BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological Well- Being (Bradburn, 1969; Ryff, 1989). Ryff (1989) menyebutkan bahwa

  kesejahteraan psikologis

   dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan,

  kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Ryff (1989) juga mengatakan seseorang dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis

   ketika

  dapat berfungsi positif secara psikologis. kesejahteraan psikologis

   memiliki enam

  karakteristik seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan penguasaan terhadap lingkungan.

  Individu yang kesejahteraannya lebih tinggi akan lebih produktif dan memiliki kesehatan mental serta fisik yang lebih baik dibandingkan dengan yang kesejahteraannya rendah (Ryff & Singer, 2002; Aggarwal-Gupta, Vohra, Bhatnagar, 2010). Kesehatan fisik karyawan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis

   karyawan, dimana kesehatan fisik karyawan akan

  meningkatkan kesehatan emosional sehingga karyawan dapat menghindar dari pemikiran yang negatif dan meningkatkan produktivitasnya (Envick, 2012).

  Karyawan yang memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi memperlihatkan sikap yang lebih positif dan respon yang lebih baik terhadap berbagai situasi di kehidupannya dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kesejahteraan yang rendah (Ryff & Keyes, 1995). Secara kontras, karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis

   yang rendah akan melihat kejadian yang netral atau

  ambigu sebagai suatu ancaman (Seidlitz & Diener, 1993; Seidlitz, Wyer & Diener, 1997; Aggarwal-Gupta, Vohra, Bhatnagar, 2010). Efek samping dari kesejahteraan, individu memiliki jangkauan yang luas terhadap hasil yang dicapai oleh organisasi, seperti absen, penurunan produktivitas, dan tingkat turnover yang tinggi (Weiss, 1983; Guimaraes & Igbaria, 1992; Catwright & Cooper, 1997; Peter & Irani, 2007).

  Lingkungan tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis

   karyawan. Hasil penelitian Aguir & Burillo (2004) yang mengacu pada

  pengaruh karakteristik professional dan lingkungan psikososial pekerjaan memperlihatkan bahwa tuntutan psikologis yang tinggi meningkatkan kemungkinan karyawan untuk memiliki kesehatan mental yang buruk. Dengan demikian, dukungan dari organisasi sangat penting untuk meningkatkan dan mempertahankan kesejahteraan psikologis

   pada karyawan. Selain itu, lingkungan

  kerja yang positif akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan organizational

  citizenship behavior (OCB) karyawan sehingga akan mengarahkan pada

  kesejahteraan psikologis (Rastogi & Garg, 2011).

  Persepsi karyawan terhadap dukungan yang diberikan oleh organisasi akan menciptakan pengalaman kerja yang positif karena karyawan akan merasa diperhatikan dan nyaman bekerja di perusahaan atau organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis

   individu (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 2002). Persepsi dukungan organisasi merefleksikan komitmen organisasi terhadap karyawan (Shore & Wayne, 1993).

  Persepsi dukungan organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa 1986; Foley, Ngo & Lui, 2005). karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya hanya karena ingin memberikan pelayanan yang terbaik tetapi memerlukan dukungan dari organisasi sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Karyawan yang memberikan kontribusi yang baik mengharapkan imbalan yang sesuai dengan kontribusi yang diberikannya, misalnya pembayaran yang sesuai dengan hasil kerja, fasilitas yang mendukung, promosi kenaikan jabatan, dan bentuk penghargaan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

  Dukungan organisasi berhubungan positif dengan kepuasan kerja, komitmen karyawan, dan prestasi kerja serta berhubungan negatif dengan

  turnover intentions karyawan (Randall, Cropanzano, Bormann, & Birjulin, 1999).

  Karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan organisasi dan kepuasan kerja juga memperlihatkan hubungan positif dengan performa kerja serta perilaku menolong (Miao, 2011). Persepsi dukungan organisasi akan mengarahkan pada performa kerja ekstra pada karyawan. Performa karyawan yang tinggi akan mengarahkan pada dukungan organisasi yang lebih baik sehingga karyawan merasa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan (Chen, Eisenberg, Johnson, Sucharski, & Aselage, 2009).

  Sejalan dengan hal tersebut, persepsi dukungan organisasi yang rendah dapat mengurangi keterlibatan karyawan, dan keterlibatan karyawan yang berkurang dapat menyebabkan perlakuan yang lebih buruk bagi karyawan dan dukungan dirasakan rendah (Eisenberger, Fasolo, & Davis-Lamastro 1990; Yamaguchi, 2001). Ketika karyawan merasakan dukungan organisasi yang tinggi maka akan mengarahkan karyawan untuk merasa menjadi bagian dari organisasi dan bangga dengan organisasinya sehingga meningkatkan komitmen terhadap organisasi (Aube, Rousseau, & Morin, 2007).

  Rumah sakit sebagai institusi penyedia layanan kesehatan perlu memberikan dukungan organisasi kepada tenaga kesehatannya terutama perawat.

  Hal ini dikarenakan perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena jumlah waktu dan intensitas perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya (Simbolon, 2012).

  Perawat di rumah sakit bekerja dengan beberapa pengaturan yang berbeda- beda dan memiliki jabatan serta tanggung jawab yang berbeda (Marquis & Huston, 2009). Tugas dan tanggung jawab perawat yang diberikan sistem perawatan kesehatan antara lain menilai kondisi fisik, psikologis, dan sosial pasien, memberikan konsultasi kepada pasien mengenai rencana perawatan, menilai hasil perawatan, serta bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, seperti terapis dan dokter (Lu, While, & Barriball, 2008).

  Andriani (2004) mengatakan bahwa tugas pokok perawat dalam membantu kesembuhan pasien, memulihkan kondisi kesehatan serta menyelamatkan pasien dari kematian menjadikan profesi perawat rentan mengalami stres kerja. Sejalan dengan hal tersebut, kematian pasien dapat menjadi tekanan psikologis bagi perawat sehingga akan mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya (Qiao, Li, & Hu, 2011). Kondisi kerja dan beban kerja yang tinggi juga menjadi stressor yang kuat pada perawat di lingkungan kerjanya (Pitaloka, 2011). Faktor-faktor yang juga menyebabkan stres pada perawat adalah karakteristik organisasi seperti, otonomi, mutasi, beban/tanggung jawab kerja, karier, dan interaksi perawat (Saragih, 2008), imbalan jasa, lingkungan kerja, pengembangan karir, tim kerja, dan aspek tugas (Simanjorang, 2009).

  Tekanan yang dihadapi oleh perawat di rumah sakit dapat menyebabkan perubahan fisik dan psikologis. Pada level fisik, berkali-kali berhadapan dengan kondisi stres dapat meningkatkan ketegangan dan kelelahan. Secara psikologis dapat menyebabkan perawat mengalami kecemasan, depresi, ketakutan, dan kemarahan. Dampak negatif stres yang dialami oleh perawat dapat berupa peningkatan absen, perilaku bermusuhan, dan agresi (Kingdon & Halvorsen, 2006).

  Permasalahan yang dialami oleh perawat di rumah sakit akan menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh penerima layanan. Musanif (2007) mengatakan bahwa perawat rumah sakit pemerintah dan puskesmas dilaporkan bersikap kasar serta membentak-bentak pasien dan keluarganya. Untuk meningkatkan kualitas dari pelayanan medis bergantung pada kesejahteraan psikologis dari perawat (Martin, 2007).

  Burke, Koyuncu, & Fiksenbaum (2010) mengatakan bahwa kelelahan yang dialami oleh perawat memperlihatkan perasaan positif yang buruk, kurangnya kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis, dan terjadinya gejala psikosomatis berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diberikan oleh rumah sakit. Oleh karena itu, persepsi perawat terhadap dukungan yang diberikan oleh rumah sakit perlu ditingkatkan. Persepsi positif perawat terhadap dukungan organisasi dapat dilihat dari pemberian gaji yang wajar, beban kerja yang seimbang, serta otonomi yang memadai (Shumaila, Aslam, Sadaqat, Maqsood, & Nazir, 2012).

  Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat.

  B. Rumusan Masalah

  Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis

   pada perawat”.

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis

   dikalangan perawat.

  Selanjutnya, dalam penelitian ini juga ingin diketahui hubungan aspek-aspek dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dengan memberikan informasi teoritis di bidang psikologi industri dan organisasi, yaitu mengenai hubungan persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis

   pada perawat.

2. Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumah sakit mengenai pentingnya dukungan organisasi terhadap kesejahteraan psikologis

   para perawat. Selanjutnya, dari penelitian ini juga akan diperoleh

  gambaran mengenai tingkat kesejahteraan psikologis dan persepsi dukungan organisasi para perawat.

E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi: 1.

  BAB I : Pendahuluan BAB ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

2. BAB II : Landasan teori

  BAB ini memuat tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian, diantaranya adalah teori mengenai kesejahteraan psikologis dan teori persepsi dukungan organisasi.

  3. BAB III : Metode Penelitian Dalam BAB ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian, serta metode analisa data.

  4. BAB IV : Analisa Data Dan Pembahasan

  BAB ini membahas tentang gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian, serta pembahasan.

  5. BAB V : Kesimpulan Dan Saran Pada BAB ini dijelaskan mengenai kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian serta saran metodologis dan saran praktis.