BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Pengaruh Risiko Likuiditas terhadap Return On Asset (ROA) Perbankan (studi kasus Bank Mandiri)

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Bank yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito.

  Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran, setoran dan sebagainya (Rivai, Andria dan Ferry N. Idroes, 2007).

  Pengertian Bank menurut pasal 1 undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (Idroes Ferry, 2008).

  Adapun pengertian Bank menurut Global Association of Risk

  

Professionals ( GARP) dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR, 2005)

  Bank adalah suatu lembaga yang telah memperoleh izin untuk melakukan kegiatan utama menerima deposito, memberikan pinjaman, menerima dan menerbitkan cek.

  Pengertian Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Bank adalah lembaga keuangan, pencipta stabilisator moneter serta dinamisator pertumbuhan (Hasibuan 2001).

  Dari pengertian-pengertian diatas dapat dijelaskan secara luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah didunia perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas.

  Menurut Undang-Undang pokok perbankan No. 7 Tahun 1992 dan disempurnakan dengan Undang-Undang perbankan No. 10 Tahun 1998, jenis perbankan terdiri dari :

  1. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  2. Bank Perkreditan Rakyat

  Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.1.2 Risiko Usaha Bank

  Risiko usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan (Idroes Ferry, 2008).

Tabel 2.1. Aktivitas Terkait Risiko Versus Hasil

  Risiko menurun Risiko tetap Risiko meningkat

  Hasil meningkat Maksimalkan Tingkatkan Lakukan Aktivitas aktivitas Aktivitas secara Hati-hati Hasil tetap Tingkatkan Aktivitas Lakukan Aktivitas Turunkan secara Hati-hati Aktivitas Hasil menurun Lakukan Aktivitas Turunkan Hentikan Aktivitas secara Hati-hati Aktivitas

  Sumber: Manajemen Risiko Perbankan

  Risiko usaha yang sering dihadapi bank antara lain sebagai berikut:

  a. Risiko kredit (credit atau default risk) Merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diperoleh dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.

  b. Risiko investasi (Investment risk) Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu berharga lainnya yang dimiliki bank. Nilai surat-surat berharga tersebut bergerak berlawanan arah dengan tingkat bunga umum. Bila tingkat bunga menurun, harga-harga obligasi atau surat-surat berharga lainnya mengalami kenaikan dan akan menaikkan nilai portofolionya, begitu pula sebaliknya.

  Merupakan risiko yang dihadapi dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh nasabah pada suatu waktu.

  d. Risiko operasional (Operating risk) Efektifitas system, prosedur, dan pengendalian dalam menjalankan kegiatan operasional yang berpengaruh terhadap kelancaran jalannya operasi usaha dan tingkat pelayanan bank kepada nasabah.

  e. Risiko penyelewengan (Fraud risk) Risiko penyelewengan atau penggelapan berkaitan dengan kerugian- kerugian yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan, atau moral dan perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank.

  f. Risiko fidusia (Fiduciary risk) Risiko fidusia ini akan timbul akibat usaha bank dalam memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha.

  Secara historis hubungan fidusia mengatur bahwa wali amanat atau trustee dalam hal ini bank, harus melaksanakan kegiatannya secara konsisten disertai dengan kebijakan-kebijakan secara sehat dan rasional. g. Risiko tingkat bunga (interest rate risk) Risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga dan pada saat yang sama, bank membutuhkan likuiditas.

  Risiko yang disebabkan oleh ruginya beberapa aset yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank. i. Risiko valuta asing (Foreign currency risk)

  Risiko ini terutama dihadapi oleh bank-bank devisa yang melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun dari sisi passiva.

  Perubahan nilai valuta asing terhadap rupiah misalnya dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya dalam valuta asing. j. Risiko persaingan (Competitive risk)

  Produk-produk yang ditawarkan bank hampir seluruhnya bersifat homogen, sehingga persaingan antar bank lebih berfokus pada kemampuan bank memberikan pelayanan kepada nasabah secara professional dan paling baik.

2.1.3 Pengertian Likuiditas

  Likuiditas merupakan salah satu indikator kesehatan perbankan, merupakan penentu apakah bank tersebut mampu membayar kembali kewajiban- kewajiban kepada deposannya. Secara teoritis, bagi perbankan likuiditas merupakan "darah" bagi kehidupan. Apabila bank mengalami kekeringan likuiditas, maka bank ini tengah dihadapkan pada persoalan serius yang harus segera diselesaikan. Kalau tidak, maka besar kemungkinan bank akan dilikuidasi karena secara teknis bank dinilai tidak layak beroperasi (Dendawijaya Lukman, 2000).

  Secara umum, pengertian Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan atau dalam hal ini industri Perbankan, dalam membayar semua kewajiban- oleh suatu industri tersebut. Secara lebih spesifik, likuiditas adalah kesanggupan bank menyediakan alat-alat lancar seperti Kas, Giro pada bank Indonesia, Giro pada bank lain, penempatan pada bank lain, guna membayar kembali titipan yang telah jatuh tempo dan memberikan pinjaman kepada Masyarakat yang memerlukan. Masalah likuiditas berhubungan dengan masalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dipenuhi.

  Perusahaan yang memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebut perusahaan yang likuid (Riyanto, 2002).

  Perusahaan yang tidak likuid mengakibatkan meningkatnya risiko operasional, yang pada gilirannya dapat mengancam keberlangsungan usaha perusahaan tersebut. Risiko likuiditas ini dapat dinilai oleh para investor dalam menghitung appropriate risk-adjusted discounted rate. Hal tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi harga yang diberikan oleh investor terhadap saham perusahaan tersebut (Kasidi, 2010).

  Beberapa pengertian likuiditas dalam perspektif perbankan dapat dijelaskan sebagai berikut: Josep E.Burns menyatakan likuiditas bank adalah berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan, Oliver

G. Wood,Jr menjelaskan likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi

  semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan. Dan juga William M.

  

Glavin menyatakan bahwa likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup

2.1.4 Jenis dan Sumber Alat Likuid

  Menurut terminologi yang berlaku umum dalam dunia perbankan, dapat disebutkan bahwa jenis-jenis aktiva lancar (likuid) yang dimiliki oleh bank adalah:

  1. Kas atau uang tunai (kertas dan logam) yang tersimpan dalam brankas (khasanah) bank bersangkutan.

  2. Saldo dana milik bank tersebut yang terdapat pada Bank Sentral (Saldo Giro BI)

  3. Tagihan atau deposito pada bank lain, termasuk bank koresponden

  4. Chek yang diterima, tetapi masih dalam proses penguangan pada Bank Sentral dan bank korespoden.

  Dalam dunia perbankan, keempat jenis alat/ harta likuid tersebut sering disebut posisi uang (money position) bank yang bersangkutan pada saat tertentu.

  Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan tersebut diatas dari berbagai sumber, yaitu : a. Asset bank yang akan segera jatuh tempo

  Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo dapat dianggap sebagai sumber likuiditas. Oleh karena itu, dalam kondisi kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila keseluruhan portofolio kreditnya masuk kategori kredit tanpa jatuh tempo ( evergreen). Surat- surat berharga, instrumen pasar uang seperti bank Acceptance, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan sertifikat deposito pada bank lain yang akan segera jatuh

  b. Pasar Uang Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit

  

Worthiness bank tersebut. Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan

  uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan konsistensi perkembangan pendapatan bank, kualitas aset, reputasi kesehatan manajemen, dan kekuatan modal bank.

  c. Sindikasi kredit Pembentukan sindikasi kredit, selain bertujuan menyiasati legal lending

  

limit (3L) dan menyebarkan risiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan

  dengan bank-bank lain. Dengan demikian, ketika mengalami kesulitan likuiditas maka bank tersebut dapat menyidikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk mengatasi masalah tersebut.

2.1.5 Cadangan likuiditas

  Khusunya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan giro bank Indonesia pada batas maksimal yang diperbolehkan (Kasidi, 2010).

  Jika dilakukan klasifikasi jenis alat likuid menurut post pembukuan dalam neraca, alat likuid yang dimasukkan kedalam pos-pos tertentu ini adalah saldo likuiditas. Dalam hal ini, jenis alat likuid dimasukkan pada pos-pos aktiva, sedangkan kewajiban-kewajiban kepada pihak ketiga yang harus ditutup dengan alat likuid tersebut dimasukkan pada pos-pos pasiva. Klasifikasi masing-masing pos tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

  Aktiva

  Aktiva terdiri dari:

  1. Kas, yang dimasukkan kedalam pos ini adalah uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas, uang logam dan commemorative coin yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) menurut nilai nominal dan menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia.

  2. Bank Indonesia yaitu semua simpanan/tagihan bank bersangkutan dalam Rupiah kepada bank Indonesia, seperti saldo giro bank Indonesia dan lainnya.

  3. Surat-surat berharga dan tagihan lainnya dalam klasifikasi tersedia untuk dijual. Yang termasuk golongan ini adalah surat-surat berharga dalam rupiah yang dibeli atau dimiliki oleh bank bersangkutan, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), saham, obligasi dan bukti tagihan lainnya yang belum diuangkan, termasuk tagihan yang timbul karena akseptasi wesel dan penjualan SBPU.

  4. Antar bank aktiva yaitu semua jenis simpanan dan tagihan bank bersangkutan kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB)

  call , deposito berjangka, sertifikat deposito, pinjaman yang diberikan, pembiayaan bersama, penyertaan, dana pelunasan obligasi dan lain-lain.

  Pasiva

  Passiva terdiri dari:

  1. Giro yaitu simpanan-simpanan dalam rupiah oleh pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.

  2. Simpanan berjangka yang kurang dari tiga bulan yaitu simpanan dalam bentuk deposito berjangka, deposito asuransi dan deposit on call dalam rupiah pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu yang disepakati.

  3. Tabungan yaitu simpanan dalam rupiah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan cara tertentu, misalnya dengan menggunakan buku tabungan, slip penarikan (bukan cek) dan kartu ATM.

  4. Antar bank pasiva yaitu semua jenis kewajiban bank bersangkutan dalam mata uang rupiah kepada bank atau LKBB lainnya, seperti giro, call

  money , surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, pinjaman yang diterima, pembiayaan bersama dan lainnya.

  5. Kewajiban lainnya yang segera jatuh tempo yaitu semua kewajiban dalam rupiah yang setiap saat dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar, misalnya kiriman uang.

2.1.6 Risiko likuiditas

  kebutuhan dana (Cash Flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo/waktu, terutama dana jangka pendek. Apabila bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari, maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risisko likuiditas . Dari sudut aktiva likuiditas, risiko likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (Cash). Dari sudut passiva likuiditas, risiko likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melaui peningkatan portofolio reliabilitas (Idroes Ferry dan Sugiarto, 2006).

  Risiko likuiditas juga terjadi akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas. Dengan adanya manajemen likuiditas (ALMA) tersebut, semakin disadari betapa pentingnya suatu bank mengelola likuiditas secara baik, terutama untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya kekurangan dana sehingga dalam memenuhi kewajibannya, bank terpaksa harus mencari dana dengan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga pasar, atau bank terpaksa menjual sebagian asetnya dengan risiko menderita rugi yang relatif besar. Hal tersebut akan memengaruhi pendapatan bank (Idroes Ferry,

  Oleh karena itu bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.

2.1.7 Kategori Risiko Likuiditas

1. Risiko Likuiditas Pasar/risiko likuiditas asset (asset liquidity risk)

  Risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting

  

potition tertentu dengan harga pasar kerena kondisi likuiditas pasar tidak

  memadai atau gangguan pasar (market disruption). Risiko ini timbul adalah ketika suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada harga pasar, yang terjadi akibat besarnya nilai transaksi relatif terhadap besarnya pasar. Likiuiditas dapat menyebabkan pengaruh yang substansial bagi harga pasar. Suatu pasar yang likuid memiliki sejumlah penggerak pasar dan dukungan dalam suatu volume tinggi dsari suatu bisnis. Likuiditas yang tinggi cenderung akan menaikkan harga (Greuning Hennie Van dan Bratanovic Sonja Brajovic, 2009).

2. Risiko Likuiditas Pendanaan (funding liquidity risk)

  Sering juga disebut dengan cash flow risk , yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Atau karena ketidakmampuan memenuhi kewajiban jatuh tempo Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain oleh:

  a. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana.

  b. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana.

  c. Ketersediaan aset yang siap dikonfersikan menjadi kas.

  d. Kemampuan menciptakan akses kepasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, dimana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.

2.1.8 Pengukuran Risiko Likuiditas

  Pengelolaan risiko likuiditas adalah kemampuan yang berkesinambungan untuk mengakomodasi jatuh tempo dan penarikan kewajiban, serta membiayai pertumbuhan aktiva dan untuk memenuhi kewajiban pada Suku Bunga Pasar yang layak. Risiko Likuiditas Bank timbul dikarenakan dua hal yaitu funding risk dan

  

interest risk . funding risk (risiko pendanaan) terjadi apabila dana bank tidak dapat

  memenuhi kewajibannya. Hal ini dikarenakan antara lain oleh rush (aktiva dan passiva), atau maturity profile yang tidak diketahui. Interest risk atau risiko bunga terjadi karena adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam aset maupun kewajiban dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang akan diperoleh (Kasidi, 2010). Risiko likuiditas dilihat dari tiga indikator sebagai berikut:

  Menurut Antariksa (2005) Liquid asset to Total Asset (LTA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aset likuid yang ada daritotal aset yang dimiliki. Menurut Guspiati (2008) rasio LTA mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas, karena jika kas yang tersedia pada sebuah bank terlalu besar, menandakan tidak efesiensinya kondisi bank tersebut.

  LTA = aset likuid Total Aset

  2. Likuiditas Aset Deposit ( LAD)

  Menurut Guspiati (2008) Liquid Asset to Deposit (LAD) menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para deposan dengan alat- alat yang paling likuid yang dimiliki pihak bank. Semakin besar rasio LAD menunjukkan posisi likuiditas membaik yang menandakan rendahnya risiko likuiditas, namun berdampak pada menurunnya tingkat profitabilitas bank.

  LAD = Aset likuid

Deposit

  3. Financing Deposit Ratio (FDR)

  Menurut Gozali (2007) Financing to Deposit Ratio (FDR) mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas karena semakin besar pembiayaan maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik secara otomatis laba juga mengalami kenaikan. Meningkatnya laba, maka profitabilitas yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA) juga akan meningkat, karena laba merupakan komponen yang membentuk Return on Asset (ROA) (Dewi, 2010).

  Kebutuhan likuiditas setiap bank berbeda-beda tergantung antara lain pada menilai cukup tidaknya likuiditas suatu bank dengan menggunakan ukuran

  

financing deposito to ratio (FDR), yaitu dengan memperhitungkan berbagai aspek

  yang berkaitan dengan kewajibannya, seperti antisipasi atas pemberian jaminan bank yang pada gilirannya akan menjadi kewajiban pada bank. Apabila hasil pengukuran jauh berada diatas target dan limit bank tersebut maka dapat dikatakan bahwa bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah target dan limitnya, maka bank tersebut dapat memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa tingginya biaya pemeliharaan kas yang menganggur (idle money). Dari uraian diatas maka dapat dikatakan Financing Deposit to Ratio (FDE) adalah perbandingan jumlah pembiayaan yang diberikan dengan simpanan masyarakat.

  

FDR= Pembiayaan yang diberikan

Dana masyarakat

2.1.9 Fungsi, tujuan dan manfaat pengelolaan likuiditas

  Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan, bahkan sangat menentukan suatu bank untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif. Tujuan dan

  1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu) pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiaban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar.

  3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah.

  4.Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.

  5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.

  6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.

  7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.

  8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.

  9. Menjadikan alat pemicu bagi pihak manajemen untuk meperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.

  Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan, bahkan sangat menentukan bagi kemampuan suatu bank untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif.

  Likuiditas menggambarkan kemampuan bank untuk mengakomodasi penarikan deposit dan kewajiban lain secara efisien dan untuk menutup peningkatan dana dalam pinjaman serta portofolio investasi. Sebuah bank yang memiliki potensi likuiditas yang memadai ketika ia dapat memperoleh dana yang diperlukan (dengan meningkatkan kewajiban, mengamankan, atau menjual aset) dengan segera dan dengan biaya yang masuk akal. Harga likuiditas adalah fungsi kondisi pasar dan persepsi pasar terhadap risiko institusi peminjam.

  Dalam pembukaan naskah perundingan pada juni 2008, Basel committee

  on Bank Supervision menyatakan hal-hal sebagai berikut:

  a. Likuiditas adalah kemampuan bank untuk mendanai peningkatan aset dan memenuhi kewajiban yang muncul, tanpa mengakibatkan kerugian besar.

  b. Peranan dasar bank dalam perubahan waktu jatuh tempo dari deposito jangka pendek ke jangka panjang membuat bank rentan terhadap risiko likuiditas, baik yang bersifat institusi spesifik maupun yang memengaruhi pasar secara keseluruhan.

  c. Setiap transaksi atau komitmen keuangan secara virtual memiliki implikasi terhadap likuiditas bank. d. Manajemen risiko likuiditas yang efektif dapat memastikan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban arus kas, yang tidak pasti karena kewajiban tersebut dipengaruhi peristiwa-peristiwa eksternal dan perilaku-perilaku agen lainnya. buruknya manajemen risiko likuiditas di satu institusi dapat memberikan dampak terhadap seluruh system di perbankan.

  f. Perkembangan pasar keuangan pada dekade sebelumnya telah meningkatkan kompleksitas risiko likuiditas dan manajemennya.

  Manajemen risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam system perbankan, karena bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat berpengaruh dengan rasio aset dan modal inti. Oleh karena itu, manajemen risiko likuiditas mengatasi likuiditas pasar bukan kepuasan. Implikasi risiko likuiditas tersebut adalah : suatu bank dapat memiliki dana actual, tetapi dana tersebut memadai untuk memenuhi kewajibannya. Risiko likuiditas biasanya dikelola oleh

  

Asset-Liability Manajement Committee (ALCO) bank, yang harus memiliki

  pemahaman mengenai adanya hubungan antara likuiditas dan pasar lain serta risiko kredit dalam neraca (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009).

  

2.1.11 Prinsip-prinsip Manajemen dan pengawasan risiko likuiditas yang

baik (Basel Committee on Bank Supervision)

  Manajemen risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam sistem perbankan, karena bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat berpengaruh dengan rasio aset dan modal inti. Pentingnya likuiditas melebihi institusi individu, karena kerugian likuiditas di satu institusi dapat memengaruhi keseluruhan sistem. Berikut prinsip-prinsip manajemen dan pengawasan risiko likuiditas yang baik (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009): 1.

  Bank bertanggung jawab atas manajemen risiko likuiditas yang baik. Bank harus mengungkapkan toleransi risiko likuiditas dengan tepat untuk strategi bisnis dan perananya dalam system keuangan yang jelas.

  3. Manajemen senior harus mengembangkan suatu strategi, kebijakan dan praktik untuk mengelola risiko likuiditas dengan toleransi risiko dan untuk memastikan bahwa bank tersebut mempertahankan likuiditas yang memadai.

  4. Bank harus menggabungkan biaya likuiditas, manfaat dan risiko dalam harga produk, ukuran kinerja dan proses persetujuan produk baru untuk semua aktivitas bisnis yang penting (di dalam dan diluar neraca), sehingga mensejajarkan insentif pengambilan risiko dari setiap bisnis dengan pemaparan risiko likuiditasnya untuk bank secara keseluruhan.

  5. Bank harus memiliki proses identifikasi, pengukuran, pengawasan dan pemeriksaan risiko likuiditas yang baik.

  6. Bank harus mengelola pemaparan risiko likuiditas dan kebutuhan dana secara aktif di dalam dan di seluruh badan hukum, aktivitas-aktivitas bisnis dan mata uang, dengan mempertimbangkan batasan hukum, peraturan dan operasional terhadap transferabilitas likuiditas.

  7. Bank harus membangun strategi pendanaan yang memberikan diversifikasi efektif dalam sumber dan tujuan pendanaan.

  8. Bank harus aktif dalam mengatur posisi likuiditas dan risikonya untuk memenuhi pembayaran dan pemenuhan kewajiban tepat waktu dalam kondisi normal dan tertekan sehingga berkontribusi terhadap fungsi system pembayaran dan penyelesaian yang lancar.

  Bank harus aktif mengelola posisi jaminannya, dengan mebedakan antara aset yang dibebankan dan yang tidak dibebankan.

  10. Bank harus melakukan uji tekanan berdasarkan variasi scenario tekanan yang bersifat institusi spesifik dan pasar luas untuk mengidentifikasi sumber-sumber ketegangan likuiditas dan untuk memastikan bahwa risiko yang terjadi tetap berada pada tingkat yang dapat ditolelir.

  11. Bank harus memiliki rencana kemungkina pendanaan formal yang secara jelas menentukan srategi untuk mengatasi kerugian likuiditas dalam situasi darurat.

  12. Bank harus mempertahankan pengamanan harta lancar yang tidak dibebankan dan berkualitas tinggi untuk disimpan sebagai jaminan terhadap keadaan likuiditas yang tidak aman, termasuk yang melibatkan kerugian atau kerusakan sumber-sumber dana yang aman dan tidak aman.

  13. Bank harus memberikan informasi kepada publik secara berkala sehingga pelaku pasar mampu mebuat penilaian mengenai baik atau tidaknya kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas bank tersebut.

  14. Para pengawas harus melakukan penilaian yang komprehensif mengenai keseluruhan kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas untuk menentukan apakah mereka memberikan tingkat fleksibilitas yang cukup terhadap tekanan likuiditas yang diakibatkan oleh peranan bank dalam system keuangan.

  15. Para pengawas harus memperbaiki penilaian berkala mereka mengenai kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas suatu bank informasi pasar.

  16. Para pengawas harus terlibat dalam tindakan perbaikan yang efektif dan tepat waktu, yang dilakukan oleh bank untuk mengatasi efisiensi dalam proses-proses manajemen risiko likuiditas atau posisi likuiditas bank tersebut.

  17. Para pengawas harus berkomunikasi dengan pengawas dan pihak berwenang lainnya, seperti bank sentral, di dalam luar negeri, untuk memfasilitasi kerjasama yang efektif berkaitan dengan pengawasan dan kesalahan risiko likuiditas.

2.1.12 Kebijakan Manajemen Likuiditas

  Dalam operasi harian, manajemen likuiditas di capai melalui manajemen aset bank. Dalam istilah menengah, likuiditas juga di tangani melalui manajemen struktur kewajiban bank. Tingkat likuiditas yang di anggap cukup bagi suatu bank bisa saja tidak memadai bagi bank lain. Suatu posisi likuiditas bank tertentu juga dapat bervariasi mulai dari yang memadai hingga tidak memadai berdasarkan kebutuhan dana yang diantisipasi pada setiap waktu. Penilaian mengenai kecukupan posisi likuiditas memerlukan analisis persyaratan dana historis bank, posisi likuiditasnya saat ini dan kebutuhan dana di masa mendatang, pilihan- pilihan yang dimilikinya untuk mengurangi kebutuhan dana atau memperoleh dana tambahan, beserta sumber dananya.

  Jumlah harta atau aset lancar yang siap dipasarkan harus dimiliki oleh suatu bank bergantung pada stabilitas struktur simpanannya dan potensi rekening-rekening kecil yang stabil, maka suatu bank memerlukan likuiditas yang relatif kecil. Posisi likuiditas yang lebih tinggi biasanya diperlukan ketika porsi substansial portofolio pinjaman terdiri dari pinjaman besar jangka panjang, ketika bank memiliki konsentrasi deposit yang cukup tinggi. Kebutuhan akan likuiditas biasanya ditentukan oleh konstruksi tingkat jatuh tempo yang terdiri dari pemasukan dan pengeluaran kas yang diharapkan selama periode waktu tertentu.

  Perbedaan antara pemasukan dan pengeluaran dalam setiap periode ( yakni kelebihan atau kekurangan dana) memberikan titik awal untuk mengukur keuntungan atau kerugian likuiditas suatu bank setiap waktu (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009).

  Kerangka manajemen risiko likuiditas memiliki tiga aspek, yaitu: 1. pengukuran dan pengelolaan persyaratan dana bersih 2. akses pasar 3. dan rencana tak terduga.

  Meramalkan peristiwa yang mungkin terjadi di masa mendatang merupakan bagian yang terpenting dari perencanaan likuiditas dan manajemen risiko. Analisis persyaratan dana bersih melibatkan konstruksi jenjang dan perhitungan dana yang lebih kumulatif atau defisit dana pada tanggal-tanggal tertentu. Bank harus mengestimasikan arus kas yang mereka harapkan secara berkala bukan hanya berfokus pada periode kontraktual selama kas masuk atau keluar.

  Suatu evaluasi apakah suatu bank cukup lancar atau tidak bergantung pada risiko likuiditas melibatkan beragam skenario. Skenario going concern ditetapkan sebagai tolok ukur untuk neraca yang berkaitan dengan arus kas selama aliran bisnis normal. Skenario ini biasanya diterapkan pada manajemen penggunaan deposit oleh bank. Skenario kedua berkaitan dengan likuiditas bank dalam situasi krisis ketika bagian signifikan dari kewajibannya tidak dapat diperbaharui kembali atau diganti yang mengaplikasikan kontraksi neraca bank. Skenario ini berkaitan dengan banyaknya peraturan likuiditas yang ada atau ukuran likuiditas pengawas.

  Skenario ketiga merujuk pada krisis pasar umum, dimana likuiditas berpengaruh pada seluruh system perbankan, atau setidaknya dalam bagian perbankan yang signifikan. Manajemen likuiditas dalam skenario ini dipredikasi pada kualitas kredit, dengan perbedaan signifikan dalam akses dana antar bank.

  Dari sudut pandang manajemen likuiditas, asumsi implisit yang mungkin muncul adalah bank sentral akan memastikan akses terhadap dana tersebut dalam beberapa bentuk. Malahan, bank sentral telah menanamkan suatu kepentingan dalam mempelajari skenario ini karena kebutuhan akan hal tersebut menciptakan jaminan total likuiditas bagi sektor perbankan, dan cara-cara yang dapat dilakukan dalam menyebarkan beban masalah likuiditas pada bank-bank besar (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009).

2.1.13 Profitabilitas

  Profit merupakan salah satu tujuan fundamental bisnis perbankan untuk kepada masyarakat. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian, investor jangka panjang akan berkepentingan dengan analisis profitabilitas, misalnya pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar- benar diterima dalam bentuk deviden. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan dapat diukur dalam ratio. Rasio profitabilitas merupakan salah satu bagian dari analisa laporan keuangan. Rasio profitabilitas adalah ratio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen perusahaan secara keseluruhan, yang ditunjukkan dengan besarnya laba yang diperoleh dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Profitabilitas menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan tersebut dengan seluruh sumber daya yang dimiliki seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, dan sebagainya untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Ratio profitabilitas dianggap sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena ratio profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risiko. Efisiensi baru dapat diketahui jika profit dibandingkan dengan kekayaan atau modal yang digunakan untuk menghasilkan profit tersebut. Dengan demikian perusahaan tidak hanya memperhatikan bagaimana usaha untuk memperbesar profit tetapi yang lebih penting adalah mencari usaha untuk meningkatkan profitabilitasnya (Sartono, 2001).

  Ada dua ratio yang biasa digunakan dalam mengukur besarnya

  Return On Assets (ROA)

  Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada satu periode tertentu.

  Ratio ini dapat dihitung dengan cara: ROA = x 100%

  Return On Equity (ROE)

  Profitabilitas merupakan dasar dari adanya keterkaitan antara efisiensi operasasional dengan kualitas jasa yang dihasilkan oleh suatu bank. Profitabilitas adalah ukuran spesifik dari performance sebuah bank, dimana ia merupakan tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan nilai dari para pemegang saham, optimalisasi dari berbagai tingkat return, dan meminimalisasi risiko yang ada. Tujuan analisis profitabilitas sebuah bank adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh suatu bank.

  ROE menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income. Semakin tinggi return semakin baik, berarti deviden yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga semakin besar.

  ROE = x 100%

2.1.14 Hubungan antara Likuiditas dengan Profitabilitas

  Likuiditas dan profitabilitas merupakan dua faktor yang jika dihubungkan akan saling mempengaruhi. Beberapa pendapat mengenai hubungan antara likuiditas dengan profitabilitas yaitu: Edward W. Reed dan Edward K. Gill (1995:

  

173) menyatakan bahwa profit bank yang dihasilkan tergantung pada kesehatan

  ekonomi komunitas yang dilayaninya, selain itu juga dengan hasil yang diperoleh dari aset merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan profit.

  

Veitzhal (2007: 719) menyatakan bahwa jika bank mampu menjaga likuiditas

  maka kepercayaan masyarakat tetap terjaga sehingga nasabah tetap mempercayakan transaksi keuangan melalui bank dan bank dapat mempertahankan tingkat keuntungan yang optimal. Taswan (2006: 95) menyatakan bahwa persoalan manajemen adalah persoalan dilematis, kalau bank menghendaki untuk memelihara likuiditas yang tinggi maka profit akan turun, begitu juga sebaliknya jika bank menginginkan memelihara likuiditas yang rendah maka profit akan mengalami kenaikan.

2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel Teknik Analisis Hasil Penelitian Data

  Riki Analisis Variabel Independen Metode analisis Hasil penelitiaqn Antariksa Pengaruh yaitu Likuiditas Total regresi linier menunjukkan bahwa (2005) Risiko Aset (LTA), Likuiditas dengan uji secara statistik risiko Likuiditas Aset Deposit (LAD) kelambanan (lag) likuiditas yang diwakili terhadap dan Financial Deposit dan analisis aoleh (LTA, LAD dan Profitabilitas Ratio (FDR), variabel musiman (dummy FDR) berpengaruh dependennya adalah Perbankan variabeli) signifikan terhadap ROA dan ROE. profitabilitas (ROA). Berger Hubungan Variabel yang Metode yang Hasil penelitian (1995) antara ROE digunakan adalah digunakan adalah menunjukkan bahwa dan capital hubungan antara model analisis ROE dan capital to Kausalitas cenderung

asset ratio Capital asset ratio assetratio

studi kasus dengan ROE. Granger. memiliki hubungan bank-bank di positif. AS selama periode 1983- 1992. Gokhan Faktor-faktor Melihat risiko-risiko Model regresi Terdapat risiko risiko apa saja yang mempengaruhi linier. Gunai likuiditas sebagai salah (1998) yang profitabilitas pada satu variabel, namun mempengaruhi bank-bank di Turki. karena terdapat profitabilitas masalah pada bank- multikolinearitas di bank swasta di antara variabel, maka Turki. diajukan model kedua dengan menghilangkan variabel risiko likuiditas. Dengan kata lain,risiko likuidtas walaupun berpengaruh secara signifikan, namun tidak merupaka faktor yang dihitung dalam permodelan.

  Menjelaskan Risiko tingkat suku Europan Risiko dan Profitabilita Model regresi.

  Central hubungan bunga akibat risiko dan ketidaksesuaian dalam

  Bank (2002) profitabilitas tanggal penelitian, dapat memanifestasikan risiko dalam pembiayaan kembali (reinvestasi risiko) dan nilai dari risiko pasar. Tapi dengan bertindak sebagai risk-bearing maturity and liquidity dapat memperoleh hasil kembali dan ini karena langsung berhubungan dengan profitabilitas. Memiliki aset yang lebih likuid atau lebih baik yang cocok dengan profil arus kas dari aktiva dan kewajiban akan mengurangi risiko likuiditas, tetapi juga profitabilitas bank . Molyneux

(1992) Hubungan Profitabilitas dan Model regresi . Hasil penelitian

antara tingkat likuiditas menunjukkan likuiditas hubungan negatif yang dengan signifikan antara profitabilitas likuiditas dan profitabilitas.

2.3 Kerangka Konseptual

  Profitabilitas adalah hal yang menggambarkan kemampuan setiap perusahaan untuk menghasilkan laba. Performa manajerial dari suatu perusahaan dapat dikatakan baik apabila tingkat profitabilitas perusahaan yang dikelolanya tinggi atau maksimal, dimana profitabilitas umumnya diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang menjadi tolok ukur keberhasilan perusahaan seperti jumlah aktiva perusahaan, penjualan dan investasi. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan (Rivai, Andria dan Ferry N. Idroes, 2007).

  Untuk meningkatkan profit perbankan, adalah hal yang sangat sulit melihat sangat banyaknya risiko-risiko yang dihadapi. Risiko adalah kerugian. Risiko tidak cukup di hindari, tapi harus di hadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Risiko dapat datang setiap saat, sehingga untuk itu, agar risiko tidak menghalangi kegiatan perusahaan, harus dikelola secara baik dan benar (Kasidi, 2010). namanya risiko. Ketika sebuah bank menjalankan usahanya seperti melakukan pinjaman, baik itu pinjaman jangka pendek (short term borrowing) ataupun pinjaman jangka panjang (long term borrowing), dilain sisi perusahaan juga harus melakukan pembiayaan baik pembiayaan jangka pendek (short term lending) ataupun pembiayaan jangka panjang (long term lending), dan kedua hal tersebut harus selalu diseimbangkan dengan baik, agar operasional perusahaan berjalan dengan lancar .

  Adapun risiko yang dihadapi misalnya pinjaman jangka pendek (short

  

term borrowing ) yang segera harus dilunasi tentunya dengan menggunakan aset

  lancar, dimana saat yang bersamaan, perusahaan harus melakukan pembiayaan terkusus pembiayaan jangka pendek (short term lending) yang juga dari aset yang sama. Kemana aset tersebut paling banyak digunakan sehingga tidak menimbulkan banyak risiko, oleh karena itu pihak manajemen harus dengan jeli memikirkan, berapa besar pinjaman dan berapa besar pembiayaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perusahaan.

  Identifikasi terhadap upaya-upaya manajemen bank didalam melakukan pengawasan terhadap timbulnya risiko-risiko perbankan terkusus risiko likuiditas, sehingga berpengaruh positip terhadap profitabilitas perbankan dapat dinilai melalui analisis terhadap: Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD), Dan Financial Deposit Ratio (FDR).

  Ketiga variabel bebas, Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR) masing – masing akan (ROA) perbankan, dan selanjutnya untuk melihat pengaruh risiko likuiditas terhadap ROA perbankan dengan menggunakan metode distribusi lag (model kelambanan), yaitu apakah ada pengaruh dari kelambanan tersebut terhadap profit perbankan. Dan juga digunakan variabel musiman untuk melihat apakah terdapat pengaruh musiman terhadap ROA bank Mandiri, dan dimusim yang mana variabel bebas lebih signifikan pengaruhnya terhadap variabel terikat melalui analisis dummy.

  Adapun gambaran keterkaitan antara variabel terikat dengan variabel bebas dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut: LTA

RETURN ON

  LAD

  ASSET

(ROA)

  FDR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

  Terdapat pengaruh Likuiditas Total Aset (LTA) terhadap Return On Aset pada bank mandiri

  2. Terdapat pengaruh Likuiditas Aset Deposit (LAD) terhadap Return On Aset (ROA) pada bank mandiri.

  3. Terdapat pengaruh Financial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Aset (ROA) pada bank mandiri.

  4. Terdapat pengaruh risiko likuiditas dalam bentuk kelambanan (lag) terhadap profitabilitas bank mandiri.

  5. Terdapat pengaruh musiman pada risiko likuiditas terhadap Profitabilitas bank mandiri .

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Risiko Likuiditas terhadap Return On Asset (ROA) Perbankan (studi kasus Bank Mandiri)

4 151 102

Analisis Return On Asset (ROA) Pada PT. Bank Bjb Cabang Tamansari Bandung Periode 2008-2012

11 452 60

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perbankan Syariah - Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank - Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 0 19

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank - Pengaruh Rasio Camel Terhadap Return On Asset (ROA) Pada Bank Umum Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kepatuhan (Compliance Theory) - Pengaruh Debt To Equity Ratio, Laba Rugi Perusahaan, Opini Auditor, Ukuran Perusahaan, dan Return On Asset Terhadap Audi Delay Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perbankan 2.1.1.1 Pengertian Bank - Analisis Komparatif Risiko Keuangan Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri

0 0 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Return On Asset (ROA) 2.1.1 Pengertian Return On Asset (ROA) - Analisis Pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang, Dan Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas (ROA) Perusahaan (Studi Pada: Perusahaan Otomotif Yang Terda

1 43 13

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 BANK 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Masyarakat Muslim Menabung Di Bank Syariah Di Kota Medan

1 1 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Pelanggan - Pengaruh Kualitas Layanan Dan Nilai Nasabah Terhadap Kepuasan Nasabah (studi kasus pada Bank BNI Syariah Cabang Medan)

0 0 9