '

  (2.19)

  fc

  2 dimana nilai konstanta 0,044 memakai satuan dari “mm /N”.

  Pada perencanaan suatu struktur beton bertulang, pemakaian sambungan lewatan sulit dihindari karena hampir seluruh pendetailan suatu struktur bangunan khususnya bangunan tinggi atau gedung akan menggunakan sambungan lewatan sebagai media penyalur gaya ke tulangan lainya. Oleh karena itu, penempatan sambungan lewatan tulangan longitudinal harus berada diluar daerah sendi plastisyaitu ujung kolom atau balok yang merupakan daerah momen terbesar ketika terjadi gempa, maka salah satu cara untuk menghindari kegagalan akibat lap splice ialah dengan penempatan sambungan lewatan pada tengah bentang elemen struktur tersebut yang dapat dilihat pada

  Penempatan jarak antar sengkang secara spesifik harus lebih rapat pada daerah sambungan lewatan jika dibandingkan dengan jarak antar sengkang pada tulangan yang tanpa menggunakan sambungan lewatan. Hal ini khususnya untuk perencanaan kolom yang direncanakan sebagai sambungan lewatan tarik karena umumnya tulangan longitudinal pada sambungan lewatan itu cenderung mengalami tegangan tarik yang sangat besar jika dibandingkan dengan tekan, dikarenakan hal tersebut maka panjang lewatan tulangan tarik akan lebih panjang dibandingkan tekan dan harus diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup. Makin besar diameter tulangan kolom, makin panjang pula sambungan lewatan yang diperlukan.

  Lap splices pada daerah titik balik momen di tengah kolom (baik)

  Lap splices pada daerah sendi plastis kolom (kurang baik) (b) Bidang momen

  (a) Letak daerah dilakukan lap splices akibat beban gempa

Gambar 2.7 Sketsa letak sambungan lewatan yang baik pada kolom

  Pada sambungan lewatan, mekanisme penyaluran gaya tarik dari suatu tulangan disalurakan ke beton yang mana dari beton tersebut gaya tarik didistribusikan lagi ke tulangan yang disambungnya.

  Penggunaan tulangan polos sangat dihindari untuk tulangan utama karena pendistribusian gaya dari satu tulangan yang lain tidak bisa distribusikan secara sempurna bahkan hampir dikatakan tidak bisa. Oleh sebab itu, diwajibkan menggunakan tulangan ulir pada tulangan utama. Pemakaian tulangan ulir akan mengakibatkan terjadinya gaya yang tegak lurus sumbu tulangan dimana gaya tersebut menekan beton, sehingga akan terjadi distribusi tegangan seperti yang terlihat pada

Gambar 2.8 Distribusi tegangan

  Daripat diperhatikan bahwa distribusi gaya dari tulangan disebar secara melingkar ke beton yang terdapat di sekeliling tulangan. Pada daerah yang paling dekat dengan tulangan, tegangannya sangat besar, dan tegangan semakin kecil ketika menjauh atau keluar dari tulangan.(Mac Gregor, 2006)

  Jika beton di sekeliling tulangan tidak cukup tebal, maka beton tersebut akan retak dan mengakibatkan hilangnya kemampuan menyalurkan gaya dari satu tulangan ke tulangan lainnya. Dikarenakan hal tersebut, tebal selimut beton sangat berpengaruh terhadap kerusakan lap splice, dimana panjang lewatan dan selimut beton berbanding terbalik, semakin tebal selimut beton maka panjang sambungan lewatan semakin kecil.

  Panjang minimum sambungan lewatan tarik harus diambil berdasarkan persyaratan kelas yang sesuai tetapi tidak kurang dari 300 mm. ketentuan masing-masing kelas sambungan tersebut adalah: 1.

  .

  d

  Sambungan kelas A, panjang minimum sambungan lewatan tarik ialah 1,0 l 2.

  d .

  Sambungan kelas B, panjang minimum sambungan lewatan tarik ialah 1,3l dimana l d adalah panjang penyaluran tarik untuk kuat leleh f y .

  Panjang penyaluran (l d ), dinyatakan dalam diameter d b untuk batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik, yang harus ditentukan berdasarkan pada persamaan yang dicantumkan pada

Tabel 2.10 Panjang penyaluran batang ulir dan kawat ulir (SK-SNI 03-2847-2002)

  Batang D-19 dan lebih Batang D-22 atau kecil atau kawat ulir lebih besar Spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari d b , selimut beton bersih tidak kurang dari d b , dan sengkang atau sengkang ikat yang dipasang di sepanjang l tidak kurang dari persyartan

  d

  12 f αβλ 3 f αβλ

  l y l y d d

  = = minimum sesuai peraturan

  d d b

  25 f ' b c c 5 f ' atau Spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari 2 d b dan selimut beton bersih tidak kurang dari d b 18 f αβλ

  9 f αβλ

  l y l y d d

  Kasus-kasus lain = =

  d d b b 25 f ' c c 10 f '

  Untuk batang ulir atau kawat ulir, l d /d b harus diambil:

  9 f l y αβγλ d

  = d b f 10 '  + c Kc tr (2.20)

   

d

b

    dimana, nilai (c+K tr )/d b tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5.

  Adapun faktor-faktor yang digunakan pada persamaan-persamaan untuk penyaluran batang ulir dan kawat ulir yang berada dalam kondisi tarik tertera dalam tabel 2.11.

Tabel 2.11 Faktor penyaluran batang ulir dan kawat ulir (SK-SNI 03-2847-2002)

  α = faktor lokasi penulangan Tulangan horizontal yang ditempatkan sedemikian hingga lebih dari 300 mm beton segar dicor pada komponen di bawah panjang penyaluran atau 1,3 sambungan yang ditinjau Tulangan lain

  1,0 β = factor pelapis Batang atau kawat tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton kurang

  1,5 dari 3d b , atau spasi bersih kurang dari 6d b Batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya 1,2 Tulangan tanpa pelapis

  1,0 γ = factor ukuran batang tulangan Batang D-19 atau lebih kecil dan kawat ulir 0,8 Batang D-22 atau lebih besar

  1,0 λ = factor beton agregat ringan Apabila digunakan beton agregat ringan

  1,3 Walaupun demikian, apabila f ct disyaratkan, maka λ boleh diambil sebesar

  1,0

  f ' /( 1 , 8 f ) c ct tetapi tidak kurang dari

  Apabila digunakan beton berat normal 1,0

  c = spasi atau dimensi selimut beton, mm. Pergunakan nilai terkecil antara jarak dari

  sumbu dating atau kawat ke permukaan beton terdekat dan setengah spasi sumbu ke sumbu batang atau kawat yang disalurkan;

  A f tr yt K tr = indeks tulangan transversal =

  10 sn dimana:

  A tr = luas penampang total dari semua tulangan transversal yang berada dalam rentang

  daerah berspasi s dan yang memotong bidang belah potensial melalui tulangan yang

  2

  disalurkan, mm ;

  f yt = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan transversal, MPa;

s = spasi maksimum sumbu ke sumbu tulangan transversal yang dipasang di sepanjang l d ,

  mm; n = jumlah batang atau kawat yang disalurkan di sepanjang bidang belah. sebagai penyederhanaan perencanaan, diperbolehkan mengasumsikan K = 0 bahkan untuk

  tr kondisi dimana tulangan transversal dipasang.

  Untuk sambungan lewatan yang menggunakan tulangan polos pada perencanaannya, daya rekat tulangan polos ke beton hanya menggandalkan adhesi antara beton dengan tulangan dan sedikit gesekan. Agar terjadi keseimbangan antara gaya horisontal, maka beban (N) yang dapat ditahan sama dengan luas penampang baja dikalikan dengan kuat lekat:

  π µ

  P = l × × d × d b (2.21)

  Dengan mendistribusikan nilai P = f × A , dimana untuk mencapai kesetimbangan s b suatu perencanaan selalu bertujuan tercapainya kondisi leleh pada baja, maka f s = f y , sehingga persamaanmenjadi:

  f A l π d µ s b d b (2.22) × = × × ×

  π 2 V Dengan mensubstitusikan A = d dan µ = ke dalam persamaanaka b b

  π

  4 ( × d ) z b

  akan diperoleh persamaarikut ini:

  f π z

× ×

l y d

  = 2

  (2.23)

4 V

  d b

  dimana:

  f y = tegangan baja leleh, MPa; d b = diameter baja tulangan, mm; l = panjang penyaluran, mm; d

  V = gaya geser, N; z = lengan momen, mm;