FAKULTAS PROGRAM PASCA SARJANA (1)

MAKALAH LANDASAN KEPENDIDIKAN

“LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Kependidikan dengan Dosen
Pengampu : Dr. Zaim El’ Mubarak M.Pd.

Disusun Oleh :
Giyono
Susilo Adi P
Sandi Suranto

:
:
:

0105513049
0105513050
0105513051

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I

1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan
psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang
pendidikan. Aspek kejiwaan manusia yang juga dikaji khusus dalam ilmu
psikologi juga memberikan banyak masukan yang dapat diimplementasikan
dalam dunia pendidikan. Pentingnya masalah psikologi dalam pendidikan juga
memunculkan kajian ilmu psikologi tersendiri yaitu psikologi pendidikan
Beberapa cabang ilmu psikologi memberikan masukan yang dapat
digunakan dalam dunia pendidikan. Konsep-konsep dalam psikologi sosial yang
mempelajari manusia yang merespon dan hidup dalam bingkai sosial
memberikan masukan yang dapat digunakan para guru dan para siswa dalam
melaksanakan peran dalam hidup bermasyarakat. Demikian halnya dengan
psikologi belajar yang memberikan banyak masukan bagaimana melaksanakan

belajar yag efektif atau psikologi perkembangan yang memberikan masukan
kepada dalam mempelajari tahap dan proses perkembangan manusia, cabangcabang psikologi ini juga memberikan sumbangsih dalam memberikan masukan
sebagai sebuah landasan dalam pendidikan.
Melihat ilmu psikologi memiliki banyak cabang dan konsep yang dapat
digunakan dan siimplementasikan dalam pelaksanaan pendidikan khususnya di
Indonesia, maka pentinglah kiranya calon pendidik dapat belajar mengenai
beberapa konsep dalam ilmu psikologi dan mencoba untuk menerapkannya
dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu usaha tersebut kiranya dapat
diwujudkan dalam penyusunan makalah landasan psikologi pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

2

1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6


Apakah Landasan psikologi dalam pendidikan ?
Apakah yang dimaksud psikologi perkembangan ?
Apakah yang dimaksud psikologi belajar ?
Apakah yang dimaksud Psikologi sosial ?
Apa saja aspek- aspek kesiapan belajar individu ?
Apa implikasi landasan psikologis terhadap kependidikan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian landasan psikologi pendidikan
1.3.2 Mengetahui tentang psikikologi perkembangan
1.3.3 Mengetahui tentang psikologi belajar
1.3.4 Mengetahui tentang psikologis sosial
1.3.5 Mengetahui aspek-aspek kesiapan belajar individu
1.3.6 Apa implikasi landasan psikologis terhadap pendidikan

Bab II
Pembahasan
2.1


Landasan psikologi

3

Psikologi (dalam Pidarta 2000) atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari
jiwa manusia.Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang
dapat dipengaruhi alam sekitar .Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan
kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat pada manusia itu sendiri.
Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Jiwa balita
sedang berkembang sedikit sekali sejajar berkembang dengan tumbuhnya yang juga
masih berkemampuan sederhana sekali.Makin besar anak itu makin berkembang pula
jiwanya. Dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak itu mencapai
kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani. Dalam perkembangan
jiwa dan jasmani ini lah seyoginya anak-anak belajar, sebab pada masa ini mereka
peka untuk belajar, punya waktu untuk belajar, belum berumah tangga, belum bekerja
dan bertanggung jawab atas kehidupan keluarga. Masa belajar ini bertingkat-tingkat
berjalan dengan fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena itu layanan-layanan
pendidikan terhadap mereka harus juga dibuat bertingkat-tingkat agar pelajaran itu
dapat dipahami oleh anak-anak.
Pada umumnya diketahui bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari

realitas kejiwaan manusia. Sedangkan jiwa adalah ruh dalam hubungannya dengan
badan. Hubungan yang dimaksudkan adalah sejauh mampu menggerakkan dan
mengendalikan badan, yang bisa dipengaruhi oleh alam sekitar. Jadi, jiwa adalah
kendali kehidupan manusia. perkembangan jiwa bisa dipengaruhi oleh badan, dan
sebaliknya perkembangan badan bisa dipengaruhi oleh jiwa. Hubungan demikian
mendorong perubahan dan perkembangan perilaku. Melalui aktivitas badanlah sifat
dan bentuk perilaku dapat diwujudkan.
Oleh karena itu, dapat dinilai bahwa psikologi adalah bidang ilmu
pengetahuan sosial-budaya, dengan ruang lingkup mempelajari jiwa manusia yang
tercermin dari perilakunya. Karena itu pula, psikologi digolongkan ke dalam ilmu
perilaku, dengan sudut pandang dorongan kejiwaan. Dari suatu dorongan kejiwaan
mengakibatkan suatu jenis perilaku. Dorongan kejiwaan itu bisa bersifat individual,
sosial, kultural, kependidikan, religius, dan sebagainya. Dari berbagai macam
4

dorongan kejiwaan itulah muncul bermacam-macam jenis dan bentuk perilaku.
Karena itulah, sebagai suatu bidang studi sosial, psikologi berhubungan secara
interdisipliner dengan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Dari tata hubungan interdisipliner dengan ilmu sosial lainnya, khususnya
terhadap pendidikan, psikologi pun memberikan landasan, yaitu dalam hal

pembinaan perilaku. Karena pada dasarnya, perbaikan perilaku merupakan sasaran
utama penyelenggaraan pendidikan. Sebagai ilmu perilaku, psikologi khusus
mengarahkan kegiatan studinya terhadap fenomena kejiwaan. Fakta menunjukkan
bahwa karena potensi kejiwaan cenderung mengalami perubahan dan perkembangan
secara bertahap, perilaku manusia pun cenderung mengalami perubahan dan
perkembangan secara bertahap pula. Oleh sebab itu, pelaksanaan pendidikan dalam
hal pengembangan materi pendidikan juga harus disesuaikan dengan tahapantahapannya. Dalam hal ini, seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikan dipandang
perlu dikembangkan berdasar pada psikologi perkembangan peserta didik.
Pada bab ini secara berturut-turut akan membahas 1) psikologi perkembangan,
2) psikologi belajar, 3) Psikologi sosial, 4) kesiapan belajar dan aspek –aspek
individu, dan, 5) Implikasi konsep pendidikan yang kesemuannya memberikan
sumbangan atau masukan dalam pelaksanaan pendidikan khususnya di Indonesia.
2.1.2

Psikologi Perkembangan

Ada 3 teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang
dimaksud adalah: (Nana Syaodih, 1998)
1. Pendekatan Pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahaptahap perkembangan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus
yang berbeda yang berbeda dengan cirri-ciri pada tahap –tahap yang lain.

2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu- individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini
lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok.

Anak-anak memiliki

kesamaan dijadikan satu kelompok .maka terjadilah kelompok dalam satu

5

jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, agama, status sosial
ekonomi, dan sebagainya.
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat
perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini yang

paling banyak dilaksanakan

adalah


pendekatan pentahapan.
Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu yang bersifat menyeluruh dan
yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan.
Sebagai factor yang diperitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan.
Sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbangkan factor tertentu saja
sebagai dasar menyusun

tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan

Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Menurut Crijns (tt.) Periode atau tahap perkembangan manusia secara umum
adalah sebagai berikut.
1. Umur 0-2 tahun disebut masa bayi. Pada masa ini si bayi sebagian besar
memanfaatkan hidupnya. Untuk tidur, memandang , dan mendengarkan,
kemudian belajar merangkak, dan berbicara.
2. Umur 2-4 tahun disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini anak sudah mulai
bisa berjalan menyebut beberapa nama, pengamatan yang mula-mula global,
kini sudah bisa mulai melihat struktur, permainan-permainan mereka bersifat
fantasi, masih suka menghayal sebab belum sadar akan lingkungannya.

Mereka mengalami egosentris, sebab menurut anak ini semua orang dan
benda-benda lain disekelilingnya adalah untuk kepentingan dirinya. Masa
krisis kemudian muncul ketika ia telah sadar bahwa bukan semuanya untuk
dirinya, tetapi ia tetap tidak mengerti apa fungsi benda-benda dan orang itu.
Membuat anak-ini bingung dan ragu-ragu.
3. Umur 5-8 tahun disebut masa dongeng. Anak anak pada masa ini akan mulai
sadar akan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan tersendiri
seperti halnya dengan orang-orang lain. Mereka mulai bisa bermain bersama
6

dan melakukan tindakan-tindakan konstruktif. Kesadaran akan lingkungan
yang sebenarnya mulai muncul. Namun objektifitas ini masih dipengaruhi
oleh subjektivitasnya sendiri sehingga ia atau mereka suka pada dongengdongeng.
4. Umur 9-13tahun disebut masa Robinson Crusue ( nama seorang Petualang).
Dalam masa ini mulai berkembang pemikiran kritis, nafsu persaingan minatminat , dan bakat. Mereka ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam,
suka bertanya, dan menyelidiki. Hidup mereka berkelompok-kelompok. Anak
laki-laki berpisah dengan anak-anak perempuan. Mereka memainkan peranperan nyata seperti yang mereka lihat dimasyarakat. Mereka suka mengoda,
mengejek, dan sebagainya. Maka mereka juluki dengan masa kejam.
5. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan. Misalnya anak – anak ini
mulai tertuju kedalam dirinya sendiri, mereka mulai belajar bersolek, suka

menyendiri, melamun dan dan segan olahraga. Mereka glisah, cepat
tersinggung suka marah, marah, keras kepala, acuh tak acuh, dan senang
bermusuhan. Terhadap jenis kelamin lain, mereka ingin sama-sama tahu,
6.

tetapi masih canggung.
Umur 14- 18 tahun disebut masa puber. Mereka kini mulai sadar akan
pribadinya seorang bertanggungjawab. Mereka sadar akan hak-hak segala
kehidupan dalam lingkungannya. Mereka mulai tahu bahwa setiap orang
punya jalan dan arah hidup sendiri-sendiri, seperti mengapa dia ada, dan apa
mengoreksi dirinya sendiri, seperti mengapa dia ada dan apa hubungannya
dengan dunia ini , tetepi sering diakhiri dengan hubungan dunia ini, tetapi
sering diakhiri dengan kegelisahan ,kesedihan, dan kadang-kadang putus asa.
Mereka takut akan dicampuri orang dewasa, ia hanya berhubungan dengan
teman-teman seperasaan. Mereka menemui nilai-nilai hidup itu, tetapi mereka
juga cepat beralih kenilai-nilai hidup itu, tetapi mereka juga cepat beralih

kenilai-nilai hidup yang lain. Ini merupakan periode pembentukan cita.
7. Umur 19-21 tahun disebut masa adolesen. Anak-anak pada masa ini mulai
menemui keseimbangan , mereka sudah punya rencana hidup tertentu dengan


7

nilai-nilai yang sudah dipastikannya. Namun mereka belum berpengalaman
maka timbullah sikap radikal, ingin menolak, mencela dan merombak-hal-hal
yang tidak disetujuinya dalam politik, agama, sosial, kesenian dan sebagainya.
8. Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa. Pada masa ini remaja mulai insaf
bahwa pekerjaan manusia tidak mudah dan selalu ada cacatnya. Mereka mulai
berhati-hati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak perempuan rata-rata
berkembang tiga tahun lebih cepat daripada anak laki-laki.Hal ini sering kali dalam
kenyataan sehari-hari anak perempuan kelihatan lebih dewasa daripada anak laki-laki
yang sebaya.
Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap, yaitu :
1. Masa bayi dari 0-2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2. Masa anak dari 2-12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup
manusia primitif.
3. Masa pubertas dari 12-15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berpetualang.
4. Masa adolesen dari 15-25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati,
dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan (Mulyani, 1988) sebagai
berikut :
1. Tugas masa perkembangan masa kanak-kanak :
Belajar berkata, makan makanan padat, berjalan, belajar mengendalikan gerakan
badan, mempelajari peran jenis kelaminnya sendiri, stabilitas fisiologi,
membentuk konsep sederhana tentang sosial dan fisik, belajar menghubungkan
diri secara emosional dengan orang lain, serta belajar membedakan yang benar
dengan yang salah.
2. Tugas perkembangan masa anak :
Belajar keterampilan fisik untuk keperluan bermain, membentuk sikap diri
sendiri, belajar bergaul, mempelajari peran jenis kelamin sendiri, belajar
keterampilanmembaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan konsep-konseo
yang dibutuhkan dalam kehidupan, membentuk kata hati, moral, dan nilai,

8

membuat kebebasan diri, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok serta
lembaga-lembaga sosial
3. Tugas perkembangan masa remaja :
Membuat hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya dan
kedua jenis kelamin, memperoleh peransosial yang cocok dengan jenis
kelaminnya, menggunakan badan secara efektif, mendapatkan kebebasan diri dan
ketergantungan pada orang lain, memilih dan menyiapkan jabatan, mendapatkan
kebebasan ekonomi, mengadakan persiapan perkawinan dan kehidupan
berkeluarga, mengembangkan keterampilan dan konsep-konsep yang diperlukan
sebagai warga Negara yang baik, mengembangkan perilaku bertanggung jawab,
dan memperoleh seperangkat nilai serta etika sebagai pedoman berperilaku.
4. Tugas perkembangan masa dewasa awal :
Memilih pasangan hidup, belajar hidup rukun suami istri , memulai kehidupan
mempunyai anak, belajar membimbing dan merawat anak, mengendalikan rumah
tangga, melaksanakan suatu jabatan atau pekerjaan, belajar bertanggungjawab
sebagai warga Negara, dan berupaya mendapatkan kelompok sosial yang tepat
serta menarik.
5. Tugas masa perkembangan setengah baya :
Bertanggung jawab sosial dan menjadi warga Negara yang baik, membangun dan
mempertahankan standar ekonomi, membina anak remaja agar menjadi orang
dewasa dan bertanggungjawab serta bahagia, mengisi waktu senggang dengan
kegiatan-kegiatan tertentu, membina hubungan suami istri sebagai pribadi,
menerima serta menyesuaikan diri dengan perubahan fisik diri sendiri, dan
menyesuaikan diri dengan pertambahan umur.;
6. Tugas perkembangan orang tua :
Menyesuaikan diri dengan semakin menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan,
menyesuaikan diri dengan menurunnya pendapatan atau karena pension,
menyesuaikan diri sebagai duda atau janda, menjalin hubungan dengan kelompok
lanjut usia, memenuhi kewajiban sosial sebagai warga Negara yang baik, dan
membangun kehidupan fisik yang memuaskan.

9

Tugas perkembangan di atas memberi kemudahan kepada para pendidik pada
setiap jenjang dan tingkat pendidikan untuk :
1. Menentukan arah pendidikan
2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu
menyelesaikan tugas perkembangannya
3. Menyiapkan materi pelajaran yang tepat
4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.
Menurut Piaget ada empat tingkat perkembangan kognisi, (Mulyani 1988,
Nana Syaodih 1988, dan Callahan 1983) yaitu :
1. Periode sensorimotor pada umur 0-2 tahun : kemampuan anak hanya terbatas
pada gerak-gerak refleks, mulai menyebutkan objek-objek tertentu.
2. Periode praoperasional pada umur 2-7 tahun : perkembangan bahasa anak sangat
pesat namun analisis rasional belum berjalan.
3. Periode operasi konkret pada umur 7-11 tahun : mereka sudah bisa berpikir logis,
sisitematis, dan memecahkanmasalah yang bersifat konkret.
4. Periode operasi pada umur 11- 15 tahun : anak sudah dapat berfikir logis terhadp
masalah yang konkret maupun abstrak
Teori perkembangan Pieget bermanfaat

bagi

pendidikan

dalam

mengorganisasi materi pelajaran dan proses belajar yang berkaitan dengan upaya
pengembangan kognisi.Konsep ini berkaitan dengan perkembangan kognisi menurut
Brunner, (Toeti Soekamto, 1994 )
1. Tahap enaktif, anak melakukan aktifitas dalam upaya memahami lingkungan
2. Tahap ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran dan visualisasi verbal
3. Tahap simbolik, Anak memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh
bahasa dan logika
Brunner mengatakan bahwa perkembangan kognisi seseorang bisa dimajukan
dengan jalan mengatur bahan pelajaran, antara lain dengan kurikulum spiral.
Lawrence Kohlberg mengembangkan teori moral kognisi atas dasar teori
Pieget.Menurutnya ada 3 tinkat perkembangan moral kognisi (McNeil,1977 dan Nana
Syaodih,1988)
1. Tingkat Prekonvensional
a. Tahap orientasi kepatuhan dan hukum
b. Tahap orientasi egois yang naïf
10

2. Tingkat konvesional
a. Tahap orientasi anak baik
b. Tahap orientasi mempertahankan peraturan dan norma sosial
3. Tingkat post konvensional
a. Tahap orientasi kontrak sosial yang legal, yaitu tindakan yang mengikuti
standar masyarakat dan mengkonstuksi aturan baru
b. Tahap orientasi prinsip etika universal, yaitu tindakan yang melatih
kesadaran mengikuti keadilan dan kebenaran universal
Dalam aspek afeksi , Ericson mencoba menyusun perkembangannya terdiri
atas 8 tahap ,yaitu (Mulyani,1988) :
1. Bersahabat vs menolak pada umur 0-1 tahun :Bayi yang diasuh dengan kasih
sayang dan kebutuhan terpenuhi akan merasa bersahabat dengan orang
disekitarnya. Sebaliknya bila ia disia-siakan dan kebutuhannya tidak terpenuhi
maka ia akan menentang kingkungan.Perasaan ini akan terbawa ketingkat
perkembangan berikutnya
2. Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1-3 tahun
Anak merasa memiliki otonomi dan kebanggan,Ia merasa dapat mengendalikan
ototnya mengendalikan diri dan lingkungan,Tetapi bila orang tua terlalu
memanjakan timbul malu-malu dan keragu-raguan anak tentang kemampuannya
3. Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3-5 tahun
Anak banyak berinisiatif manakala diberi kesempatan oleh orang tuanya,karena
mereka

punya

kemampuan

kesempatan,kebebasan,dan

lebi

besar.Orang

menjawab

segala

tua

perlu

memberikan

pertanyaannya,apabila

tidak

diperlakukan seperti itu mereka akan merasa guilted (bersalah)
4. Perasaan produktif vs rendah diri pada umur 6-12 tahun
Anak ini cinta pada orang tua yang berlawan jenis dan ada rasa persaigan dengan
sama jenis kelamin,Jika mereka dihargai can diberi hadiah membuat peran
produktif berkembang,Tetapi anak yang bodoh cenderung punya perasaan rendah
diri.
5. Identitas diri vs kebingungan pada umur 12-18 tahun
Pada usia ini sudah mulai dapat mengidentifikasi dirinya berdasarkan pengalaman
yang lampau,Mereka sudah bisa berfikir jernih tentang hal-hal disekelilingnya
6. Intim dan mengisolasi diri pada umur 19-25

11

Usia ini sudah bisa intim dalam suami istri dan mampu berbagi rasa pada orang
lain.Keberhasilan ini tidak hanya tergantung pada perlakuan orang tua ,melainkan
juga pada temannya bergaul ,Apabila tidak berhasil ia akan mengisolasi diri
7. Generasi dan kesenangan pribadi pada umur 25-45 tahun
Orang seumur ini sudah mulai memikirkan generasi muda,masyarakat,dan dunia
tempat generasi ini tinggal
8. Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun keatas
Integritas muncul apabila orang ini dapat membawa diri secara memuaskan dalam
pergaulan ,apabila tidak,orang ini akan berputus asa
Seperti halnya dengan perkembangan kognisi,perkembangan afeksi ini juga
memberi kemudahan kepada para pendidik dalam mengembangkan afeksi anak juga
dalam mempengaruhi afeksi orang dewasa.Sehubungan dengan hal ini perlu
dikemukakan simpulan Baller dan Charles berikut (Mulyani,1988) :
1. Anak yang berasal dari keluarga yang memberikan layanan baik,akan bersikap
ramah,luwes,bersahabat dan mudah bergaul
2. Anak yang dilahirkan dalam keluarga yang menolak kelahiran,Akan cenderung
menimbulkan masalah,agresif,menentang orang tua dan sulit diajak berbicara
3. Anak yang diasuh oleh keluarga yang acuh cenderung bersikap pasif dan kurang
popular
Konsep perkembangan yang dibahas terakhir ini berasal dari Gagne yang
disebut sebagai perkembangan kemampuan belajar.Perkembangan itu adalah,
(McNeil ,1977) :
1.
2.
3.
4.

Multideskriminasi yaitu belajar membedakan stimulasi yang mirio
Belajar konsep yaitu belajar membuat respon sederhana
Belajar prinsip yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan konsep
Pemecahan masalah yatu belajar mengombinasikan dua atau lebih prinsip untuk
memperoleh sesuatu yang baru.

2.1.2

Psikologi Belajar
Belajar adalah perubahan perilaku yang relative permanen sebagai hasil

pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut
Gagne (1979) sebagai berikut :
12

1. Kontiguitas, Memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan
pendidik tentang respon anak yang diharapkan,beberapa kali secara berturutturut
2. Pengulangan,situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktikan agar
belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat
3. Penguatan,dengan memberi hadiah dapat mempertahankan dan menguatkan
4.
5.
6.
7.
8.

respon itu
Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar
Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak
Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar
Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar
Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor dalam pengajaran
Ada sejumlah teori belajar yang bila dibuat secara sistematika adalah :

(Callahan,1983,Nana Syaodih,1988,dan Toeti Soekamto,1994)
1. Teori belajar klasik :
a. Disiplin Mental Theistik.
b. Disiplin Mental Humanistik
c. Naturalis atau Aktualisasi Diri
d. Apersepsi
2. Teori belajar modern :
a. R-S Bond atau Asosiasi
b. Pengkondisian ( Condisionong )Instrumental
c. Pengkondisian ( Condisioning ) Operan
d. Penguatan
e. Kognisi
f. Belajar bermakna
g. Insight atau Gestalt
h. Lapangan
i. Tanda (Sign )
j. Fenomenologi
Teori belajar modern di atas dapat pula dibagi dua kelompok yaitu :
1. Behavioris yang mencakup nomor a-d
2. Kognisi mencakup e-j
Menurut teori belajar mental theistic, individu atau anak memiliki sebuah
daya mental seperti pikiran, ingatan, perhatian, kemampuan, keputusan, observasi,
tanggapan, dsb yang dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan.Teori belajar

13

humanistik yaitu manakala daya-daya itu dilatih maka akan semakin kuat dan apabila
sudah kuat maka individu bersangkutan dengan mudah dapat memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi. Dalam teori ini lebih menekankan keseluruhan sebagai
potensi individu secara utuh, kalau seseorang menguasai sesuatu yang bersifat umum,
maka dengan mudah bisa ditransfer atau diterapkan pada hal-hal yang bersifat
khusus.
Teori belajar naturalis atau aktualisasi diri, potensi anak dapat berkembang
sendiri dengan baik secara alami dengan alam bebas, pendidik perlu menciptakan
situasi yang permisif atau rileks.Teori belajar klasik apersepsi, manusia dipandang
sebagai suatu struktur yang bisa berubah dan bertambah jika orang yang bersangkutan
belajar.Langkah-langkah belajar menurut Herbart adalah
1. Pendidik harus mengadakan persiapan dengan cermat
2. Pendidikan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga anak merasa jelas memahami
pelajaran
3. Asosiasi-asosiasi baru terbentuk antara materi yang dipelajari dengan struktur
jiwa atau apersepsi anak yang telah ada
4. Mengadakan generalisasi , pada saat ini terbentuklah suatu struktur baru dalam
jiwa anak
5. Mengaplikasikan pengetahuan yang baru didapat agar struktur terbentuk semakin
kuat.
Teori belajar R-S Bond atau asosiasi, dimana S adalah stimulus dari luar diri
seseorang.R adalah respon orang bersangkutan, sedangkan Bond adalah hubungan
atau asosiasi.Berkaitan dengan teori belajar Asosiasi ,Thorndike mencetuskan tiga
hokum belajar sebagai berikut :
1. Hukum kesiapan, Artinya semakin siap anak itu semakin mudah terbentuk
hubungan antara stimulus dengan respon
2. Hukum latihan atau pengulangan.Hubungan antara stimulus dengan respon akan
terbentuk bila hubungan itu sering diulang atau dilatih berkali-kali
3. Hukum dampak,yaitu hubungan antara stimulus dengan respon akan terjadi bila
hubungan ini memberikan dampak yang menyenangkan

14

Tokoh teori belajar pengkondisian instrumental ini adalah Watson dan
Thorndike.Belajar menurut mereka adalah masalah melekatkan atau menguatkan
respon yang benar dan menyisihkan respon yang salah akibat pemberian hadiah dan
tidak dihiraukannya konsekuensi respon yang salah.Teori belajar ini dapat diterapkan
pada anak-anak yang belum sadar akan pentingnya belajar kepada anak-anak yang
malas dan kepada mereka yang belum paham akan tugas-tugas di rumah maupun di
masyarakat.
Teori belajar pengondisian operan oleh Skinner yang memberikan kondisi
sesudah terjadinya respons.Teori belajar penguatan oleh Hull yang memberikan
penguatan pada respon-respon yang benar atau yang sesuai dengan harapan yang
berupa penguatan positif dan negatif. Teori-teori ini sangat bermanfaat untuk
mengembangkan tingkah laku yang nyata , tetapi untuk belajar memahami sesuatu
yang rumit, memecahkan masalah, mengkreasikan sesuatu cukup sulit untuk
melaksanakannya.
Teori kognisi ciptaan Brunner (Connel, 1974) yang menekankan pada cara
individu mengorganisasikan apa yang telah ia alami dan pelajari yaitu untuk
memahami tingkah laku seseorang. Teori belajar bermakna oleh Ausubel yang lebih
menekankan pentingnya konsep dan prinsip umum untuk belajar dan mengingat.Teori
Gestalt memandang anak-anak telah memiliki sikap dan keterampilan yang kompleks
dari hasil belajarnya. Teori lapangan atau ruang kehidupan dalam belajar oleh Lewin
yang menjelaskan perilaku manusia melalui cara mereka merespon terhadap factorfaktor lingkungan terutama lingkungan sosial.
Teori belajar kuantum adalah teori belajar yang berusaha membuat peserta
didik merasa antusias dengan lingkungan yang kondusif, individualitas peserta didik,
materi yang menantang, suasana wajar, serta pendidik dan peserta didik sama-sama
tidak merasa tertekan.
2.1.3.Psikologi sosial

15

Psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari seseorang di
masyarakat, yang mengombinasikan cirri psikologi dengan ilmu sosial untuk
mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu
(Hollander, 1981).
Dalam dunia pendidikan, para pendidik harus mampu membangkitkan
kesan pertama yang positif dan tetap positif untuk hari-hari berikutnya.Sikap dan
perilaku pendidik sangat penting bagi kemauan dan semangat belajar anak-anak.
Freedman (1981) menyimpulkan bahwa persepsi diri sendiri bersumber
dari perilaku kita yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan.Persepsi diri
sendiri berkaitan dengan sikap dan perasaan.Sikap dapat ditimbulkan dan dapat
muncul secara alami yaitu dengan metode langsung dan dengan metode tidak
langsung.Perasaan bersumber dari kondisi fisik mental, dan sebab-sebab dari luar
diri individu.Sikap dan perasaan banyak bertalian dengan lingkungan yang
mempengaruhi konsep diri seseorang. Motivasi juga salah satu aspek psikologi
sosial

karena tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk berpartisipasi di

masyarakat. Menurut Klinger (Savage, 1991) faktor-faktor yang menentukan
motivasi adalah minat dan kebutuhan individu, persepsi akan tugas-tugas
individu, dan harapan sukses.
Metode untuk membangkitkan motivasi belajar anak-anak di sekolah salah
satunya dengan teori tiga kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, bersahabat dan
berkuasa.Keintiman hubungan yang disebut penetrasi sosial akan terjadi apabila
perilaku antar pribadi diikuti oleh perasaan subyektif. Agresif adalah perilaku
yang menyakiti orang lain. Ada tiga kategori agresif (Freedman, 1981) yaitu
agresif anti sosial misalnya memaksakan kehendak, agresif pro sosial misal
memukuli pencuri yang ketahuan mencuri, dan agresif sanksi misalnya wanita
yang menampar laki-laki yang meraba-raba badannya.Factor-faktor yang
menyebabkan perilaku agresif yaitu watak berkelahi, gangguan atau serangan dari
pihak lain membuat orang menjadi marah , dan putus asa atau tidak mampu
mencapai suatu tujuan. Cara untuk mengurangi agresif antara lain dengan katarsis

16

atau penyaluran agresif ke aktivitas yang bermanfaat dan belajar secara perlahanlahan menyadarkan diri bahwa agresif itu tidak baik.
Altruisme atau kasih sayang sangat penting dan berguna dalam mendidik
anak di rumah. Pendidik perlu belajar dan menanamkan kasih sayang dalam
dirinya untuk disebarkan dalam proses pendidikan. Kesepakatan atau kepatuhan
juga merupakan factor penting dalam proses pendidikan. Kesepakatan
memudahkan proses pembinaan dalam suatu kelompok. Hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya kesepakatan yaitu :
1. Penjelasan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan
2. Perasaan takut akan disisihkan oleh teman-teman
3. Keintiman anggota-anggota kelompok
4. Besarnya kelompok
5. Tingkat keahlian anggota kelompok
6. Kepercayaan diri masing-masing anggota
7. Keakraban dan perbauran anggota-anggota kelompok
8. Komitmen masing-masing anggota kelompok terhadap kewajiban-kewajiban
dalam kelompok
Pendidikan tidak boleh mengesampingkan kemungkinan adanya pengaruh
jenis kelamin terhadap perilaku seseorang. Kepemimpinan juga dibutuhkan dalam
pendidikan, baik dikalangan para pendidik, anak-anak, maupun dalam proses
pendidikan itu sendiri.Peranan pemimpin cukup menentukan keberhasilan tugastugas kelompok.
2.1.4

Kesiapan belajar dan aspek-aspek individu

Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk
mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Kesiapan kognisi
bertalian dengan pengetahuan, pikiran, dan kualitas berpikir seseorang dalam
menghadapi situasi belajar yang baru.Kemampuan ini bergantung pada tingkat
kematangan intelektual.Latar belakang pengalaman dan cara-cara pengetahuan
sebelumnya distruktur (Connel, 1974).Para siswa dapat menstruktur kognisi
kembali pengetahuannya untuk menyesuaikan dengan materi-materi baru yang
diterima dari pendidik. Tetapi kadang struktur kognisi itu dipegang erat-erat
sehingga membuat pendidik mencari pendekatan lain agar anak-anak dapat
17

menangkap materi pelajaran baru. Dalam proses pendidikan peserta didik yang
harus memegang peranan utama yang mampu berkembang sendiri. Pendidikan
harus memperlakukan dan melayani perkembangan mereka secara wajar sesuai
kodratnya dan tidak memaksa. Perlengkap peserta didik sebagai subyek di bagi
menjadi lima yaitu watak, kemampuan umum atau kecerdasan umum,
kemampuan khusus atau bakat, kepribadian dan latar belakang.
Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh
pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi
dengan baik.Kesiapan belajar afeksi harus dikembangkan dengan model
pengembangan motivasi sedangkan kesiapan kognisi dipelajari dari tingkattingkat perkembangan kognisi mereka.
Aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah rohani dan jasmani.
Rohani meliputi umum(agama, perasaan, kemauan, pikiran) dan sosial
(kemasyarakatan dan cinta tanah air).Sedangkan jasmani meliputi keterampilan,
kesehatam dan keindahan tubuh. Dari semua aspek individu tersebut harus diberi
perhatian yang sama oleh pendidik dan dilayani secara berimbang.
Menurut konsep pendidikan di Indonesia, individu harus berkembang secara
total membentuk manusia berkembang seutuhnya dan diwarnai oleh sila-sila
pancasila. Berkembang secara total harus memenuhi tiga kriteria yaitu semua
potensi berkembang secara proporsional, berimbang dan harmonis, berkembang
secara optimal dan berkembang secara integratif. Arah dan wujud perkembangan
itu adalah sejalan dengan filsafat pancasila.
2.2.Implikasi konsep pendidikan

Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial
dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepada
konsep pendidikan. Implikasi itu sebagian besar dalam bidang kurikulum sebab
materi pelajaran dan proses belajar mengajar itu harus sejalan dengan
perkembangan, cara belajar, cara mereka mengadakan kontak sosial dan kesiapan
mereka belajar. Implikasi terhadap konsep pendidikan adalah sebagai berikut:

18

1. Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada sifat
afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk bagaimana seharusnya
ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana
membina anak-anak agar mereka mau belajar secara sukarela.
2. Psikologi belajar
a. Yang klasik
1) Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih
soal-soal.
2) Naturalis atau aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur
hidup
b. Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk prilaku nyata, seperti
mau menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya.
c. Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang rumit
yang membutuhkan pemahaman, untuk memecah masalah dan untuk
berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru.
3. Psikologi sosial:
a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari
perilaku yang overdan persepsi kita terhadap lingkungan, dan banyak
dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita. Maka pendidik harus
mengembangkan perilaku yang over, persepsi terhadap lingkungan secara
wajar dan sikap serta perasaan yang yang positif
b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi dan meniru sikap para
tokoh. Pendidik harus membentuk sikap positif anak dalam berbagai hal.
c. Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak perlu dikembangkan pada
saat yang tepat melalui
1) Pemenuhan minat dah kebutuhan
2) Tugas-tugas yang menantang
3) Menanamkan harapan sukses dengan cara sesekali memberikan
pengalaman sukses
d. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan,
dan belajar dalam kelompok. Karena itu hubungan seperti ini harus
dikembangkan para pendidik.
e. Pendidik perlu membendung

prilaku

agresif

anti

sosial,

tetapi

mengembangkan agresivitas prososial dan saksi.pengurangan agresivitas
19

antisosial dengan menanamkan ketertiban, tidak menganggu satu sama
lain dan berupaya agar anak tidak-anak tidak mengalami rasa putus asa.
f. Pendidk juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan
anak-anak. Sebab kepemimpinan sangat besar peranannya dalam
mencapai sukses belajar bersama dan sukses berorganisasi dalam
kehidupan seelah dewasa.
4. Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh
pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipelajari dan
diintegrsasikan dengan baik.
5. Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik
serta dilayani secara berimbang.
6. Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya

memenuhi tiga

kreteria.
a. Semua potensi berkembang secata proportional atau berimbang
b. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal
c. Potensi-potensi berkembang secara integratif
BAB III PENUTUP
3.1

Kesimpulan
1. Landasan Psikologis pendidikan adalah berbagai macam teori psikologi
yang mendasari pemberian layanan kepada peserta didik dalam
pendidikan
2. Pendekatan

psikologi

perkembangan

manusia

adalah

pendekatan

pentahapan, pendekatan diferensial, dan pendekatan ipsatif .
3. Psikologi belajar memberikan memberikan penjelasan akan perihal
pendukung proses belajar manusia dan perubahan tingkah laku manusia
dipengaruhi hasil belajar
4. Psikologi sosial menjelaskan tentang pengaruh sosial yang memberikan
dampak dalam perkembangan manusia
5. Implementasi landasan psikologi dalam pendidikan adalah perlunya para
pendidik memahami karakter psikologis peserta didik sesuai seting
perkembangan individu, belajar, serta sosialnya.

20

3.2

Saran
Pembaca

sebagai

praktisi

dalam

dunia

pendidikan

dapat

memperhatikan secara lebih seksama perihal cabang-cabang psikologi yang
menyangkut

perkembangan

individu

dan

mengaplikasikannya

dalam

pendidikan yang sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Callahan, Josep F. and Leonard H. Clark.. 1983. Foundations Of Educations.
McMillan Publishing. Co.Inc: New York.
Connell, W.F. 1974. The Foundations Of Educations, Third Edition. Ian Novak :
Sydney.
Crijns dan Reksosiswojo, t,t. Ilmu Jiwa Anak, Jilid III. Noordhoff Kolff N.V: Jakarta.
Freedman, Jonathan L. et al. 1981. Social Psychology, Fourth Edition . Prentice Hall.
Inc, Engllewood Cliffs: New Jersey
Gagne, Robert M. and Lieslie J. Briggs. 1974. Principles of instructional Design,
Second Edition. Holt Rinehartand Winston : New York.
Hollander, Edwin P. 1981. Prinsiples and Methods of social Psychology, Fourth
Edition. Oxford University Press. Oxford.
Mulyani Sumantri.1988. Kurikulum dan pengajaran. Dep. P dan K Dirjen PT
P2LPTK : Jakarta.

21

Nana Syaodih Sukmadinata. 1988. Prinsip dan landasan pengembangan kurikulum.
Dep P dan K . Ditjen PT. P2LPTK. Jakarta
Pidarta. Made 1996. SD dan teknik-teknik mengajar, pada beberapa sekolah di
Australia. Laboratorium administrasi presiden FIP IKIP Surabaya : Surabaya.
Pidarta, Made.2000. Landasan kependidikan. Rineka Cipta.Bandung. Alfa Bet.
Robins, Stephen P. 1982. The Administrative Process. Second Editions. Prentice Hall
Of India Private Limited : New Delhi.
Savage, Tom. V. 1991. Discipline for self control. Prentice Hall. New Jersey.
Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1994. Teori Belajar dan Model
Pembelajaran. Dep. P dan K. Ditjen PT Pusat Antar Universitas : Jakarta.

22