jingga untuk matahari (1) pdf

EPILOG

Tari gelisah, mondar mandir di ruang tamu, sesekali matanya melirik jam tangan. Gimana, sih! Tumben-tumbenan tuh orang telat! Rutuknya dalam hati. Ketika akhirnya didengar suara klakson mobil, Tari terlonjak. Dengan sekali lagi memastikan ikatan rambutnya sudah terlihat rapi, pin mataharinya sudah terpasang di cardigan oranye yang dipakainya, serta lipatan rok yang tidak salah jalur, Tari menyambar tas selempangnya dan pamit pada Mama. Mama hanya tersenyum, menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anak gadisnya itu.

“Buruaaan!!” Tari terpana, yang tadinya ingin langsung mengomel, tapi seketika

semuanya teredam. Di hadapannya sekarang telah berdiri seorang cowok yang... baru disadarinya kalo cowok itu sangat tampan.

Matahari Senja. Bagaimana mungkin Tari tidak pernah menyadari bahwa Ari

ternyata sekeren ini? Yah... Pernah, sih. Saat pertama kali mereka bertemu. Itu juga sebelum drama mereka dimulai. Namun akhir-akhir ini, ketika posisinya sebagai perempuan satu-satunya yang bisa berada di sekitar Ari, yang bisa melakukan apapun, yang bisa melakukan tugasnya sebagai kekasih yang baik... Tari tidak pernah benar-benar memerhatikan penampilan Ari.

Ari menjentikkan jarinya di depan muka Tari. Gadis itu langsung terlonjak dan kembali memasang muka judesnya. Iya sih, ni orang emang cakep, bersih, tinggi. Sempurna, deh! Asal sikap seenaknya itu diilangin aja, sempurna banget, deh! Tari menggerutu dalam hati. Kesal karena hari ini Ari terlambat menjemputnya.

Dengan dorongan lembut dari kedua tangan Ari yang nongkrong di bahunya, Tari berjalan memasuki sedan hitam milik cowok itu, satu hal lagi yang membuatnya kesal di pagi ini. Pantesan telaaat!

“Udah... Jangan cemberut gitu, dong. Kan yang punya kepentingan gue. Kenapa jadi lo yang sewot?” ujar Ari menenangkan. Tari tetap melancarkan aksi bungkam, namun dengan kelegaan lain yang menyergapi hatinya.

Pada kesembuhan Ari yang datang bagai mukjizat, Tari merasa sangat bersyukur. Pada sikap seluruh warga SMA Airlangga – baik itu para siswa, para guru, para penjual makanan di kantin, sampai para satpam dan cleaning services – Tari juga sangat terharu karena semuanya memperlakukan Ari dengan sikap hangat. Termasuk... Ata.

Tari bersyukur. Segalanya kembali berjalan normal sebagaimana mestinya. Walau belum sempurna, walau butuh proses... Yang pasti, semuanya terpuaskan. Semuanya lega. Segala beban hati yang rasanya berat telah terangkat, membuat hati yang hitam menjadi putih. Dan keikhlasan, pelan namun pasti, menyelimuti tiap-tiap jiwa yang pernah tersesat.

“Iya, buruan jalan, yuk. Berdoa aja nggak kena macet!” Ari tertawa geli. Digenggamnya tangan gadisnya itu dengan hati

yang hangat. Penopangnya, yang selalu setia menuntunnya untuk kembali bersinar.

Pagi yang sangat cerah. Matahari memancarkan sinar keemasan yang hangat, langsung menerpa wajah Ata yang sedang berdiri di depan pintu gerbang Universitas Sagadharma pagi ini, memandangi gadis yang sedang mondar-mandir gelisah di dekatnya dengan cemas.

Ini hari kuliah perdananya! Bisa-bisa ia terlambat karena gadis ini keukeuh menunggu seseorang.

“Udahlah, Git… nanti juga ketemu di kampus, kan.” Mata Gita melebar, seakan Ata menyuruhnya menelan jamu

brotowali. ”Kita ini udah janjian, Kak Ataaa…” Ata hanya bisa mengerucutkan bibirnya, menurut saja agar

gadisnya tidak berubah menjadi hulk. Gadisnya? Ata tersenyum. Dengan bangga, Ata sekarang dapat menyebut Gita sebagai gadisnya. Setelah beberapa waktu menjalin hubungan secara de facto, akhirnya Ata memutuskan untuk meresmikan hubungan dengan gadis yang telah menjadi lentera untuknya. Seperti Tari untuk Ari, begitulah arti Gita untuknya.

Hubungan itu jelas saja membuat Angga hampir terkena serangan jantung. Namun setelah Gita berbicara pada kakak sepupunya itu – yang Ata yakini bahwa Gita memainkan sifat manipulatifnya – akhirnya Angga mengeluarkan keputusan terserah lo aja.

Selama hubungan itu berlangsung, Ata mempelajari bahwa sebenarnya Gita ini sangat galak. Jenis pacar cerewet yang memperhatikan detil-detil tertentu. Jenis pacar yang langsung melemparkan tatapan membunuh pada lawan jenis yang ganjen. Namun Ata tidak mengeluh. Kecerewetan Gita adalah bentuk perhatian nyata dan berkat Gita yang over protective, tidak ada cewek seagresif Vero yang berani mendekatinya. Ata tidak mengeluh.

Bagaimana mungkin Ata akan mengeluh, jika ia mengingat bahwa gadis itulah yang telah membuat hatinya menemukan jalan pulang? Jika gadis itu, bersama-sama dengan Tari, selalu mengupayakan segala Bagaimana mungkin Ata akan mengeluh, jika ia mengingat bahwa gadis itulah yang telah membuat hatinya menemukan jalan pulang? Jika gadis itu, bersama-sama dengan Tari, selalu mengupayakan segala

Ata tersenyum samar, ungkapan tulus rasa bersyukurnya atas kehadiran hal-hal baik dalam kehidupannya akhir-akhir ini. Tak berapa lama kemudian, sebuah motor berhenti di depan mereka. Oji membuka kaca helmnya sembari nyengir untuk menyapa Ata dan Gita.

“Kak Oji nggak liat tuh anak dua?” Tanya Gita, tanpa membiarkan Oji mengucapkan salam terlebih dahulu. Oji mengangkat bahu. ”Entahlah. Keberadaan mereka saat ini, siapa yang tahu? Mungkin

saja mereka tertinggal di belakang. Mungkin saja mereka berhenti sejenak, menikmati pemandangan padatnya jalanan Jakarta sebagai suatu mahakarya indah. Entahlah. Saya berjalan terlebih dahulu, di tengah deru mobil, berdua bersama motor di samping saya ini. Berge rak menyongsong mentari pagi.”

Gita langsung mencubit lengan Oji sedangkan Ata tertawa terbahak-bahak mendengar Oji bersyair. Memang, semenjak diterima di jurusan Sastra Indonesia, Oji jadi gemar bersyair.

Tak butuh waktu lama untuk Oji pamit pergi akibat cubitan Gita memberikan efek yang sangat dahsyat. Hanya sepersekian detik, giliran sedan putih Ridho yang berhenti di depan Ata dan Gita. Ridho tidak turun, hanya membuka kaca jendela.

“Oji tadi bersyair lagi?” Tanya Ridho geli, yang dijawab dengan suara tawa milik Ata serta wajah merengut milik Gita. Sembari menggeleng seakan malu mempunyai teman seperti Oji, Ridho langsung pamit untuk pergi. Dilambaikannya KUHP yang sepanjang perjalanan menuju kampus selalu ia pangku.

“Astaga… itu mereka!” pekik Gita histeris. Tangannya menunjuk sepasang kekasih yang baru saja turun dari bus. Terdengar suara omelan dari gadis itu sedangkan muka si lelaki nampak pasrah dengan omelan ceweknya.

Gita dan Ata sama-sama menggeleng melihat pemandangan yang tersaji di hadapan mereka dan memutuskan untuk pura-pura tidak mendengar apapun. Lambaian tangan Gita pada mereka berdua membuat si cewek sejenak menghentikan omelannya, balas melambai dan berlari menghampiri Ata dan Gita.

Ari dan Tari berlari hingga sampai di tempat Ata dan Gita berdiri. Setelah mengatur napas, Tari lanjut mengomeli cowok yang tadi berlari bersamanya.

“Kan tadi udah dibilang jangan bawa mobil, pasti macet. Nggak percaya, sih!” “Lho, kan udah gue bilang juga kalo motor gue masih di bengkel!” “Kan tadi udah mau manggil ojeeek!” “Ya ampun, Jingga Matahariiii. Emangnya gue mau ke pasar?!” Ari

menjitak lembut kepala Tari. Gadisnya itu... terkadang idenya suka ngawur!

“Lho, mobil Kak Ari emang dimana?” Tanya Gita penasaran. Ari hanya menjawab dengan cuek. “Gue tinggalin aja di pinggir jalan. Udah nelepon Raka, sih, buat ambil.” Dasar orang kaya! Rutuk Tari kesal. Pandangan matanya kemudian menatap Ata, yang sedang tertawa geli melihat kejadian di depannya. Ari juga melihat sebentuk tawa itu, yang akhirnya turut menyumbang senyum di wajahnya.

Hari yang baru. Kehidupannya sebagai saudara yang saling menjaga dan melindungi... perlahan disongsongnya kehidupan itu. Memang tidak mudah pada awalnya menyatukan kembali hati yang telah usang. Perlu ada perbaikan disana-sini.

Namun, Ata dan Ari percaya... Lambat laun, keduanya akan kembali utuh seperti masa sepuluh tahun silam. Seperti janji matahari di langit senja. Walaupun sempat menghilang beberapa saat, walaupun sempat membuat gelap sekeliling, namun kedatangannya untuk kembali menyinari bagian tergelap itu pasti. Sepasti kebahagiaan baru yang datang dalam kehidupan kedua matahari kembar tersebut.

Seraya melemparkan senyum perdamaian, Ata dan Ari berjalan memasuki gerbang kampus diiringi dengan gadisnya masing-masing, Gita dan Tari.

_ PRINCESS, FLOWER AND STORY_ TAMAT