BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi dan Persespsi Dukungan Organisasi terhadap Need for Achievement pada Polisi Wanita di Polda Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang penting dalam

  suatu organisasi, oleh karena itu sumber daya manusia harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi, ini merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia mengacu pada kebijakan-kebjakan, praktik- praktik, serta sistem yang mempengaruhi perilaku, sikap dan kinerja karyawan (Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2010).

  Kinerja atau perfomance adalah perilaku yang berhubungan dengan tujuan organisasi yang diukur pada setiap kompetensi individu (Landy & Conte, 2004).

  Kinerja seorang karyawan dapat dinilai berdasarkan jumlah perkerjaan yang diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja individu adalah need for achievement. Schuler (2010) menyebutkan need for achievement sangat penting dalam mempengaruhi dan menentukan kinerja.

  Need for achievement menurut McCelland adalah keinginan untuk

  menonjol, untuk mencapai sesuatu yang berhubungan dengan sebuah satuan standar tinggi, dan berjuang untuk sukses (dalam Robbin & Coulter, 2005).

  Pendapat lain dari Daft (2008, Moore, Grabsch & Rotter, 2010) yang mengatakan bahwa need for achievement adalah keinginan untuk mencapai sesuatu yang sulit, memenuhi standar yang tinggi untuk sukses, menguasai tugas yang sulit dan berkompetisi dengan orang lain. Teori ini dikembangkan oleh David McCelland.

  McCelland sendiri mengatakan bahwa need for achievement menggambarkan individu yang memiliki perhatian terhadap kemahiran, mengambil resiko yang tinggi, dan merespon dengan baik feedback terhadap tugas-tugasnya (McClelland, 1987).

  Ada perbedaan antara individu yang memiliki need for achievement yang tinggi dengan individu yang memiliki need for achievement yang rendah. Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan mencari situasi dimana mereka dapat berkompetisi dengan beberapa standar, dan membuktikan kesuksesan diri. Mereka cenderung menghindari kesuksesan yang didapat dengan mudah. Mereka juga lebih memilih pekerjaan yang menawarkan tanggung jawab personal untuk menemukan solusi untuk sebuah masalah, yang mana mereka bisa menerima feedback yang jelas dan cepat terhadap kinerja mereka. Selain itu individu yang memiliki need for achievement yang tinggi lebih berorientasi terhadap masa depan dan tidak menunda penyelesaian tugas agar dapat mencapai tujuan. Sebaliknya orang yang memiliki need for achievement yang rendah memiliki kecenderungan termotivasi untuk menghindari kesulitan. Mereka lebih mencari tugas yang mudah, lebih suka menghindari kegagalan (Fieldman, 2003).

  Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan lebih cepat dalam mendapatkan promosi diawal karir mereka, hal ini dikarenakan mereka akan lebih bersedia menyelesaikan tugas yang sulit agar lebih sukses dibandingkan dengan rekan kerja yang lain (Greenberg, 2010). Hal ini didukung oleh pendapat Darolia, Kumari, Darolia (2010) yang mengatakan need for

  achievement sebagai suatu kontruksi yang luas yang berkaitan dengan kondisi dan

  proses yang menjelaskan gairah, arah dan besarnya usaha seseorang dalam menjaga pekerjaannya. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan beberapa perusahaan di dunia seperti di Amerika Serikat, China, Australia dan Singapura, dapat dilihat bahwa perusahaan yang memiliki manejer dengan skor need for

  achievement yang lebih tinggi memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat (Hodgetts & Luthan, 2003).

  Need for achievement menurut McCelland dipengaruhi oleh faktor

  internal dan faktor eksternal. Penelitian ini berfokus pada faktor eksternal yang mempengaruhi need for achievement, salah satu faktor eksternal adalah organisasi. Organisasi menurut Robbert (1994; Torang, 2013) adalah suatu entitas sosial yang terkoordinasi secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih dengan batasan yang relatif terindentifikasi, yang berfungsi secara berkelanjutan untuk mencapai seperangkat sasaran bersama. Robbin (1999) juga menambahkan setiap organisasi memiliki karakteristik dan kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain, inilah yang disebut dengan budaya organisasi. Schein (1990) mengatakan budaya organisasi merupakan salah satu cara dalam mempengaruhi pola pikir individu dalam membuat keputusan dan akhirnya mempengaruhi cara mereka dalam berinteraksi, merasakan dan bertindak.

  Brown (1998; Sokro, 2012) mengatakan ada hubungan antara budaya organisasi dan need for achievement yang menjadi dasar bagi kinerja organisasi.

  Robbins (2002), menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat memberikan karyawan pemahaman jelas dari tugas-tugas yang diberikan dan berpengaruh terhadap perilaku anggotanya, termasuk motivasi berprestasi.

  Budaya organisasi juga dapat mendorong need for achievement karyawan sehingga dapat mencapai tujuan organisasi (Sempane, Riege & Roodt, 2002).

  Budaya organisasi memainkan peran yang penting dalam organisasi dengan cara bagaimana menciptakan perasaan karyawan tentang pekerjaan mereka, meningkatkan motivasi, komitmen dan kepuasan kerja. Organisasi dapat menciptakan energi, yang mana energi tersebut menyebar keseluruh organisasi dan menciptakan kesuksesan.

  Hal tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukan Boddy (2002) yang mengatakan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh penting dan langsung terhadap perilaku karyawan dari sebuah organisasi, ia percaya bahwa budaya organisasi dapat mendorong karyawan untuk memberikan yang terbaik demi tujuan organisasi atau dapat mencegah perilaku yang membahayakan bagi kinerja organisasi. Karyawan juga cenderung akan mengembangkan dorongan untuk berprestasi untuk mencapai sesuatu yang dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi dimana mereka berada (Wibowo, 2013).

  Selanjutnya faktor organisasi yang dapat mempengaruhi need for

  achievement adalah persepsi dukungan organisasi. Dukungan yang positif dari pimpinan dan segenap karyawan akan menciptakan situasi kerja yang kondusif.

  Dengan mendapatkan dukungan tersebut kinerja karyawan akan terpacu untuk lebih baik. Selain itu dukungan juga memunculkan semangat tim para pekerja sehingga mereka dapat saling mempercayai dan saling membantu (Nugraheny, 2009).

  Persepsi dukungan organisasi adalah persepsi yang dimiliki karyawan tentang organisasi, bagaimana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli tentang kesejahteraan mereka. Perlakuan dari organisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi dan menciptakan kepatuhan karyawan kepada organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, and Sowa, 1986). Di sisi lain persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan usaha karyawan untuk mencapai tujuan organisasi serta mempunyai pengaruh penting terhadap berbagai aspek dalam perilaku organisasi (Eisenberger dkk 1986).

  Suskind (2000) berpendapat bahwa dukungan organisasi dapat digunakan untuk meningkatkan keinginan untuk berprestasi pada karyawan yang berhubungan dengan pelanggan, sehingga dapat dikatakan variabel dukungan organisasi dapat berpengaruh positif terhadap motivasi pekerja. Persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai perhatian organisasi untuk kesejahteraan mereka dan sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka. Persepsi tersebut berhubungan dengan suatu kondisi dimana karyawana merasa bahwa organisasi memberikan kompensasi secara adil terhadap usaha atau kinerja mereka, membantu karyawan memenuhi kebutuhan, memberi pekerjaan menarik dan memotivasi serta menciptakan kondisi kerja yang kondusif. Persepsi dukungan organisasi tersebut mempengaruhi hubungan emosional karyawan yang akan berdampak pada persepsi positif karyawan terhadap organisasi sehingga dapat meningkatkan usaha karyawan dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu karyawan memiliki keinginan untuk berprestasi ketika mereka merasakan dukungan dan kebijakan dari organisasi (Karami, 2012).

  Xu (2007; Karami, 2012) mengatakan karyawan akan melibatkan diri dalam pengambilan keputusan di dalam organisasi jika mereka menemukan dukungan dari organisasi sebagai usaha organisasi untuk mengembangkan karir mereka. Persepsi dukungan organisasi juga membawa kesempatan yang baik untuk promosi dan pengembangan karir (Eisenberger. 1986). Hal ini disebabkan karena persepsi dukungan organisasi membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi dan anggota lainnya, dan akan membuat karyawan merasa mandiri pada pekerjaan mereka, ini akan menjadi sumber yang besar untuk kinerja mereka, sehingga membuat karyawan lebih kompeten (Mitchell, 2012).

  Perbedaan secara jenis kelamin dalam need for achievement telah diteliti secara luas (Meece, Glienke & Burg, 2006). Penelitian yang dulu pernah dilakukan oleh McCelland (1987) menunjukkan hasil bahwa wanita memiliki skor yang lebih rendah daripada pria, rendahnya need for

  need for achievement achievement pada wanita ini disebabkan karena wanita terutama wanita karier

  memiliki penilaian dan dampak yang negatif dari pekerjaan yang mereka lakukan terutama pekerjaan yang mencerminkan maskulinitas. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Horner (1974; Greene &DeBacker, 2004). Penelitian ini yang menggunakan Thematic Apperception Test sebagai alat ukur dan hasil pada penelitian ini menemukan bahwa responden pria memiliki skor need for

  achievement lebih tinggi dibandingkan responden wanita saat merespon kartu TAT.

  Namun, beberapa penelitian pada dekade belakangan ini menunjukkan hasil yang berbeda, perbedaan need for achievement pada wanita dan laki-laki perlahan menghilang (Riepe, 2010). Hal ini menurut Spence dan Helmreich (1983; Riepe, 2010) diakibatkan oleh banyaknya keterlibatan wanita dalam struktur organisasi. Perubahan fenomena ini sangat terlihat dibeberapa negara seperti di Amerika Serikat, wanita telah mendapatkan pendidikan yang tinggi sama dengan pria dan sukses di bidang pekerjaan yang biasanya di dominasi oleh pria, seperti teknik, dokter, dan bidang lainnya. Tren ini pun terus berkembang tidak hanya di Amerika Serikat, hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Dengan perkembangan zaman dan pendidikan yang semakin tinggi, maka wanita yang berminat memasuki dunia kerja untuk menunjukkan eksistensi dan keberadaannya semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Agustus 2006 hingga Agustus 2007 jumlah pekerja perempuan bertambah 3,3 juta orang sedangkan pekerja pria hanya mengalami peningkatan sebesar 1,1 juta orang. Hal ini terus meningkat dengan bertambahnya jumlah perempuan yang berhasil dalam memperoleh pekerjaan dibandingkan dengan laki-laki pada tahun 2011, dimana perempuan berhasil mengisi 54,55% dari penempatan kerja (International Labour Organization, 2013 ).

  Di dalam lembaga birokrasi pemerintah, relasi atau hubungan kerja yang tercipta masih menempatkan adanya dominasi pegawai laki-laki terhadap pegawai perempuan. Jabatan-jabatan strategis dan penting di dalam lembaga birokrasi pemerintah masih lebih banyak yang diduduki oleh pegawai laki-laki. Sebaliknya, pegawai perempuan masih sering mengalami kesulitan untuk mengembangkan karir di birokrasi pemerintah. Pegawai perempuan cenderung lebih banyak mendapatkan kendala dan hambatan untuk dapat menduduki jabatan-jabatan strategis di birokrasi pemerintah dibandingkan dengan pegawai laki-laki (Badan Kepegawaian Negara, 2011). Hal demikian juga terjadi pada instasi pemerintahan seperti kepolisian. Polisi merupakan salah satu pilar dari bangunan kekuasaan negara. Hal ini mengandung makna bahwa kehidupan dalam suatu negara tidak dapat berjalan normal tanpa keberadaan polisi. Eksistensi lembaga kepolisian dalam suatu negara memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.

  Polisi wanita sendiri merupakan bagian integral dari Polri hingga tidak dapat terlepas dalam dinamika organisasi. Wanita di Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi petugas polisi asalakan telah terpilih, lulus pendidikan kepolisian, diangkat dengan keputusan presiden atau kapolri dan berdinas aktif dalam penugasan kepolisian yang kemudian dikenal dengan sebutan polisi waniata atau polisi wanita (Mabes Polri, 2002). Pertumbuhan jumlah polisi wanita dipercaya dapat memberikan dampak yang positif bagi lembaga kepolisian dalam penanganan kasus yang berkaitan dengan perempuan (Rizal, 2010).

  Secara umum polisi wanita memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan polisi laki-laki seperti yang tercantum dalam UU kepolisian No.2 Tahun 2002 pasal 13, yaitu tugas pokok Polri adalah memilihara kemanan dan keterliban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat.

  Polri sendiri memiliki kebijakan mengeluarkan kebijakan tentang Sistem Penilaian Kinerja Pegawai Negeri pada Polri dengan Sistem Manajemen Kinerja yang diatur pada Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2011. Peraturan Kapolri ini adalah dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kinerja pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbasis kompetensi, maka perlu diberikan penilaian berdasarkan standar kinerja secara objektif, transparan, dan akuntabel guna mendorong prestasi, produktivitas, dedikasi, dan loyalitas kerja. Adapun peraturan ini kemudian menjadi dasar bagi seluruh institusi kepolisian mulai dari tingkat Mabes Polri sampai dengan Polsek dalam melakukan penilaian kinerja personelnya (Setyowady, 2013).

  Ada beberapa faktor yang digunakan dalam penentuan prestasi di bidang kepolisian yang disebut sistem penilaian kinerja (SPK) yaitu performance yaitu keberhasilan atau pencapaian sasaran tugas dan jabatan. Faktor kedua adalah Job

  competence yaitu kemahiran atau penguasaan seseorang personil sesuai dengan

  tuntutan jabatannya. Faktor ketiga adalah kesedian untuk menampilkan perilaku kerja yang menunjuang prestasi dan faktor yang terakhir adalah potensi untuk berkembang iatu kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan dan diwujudkan seorang personil. Faktor penilaian diatas akan digunakan untuk menilai kinerja atau prestasi untuk setiap anggota polisi dan menjadi sebuah prediksi untuk setiap anggota polisi untuk dikembangkan pada posisi yang lebih tinggi (Soetjipto, 2006).

  Di dalam stuktur organisasi di lingkungan polri tidak dibedakan antara polisi laki-laki dan polisi wanita dalam menduduki suatu jabatan. Pada awalnya, polisi wanita dibentuk untuk membantu menangani masalah yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak. Namun sekarang seiring dengan berkembangnya organisasi kepolisian, penugasan polisi wanita tidak hanya terbatas pada perempuan dan anak-anak saja, tetapi mencakup semua tugas-tugas kepolisian baik dalam bidang operasional maupun non operasional, seperti fungsi intelijen, reserse, lalu lintas, pembinaan personil, pengawasan kedokteran dan kesehatan (Irhastini, 2011).

  Peningkatan dukungan terhadap polisi wanita juga tetap diberikan yaitu berupa kesempatan yang diberikan kepada mereka untuk mengikuti ukungan lainnya adalah adanya kebijakan dari Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komjen Pol Oegroseno yang akan menempatkan minimal dua polisi wanita di setiap polsek untuk memberdayakan peran polisi wanita (Krisiandi, 2013 ).

  Walaupun telah banyak dukungan organisasi terdahap polisi wanita dalam mencapai karir, masih ditemukan kurangnya prestasi polisi wanita dibandingkan dengan polisi pria. Di dalam struktur jabatan, posisi yang paling tinggi yang di berikan kepada polisi wanita hanya tingkat kapolres dan kapolsek dan posisi ini pada umumnya di pegang oleh polisi pria. Keberadaan Polisi wanita pada institusi kepolisian belum dimaksimalkan. Diantaranya pada jabatan-jabatan strategis seperti Kapolres, Kapolda, dan beberapa jabatan lainnya di Mabes Polri.

  Indonesia Police Watch menilai jabatan-jabatan strategis yang bisa

  dipegang para polisi wanita antara lain Direktur Binmas, Deputi Logistik, Deputi SDM, Kadiv Humas, dan lain-lain. Dalam era sebelumnya Kapolda Banten pernah dijabat Polisi wanita . Sayangnya saat ini tidak ada satupun posisi Kapolda dijabat Polisi wanita. Memang untuk tingkat Kombes ada beberapa posisi strategis dijabat oleh Polisi wanita, seperti Kepala Pusat Pendidikan Intelijen Polri (Hadriani, 2013). Dari data di atas ternyata kesempatan polisi wanita untuk berkarier dibidang kepolisian ternyata tetap dibatasi pada bidang tertentu saja dikarenakan dasar stereotip dan persepsi yang dimiliki oleh intansi kepolisian. Polisi wanita juga dalam perjalanan tugasnya masih didiskriminasikan, yaitu mulai dari proses perekrutan, promosi jabatan, tugas yang diemban (Deguzman & Frank, 2004). Bentuk diskriminasi yang dialami oleh polisi wanita disebabkan pencitraan yang dimunculkan pada lembaga kepolisian yang dianggap sebagai pekerjaan yang hanya sesuai diberikan kepada bagi laki-laki, dan akhirnya hanya perempuan yang dapat menempatkan dirinya dan dapat bekerja seperti polisi laki-laki lainya yang dapat bertahan di dalam instansi kepolisian. Dengan demikian, lembaga kepolisian pun menjadi lembaga yang secara tradisional diperuntukkan bagi laki-laki, sehingga akhirnya bila perempuan dipilih menjadi polisi tidak secara otomatis diperlakukan secara objekif (Rizal, 2010).

  Polri sendiri merupakan institusi negara untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sekaligus sebagai aparat penegak hukum yang dapat dipercaya seperti yang tercantum dalam Tri Brata dan Catur Prasetya Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yaitu menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945, Senantiasa melindungi, mengayomi Dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.sedangkan is dari catur prasetya adalah Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan, Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak asasi manusia, Menjamin kepastian berdasarkan hukum. Memelihara perasaan tentram dan damai.oleh karena itu diharapkan setiap personil polisi baik wanita maupun pria harus memegang prinsip yang tercantum dalam tri brata dan catur prasetya sebagai pedoman dan petunjuk sikap maupun dalam bekerja dan menjadikannnya sebagai budaya yang harus dipertahankan demi keselamatan masayarakat luas.

  Penelitian ini dilakukan pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara. Polda Sumatera Utara memiliki jumlah polisi wanita sebanyak 322 personil, terdiri dari berbagai jenjang jabatan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan persepsi dukungan organisasi terhadap need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh budaya organisasi dan persepsi dukungan organisasi terhadap need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara, bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap need for achievement, bagaimana pengaruh persepsi organisasi terhadap need for achievement, bagaimana gambaran budaya organisasi polisi wanita di Polda Sumatera Utara, bagaimana gambaran persepsi terhadap dukungan organisasi pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara, bagaimana gambaran need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara.

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1. Mengetahui pengaruh budaya organisasi dan persepsi terhadap dukungan organisasi terhadap need for achievement pada polisi wanita di Polda

  Sumatera Utara.

  2. Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara.

  3. Mengetahui pengaruh aspek budaya organisasi terhadap need for achievement 4.

  Bagaimana pengaruh persepsi dukungan organisasi terhadap need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara.

  5. Mengetahui pengaruh aspek pengaruh dukungan organisasi terhadap need for

  achievement 6.

  Bagaimana gambaran budaya organisasi di Polda Sumatera Utara.

  7. Bagaimana gambaran persepsi dukungan organisasi pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara 8. Bagaimana gambaran need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data empiris bagi disiplin ilmu psikologi industri dan organisasi, terutama teori teori yang berkaitan dengan budaya organisasi, persepsi dukungan organisasi dan

  need for achievement b.

  Memberikan sumbangan untuk memperkaya sumber kepustakaan dan dijadikan sebagai bahan referensi teoritis dan empiris yang dapat jadi penunjang untuk penelitian di masa yang akan datang serta meningkatkan pemahaman mengenai bidang terkait.

2. Maafaat Praktis a.

  Membantu intansi kepolisian untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi yang ada di dalam organisasi sehingga dapat meningkatkan

  need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara. Selain

  itu dapat membantu instansi kepolisian untuk mengetahui apakah dukungan yang telah diberikan pada Polisi Wanita dapat meningkatkan

  need for achievement pada anggota polisi wanita di Polda Sumatera Utara b.

  Membantu memberikan gambaran tentang budaya organisasi, persepsi dukungan organisasi dan need for achievement pada polisi wanita di Polda Sumatera Utara.

E. Sistematika Penelitian

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika.

  BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Landasan teori yang diuraikan adalah mengenai need for achievement, budaya organisasi, persepsi dukungan organisasi, hubungan budaya organisasi dengan need for achievement, dan hubungan antara persepsi dukungan organisasi. Bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian yang menjelaskan hubungan budaya organisasi dengan need for achievement dan hubungan persepsi dukungan organisasi dengan need for achievement .

  BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,metode pengambilan data, uji validitas, uji reliabilitas, uji coba alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data.

  BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi, hasil penelitian yang disertai analisa data dan pembahasan.

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang meliputi saran teoritis, saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian selanjutnya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi dan Persespsi Dukungan Organisasi terhadap Need for Achievement pada Polisi Wanita di Polda Sumatera Utara

5 63 138

Pengaruh Budaya Organisasi dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Karyawan pada Organisasi

1 64 120

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Soci Mas Deli Serdang

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Budaya Organisasi pada Karyawan

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Karyawan Harian Waspada Medan

0 2 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kecemasan Menghadapi Assessment Centre Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi

0 0 14

Pengaruh Budaya Organisasi dan Persespsi Dukungan Organisasi terhadap Need for Achievement pada Polisi Wanita di Polda Sumatera Utara

0 0 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Need for Achievement 1. Definisi Need for Achievement - Pengaruh Budaya Organisasi dan Persespsi Dukungan Organisasi terhadap Need for Achievement pada Polisi Wanita di Polda Sumatera Utara

0 5 32