Muh Natsir, Implementasi Kebijakan Publik

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PUBLIK

DR. MUH. NATSIR, M.Si.

i

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PUBLIK

ii

Undang-Undang Rl Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana Pasal 72:
1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud..pada ayat 1 (satu), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

PERHATIAN
KECELAKAAN BAGI ORANG-ORANG YANG CURANG
(QS Al-Muthaffifin Ayat 1)
Para pembajak, penyalur, penjual, pengedar, dan PEMBELI BUKU
BAJAKAN adalah bersekongkol dalam alam perbuatan CURANG.
Kelompok genk ini saling membantu memberi peluang hancurnya citra
bangsa, "merampas" dan "memakan" hak orang lain dengan cara yang
bathil dan kotor. Kelompok "makhluk" ini semua ikut berdosa, hidup
dan kehidupannya tidak akan diridhoi dan dipersempit rizkinya oleh
ALLAH SWT.
(Pesan dari Penerbit HASNAWATI)

iii


159

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PUBLIK

DR. MUH. NATSIR, M.Si.

DR. Muh. Natsir, M.Si. Lahir di Maccope
Kecamatan Awangpone Kabupaten Bone
Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 5
Oktober 1958. Lulus di SMA Negeri 1
Watampone Kabupaten Bone Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 1979.
Lulus pendidikan Diploma I / Akta I Jurusan Hukum / PMP
(Pendidikan Moral Pancasila) pada Fakultas Keguruan Ilmu
Sosial di Insitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ujung Pandang
(IKIP Ujung Pandang) Tahun 1980. Lulus Ujian Sarjana Muda
Jurusan Administrasi Negara di Universitas Veteran Republik
Indonesia (UVRI) Ujung Pandang Tahun 1984. Lulus Ujian
Negara Sarjana Jurusan Administrasi Negara di Universitas

Veteran Republik Indonesia (UVRI) Ujung Pandang Tahun
1986. Lulus Pascasarjana Program Magister Sains (M.Si)
Administrasi Pembangunan/Ilmu Sosial di Universitas
Hasanuddin
(UNHAS) Tahun 1997. Lulus Pascasarjana
Program Doktor (Dr) Program Studi Ilmu Administrasi Publik
di Universitas Negeri Makassar (UNM) Tahun 2013.
Tahun 1981 diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil di
SMP Negeri Bontocani Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi
Selatan. Tahun 1982 diangkat menjadi pegawai negeri sipil di
SMP Negeri Bontocani Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi
Selatan. Tahun 1983 Guru SMP Negeri 17 Ujung Pandang.
Tahun 1997 wakil Kepala SMP Negeri 17 Ujung Pandang.
Tahun 2001 sampai sekarang Dosen Kopertis Wilayah IX
Sulawesi di pekerjakan pada Universitas Islam Makassar,
Jabatan Lektor Kepala Golongan IVb.

Penerbit HASNAWATI
PENERBIT HASNAWATI MONCONGLOE


iv

Jl. Dusun Pamanjengan, Desa Moncongloe, Kecamatan
Moncongloe Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan
ISBN: 978-602-72897-4-1

158

----------, 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: FIA
UNIBRAW dan IKIP Malang.
----------, 2001. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi aksara.
----------, 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Waldo, D. 1971. Pengantar Studi: Public Administration.
Terjemahan Slamet W. Admosoedarmo. Jakarta:
Tjemerlang.
Weber, Max. 1987. Bureaucracy. Dalam Shafritz, Jay M. & Ott,
J. Steven. Classics of Organization Theory. (2nd ed.).
hlm. 81 – 86. USA ; The Dorsey Press.

Weber, Max. 2004. www.sage publication.com/ Weber Theory
(diakses Mei 2004).
Wilson, Woodrow.1987. The Study Of Administration. Dalam
Shafritz, Jay M. & Hyde, Albert C. 1987. Classic of
Public Administration. (2nd Edition). USA ; The
Dorsey Press.
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik: Proses dan
Analisis. Jakarta: C.V. Intermedia.
Wibawa, Samodra (et all). 1994. Evaluasi Kebijaksanaan
Publik. Jakarta: Raka Grafindo Persada.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Media Pressindo.
----------, 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Media Pressindo.
----------, 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses.
Yogyakarta: Med Press.
----------, 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta,
Indonesia: Media Pressindo.
Zeithaml, V.A.,A. Parasuraman dan L.LLeonard, Berry. 1990.
Delivering Quality Service: Balancing Customer

Perceptions and Expectation. NewYork: The Free
Press. Htt:/www.jstor.org/about/terms.html
Undang–Undang Dasar tahun 1945.
Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang / Jasa Pemerintah.

Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
©2016, Penerbit HASNAWATI, Moncongloe
Ukuran
: 16X24
Tebal
: 158 Halaman
Judul Buku : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
Penulis
: DR. MUH. NATSIR, M.Si.
Editor
: DR. Zulkarnain Umar, M.Si.
Penyunting : DR. Hj. Sudarmi Tajibu, M.Si.

Desain sampul dan Tata letak: Hj. Hasnawati
Penerbit
: Hasnawati
Redaksi
: Jl. Dusun Pamanjengan, Desa Moncongloe,
Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Provinsi Sulawesi Selatan.
Tel +6282394992009
Email : hasnawatip@yahoo.com
Distributor Tunggal :
CV. Sinar Pagi
Dusun
Pamanjengan, Desa
Moncongloe, Kecamatan
Moncongloe Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan.
Tel +6281355561297
Email : hasnawatip@yahoo.com
Cetakan pertama, Desember 2016
ISBN: 978-602-72897-4-1


v

157

- Ali bin Abi Thalib "Ilmu lebih utama daripada harta. Sebab ilmu warisan para
nabi adapun harta adalah warisan Qorun, Firaun dan lainnya.
Ilmu lebih utama dari harta karena ilmu itu menjaga kamu,
kalau harta kamulah yang menjaganya."

- Confucius "Ciri orang yang beradab ialah dia sangat rajin dan suka
belajar, dia tidak malu belajar daripada orang yang
berkedudukan lebih rendah darinya."

vi

Sherlock, Stephen, “Combating Corruption in Indonesia ? The
Ombudsman and the Assets Auditing Commission”,
Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 38,
No.3, 2002, pp.376-383.
Simon, Herbert, A. 1957. Administrative Behaviour, New York:

Free Press.
Simons, Robert, Control in an Age of Empowerments, Harvard
Business Review, March-April, 1995.
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori
dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik. Konsep,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Subarsono, AG. (2011) Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suharto Edi. 2005. Analisis kebijakan Publik (Panduan Praktis)
Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial.
Tachjan. (2006). Implementasi Kebijakan Publik. Bandung:
Lemlit Unpad.
Tachjan, 2008. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung:
Lemlit Unpad.
Tahir, Arifin. 2010. Kebijakan Publik & Transparansi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta:
Pustaka Press Indonesia.
Tjokrowinoto, M. 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Van Meter. D. S and Vanhorn C. E. 1975. The Policy
Implementation Process.Departement of Political
Science, Ohio, USA.
Van meter dan Van Horn. 1978. Developing Performance
Monitoring in public sector Organization, new York.
Van Meter, D. & Van Horn, C. 2004. The policy
implementation process: A conceptual framework.
Administration & Society.
Wahab, Sholichin, Abdul. 2005. Analisis Kebijakasanaan: Dari
formulasi ke Implementasi. Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi aksara.
----------, 1997. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.

156

----------,1984. Analysis For Public Decisions. New York:
Elsevier Science Publishers.
Riggs, Fred W. (ed). 1971. Frontiers of Developing
Administration. Durhan, North Carolina: Duke
University Press.

Ripley, Randal B. dan Grace A. Franklin. 1986. Policy
Implementation and Bureaucracy. 2nd Ed. Chicago:
Dorsey Press.
Robert V. Presthus. 1958. Toward a Theory of Organization
Behavior, Administrative Science Quarterly, Vol. 13,
June, 1958.
Robbin, Stepen, P. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain, &
Aplikasi. Terjemahan Yusup Udaya. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
----------, 1996. Perilaku Organisasi: Konsep – Kontropersi
Aplikasi. Terjemahan Hadyana Pujaatmaka. Jakarta:
PT. Prenhallindo.
----------, 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Prenhalindo.
Rondinelli, Dennis A. 1990. Proyek Pembangunan Sebagai
Manajemen Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Rosenbloom and Kravchuk. 2002. Public Administration :
Understanding Management, Politics, and Law in the
Public Sector, Boston: McGraw-Hill,.
Said, Mas’ud. 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang:
UMM Press.
Samodra Wibawa. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Saefullah, A. D. 1996. Etika Jabatan Publik. Bandung: LAN.
----------, 1999. Konsep dan Metode Pemberian Pelayanan Yang
Baik. Bandung: Dirjen PUOD Depdagri dan FISIP
Unpad.
Sabatier, P.A., and Mazmanian, D. 1979. “The Conditiong of
effective Implementation” dalam policy Analysis.
5,481-504.
Sabatier, Paul. 1986. “Top down and Bottom up Approaches to
Implementation Research” Journal of Public Policy 6,
(Jan), h. 21-48.

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil Alamin,
segala kemuliaan, ilmu pengetahuan dan kebenaran berpikir
serta bertindak hanyalah milik Allah Subhanahu Wata’ala,
sedangkan milik penulis hanyalah kekeliruan dan kesalahan.
Oleh sebab itu perkenankanlah permohonan maaf saya, sebagai
penulis apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam buku
referensi ini dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PUBLIK”.
Kebijakan Publik merupakan salahsatu pokok bahasan
yang paling banyak dibicarakan, baik dikalangan akademisi,
praktisi, maupun masyarakat awam. Masingmasing memiliki
persepsi yang berbeda. Kaum akademisi mengkaji kebijakan
publik sebagai produk politik, produk hukum, bahkan sebagai
media untuk memecahkan masalah (problem solver). Kalangan
praktisi memandang kebijakan publik sebagai rangkaian
peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam
bertindak. Sementara masyarakat umum mengidentikkan
kebijakan publik dengan keberpihakan pemerintah terhadap
suatu isu. Berbagai perspektif inilah yang mendorong
berkembangnya studi kebijakan publik, termasuk studi tentang
implementasi kebujakan publik. Sebaik apapun substansi suatu
kebijakan publik, akan berfaedah jika diimplementasikan.
Implementasi kebijakan publik pada hakikatnya merupakan
jembatan antara visi dan realitas.
Tulisan tentang implementasi kebijakan publik sudah
banyak dipublikasikan, namun belum mengupasnya dari sisi
administrasi publik. Ada anggapan bahwa implementasi
kebijakan publik merupakan proses birokrasi semata. Padahal
dalam perspektif administrasi publik, implementasi kebijakan
publik merupakan proses yang kompleks, melibatkan dimensi
organisasi, kepemimpinan, bahkan manajerial dari pemerintah
sebagai pemegang otoritas. Buku referensi ini ingin berusaha
menguraikan kompleksitas tersebut agar terbentuk pemahaman
baru tentang implementasi kebijakan publik. Penulis menyadari
bahwa buku referensi ini masih jauh dari sempurna, karena itu
vii

155

kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk
memperkaya materi buku referensi ini.
Buku referensi ini dapat diselesaikan, bukanlah sematamata hasil renungan atau kemampuan menalar murni penulis,
akan tetapi dipahami dari berbagai literatur, sebagaimana yang
telah penulis cantumkan dalam daftar pustaka. Penulis
hanyalah sosok manusia yang tidak memiliki apa-apa,
termasuk ilmu implementasi kebijakan publik. Penulis hanya
mencari dan berupaya mempelajari ilmu pengetahuan dibidang
implementasi kebijakan publik. Oleh sebab itu sewajarnyalah
penulis menghaturkan banyak terima kasih apabila diantara
pembaca buku referensi ini ada memberikan masukan untuk
penyempurnaan selanjutnya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada seluruh
rekan civitas akademika Universitas Islam Makassar yang turut
membantu menyelesaikan buku referensi ini. Selanjutnya
teristimewa kepada istri tercinta Hj. Hasnawati., anak-anakku
yang tersayang: Saharudin, S.Pdi, Aminuddin, S.Pd.,M.Pd.,
Habibie, S.Sos., M.I.Kom., Muhammad Ridwan, S.E., Siti
Hardiyanti Natsir, dan Melda Ramadhania Natsir, yang
dengan tulus memberikan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan buku referensi ini.
Bagi penulis, terbitnya buku referensi ini memiliki arti
penting sebagai catatan pemikiran penulis. Besar harapan
penulis untuk dapat berbagi butir-butir pemikiran dengan
masyarakat yang memperluas khazanah literature dan
menambah Referensi tentang studi implementasi kebijakan
publik.
Semoga buku Referensi ini dapat berpungsi sebagai
sarana untuk mencapai kebenaran ilmu pengetahuan terutama
di bidang kebenaran ilmu implementasi kebijakan publik.
Amin.
Moncongloe, Desember 2016
Penulis
DR. Muh. Natsir, M.Si
viii

----------, 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi,
dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
----------, 2004. Kebijakan Publik (Foarmulasi, Implementasi,
dan Evaluasi). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
----------, 2008. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
----------, 2008. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Osborne, David dan Ted Gaebler. 1992. Reinventing
Government: How The Entrepreneurial Spirit is
Transforming The Public Sector, New York: A Plume
Book.
Osborne, David and Peter Plastrik. 1997. Banishing
Bureaucracy The Five Strategies for Reinventing
Government, California-New York, USA: AddisonWesley Publishing Company Inc. Massachusets.
----------, 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha, Jakarta: Victor Jaya Abadi.
Parenti, Michael. 1994. Democracy for The Few (fifth edition).
New York: St. Martin’s Press.
Parsons, D.W. 1997. Public Policy : An Introduction to the
Theory and Practice of Policy Analysis. London:
University Cambridge.
Parson, W. 1997. Public Policy, An Introduction to the Theory
and Practice of Policy Analysis. U.K, Aldershot
Edward Elgar Publishing.
Parsons Wayne. 2005. Public Policy : Pengatar Teori &Praktik
Analisis Kebijakan. 2001 Edward Elgar Publishing,
Ltd, Edisi Pertama, Cetakan Ke-1.
Parasuraman,A,Valeri Zeithamal dan Leonard Berry. 1988.
SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring
Consumer Perception of Service Quality.Journal of
retailing,64:12-40.
Poerwadarminta. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Quade, E.S. 1977. Analysis for Public Decisions. New York:
Elsevier.

154

Mc. Andrew, Colin, dan Ichlasul Amal. 1995. Hubungan Pusat
Daerah dalam Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Mas’oed Muchtar. 1997. Politik Birokrasi dan Pembangunan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mazmanian, D.A., dan Sabatier, P. A. 2003. Implementation
and Public Policy. London: Scott, Forestman and
Company.
Mazmanian, Daniel A and Paul A. Sabatier. 1983.
Implementation and Public Policy. USA (United States
of America): Scott Foresman and Company.
Miles, Matthew B., A. Michael Huberman, dan Johnny
Saldaña,(eds). 2014. Qualitative data analysis: a
methods sourcebook (3th ed) Thousand Oaks, CA:
Sage Publications.
Miles, M.B dan Huberman, A.M. 1992. Analisa Data Kualitatif.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Myers, Michele Tolela and Gail E. Myers .1988. Managing By
Communication, New York, New Newsey, London,
Mc. Graw Hill Int. Book. Co.
Mertins, Herman, Jr, Frances Burke, Robert W. Kweit, and
Gerald M. Pops. 1998. Applying Standards and Ethics
in The 21st Century, Washington D.C. : ASPA,.
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Montgomery, John D dan William J. Siffin. 1966. Approaches
to Development : Politics, Administration and Chang,
New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Moekijat. 1985. Analisa Kebijakan Publik. Bandung: Mandar
Maju.
Natsir, Muh. 2013. Implementasi Kebijakan Kepemilikan
Sertifikat Hak Atas Tanah di Kabupaten Gowa.
Disertasi. Program Pascasarjana Univeritas Negeri
Makassar.
Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan Publik Formulasi,
Implementasi dan Evaluasi. Jakarta, Indonesia: Elex
Media Komputindo.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................... vii
Daftar isi
..................................................................... ix
BAGIAN 1 KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK .................... 1
1.1 Konsep “Kebijakan” Dan “Publik” ............. 1
1.2 Pengertian Kebijakan Publik ...................... 23
1.3 Kebijakan Pemerintah ................................ 29
BAGIAN 2 PROSES IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PUBLIK .................................... 32
2.1 Proses Implementasi .................................. 32
2.2 Determinan Implementasi Kebijakan.......... 35
2.3 Model Implementasi Kebijakan .................. 37
BAGIAN 3. PENDEKATAN IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN ................................................... 85
3.1 Pengertian Implementasi Kebijakan ........... 85
3.2 Pendekatan Implementasi Kebijakan .......... 93
3.3 Penilaian Kebijakan ................................... 100
BAGIAN 4 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK....... 102
4.1 Implementasi Kebijakan ............................. 102
4.2 Implementasi Kebijakan Dalam
Kebijakan Publik........................................ 104
4.3 Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Publik ........................................................ 107
BAGIAN 5 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK....... 114
5.1 Paradigma Administrasi Publik .................. 114
5.2 Konsep Pelayanan Publik ........................... 131
5.3 Kepemimpinan Birokrasi ........................... 148
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 150

ix

153

Jabbra, JG. And Dwivedi, OP. 1989. Public Accountability.
Connectiont Kumarian Press, Inc
Jones, C. O. 2004. Pengantar kebijakan Publik (terjemahan).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jones, C. O. 1984. An Introduction to the Study of Public
Policy. Third Edition. California: Wadsworth, Inc.
----------, 1994. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy).
Terjemahan Ricky Istanto. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
John M. Pfiffner & Frank P. Sherwood. 1960. Administration
Organization. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliffs.
Kasim, Azhar. 2001. “Perubahan Pendekatan Ilmu
Administrasi Publik dan Implikasinya Terhadap Studi
Kebijakan”, Jurnal Bisnis & Birokrasi, September,
2001.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63
Tahun 2003 tentang Pelayanan Publik.
Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan.
Keban Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategi Administrasi
Publik; Konsep, Teori dan Isu (Edisi Pertama).
Yogyakarta: Gava Media.
Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik. Edisi Kedua Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Gava Media.
Kingley, G. Thomas. 1996. Perspective on Devolution, APA
Journal, Auttumn.
Komorotomo, Wahyudi. 1999. Etika Administrasi Negara,
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Lane, Jan Erick. 1995. The Public Sector. Concept, Models and
Approaches. London: Sage Publications.
Lineberry, Robert L. 1978. American Public Policy. New York:
North Western University Harper & Row, Publiser.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh,
Yogyakarta: Penerbit Andi.

152

Grindle, Merilee S and Thomes, John W. 19991. Public
Choices and Policy Change: Political Economy of
Review in Developing Courntries Baltimore and
London: The John Hopkins University Press.
Grindle. 1972. Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Harold D. Laswell, Abraham Kaplan. 1970. Power and Society.
New Haven: Yale University Press.
Henry, Nicholas. 1989. Public Administration and Public
Affairs, fouth edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs,
New Jersey.
Hill Horn, C. & Michael. 1993. The Policy Process in the
Modern Capitalist State. New York: Harvester
Wheatsheap.
Hill, M. (ed.). 1997. The Policy Process : A Reader. London:
Harwester Wheatsheap.
Hogwood, B.W. & Lewis A. Gunn. 1984. Policy Analysis for
The Real World. New York: Oxford University Press.
Hogwood, Brian W., and Lewis A. Gunn. 1986. Policy Analysis
for the Real World. Oxford: Basil Black Well.
Hogwood, Brian W., and Gunn, Lewis A. 1986. Policy Analysis
For the Real World. Oxford University Press.
Howlet, Michael and Rames, M. 1995. Studying Public Policy :
Policy Cycles and Policy Subsystems. Oxford
University Press, Toronto, Cahapter 1.
Howlett, Michael and M. Ramesh. 1995. Stuying Public Policy:
Policy Cycles and Policy Subsystem. Oxford
University Press. Toronto-Newyork-Oxford.
Hogwood, B. W., and Gunn, L. A. 2004. Policy Analysis for
The Real World. New York: Oxford University Press.
Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
----------, 2001. Prinsip-prinsip Kebijakan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara.
----------, 2003. Prinsip prinsip Perumusan Kebijakan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.

1

BAGIAN 1 KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK
1.1 Konsep “Kebijakan” Dan “Publik”
Mengawali diskusi kebijakan publik seharusnya
mempertimbangkan apa makna ide mengenai publik untuk
menjelaskan perkembangan konsepnya dalam teori dan praktik.
Hal ini merupakan masalah yang penting dalam melihat fakta
berubahnya secara serius ide publik yang terjadi pada tahuntahun belakangan ini di negara Anglo Saxon di manapun.
Dalam hal ini marilah kita mulai dengan istilah-istilah
yang umum digunakan :
 Kepentingan publik;
 Pesanan publik;
 Sektor publik;
 Barang publik;
 Akuntabilitas publik;
 Akuntabilitas publik;
 Transportasi publik;
 Terminal Publik;
 Opini publik;
 Hukum publik;
 Kesehatan publik;
 Pendidikan publik;
 Penyiraman pelayanan publik;
 Toilet publik;
 Akuntabilitas publik..
Dapat kita menyatakan bahwa ‘kebijakan publik’ harus
bekerja dalam bidang tersebut yang dirancang sebagai ‘publik’,
sebagai lawan dari ide mengenai ‘privat’. Ide mengenai
kebijakan publik mensyaratkan adanya bidang atau ranah
kehidupan yang bukan privat atau individual murni, melainkan
umum. Publik berdiri atas dimensi aktivitas manusia yang
dipandang membutuhkan perintah dan regulasi atau intervensi
sosial, atau paling tidak tindakan umum.
Apakah bidang publik memerlukan suatu bentuk analisis
yang berbeda dibandingkan privat, atau dunia bisnis ? Bagi

2

setiap mahasiswa politik modern pertanyaan ini amat akrab,
tetapi hubungan antara ‘publik dan privat’ merupakan tema
yang tetap bertahan yang dapat kita lacak kembali pada awal
kesadaran masyarakat sipil. Pada bagian ini kita akan
memberikan kerangka secara ringkas tentang sisi utama
perkembangan konsep-konsep ini pada masyarakat Barat dan
berupaya dengan sungguh-sungguh memperlihatkan bagaimana
pengetahuan mengenai sejarah ide-ide yang melatar
belakanginya bagi mahasiswa kebijakan publik pada akhir abad
ke-20. Sebagaimana akan kita lihat nanti, terdapat ketegangan
atau konflik antara apa yang disebut ‘publik’ dan ‘privat’, dan
itu penting untuk mempelajari kebijakan ‘publik’ seperti yang
disampaikan pada argumen dalam kontek historis yang lebih
luas.
Titik awalnya adalah dari Yunani Kuno dan Romawi.
Konsep-konsep mengenai publik dan privat berawal dari
negara-negara romawi, mereka mendefinisikan dua dunia dalam
istilah res publica dan res priva. Ide mengenai publik dan privat
Yunani mungkin diekspresikan dalam istilah-istilah Koinion
(secara sederhana, publik) dan Idion (kurang lebih, privat).
Analisis Hannath Arendt mengenai dikotonomi publik dan
privat Yunani dapat diringkaskan dalam seperangkat hal yang
berlawanan berikut ini dalam Saxonhouse, (1983).
 Negara
 rumah tangga
 Publik
 privat
 Terbuka  tertutup
 Laki-laki  perempuan
 Datang
>< berangkat
 Kebebasan  kepentingan
 Persamaan  ketidaksamaan
 Keabadian  kematian
Sebagaimana ditulis Saxonhouse, hal ini merupakan
suatu karakteristik lingkup atau garis demarkasi antara dua
dunia yang selalu disederhanakan. Dalam teori dan praktik,
yang “tragis” antara dua bidang. Sesungguhnya, Saxonhouse
menyatakan bahwa tidak ada konsepsi tunggal relasi antara dua,
dan suatu studi literatur dari Yunani Kuno menyatakan bahwa

151

Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2000. “The New
Public Service: Service Rather than Steering”. Public
Administration Review 60 (6).
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2003. “The New
Public Service: An Approach to Reform”.
International Review of Public Administration 8 (1).
Dunn, William, N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik
Edisi Kedua. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
----------, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi
kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
----------, 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: PT
Hanindita Graya Widya.
Edward III, George. C. 1980. Implementation Public Policy,
Congressional Quarterly Press, Washington DC. USA:
New Jersey.
Edward III, George C (edited). 1984. Public Policy
Implementing. London-England: Jai Press Inc.
Frederickson, H. George. 1984. Administrasi Negara Baru.
Terjemahan Al-Ghozi Usman. Jakarta: LP3ES.
----------, 1997. The Spirit of Public Administration. San
Francisco: Jossey – Bass Publishers.
Giddens, Anthony . 1986. Capitalism and Social Modern
Theory : An Analysis of Writing of Mark, Durkheim
and Max Weber, atau Kapitalisme dan Teori Sosial
Klasik dan Modern : Suatu Karya Tulis Marx,
Durkheim dan Max Weber, terjemahan Soeheba K.,
Jakarta : UI Press.
Grindle, Merilee S. 1980. Political Theory and Policy
Implementation in the Third World, NJ. Princeton
University Press.
Grindle, M. S. & John W. Thomas. 1980. Public Choices and
Policy Change: The Political Economy of Reform in
Developing Countries. London: John Hopkins
University Press.
Grindle, Merille S. 1980. Politics and Policy Implementation in
The Third World. Princeton University Press: New
Jersey.

150

3

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukur. 1991. Budya Birokrasi di Indonesia, dalam
Alfian dan Nazaruddin Syamsudin (eds), Profil Budaya
Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafitti.
Abdul Wahab, Sholichin. 2005. Analisis Kebijakan dari
Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara.
----------, 1997. Evaluasi Kebijakan public. IKIP Malang:
penerbit FIA Unibraw.
Anderson, James E. 1969. Public Policy Making. 2nd Edition.
New York: Holt, Rinehart and Winston.
----------,2010. Public Policy Making. Chicago: Holt, Rinehart
and Winston.
----------,1978. Public Policy Making. Chicago: Holt, Rinehart
and Winston.
----------, 1979. Public Policy Making. NewYork: Holt, Rinehart
and Winston. Chapetr 1, 2, 3.
----------,1975. Public policy making. Great Britain: Thomas
Nelson and sons Ltd.
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung:
AIPI
----------, 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta.
Bardach, Eugene. 1977. The Implementation Game. Cambridge:
MIT Press.
Bridgman, J. & Davis G, 2000, Australian Policy Handbook,
Allen & Unwin, NSW
Buse, K., Mays. N., Walt, G. 2005. Making Health Policy.
Maidenhead: Open University Press.
Denhardt, RB. 1991. Public Administration, An Action
Orientation, California : Pacific Grove, Brooks/Cole
Publishing Company.
Denhardt, Janet V. dan Robert B. Denhardt. 2003. The New
Public Service: Serving, not Steering. Armonk, New
York: M.E Sharpe.

paling tidak ada tujuh konseptualisasi permasalahan yang benarbenar berbeda yang dapat dilihat antara konflik permintaan
publik dan privat. Hal tersebut terdapat dalam karya Aristoteles
yang ditemukan paling awal dalam upaya menemukan beberapa
macam pemecahan konflik antara publik dan privat pada ide
mengenai ‘polis’ sebagai bentuk tertinggi dari perkumpulan
manusia.
Pencarian terhadap beberapa rencana dengan jalan mana
persoalan antara publik dan privat ini dapat dipecahkan atau
dilakukan mediasi yang telah menggemakan sejarah pemikiran
politik dimasa sekarang. Pada abad ke-19 pemecahan masalah
antara bidang publik dan privat ditemukan formulasinya yang
paling kuat dari ide para ahli ekonom politik. Itulah formulasi
‘masalah’ tentang relasi antara bidang publik dan privat yang
terus mendominasi argumentasi konteporer tentang peranan
kebijakan ‘publik’.
Para ahli ekonomi politik, kita mengatasi ketegangan
antara publik dan privat seperti dalam istilah ‘kepentingan’
adalah didalam penyebaran, ide mereka mengenai pasar. Seperti
yang diungkapkan Habermas pada awal abad ke-19, ‘bidang
publik’ berkembang di Inggris di luar garis perbatasan yang
jelas antara kekuasaan publik dan lingkungan ‘privat’. Melalui
tekanan pasar maksimisasi kepentingan individual dapat
menjadi promosi yang terbaik ‘kepentingan publik’.
Pelaksanaan fungsi pilihan individual yang bebas dari
kebebasan dapat meningkat baik kepentingan individu-individu,
maupun kebaikan dan kesejahteraan publik. Peranan negara dan
ilmu politik adalah untuk menciptakan kondisi agar kepentingan
publik berjalan aman. Pemerintah dianggap melakukan yang
terbaik bila hal yang dilakukannya seminimum mungkin. Bagi
para ahli ekonomi politik, hal ini bukan berarti negara sudah
semestinya tidak terlibat dalam penyediaan fasilitas ‘publik’,
tetapi menjadi garis krusial perbatasan adalah kebebasan
ekonomi. Kepentingan publik dalam masalah ini merupakan
yang paling mungkin dilayani bila kepentingan-kepentingan
tentang kebebasan ekonomi dan pasar difasilitasi oleh negara,
daripada dihambat atau diatur.

4

Peraturan merupakan hasil yang bersifat spontan dan
esensial dari pilihan-pilihan privat. Intervensi publik yang
pertama dikehendaki sehingga mengamankan kerangka kerja
hukum, hal dan peraturan, daripada melakukan campur tangan
dengan keseimbangan alamiah yang merupakan hasil dari
kepentingan diri. Dalam kepentingan privat merupakan bagian
dari kepentingan publik. Pernyataan inti dari pandangan ini
dapat ditemukan di dalam tulisan Adam Smith Wealth of
Nations (1976) dan James Mill, Torrens, Mc Culloch dan
orang-orang yang mempopulerkannya Parsons, (1989).
Penjelasan mengenai publik sebagai ruang yang esensial
yang tidak melibatkan campur tangan dalam aktivitas ekonomi
dan bisnis dan dalam mana terdapat batas yang didefinisikan
dengan baik antara bidang publik dan privat ini adalah
berlawanan dengan tradisi Eropa kontinental yang menyatakan
publik mencakup bisnis dan perdagangan dan kehidupan
‘privat’ yang jauh lebih luas daripada yang berkembang di
Amerika Serikat dan Inggris. Ide liberal dari suatu perbedaan
yang jelas antara publik dan privat mulai sejak akhir abad ke-19
hingga kini. Penetrasi kebijakan publik masuk ke dalam apa
yang oleh para ekonomi politik dinyatakan bahwa privat
mengambil tempat dihampir semua medan dalam ‘kehidupan
sosial’. Pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, perumahan,
perencanaan kota, semua merupakan hal yang menjadi subyek
regulasi dan/atau campur tangan negara Heidenheimer et. Al,
(1990). Proses kolektivisasi ini dalam bidang publik mengambil
tempat pada waktu yang berbeda diberbagai negara industri,
tetapi selalu demi alasan berbagai persoalan tertentu dan tidak
lagi dilihat sebagai ‘privat’ murni.
Pertengahan abad ke-19, J.S. Mill telah memberikan
kriteria inti untuk pergeseran perbatasan, yaitu ‘jahat dan
rusak’. Privat merupakan bidang yang tidak jahat atau merusak
terhadap lainnya Mill, (1968). Masalahnya adalah, bahwa
penjelasan mengenai ‘jahat’ telah berubah dan meluas seiring
makin bertambahnya informasi mengenai masalah-masalah
sosial dan lainnya yang memperkuat perhatian terhadap
tanggung jawab publik dari tindakan-tindakan privat dan

149

Jika kepemimpinan birokrasi pemerintahan dilakukan
dengan merujuk kepada pengertian ideal tentang kepemimpinan,
maka hubungan antara pemerintah dengan rakyat dapat berjalan
dengan baik, karena didalamnya tidak ada perilaku kursif/miring
dari aparat pemerintah. Paul Hersey dan Kenneth Blanchard
(dalam Myers & Myers,1998), intinya menyatakan bahwa,
pemimpin yang berhasil adalah mereka yang selain memiliki
kemampuan peribadi tertentu, juga mampu membaca keadaan
anak buah dan lingkungannya. Model ini bertitik tolak dari
pendekatan situasional yang berpedoman pada tidak ada gaya
kepemimpinan yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap
situasi, gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan
tingkat kematangan atau kemampuan anak buah.
Dalam perspektif organisasional yang menekankan aspek
sosial, kepemimpinan birokrasi berlindung dibalik peraturan dan
tidak menempatkan rakyat dalam kesetaraan. Mengutip pendapat
William J. Reddin, dari The 3-D Management Style Theory, “gaya
kepemimpinan birokrasi pada umumnya memiliki orientasi tugas
ringan, hubungan lemah, menaruh perhatian pada aturan ataupun
prosedur demi kepentingan mereka sendiri, dan karena ingin
menjaga serta mengawasi situasi dengan menggunanakan aturan
serta prosedur, mereka sering terlihat amat berhati – hati”. Jika
model kepemimpinan birokrasi, dalam konotasi negatif tersebut
dipertahankan, alangkah mengkhawatirkannya bagi upaya
memperbaiki kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan
kepada publik lebih baik.
Karena itu, reformasi aparatur di lembaga pemerintah,
harus meminimalisir nilai–nilai negatif masyarakat mekanistik dan
menghasilkan aparat maupun pemimpin yang berpihak pada
kepentingan publik. Mencari model kepemimpinan ideal dalam
birokrasi pemerintah, harus kembali ke makna birokrasi Max
Weber yang ideal. Karena itu, selayaknya jika ditekankan pada
reformasi aparat dan lembaga pemerintah untuk mengikis
belenggu birokratis sebagai bentuk penyimpangan pelaksanaan
organisasi pemerintahan yang ideal.

148

Menurut Winarno (2007) Meter dan Horn
mengidentifikasi enam variabel yang harus dimiliki organisasi
pelaksana. Variabel-variabel tersebut harus dicermati dalam
rangka evaluasi. Keenam variabel itu secara garis besarnya
adalah: 1) Kompetensi dan jumlah staf. 2) Rentang dan derajat
pengendalian. 3) Dukungan politik yang dimiliki . 4) Kekuatan
organisasi . 5) Derajat komunikasi dan kebebasan komunikasi.
6) Keterkaitan dengan kebijakan.
5.3 Kepemimpinan Birokrasi
Upaya meningkatkan pelayanan kepada publik dan
menciptakan
kekuatan
masyarakat
madani,
diperlukan
kepemimpinan birokrasi yang mampu berinteraksi dan
berkomunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat. Kepemimpinan
dalam perspektif komunikasi adalah suatu kegiatan komunikasi
untuk mempengaruhi orang-orang supaya dapat bekerjasama
dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Sejalan dengan itu,
Haiman (dalam Bass, 1974) menyatakan, “kepemimpinan adalah
kemampuan mempengaruhi dalam proses interaksi melalui
pembicaran ataupun melalui perilaku orang lain”.
Menurut Keith Davis (1972), “ kepimimpinan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui komunikasi
dan aktivitas lainnya secara bersemangat dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditentukan”. Senada dengan Rogers dan
Svenning (1969), menegaskan, “kepemimpinan merupakan
kemampuan bertindak dan berkomunikasi untuk mempengaruhi
orang lain sesuai dengan jalan yang diinginkan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan”.
Esensinya,
unsur-unsur
yang
menonjol
dalam
kepemimpinan adalah, kemampuan berkomunikasi untuk
mempengaruhi seseorang atau kelompok dengan cara yang tidak
memaksakan kehendak. Tetapi kegiatan mempengaruhi sebagai
satu hal yang tidak mudah dilakukan, karena berbagai macam
kendala yang dipunyai pemimpin maupun pengikut. Sehingga
pada pemimpin dalam lembaga pemerintah seringkali
menggunakan aspek kekuasaan legal formal untuk memaksa agar
masyarakat mengikuti apa kemauannya.

5

mendukung pendapat mengenai perlunya dilakukan reformasi.
Utilitarianisme dari Mill dan Bentham juga memberikan ujian
penting lainnya bagi penentuan kebijakan publik, yakni
kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar.
Menjelang awal abad ke-20, konsepsi liberal mengenai
‘publik’ dan ‘privat’ telah mengalami perubahan yang amat
besar. ‘liberalisme baru’ seperti yang diungkapkan oleh Dewey
di Amerika, dan Hobhouse dan Keynes di Inggris melemparkan
pokok perbandingan tentang ide bahwa pasar dapat
diberlakukan didalam kepentingan ‘publik’ dan ‘privat’ atau
membiarkannya menjadi aturan yang spontan. Menurut Dewey
maupun Keynes hal tersebut merupakan pengetahuan menurut
istilah Dewey, intelegensi yang pengorganisasi kini dapat
memberikan alat untuk menyeimbangkan dan menyempurnakan
bidang dan kepentingan publik dan privat, yaitu laissez faire
yang telah mendapatkan tempat tersendiri. Dari titik tumpu
liberalisme baru ini, bentuk governance yang dapat diketahui
lagi adalah kunci dalam memecahkan konflik antara tuntutan
publik dan privat. Tentu saja ini bukan ide baru Plato telah
sejak lama juga memberikan kesimpulan bahwa para filosof
mencetak raja terbaik.
Hal ini dalam konteks ‘liberalisme baru’ seperti yang
disampaikan oleh Dewey dan perjanjian Baru Roosevelt dan
administrasi dan reformasi zaman perang, bahwa ‘kebijakan
publik’ telah berkembang. Seperti halnya yang dicatat Lasswell,
ilmu-ilmu kebijakan seperti yang berkembang setelah perang
dunia ke dua merupakan ‘suatu adaptasi dari pendekatan umum
untuk kebijakan publik yang merupakan saran dari Dewey dan
kolega-koleganya’ Lasswell, (1971).
Dalam era liberal ide-ide mengenai tujuan pembuatan
kebijakan publik didasarkan pada kepercayaan bahwa peranan
negara adalah untuk mengelola ‘publik; dan masalah-masalah
yang dihadapinya, sehingga dapat menangani aspek-aspek
kehidupan sosial dan ekonomi tersebut dimana pasar tidak
mampu mengatasinya. Kunci untuk keberanian baru ini adalah
perkembangan proses pembuatan keputusan dan kebijakan yang

6

lebih banyak menggunakan pengetahuan daripada dilakukan di
masa lalu.
Liberalisme ‘lama’ tidak berarti mati, tetapi masih
menunjukkan tanda-tanda kehidupan sampai 1970-an. Tuntutan,
bahwa governance yang banyak diketahui dapat ‘mengatasi’
atau melakukan mediasi hubungan antara kepentingan publik
dengan kepentingan privat dengan lebih baik mulai mendapat
tanggapan yang kurang baik di era stagfalasi. ‘Keynesian’
memberikan inspirasi kepada menejemen ekonomi dan
reformasi kesejahteraan yang liberal tampaknya justru lebih
banyak menciptakan masalah daripada memecahkannya. Dalam
hal ini konsep invisible hand dari Adam Smith kembali
menunjukkan kekuatannya.
Pendekar-pendekar dari ‘kanan baru (sic)’ adalah Hayek
dan Friedman. Mereka menyatakan, bahwa usaha menggunakan
kebijakan publik untuk mempromosikan ‘kepentingan publik’
ini agar pengaruhnya kuat kurang sempurna. Seperti dinyatakan
para ahli ekonomi politik abad ke-19, kepentingan publik yang
hanya dapat disempuranakan melalui pemberian keleluasaan
kepentingan privat. Jawaban dari para anggota kelompok
‘kanan baru’ adalah mengontrakkan ‘sektor publik’ dan
memperluas penggunaan mekanisme pasar untuk memberikan
jaminan lebih kuat bahwa sektor publik akan berfungsi kalau
pasar, ‘sektor privat’, prinsip-prinsip ‘manajemen’ juga
berfungsi baik. Salah satu konsekuensi berkembangnya negara
sebagai alat rujuk antara kepentingan publik dan kepetingan
privat adalah berkembangnya birokrasi sebagai bentuk
organisasi yang lebih rasional Weber, (1991). ‘Administrasi
Publik’ yang melalui sekelompok pelayanan masyarakat
mengemban tugas yang dikehendaki masyarakat pemilih.
Karena itu, birokrasi publik berbeda dengan yang ada di
sektor privat (bisnis, perdagangan dan industri) karena ia lebih
banyak dimotivasi oleh kepentingan nasional dibandingkan
sektor privat. Bagi para ahli ekonomi, politik (dan kanan baru)
hanya pasar yang dapat memberikan keseimbangan antara
kepentingan privat dan kepentingan publik, 'liberalisme baru’
didasarkan pada suatu kepercayaan bahwa Administrasi Publik

147

oleh pengalaman, pendidikan, kelas sosial, usia, dan tempat
tinggal (asal desa/perkotaan).
Kinerja Layanan benar-benar membutuhkan waktu.
Kehilangan pelanggan tidak hanya menunjukkan ketidak
mampuan untuk memenuhi harapan tetapi juga menunjukkan
kinerja yang tidak memenuhi standar. Mengacu pada kebijakan
yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara, standar pelayanan publik organisasi penyelenggara
pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:
1. Prosedur Pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan
termasuk pengaduan.
3. Biaya pelayanan atau tarif termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4. Produk Layanan, yaitu hasil pelayanan yang akan diterima
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana, yaitu penyediaan sarana dan prasarana
pendukung pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanan publik
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan yang harus
ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian,
keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Implementasi kebijakan merupakan proses dinamis.
Dalam model Meter dan Horn terlihat bahwa tanggapan para
pelaksana terhadap kebijakan didasarkan pada persepsi-persepsi
dan interpretasi para pelaksana terhadap tujuan-tujuan
kebijakan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan akan mempunyai
dampak yang tidak langsung pada kecenderungan para
pelaksana melalui kegiatan-kegiatan pelaksana. Ukuran-ukuran
dasar dan tujuan-tujuan merupakan landasan bagi para pejabat
untuk berhubungan dengan pelaksana-pelaksan kebijakan dalam
organisasi-organisasi lain. Untuk membangun loyalitas para
pelaksana, pejabat-pejabat di tingkat atas dapat menggunakan
berbagai cara melalui kekuasaan yang dimilikinya.

146

seperti yang dirasakan pelanggan. Ada kepedulian dengan
penuh perhatian secara individual terhadap pelanggan.
Hubungan antar manusia (personal relation) berkaitan
dengan interaksi antara petugas pelayanan merupakan
dimensi penting. Hubungan antar manusia yang baik adalah
menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara
menghargai, menjaga rahasia, menghormati hak dan
memberikan cukup perhatian serta mendengarkan keluhan
dan berkomunikasi secara efektif juga penting.
Berdasarkan dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang
telah diuraikan di atas akan digunakan untuk menilai apakah
kualitas jasa pelayanan yang disediakan provider (penyedia)
telah memenuhi sifat-sifat pelayanan yang berkualitas atau
sesuai dengan harapan pelanggan. Hal ini berarti bahwa
pelangganlah yang memberikan penilaian menyeluruh atas
keunggulan jasa yang disediakan pemerintah. Sebagaimana
dikemukakan Jasfar (2005) mengatakan bahwa "citra kualitas
yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi
pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau
persepsi konsumen. Konsumenlah yang berhak menilai, karena
mereka yang menikmati layanan". Hal senada juga diungkapkan
Lovelock.at.al. (2005) mengatakan bahwa: Setelah pelanggan
membeli atau menggunakan jasa layanan, maka pelangganlah
yang membandingkan kualitas yang diharapkan dengan apa
yang benar-benar mereka terima. Pelanggan akan senang
apabila pelayanan yang diterima di atas tingkat yang mereka
inginkan. Jika pelayanan yang diterima dalam batas toleransi,
pelanggan menilai jasa yang diterima memadai. Apabila
pelayanan yang diterima berada dibawah batas toleransi
pelanggan tidak puas atau tidak sesuai dengan harapannya.
Dengan demikian agar harapan pelanggan senang
terhadap layanan yang diterima, maka dimensi-dimensi di atas
selalu diperbaiki oleh penyedia layanan jasa agar sesuai dengan
harapan klien. Lovelock. at.al. (2005) mengatakan bahwa
"harapan adalah standar internal yang digunakan pelanggan
untuk menilai kualitas suatu pengalaman jasa". Harapan
pelanggan terhadap jasa yang diterima umumnya dipengaruhi

7

merupakan alat yang lebih rasional untuk mempromosikan
kepentingan publik.
Beberapa Ciri utama Birokrasi:
1. Adanya pembagian kerja yang jelas: Setiap tugas yang
dilaksanakan oleh pekerja secara formal di buat dan dikenal
sebagai tugas pokok (Milikmu dan bukan milik orang lain):
Spesialisasi
2. Adanya hirarki Posisi: setiap posisi bawahan di kontrol dan
di awasi oleh atasan. Rantai Perintah
3. Aturan Formal dan Regulasi: mengatur perilaku pekerja
secara samarata. Menjamin kelangsungan dan stabilitas
lingkungan kerja. Mengurangi ketidak pastian dari
Performance kerja.
4. Hubungan yang Impersonal: Para manejer tidak
berkepentingan urusan personal karyawan. Tidak ada ikatan
emotional antara atasan dan bawahan. Menjamin kejelasan
posisi.
5. Sepenuhnya memperkerjakan karyawan berdasar kompetensi
tehnikal: kamu memperoleh kerjaan karena memang kau bisa
mengerjakan pekerjaan itu, bukan karena orang yang kau
tahu. Kriteria seleksi ketat. Tak ada pengangkatan dan
pemberhentian secara suka-suka.
Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat
menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas
legal-rasional. Karakteristik birokrasi tipe ideal sebagaimana
dimaksud Weber adalah meliputi:
1. Adanya pembagian kerja yang jelas.
2. Adanya hierarki jabatan.
3. Adanya pengaturan sistem yang konsisten.
4. Prinsip formalistic impersonality.
5. Penempatan berdasarkan karier.
6. Prinsip rasionalitas (Max Weber dalam Batinggi, 1999).
Ciri – ciri birokrasi menurut Max Weber (dalam Myers
dan Myers, 1988 ), adalah (a) adanya pembagian kerja, (b) adanya
hirarki (c) memiliki aturan dan prosedur (d) kualifikasi profesional
dalam pelaksanaan pekerjaan (e) hubungan dalam organisasi
bersifat tidak pribadi/impersonal. Sementara itu, fungsi birokrasi

8

menurut Weber (dalam Giddens, 1986), secara substantif
mencakup : (a) Spesialisasi yang memungkinkan produktivitas, (b)
Struktur yang memberikan bentuk pada organisasi (c)
Predictability (keadaan yang dapat diramalkan) dan stabilitas yang
dapat dikerjakan (d) Rasionalitas yang dapat diuji dan diunggulkan
dalam tindakan menciptakan sinergi untuk memaksimalkan
keuntungan.
Kendati
birokrasi
memiliki
keunggulan
dalam
menjalankan roda organisasi, tetapi tidak bebas dari kelemahan
yang faktual. Kritik Warren Bennis (dalam Myers and Myers,
1988) terhadap birokrasi, pada intinya adalah, walaupun birokrasi
selalu dikaitkan dengan keteraturan dalam penyelenggaraan
organisasi, tetapi tidak sepenuhnya bisa membuat efektivitas
birokrasi. Beberapa faktor yang menghambat, antara lain, birokrasi
tidak cukup memberikan peluang untuk pertumbuhan pribadi dan
pengembangan kepribadian yang matang karena terlalu banyak
prosedur dan kekakuan struktur. Lebih banyak mengembangkan
kompromi (conformity) dan pemikiran kelompok dengan berbagai
macam keharusan yang sulit untuk dilakukan.
Dalam dinamika perubahan, birokrasi seringkali tidak
mampu memperhitungkan organisasi informal dan masalah yang
timbul tidak terduga dalam pelaksanaan kegiatan. Dengan kata
lain, birokrasi bersifat sangat konvensional tidak mampu
mengantisipasi perubahan. Karena itu, pola komunikasi dalam
institusi pemerintah yang bersifat top – down, juga tetap berjalan
tanpa hambatan berarti.
Birokrasi juga sering dikaitkan dengan, sistem pengawasan
dan wewenangnya sangat ketinggalan jaman. Ini dapat terjadi
karena pola penyimpangan berjalan sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi, di lain pihak birokrasi menetapkan prosedur
pengawasan selalu membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Selain itu menurut Bennis (Myers dan Myers, 1988), birokrasi
tidak mempunyai proses peradilan, dalam arti birokrasi hanya
mampu memberikan sanksi administratif terhadap penyimpangan
dan penyalahgunaan kekuasaan, tidak memiliki alat – alat yang
cukup untuk menyelesaikan perbedaan – perbedaan dan konflik –
konflik antara berbagai tingkatan (rank). Pola penyelesaian yang
merujuk pada pedoman sentral yang seragam sering tidak mampu
untuk menyelesaikan konflik dengan baik.

145

dari pemerintah, pelayanan yang disediakan pemerintah
membuat masyarakat merasa aman dan tidak was-was atau
ragu-ragu ketika mereka menerima layanan tersebut. Dengan
adanya layanan yang diterima masyarakat akan merasa
dirinya terlindungi dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena
itu, petugas memberikan pelayanan harus berpengetahuan
luas, terlatih, terpercaya sehingga tidak ada keragu-raguan
timbulnya kesalahan dalam pemberian layanan. Petugas
pelayanan tentu harus memiliki pengetahuan atau wawasan
dalam memberi layanan agar dapat menimbulkan keyakinan
pengguna jasa pelayanan. Adanya kepastian keamanan
seperti kepastian petugas, kepastian/kejelasan informasi
pelayanan dan kepastian/ketepatan waktu pelayanan, akan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Petugas pemberi
layanan yang kompeten sehingga pelanggan akan terhindar
dan calo, dan petugas layanan yang memiliki indentitas
sebagai petugas pelayanan, akan membuat pelanggan lebih
percaya diri.
5. Empathy adalah merasakan apa yang orang lain rasakan,
pegawai benarbenar memberikan perhatian yang besar dan
khusus, dan berusaha untuk mengerti dan memahami apa
keinginan, kemauan dan kebutuhan pelanggan. Pegawai yang
menyediakan layanan informasi kepada masyarakat harus
memberikan perhatian dengan suasana yang bersahabat, serta
berusaha mengetahui keinginan pelanggan, akan membuat
mereka dihargai dan dihormati. Petugas front terdepan harus
dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, mereka benarbenar memberikan perhatian yang besar dan khusus, dan
berusaha untuk mengerti dan memahami apa keinginan,
kemauan dan kebutuhan pelanggan. Siagian (2001)
mengatakan bahwa orang yang memiliki "attention"
bukanlah mudah tersinggung dan bukan pula "alergi"
terhadap kritikan yang mungkin datang dari berbagai pihak
dan memiliki kemampuan melakukan deteksi secara dini
terhadap berbagai hal yang terjadi dan memberikan renspon
yang sesuai". Atau memiliki sikap yang tegas, tetapi penuh
perhatian (atensi) terhadap pelanggan atau dapat merasakan

144

kualitas jasa, kehandalan telah terbukti terus-menerus
menjadi faktor yang terpenting dalam penilaian kualitas jasa
oleh pelanggan, karena jasa yang tidak dapat diandalkan
adalah jasa yang buruk walaupun ada atribut la