BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah - Analisis Potensi Ekonomi Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

  Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyrakat. Di sisi lain secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan(Alkadri et al, 1999).

  Alasan mengapa diperlukan upaya pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu, biasanya terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi tingginya biaya atau ongkos produksi, penurunan taraf hidup masyarakat ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang sangat mendesak (Pinchemel, 1985).

  Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah Indonesia lahir dari suatu proses iterative yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapanya yang bersifat dinamis.

  Menurut Sandy (1992) Pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suati wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyrakat, atau ada memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992)

  Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu wilayah yang objektif dan wilayah subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu wilayah yang oleh perencana dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan, sedangkan wilaya subjektif adalah perwilayahan yang dibentuk atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Hal ini dilakukan untuk menentukan klasifikasi, yang selanjutnya wilayah subjektif dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

  1. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang saa secara fisik dan sosial ekonomi

  2. Wilayah fungsional, yaitu wilayah yang dibentuk berdasarkan atas adanya hubungan fungsional antara unsur-unsur tertentu yang ada pada wilayah tertentu.

  Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosoal, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.

  Telah banyak definisi tentang pengembangan wilayah, seperti salah satu juga yang didefenisikan oleh Prod’homme (1985), bahwa pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungakan sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pengembangan suatu wulayah.

  Dari defenisi tersebut, ada beberapa yang menjadi perhatian penting dalam pengembangan wilayah, yaitu :

  • Program Menyeluruh dan Terpadu Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan suatu wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu.Hal ini dapat berupa berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyrakat setempat.Dalam mengembangkan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau territorial yang dilakukan oleh daerah.

2.1.1. Pendekatan Sektoral

  Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor.Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut.

  Caranya adalah masing-masing sektor dianalisis sehingga terdapat kelompok- kelompok bersifat homogen. Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor lain terpisah dalam analisis. Pendekatan sektoral pada umumnya less-spatial (kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan). Dalam pendekatan sektoral, untuk tiap-tiap sektor/komoditi termaktub analisis berikut :

  1. Sektor/komoditi apa yang memiliki competitive advantage di wilayah tersebut, artinya komoditi tersebut dapat bersaing di pasar global

  2. Sektor/komoditi apa yang basis dan nonbasis 3.

  Sektor/komoditi apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi 4. Sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan minimal wilayah tersebut

  5. Sektor/komoditi apa yang banyak menyerap tenaga kerja persatuan modal. Atas dasar berbagai kriteria tersebut di atas dapat ditetapkan skala prioritas tentang sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam pengembangan wilayah, karena keterbatasan sumber daya.

2.1.2. Pendekatan Regional

  Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Pendekatan regional dalam pengertian sempit adalah memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum dimanfaatkan atau penggunaannya belum optimal, kemudian direncakan kegiatan apa sebaiknya diadakan di lokasi tersebut. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sasaran akhir dari dua pendekatan tersebut adalah sama. Perbedaannya hanya terletak pada cara memulai dan sifat analisnya.

  Dalam pengertian yang lebih luas pendekatan regional selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien.Pendekatan regional adalah pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya tariknya masing-masing.

  • Sumberdaya yang Tersedia dan Kontribusinya kepada Wilayah Sumberdaya yang dimiliki oleh suatu wilayah terbagi dalam SDA dan SDM.

  Dalam suatu upaya pengembangan wilayah nasional, M.T. Zen (1980) menyebutkan bahwa perkembangan Indonesia dalam dua-tiga dasawarsa mendatang akan sangat tergantung pada kemampuannya mengerahkan tiga unsur pokok, yakni :

1. Ketersediaan SDA 2.

  Kemampuan SDM 3. Pemanfaatan Teknologi Semua unsur tersebut harus ditujukan terutama untuk kesejahteraan masyarakat.

  Hubungan di antara ketiga unsur tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

  

Teknologi

Pengembangan

Wilayah

  

Sumberdaya Alam Sumberdaya Manusia

Gambar 2.1.Tiga Elemen Pokok Pengembangan Wilayah

Sumber: Badan Pengkajian dan Penerapaan Tekonologi 1999

  Berkembangnya suatu wilyah sangat oleh tingkat pemanfaatan dari ketiga sumberdaya tersebut, seningga upaya pengembangan yang harus dilakukan akan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. J.A. Katili (1983) menyebutkan bahwa masalah yang berhubungan erat dengan pembangunan regional di Indonesia terletak pada proses perencanaan manajemen SDA dalam kaitannya dengan penduduk.

  • Wilayah yang Dikembangkan

  Dalam pengembangan wilayah tidak mungkin dapat dilakukan secara serentak seluruhnya. Untuk itu harus diprioritaskan kepada kawasan-kawasan yang memenuhi kriteria antara lain : 1.

  Mempunyai potensi untuk cepat tumbuh.

2. Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di daerah sekitarnya.

  Sebagai pertimbangan dalam menetapkan kawasan prioritas, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWN) 1997 telah ditetapkan bahwa kawasan yang diprioritaskan pengembangannya adalah kawasan andalan dan kawasan tertentu.

  Kawasan andalan adalah kawasan dalam kawasa budidaya yang memiliki potensi tertentu, baik yang sudah berkembang maupun yang prospektif untuk dikembangkan.Kawasan ini strategis bagi pembangunan serta pengembangan wilayah nasional. Kawasan andalalan yang sudah berkembang merupakan daerah aglomerasi dari satu kota atau aglomerasi dari sektor produksi. Sedangkan kawasan andala yang berpotensi berkembang biasanya baru mempunyai SDA dan mempunyai akses terhadap pusat pertumbuhan.

  Sedangkan kawasan tertentu adalah kawasan yang telah ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataa ruangnya diprioritaskan.

  Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasana, barang atau jasa dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

  Para ahli ilmu regional barat terutama di Eropa lebih menitik beratkan bahwa pengembangan wilayah kepada empat aspek utama yaitu: aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek ekologi.

2.2. Pembangunan Ekonomi Regional

  Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki, guna meningkatkan kualitas hidup. Pembangunan regional (regional development) sangat terkait dengan perkembangan regional itu sendiri.Pembangunan ekonomi oleh beberapa ekonom dibedakan pengertiannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai: a)Peningkatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDB/GNP pada suatu tingkat tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk. b)Perkembangan PDB/GNP yang berlaku dalam suatu daerah/negara diikuti oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya.

  Dalam pengertian ekonomi yang murni, pembangunan secara tradisional mengandung pengertian kapasitas perekonomian nasional, yang kondisi awalnya kurang lebih berada dalam keadaan statis untuk jangka waktu yang lama, untuk menghasilkan dan mempertahankan tingkat kenaikan produksi nasional kotor (PNK) sekitar 5 sampai 7 persen atau lebih dalam setiap tahunnya ( Todaro, 2003).

  Pembangunan biasanya didefinisikan sebagai “upaya yang secara sadar dilaksanakan oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan nasional, melalui pertumbuhan dan perubahan secara terencana “. Jadi tidak ada satu negara yang akan mencapai tujuan nasionalnya tanpa melakukan berbagai jenis kegiatan pembangunan.

  Dalam perkembangannya muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha- usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan,dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

  Pembangunan harus dimengerti sebagai suatu proses multi-dimensi yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari seluruh sistem sosial dan ekonomi yang ada. Selain masalah-masalah yang menyangkut peningkatan pendapatan dan produksi, pembangunan umumnya juga melibatkan perubahan-perubahan yang radikal dalam struktur kelembagaan sosial dan administrasi, dan juga sikap nilai-nilai bahkan adat kebiasaan dan kepercayaan (Todaro,2003).

  Jadi dalam perkembangannya, tiap-tiap negara didunia memiliki sistem dan strategi pembangunan yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan yang ada diantara tiap negara, baik itu faktor ekonomi maupun faktor non-ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan, secara umum disimpulkan sebagai berikut:

  1. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta pertumbuhan produksi nasional yang cepat.

  2. Mencapai tingkat kestabilan harga dengan kata lain mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi diperekonomian.

  3. Mengatasi masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja.

  4. Distribusi pendapatan yang lebih adil dan merata.

  Menurut Adisasmita (2008:13),Pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan),kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

  Blakely dalam Kuncoro ( 2004: 100), mendefinsikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut.

  Jadi secara umum, pengertian pembangunan daerah adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat daerah yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan daerah dan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan daerah, nasional dan global. Pengertian daerah disini mencakup daerah Kabupaten/Kota dan Daerah Provinsi, masing-masing sebagai daerah otonom.

  Pembangunan daerah adalah kesatuan dari semua kegiatan pembangunan baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun swadaya masyarakat.Pembangunan setiap daerah di Indonesia menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.Rakyat yang bermukim di Sumatera atau Jawa ikut bertanggung jawab atas pembangunan didaerah Irian, demikian pula sebaliknya. Daerah yang lebih kaya menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membantu pembangunan daerah yang jauh lebih miskin, baik secara langsung maupun melaui pusat.

  Modal dasar pembangunan masing-masing daerah berbeda sesuai dengan keadaan alam dan perubahan yang dilakukan oleh manusia.Modal dasar pembangunan daerah meliputi:

  a. Keadaan dan fisik daerah, meliputi kedaan topografi, tanah, penyebaran wilayah, letak geografi, hidro-orologi dan ekologi daerah.

  b. Sumber daya alam potensial dan sumber daya riil yang ada diseluruh wilayah.

  c. Jumlah dan kemampuan penduduk. d.Keadaan dan sifat sosial budaya, meliputi politik dan geo-politik, budaya serta hubungan timbal balik dengan budaya didaerah sekitarnya, jumlah dan persebaran serta keragaman suku dan adat istiadat penduduk.

  e. Keadaan ekonomi, meliputi keadaan ekonomi dan serta hubungan ekonomi dengan daerah lain dan hubungan ekonomi antar pelaku ekonomi.

  f. Lembaga dan aparatur pemerintah daerah g. Peraturan dan undang-undang yang telah ada.

  Keberhasilan pembangunan ekonomi, baik pembangunan ekonomi daerah maupun pembangunan ekonomi nasional, ditentukan oleh lima (5) faktor utama, yakni:

  1. Keadaan daerah, meliputi keadaan sosial, politik, budaya, keamanan, fisik daerah dan sarana umum.

  2. Rencana pembangunan, meliputi tujuan, sasaran dan target pembangunan, strategi dan rencana pelaksana.

  3. Sarana pembangunan, meliputi kelembagaan, dana dan sumberdaya manusia serta sumber daya alam yang tersedia.

  4. Pengaruh luar, meliputi pengaruh keadaan sosial politik, ekonomi dan keamanan dunia serta kekuatan yang secara khusus mempengaruhi, dan keadaan nasional bagi pembangunan daerah.

  5.Pelaksanaan, meliputi pelaksanaan ketentuan-ketentuan serta pengaturan dan pelaksanaan rencana pembangunan.

2.3.Pertumbuhan Ekonomi Regional

  Kuznets dalam Jhingan (2000;53) mendefinisikan, Pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya”. Defenisi ini memiliki 3(tiga) komponen; pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

  Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atau dalam bahasa lain, perkembangannya baru terjadi bila jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah ( value added) yang tercipta disuatu daerah.

  Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ketahun. Berikut adalah beberapa teori yang terkait langsung dengan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah:

2.3.1. Teori Ekonomi Klasik

  Yang mencakup teori pertumbuhan dari Adam Smith, DavidRicardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Pencetus teori ekonomi klassik adalah Adam Smith. Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan yang dimulai dari masa berburu, masa beternak, masa bercocok tanam, masa berdagang, dan tahap industri. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Dalam hal ini, pekerja adalah sebagai salah satu input bagi proses proses poduksi. Inti dari ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukannya. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi pada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi ini akan terjadi apabila sumberdaya alam telah termanfaatkan secara keseluruhan.

  Dalam hal ini, pemerintah tidak terlalu dominan dalam mencampuri urusan ekonomi. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian.Menurut teori ini juga, akumulasi akan menentukan cepat lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkatitan satu sama lainnya.

  David Ricardo (1828) mengatakan bahwa peranan teknologi akan dapat menghambat berlangsungnya the law of diminishing return, meskipun dasarnya teknologi itu memiliki sifat kaku, dan hanya berubah dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan ekonomi klassik dilambangkan oleh fungsi:

  O = Y = f (K,L,R,T)

  Dimana:

  O = Output Y = Pendapatan K = Kapital ( modal)

  L = Labor ( tenaga kerja) R = Tanah T = teknologi

2.3.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klassik

  Joseph Scumpeter, dan Trevor Swan. Model Solow dan Swan, menggunakan unsur pertumbuhan penduduk akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori ekonomi klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Paham neo-klasik melihat peran kemajuan teknologi/ inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah. Oleh sebab itu pemerintah perlu mendorong kretivitas dalam masyarakat. Analisis paham ini menunjukkan bahwa bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth) diperlukan suatu tingkat saving yang tepat dan seluruh keuntungan pengusaha dalam suatu wilayah di investasikan kembali diwilayah tersebut.

  Menurut Suryana dalam Adearman (2006), pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut;

  1. Adanya akumulasi kapital merupakan penting dalam pembangunan ekonomi;

2. Perkembangan merupakan proses yang gradual; 3.

  Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif; 4. Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan; 5. Aspek internasional merupakan faktor dalam perkembangan.

  Teori basis ekspor (ekspor base theory) merupakan bentuk model pendapatan regional yang paling sederhana. Penganjur pertama teori ini adalah Tiebout yang dalam perkembangannya dikembangkan lagi oleh Richardson. Perbedaan pandangan antara Tiebout dan Richardson adalah, Tiebout melihat teori basis dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat dalam satu wilayah atas; pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan services (pelayanan) atau non basis.

  Asumsi pokok dari teori ini menurut Richardson(1978); bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur otonom dalam pengeluaran. Semua komponen pengeluaran lainnya dianggap sebagai fungsi dari pendapatan, dan fungsi pengeluaran serta fungsi impor kedua-duanya diasumsikam tidak mempunyai intersep tetapi bertolak dari titik nol. Jadi secara tidak langsung hal ini berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah.

  Strategi pembangunan daerah yang dihasilkan dari teori ini adalah adanya penekanan terhadap pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya kebijakan yang mencakuppenguranganatau penghapusan hambatan dan batasan terhadap perusahaan- perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan didaerah itu.

  2.3.4. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disenergikan (Turnpike)

  Teori yang diperkenalkan oleh Samuelson (1955), mengatakan bahwa setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan jumlah modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan milai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Menggabungkan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

  2.3.5. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) Poles Theory adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara

  prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi. Dengan demikian teori pusat pengembangan adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasikankehidupanekonomibaik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya).Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of

  attraction) , yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada dikota tersebut.

  Bila kegiatan industri (ekonomi) yang saling berkaitan dikonsentrasikan pada suatu tempat tertentu maka pertumbuhan ekonomi dari daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan lebih cepat dibandingkan kalau industri tersebut tersebar dan terpencar diseluruh pelosok daerah (Richardson dalam Sirozujilam).

  Dengan demikian apabila sebuah pusat pegembangan didirikan pada suatu daerah yang relatif masih kurang berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, maka daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan sehingga perbedaan kemakmuran antar daerah secara bertahap akan dapat dikurangi.

2.3.6. Teori Basis Ekonomi ( Economic Base Theory)

  Bendavid-Vall dalam Sirojuzilam(2005) mengatakan, secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan sebagai sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh, dan berkembang atau sektor ekonomi yang pokok disuatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya. Sedangkan menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi wilayah tersebut, sehingga perekonomian dibagi menjadi sektor basis atau basis ekspor dan sektor non-basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut sebagai basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis meningkat, maka sektor basis tersebut berkembang dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non-basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga akhirnya mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan.

  Dalam kegiatan ekonomi, perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor : kegiatan-kegiatan basis ( basic activities) dan kegiatan bukan basis (non-

  

basic activities). Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang

  mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ketempat diluar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan- kegiatan yang menyediakan barang-barang atau jasa yang dibutuhkan oleh orang- orang yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian yang bersangkutan.

  Kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi; luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal (Glasson,1977).

  Meningkatnya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan kedalam wilayah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didalamnya, menimbulkan volume kegiatan non basis dan begitu juga sebaliknya. Peningkatan kegiatan basis disebabkan oleh; a.

  Perkembangan jaringan pengangkutan dan komunikasi b.

  Peningkatan pendapatan atau permintaan dari luar wilayah, c. Perkembangan teknologi dan usaha-usaha pemerintah pusat atau daerah setempat untuk mengembangkan prasarana sosial ekonomi.

  Dengan demikian, kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian wilayah (Richardson dalam Sirojuzilam, 2005).

  Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar. Oleh karena itu maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yang terdidiri atas beberapa metode,yaitu; 1.

  Metode Arbritrer, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian kedalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik ditingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok industri/kegiatan ekonomi bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau duanya.

  2. Metode Location Quotient (LQ), merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto(PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Metode LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor- sektor basis dalam suatu daerah. Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan dalam usaha-usaha memisahkan sektor basis dan non basis. Karena disamping memiliki kelemahan, metode ini juga mempunyai dua kebaikan penting, pertama ia memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung. Kedua metode ini tidak mahal dan dapat menggunakan data historik untuk mengetahui trend (Prasetyo dalam Nudiathulhuda, 2007).

  3. Metode Kebutuhan Minimum (minimium requirements) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata-rata. Metode ini sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi. Disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor. Persentase minimium ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment didaerah- daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri didaerah bersangkutan untuk memperoleh employment basis total.

  Dari ketiga metode tersebut Glasson dan Richardson menyarankan menggunakan metode LQ dalam menentukan sektor basis. Richardson menyatakan bahwa teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang tertentu, maka wilayah tersebut mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.

  Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis. Teori basis ini mempunyai kebaikan mudah ditetapkan, sederhana dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahan-perubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek.

2.4. Sektor Unggulan

  Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.(Susantono, 2009).

  Menurut Sambodo dalam Harisman 2007; Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

  Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada sumberadaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintah dan masyrakat untuk dapat mengindentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah.

  Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor terntentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990).Dari defenisi tersebut dimaksudkan bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial.

  Dalam pengembangan wilayah/daerah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor yang potensi berkembangnya cukup besar, atau biasa disebut sebagai sektor unggulan. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk

  

forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor

  potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.

  Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi didaerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan didaerah miskin sumber daya alam. Perbedaan tingkat pembangunan yang didasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB disuatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan kriteria.Selnjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi.Hal ini atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Sambodo dalam Ghufron, 2008).

  Menurut Amabardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankan pada komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pembanguan suatu daerah, diantaranya: 1.

  Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontrsibusi yang sangat signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran.

2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya.

  3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wiayah lain di pasar nasional dan pasar Internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek lainnya.

  4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku.

  5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui invasi teknologi.

  6. komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkulitas, secara optimal, sesuai dengan skala produksinya.

  7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penuruanan. Begitu komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya.

  8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak ekstenal dan internal 9.

  Pengembangan komoditas unggulan harus mendaptkan berbagai dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disentif, dan lain-lain.

  10. Pengembangan komoditas unggulan beroritenasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.

  Jadi pengembangan suatu sektor unggulan dapat menciptakan peluang bagi berkembanganya sektor lain yang terkatait baik sebagai input bagi sektor unggulan maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor unggulan yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini yang memungkinkan pengembagan sektor unggulan dilakukan sebagai langkah dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah.

2.5. Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai sektor unggulan telah dilakukan oleh beberapa peneliti di berbagai daerah. Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan olehpeneliti terdahulu yang dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini, antara lain oleh Marwa (2000), dengan judul penelitian Analisis sektor basis di Provinsi Sumatera Selatan, dengan alat analsisis LQ, dan Shift Share. Dari hasil penelitian tersebut didapati bahwa sektor pertanian sebagai sektor basis di Provinsi Sumatera Selatan adalah sektor pertanian, pertambangan migas dan perdagangan. Namun berdasarkan analisis shift share, sektor dan subsektor yang relatif bisa dikembangkan adalah sektor pertanian, subsektor penggalian nonmigas, subsekor industri migas, sektor perdagangan dan sektor jasa.

  Ahmad Mahruf (2003), dengan judul Penentuan Sektor Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alat analisis shift share, LQ, Model Rasio Pertumbuhan, Rasio Pertumbuhan Wilayah, dan Overlay. Dari penelitian ini didapati bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki basis ekonomi pada empat sektor yaitu (1) Sektor Jasa, (2) Sektor Keuangan, persewaan bangunan, dan jasa (3) Sektor pengangkutan dan komunikasi dan (4) Sektor bangunan.

  Binar Rudatin, tahun 2003, dengan judul Analisis Sektor Basis dalam Rangka Pengembangan Pembangunan Wilayah Studi Kasus Kabupaten-Kabupaten Jawa Tengah, dengan pendekatan analisis shift share, LQ, Tipologi daerah. Dari penelitian ini didadpati bahwa sektor pertanian sebagai sektor basis 22 Kabupten yang ada, dari

  29 Kabupten yang ada hanya dua Kabupaten masuk dalam tipologi maju.

  Maria Yuvita Gobay, (2003) dengan judul Identifikasi Pengembangan Wilayah di Provinsi Papua dengan pendekatan analisis Growth Ratio Model Analysis, LQ, Overlay, dan Entropi Theil Index. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 1993-2000 kabupten/kota di provinsi Papua memiliki corak perekonomian yang bervariasipengelompokan kegiatan sektoralnya.Daerah yang dikatakan maju dan cepat tumbuh: Kabupaten Sorong Daerah Maju tertekan: Kabupaten Jayapura, Kab. Fak Fak, Kab.Manokwari, Kab. Yapen Waropen, Kab. Biak Numfor, dan Kota Jayapura. Selama periode 1993-2000 ketimpangan yang semakin menyempit.Pada masing-masing kabupaten/ Kota di Provinsi Papua memiliki potensi wilayah yang memiliki keuanggulan komparatif.

  Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, tahun 2006 dengan judul Analsisis Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga, dengan menggunakan alat analisis LQ, Shift share, Tipologi sektoral, dan Analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor basis yang dimiliki Kota Salatiga adalah sektor listrik, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa.Hasil analisis Shift Share menunjukkan Kota Salatiga berspesialisasi pada sektor pertambangan, listrik, perdagangan.Sektor yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor bangunan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa.

  Nudhiatulhda (2007) dengan judul Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tengah dengan alat analisisi LQ, Shift Share, Model Rasio Pertumbuhan, dan Ovelay. Hasil penelitian ini didapat bahwa dari analisis overlay menunjukkan tidak satupun mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif Hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak terdapat satupun Kabupaten/Kota yang memiliki sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif, tetapi hanya memiliki spesialisasi. Berdasarkan Tipologi Klassen terdapat 3 Kabupaten/Kota yang termasuk daerah maju tertekan, sedangkan 7 Kabupaten lainnya masuk daerah relatif tertinggal

  Fachurazy(2009) dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB, dengan pendekatan analisis klassen tipologi, LQ, Shft Share.Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh pesat, sektor basis dan kompetitif adalah sektor pertanian.

  Gita Irina Arief (2009) dengan judul Identifikasi Dan Peran Sektor Unggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menunujukkan bahwa sektor yang menjadi sektor unggulan di DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.sektor unggulan yang memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibadingkan dengan wilayah lainnya hanya sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

5.2.Kerangka Pemikiran

  Pencapaian tujuan dari pengembangan wilayah adalah terciptanya pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dari perkembangan indikator ekonomi yang ada salah satunya menggunakan PDRB.Pembangunan ekonomi diarahkan dengan keterkaitan yang kuat dan salinng mendukung antar sektor- sektor yang menjadi unggulan di Provinsi Sumatera Utara. Adapun sektor- sektor ekonomi di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari sembilan sektor antara lain:Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, Sektor Bangunan (Konstruksi), Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Asuransi, usaha persewaan dan Real

  estate ,dan Sektor Jasa-jasa lainnya.

  Dengan melihat segala keterbatasan sumber daya masing-masing dalam suatu region, maka dalam perencanaan pembangunan tersebut perlu ditentukan sektor-sektor yang menjadi unggulan dan prioritas agar pembagunan tersebut dapat terarah.

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Keterbatasan Sumberdaya

  dan Potensi Wilayah Analsis Daya Saing Identifikasi Potensi Ekonomi Unggulan

  

Potensi Ekonomi dan Sektor

Unggulan

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Menerapkan Travel Chart, Algoritma BLOCPLAN dan CORELAP di PT. Cahaya Bintang Medan

1 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 43

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Be

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi - Gambaran Pola Menstruasi pada Siswi SMA As-Syafi’iyah Medan Tahun 2014

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propolis 2.1.1 Komposisi propolis - Formulasi Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Gel Sebagai Anti-Aging

1 2 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin pada Preeklamsia Berat Early Onset dan Late Onset

0 0 18

Analisis Perwilayahan Komoditas Kubis/Kol Di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 10

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 17