BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Meningkatnya Kesadaran Hukum Masyarakat Melakukan Pendaftaran Tanahwarisan : Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Stabat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya hak seseorang atas tanah salah satu diantaranya disebabkan oleh

  kematian. Peristiwa hukum karena adanya kematian tersebut mengakibatkan adanya peralihan harta kekayaan dari orang yang meninggal, baik harta kekayaan material maupun immaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal tersebut. Dengan meninggalnya seseorang ini maka akan ada pewaris, ahli waris dan harta kekayaan.

  Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan, sedangkan ahli waris adalah orang yang mempunyai hak atas harta kekayaan dari orang meninggal. Harta kekayaan yang ditinggalkan dapat berupa immaterial maupun material, harta kekayaan material antara lain tanah, rumah ataupun benda lainnya.

  Secara yuridis, setelah meninggal dunia harta kekayaan seseorang berpindah kepada ahli warisnya. Berbeda dengan harta bergerak, untuk properti seperti tanah seorang ahli waris harus mendapatkan legalitas hak atas tanah warisan yang diperolehnya. Ahli waris sering mengabaikan proses peralihan hak atas tanah warisan, lalu pada saat tanah warisan tersebut mau dijadikan jaminan ataupun dialihkan kepada pihak lain, terutama dijual, terjadilah kesulitan. Pada prinsipnya, pada saat pewaris meninggal dunia, segala hak dan kewajiban atas tanahnya berpindah kepada ahli waris, namun untuk melegalkan perpindahan hak dan

  1 kewajiban tersebut ada prosedur dan persyaratannya, seperti yang tercantum dalam

  pasal 36 ayat (2) PP nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang bunyinya “Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan”. Tanpa legalitas hak dimata hukum, tanah warisan tidak akan diterima oleh lembaga keuangan semacam bank sebagai agunan.

  Indonesia sebagai negara hukum salah satu prinsipnya yaitu adanya jaminan kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum, yang berisi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dengan memberikan jaminan dan perlindungan atas hak-hak warga negara. Sebagai ketentuan Undang-Undang Dasar, maka apa yang tercantum dalam UUD 1945 ini, disamping mempunyai kedudukan yuridis yang sangat tinggi, sangat mendasar, juga mempunyai nilai filosofis dan nilai politis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala kebijakan para penyelenggara negara di bidang ekonomi dan pertanahan termasuk segala cabang produksi dan pengelolaan bumi, air dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak boleh menyimpang dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

  Diberikannya hak atas tanah, maka antara orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum. Dengan adanya hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh orang yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain. Untuk hal-hal tersebut, contohnya adalah dapat melakukan perbuatan hukum berupa jual-beli, tukar-menukar, dan lain-lain.

  Pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor

  24 Tahun 1997 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian bukti-bukti haknya yang disebut sertifikat, bagi bidang- bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

  Tujuan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA adalah menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.

  Kepastian hukum tersebut meliputi: a. Kepastian mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak.

  b. Kepastian mengenai letak,batas-batas, serta luas bidang-bidang tanah.

  c. Jenis hak tanah yang menjadi landasan hubungan hukum antara tanah dengan orang atau badan hukum dalam wujud sertifikat tanah.

  Kepastian mengenai tiga hal tersebut merupakan unsur yang sangat penting untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah. Oleh karena itu, ketiga unsur tersebut harus didukung oleh fakta yang sebenarnya. Tanah merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia pada saat ini, terutama karena alasan ekonomisnya yang dapat menghasilkan uang dan nilainya pada umumnya selalu meningkat, maka wajar banyak terjadi sengketa yang disebabkan oleh tanah.

  Masalah tanah merupakan hal yang sangat kompleks, sebab menyangkut banyak segi kehidupan masyarakat, dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka meningkat pula kebutuhan atas tanah, padahal luas tanah yang ada di wilayah negara Indonesia yang dapat dikuasai oleh manusia adalah terbatas sekali, sedangkan jumlah

  1

  manusia yang membutuhkan tanah semakin bertambah. Dengan demikian masalah tanah untuk beberapa tahun ini, khususnya di daerah perkotaan nampaknya masih tetap mengarah pada penataan pemilikan hak atas tanah sehubungan dengan meningkatnya pembangunan. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah di daerah perkotaan antara lain :

  1. Meningkatnya pembangunan;

  2. Meningkatnya kebutuhan setiap penduduk akan ruang untuk menampung kegiatan hidupnya yang semakin beragam;

  3. Langkanya hak atas tanah yang memberi arti ekonomis dan strategis, sehingga hukum ekonomi berlaku pula untuk tanah;

  4. Meningkatnya fungsi kota terhadap daerah di sekitarnya.

  Pemberian sertifikat hak atas tanah merupakan perwujudan dari salah satu tujuan pokok dari UUPA yaitu untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat 1 UUPA Tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah 1 Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, hal. 7. diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

  Peralihan hak yang terjadi karena pewarisan terjadi merupakan salah satu peristiwa hukum dan para ahli waris yang menjadi pemegang hak baru atas tanah tersebut perlu dicatat perubahan data yuridisnya, yaitu dari pewaris kepada ahli warisnya, oleh sebab itu perubahan tersebut harus didaftarkan di kantor pertanahan untuk ketertiban administrasi pendaftaran tanah, sehingga data yang tersimpan dan disajikan menunjukkan informasi yang akurat.

  Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 junto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, penerima warisan wajib meminta pendaftaran peralihan hak tersebut dalam jangka waktu 6

  2

  (enam) bulan sejak meninggalnya orang yang semula mempunyai hak milik tersebut, dengan tidak melanggar ketentuan bahwa menerima hak milik atas tanah harus sesuai dengan Undang – undang Pokok Agraria Pasal 21.

  Ahli waris dalam kenyataannya tidak segera mendaftarkan peralihan hak milik atas tanah yang diterimanya berdasarkan pewarisan, hal ini disebabkan adanya pengaruh hukum adat yang menganggap tabu jika sebelum 100 (seratus) hari meninggalnya pewaris, sedangkan para ahli waris sudah membagi harta warisan.

  Faktor lain adalah karena mereka belum mengetahui manfaat bukti hak/sertifikat tanah atau karena mereka berpendapat bahwa untuk mensertifikatkan tanahnya 2 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 182. memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit sehingga menimbulkan keengganan pada mereka untuk mendaftarkan hak atas tanah yang diperolehnya berdasarkan pewarisan.

  Pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diterima ahli waris tersebut yang dibuktikan dengan sertifikat, akan mempermudah ahli waris untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan-gangguan dari pihak lain. Pentingnya tanah bagi kehidupan manusia dikaitkan dengan masalah pewarisan, menjadikan permasalahan ini penting dan menarik untuk dibahas.

  Kenyataan di masyarakat sekarang ini, banyak terjadi persengketaan mengenai tanah khususnya mengenai tanah warisan. Persengketaan ini disebabkan oleh berbagai faktor yang dilatarbelakangi oleh telah terjadinya peralihan hak atas tanah, sedangkan ahli waris yang lain mengklaim bahwa tidak pernah melakukan persetujuan untuk melakukan peralihan hak atas tanah tersebut sehingga peralihan atas tanah tersebut diragukan oleh pembeli. Selain kasus yang disebutkan tersebut, letak batas dan luas tanah antara tanah-tanah yang saling bersebelahan, maupun status tanah dan orang yang berhak atas tanah juga sering menuai perdebatan diantara para ahli waris itu sendiri maupun antara para ahli waris dengan pemilik tanah yang bersebelahan dengan tanah warisan tersebut, maka dari itu sangat diperlukan untuk dilakukan pendaftaran tanah atas tanah warisan untuk menjamin kepastian hukum peralihan hak dari pewaris kepada ahli waris maupun status tanah dan/atau peralihan hak dari ahli waris kepada pihak ketiga.

  Tanah bagi kebanyakan orang juga merupakan sumber status yang penting untuk menunjukan kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin banyak bidang tanah yang dimiliki oleh seseorang, maka menunjukan bahwa orang tersebut semakin berada atau kaya dan semakin dihormati oleh orang lain. Sebagai simbol status kekayaan, maka orang selalu menginginkan tanah yang luas, bidang tanah yang lebih banyak dan terletak di kawasan yang strategis. Tanah sebagai simbol status merupakan salah satu motif mendorong orang untuk menguasai tanah.

  Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukan dan peranan hak atas tanah dalam masyarakat Indonesia sangatlah penting. Karena pentingnya kedudukan dan peranan tanah maka sering menimbulkan masalah. Oleh karenanya upaya dalam mengatasi permasalahan di bidang pertanahan yaitu dengan jalan memberikan jaminan hukum dan kepastian hak dalam bidang pertanahan dan agraria.

  Peralihan hak milik atas tanah karena warisan harus didaftarkan, salah satu pelayanan yang diberikan Kantor Pertanahan Kota Stabat kepada masyarakat dibidang pertanahan adalah pencatatan peralihan hak secara terus-menerus, berusaha memberikan informasi agar tahap-tahap pelaksanaan kegiatan baik yang menyangkut dari aspek teknis, administrasi dan yuridis dapat berjalan dengan baik, lancar dan memuaskan.

  Sertifikat hak atas tanah mempunyai kekuatan dan kepastian hukum yang tetap, yang akan memberikan arti dan peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan yang berfungsi sebagai alat bukti atas tanah, terutama jika terjadi persengketaan terhadap tanah.

  B. Rumusan Masalah

  Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

  1. Apa faktor-faktor penghambat yang timbul dalam pendaftaran tanah warisan di Kota Stabat?

  2. Bagaimana Kesadaran Hukum masyarakat melakukan pendaftaran tanah warisan di Kota Stabat?

  3. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pendaftaran tanah warisan di Kota Stabat?

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam Penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat yang timbul dalam pendaftaran tanah warisan di Kota Stabat.

  2. Untuk mengetahui kesadaran Hukum masyarakat Kota Stabat melakukan pendaftaran tanah warisan di Kota Stabat.

  3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pendaftaran tanah warisan di Kota Stabat.

  D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang didapat dari hasil Penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Secara Teoritis, hasil Penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, dalam bidang hukum perdata dan khususnya bidang hukum pendaftaran tanah atas tanah warisan.

  2. Secara Praktis, bahwa Penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perdata dan khususnya pada bidang hukum pendaftaran tanah bagi para praktisi hukum, profesional dan masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat Kota Stabat. Penelitian ini juga mempunyai manfaat untuk mendapatkan jawaban atas:

  a) Alasan yang membuat minat masyarakat Kota Stabat enggan untuk melakukan pendaftaran tanah warisan, meskipun hal itu penting sekali untuk dilakukan.

  b) Faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat Kota Stabat melakukan pendaftaran tanah warisan di Kantor Pertanahan Kota Stabat dan mengetahui bagaimana pemahaman mereka.

  c) Upaya yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Stabat agar masyarakat Kota Stabat mendaftarkan peralihan hak atas tanah karena pewarisan tersebut.

E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan hasil penelitian dan penelurusan yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang mengenai masalah, “MENINGKATNYA KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM MELAKUKAN PENDAFTARAN TANAH WARISAN ”(STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA STABAT)”

  Penulis menemukan beberapa tesis karya mahasiswa yang mengangkat masalah pendaftaran tanah, namun permasalahan dan bidang kajiannya jauh berbeda.

  Dari penelusuran kepustakaan tersebut diatas, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggung-jawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Teori adalah suatu cara untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi

  3

  , dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak-benarannya

  4 .

  Menurut W. L. Neuman :

  5

  “Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.” Berdasarkan pendapat Malcolm Walters, maka teori hendaknya meliputi semua pernyataan yang disusun dengan sengaja yang dapat memenuhi kriteria :

  6

  3 J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203 4 Ibid , hal. 203 5 W. L. Neuman, Social Research Methods, Allyn dan Bacon, London, 1991, hal. 20 dalam H.

  R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, P.T. Refika Aditama, Bandung, 2004. 6 H. R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Op Cit, hal. 23. a. Pernyataan itu harus abstrak, yaitu harus dipisahkan dari praktek-praktek sosial yang dilakukan. Teori biasanya mencapai abstraksi melalui pengembangan konsep teknis yang hanya digunakan dalam komunitas sosiologis dan sosial.

  b. Pernyataan itu harus tematis. Argumentasi tematis tertentu harus diungkapkan melalui seperangkat pernyataan yang menjadikan pernyataan itu koheren dan kuat.

  c. Pernyataan itu harus konsisten secara logika. Pernyataan-pernyataan itu tidak boleh saling berlawanan satu sama lain dan jika mungkin dapat ditarik kesimpulan dari satu dan lainnya.

  d. Pernyataan itu harus dijelaskan. Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya.

  e. Pernyataan itu harus umum pada prinsipnya. Pernyataan itu harus dapat digunakan dan menerangkan semua atau contoh fenomena apapun yang mereka coba terangkan.

  f. Pernyataan-pernyataan itu harus independen. Pernyataan itu tidak boleh dikurangi hingga penjelasan yang ditawarkan para partisipan untuk tingkah laku mereka sendiri.

  g. Pernyataan-pernyataan itu secara substansi harus valid. Pernyataan itu harus konsisten tentang apa yang diketahui dunia sosial oleh partisipan dan ahli-ahli lainnya. Minimal harus ada aturan-aturan penerjemahan yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain.

  Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arah/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Mengingat perkembangan dalam kehidupan masyarakat menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa pemahaman hukum dan kesadaran hukum (pertanahan) oleh warga masyarakat tidak berkembang sebagaimana mestinya, maka diperlukan adanya penyuluhan hukum. Sehingga yang dimaksud kesadaran hukum adalah konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketenteraman yang dikehendaki atau yang

  7 sepantasnya.

  Teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah teori efektifitas hukum dan teori sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman. Efektifitas berasal dari kata efek yang artinya pengaruh yang ditimbulkan oleh sebab, akibat/dampak. Efektif yang artinya berhasil, sedang efektifitas menurut bahasa ketepatan gunaan, hasil

  8

  guna, menunjang tujuan. Sedangkan, efektifitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilgunaan hukum, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan hukum itu sendiri. Bila membicarakan efektifitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektifitas hukum dimaksud, 7 R.Otje Salaman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1993, hal. 43. 8 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994, hal.128 berarti mengkaji kaidah hukum yang memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis,

  9 berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis.

  Menurut Lawrence Friedman, unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture).

  Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi Judisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain. Substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang.

  Budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan.

  Pasal 19 ayat 1 Undang- Undang Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA yang berbunyi: ”untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Secara garis besar, aspek hukum yang terkandung dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di dalamnya dapat dilihat dari cara pendaftaran tanah, yaitu: 9 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 62

  1. Pendaftaran tanah secara sistematis merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, dengan kata lain, pendaftaran tanah tersebut didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di suatu wilayah dengan inisiatif pelaksanaan berasal dan Pemerintah;

  2. Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal, dengan kata lain, pendaftaran tanah tersebut hanya atas satu bidang tanah yang dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan. Secara yuridis-teknis, pendaftaran tanah juga terdiri dari pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar. Aspek hukum yang terkandung dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :

  1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik, terdiri dari kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang meliputi pekerjaan : a. pembuatan peta dasar pendaftaran.

  b. penetapan batas bidang-bidang tanah.

  c. pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. d. pembuatan daftar tanah.

  e. pembuatan surat ukur.

  2. Pembuktian hak dan pembukuannya, terdiri dari kegiatan pembuktian hak baru, pembuktian hak lama dan pembukuan hak : a. pembuktian hak baru, yakni kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku.

  b. Pembuktian hak lama, yakni kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut, berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar haknya.

  c. Pembukuan hak, yakni kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan dengan mencatat/mendaftarkan hak atas tanah dalam suatu buku tanah yang memuat data fisik dan data yuridis bidang tanah yang bersangkutan.

  3. Penerbitan sertipikat, dilakukan oleh Kepala kantor Pertanahan untuk kepentingan atau diserahkan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan berfungsi sebagai surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat;

  4. Penyajian data fisik dan data yuridis, dikaitkan dengan tujuan pendaftaran tanah dalam hal penyajian informasi yang berhak diketahui oleh kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan terbuka bagi instansi pemerintah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, disajikan dalam bentuk daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama;

  5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen, yakni kegiatan menyimpan data pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan menyangkut dokumen yang merupakan alat pembuktian yang digunakan sebagai dasar pendaftaran, antara lain berupa peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama, dapat disimpan dan disajikan dengan alat elektronik dan mikrofilm serta hanya dapat diberikan petikan, salinan dan rekaman dokumennya dengan izin tertulis dari pejabat yang berwenang, atau hanya dapat ditunjukkan/diperlihatkan pada sidang pengadilan atas perintah pengadilan.

  Sedang pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik dan data yuridis obyek pendaftaran tanah yang didaftar. Dan adanya perubahan- perubahan tersebut wajib didaftarkan oleh pemegang hak yang bersangkutan dan terhadap perubahan tersebut dilakukan penyesuaian dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertifikatnya. Sedangkan aspek hukum pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:

  1. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, dalam hal ini peralihan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan (dengan Akta PPAT), peralihan hak karena lelang (dengan Risalah Lelang), pemindahan hak karena pewarisan (dengan surat kematian dan surat tanda bukti sebagai ahli waris), peralihan hak karena penggabungan/peleburan perseroan atau koperasi (dengan pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan khusus dalam rangka likuidasi dengan akta Notaris/PPAT), sedang pembebanan hak yakni pendaftaran pemberian hak tanggungan (dengan akta PPAT);

  2. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya, yaitu kegiatan yang dilakukan antara lain : a. Karena perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.

  b. Pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah.

  c. Pembagian hak bersama.

  d. Hapusnya hak atas tanah.

  e. Peralihan dan hapusnya hak tanggungan.

  f. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan Putusan atau Penetapan Pengadilan.

  Dalam pasal 19 ayat (1) UUPA, tujuan pendaftaran tanah adalah :

  a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lainnya yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak sebenarnya (Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang terdaftar. Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota Tata Usaha Pendaftaran Tanah dalam apa yang dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, daftar surat ukur, buku tanah, daftar tanah (pasal 30 dan pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

  c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan (Pasal 4 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

  Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan : a. Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak- pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

  b. Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

  c. Asas terjangkau yaitu keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. d. Asas mutakhir yang dimaksud yaitu adanya kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata dilapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Akibat-akibat dari tidak didaftarkannya tanah warisan tersebut adalah:

  1. Melanggar Ketentuan UU Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang mewajibkannya untuk itu.

  2. Pemeliharaan dan penyajian data yang muktahir tidak dapat dilaksanakan, sehingga tidak ada informasi yang akurat mengenai tanah tersebut dan akan mengakibatkan beberapa kerugian kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan atas tanah tersebut.

  3. Kepastian hukum dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah tersebut akan melemah karena akan sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

2. Konsepsi

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

  10 digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional .

  Menurut Satjipto Rahardjo, Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian

  11

  untuk keperluan analistis. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

  Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara

  12 variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris” .

  Pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor

  24 Tahun 1997 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian bukti-bukti haknya yang disebut sertifikat, bagi bidang- 10 11 Samadi Suryabrata, Metodelogi penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hal. 3 12 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 21 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, Gramedia

  Pustaka Utama, 1997, hal. 21 bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

  Menurut Soerjono Soekanto kesadaran hukum merupakan penilaian apa yang dianggap sebagai hukum yang baik dan/atau hukum yang tidak baik. Penilaian terhadap hukum didasarkan pada tujuannya yaitu apakah hukum tadi adil atau tidak,

  13

  oleh karena itu keadilan yang diharapkan oleh masyarakat. Beberapa defenisi dari para Sarjana mengenai Kesadaran hukum, diantaranya: a. Menurut Paul Scholten, kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebetulnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian (menurut) hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.

  b. Menurut H.C. Kelmen, secara langsung maupun tidak langsung kesadaran

  hukum

  berkaitan erat dengan kepatuhan atau ketaatan hukum, yang dikonkritkan dalam sikap tindak atau perilaku manusia. Masalah kepatuhan hukum tersebut yang merupakan suatu proses psikologis (yang sifatnya kualitatif) dapat dikembalikan pada tiga proses dasar, yakni Compliance,

  Identification, Internalization.

13 Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dan Masyarakat, Rajawali Press, 1982, Hal. 211.

  c. Menurut Soerjono Soekanto memberikan pengertian Kesadaran Hukum, adalah suatu percobaan penerapan metode yuridis empiris untuk mengukur kepatuhan hukum dalam menaati peraturan. Sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada, sebetulnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian terhadap hukum.

  d. Menurut Satjipto Rahardjo, mengartikan kesadaran hukum sebagai kesadaran pada masyarakat untuk menerima dan menjalankan hukum sesuai dengan rasio pembentukannya. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum dari kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang.

  Hukum waris merupakan perangkat kaedah yang mengatur tentang cara atau proses peralihan harta kekayaan. Proses peralihannya sendiri, sesungguhnya sudah dapat dimulai semasa pemilik harta kekayaan itu sendiri masih hidup, serta proses itu selanjutnya berjalan terus hingga keturunannya itu masing-masing dengan keluarga baru yang berdiri sendiri. Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban tentang harta kekayaan sesorang pada waktu ia meninggal dunia

  14

  akan beralih kepada orang yang masih hidup. Dalam hukum waris pada pokoknya, ada 3 (tiga) unsur untuk dapat terlaksananya warisan, yaitu : a. Adanya pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “ Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian...........”.

  b. Adanya harta warisan, harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan passiva. Menurut ketentuan undang-undang hanya hak-hak dan kewajiban- kewajiban dalam lapangan hukum meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris, tetapi ketentuan ini masih memiliki pengecualian-pengecualian.

  c. Adanya ahli waris, adalah setiap orang yang mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris ini didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah dan surat wasiat yang diatur dalam undang-undang. Istilah pewarisan mengandung dua arti, yaitu dalam arti peralihan hak-hak dan kewajiban dari pewaris kepada ahli waris. ”Istilah pewarisan berarti mencakup hukum formal yaitu tentang cara bagaimana melaksanakan penerusan, peralihan atau pembagian harta peninggalan kepada para ahli waris yang akan menerimanya. Sedangkan istilah kewarisan berarti mencakup hukum materiil, yang menunjukkan

14 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Agung, Bandung, 1983. hal.13

  aturan-aturan hukum tentang pewarisan seharusnya dilaksanakan. Selanjutnya istilah

  15 mewaris dan mewarisi berarti menerima warisan”.

  Hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang kepada empunya hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atau tanah yang

  16 dimilikinya.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

  Menurut Sutrisno Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan

  17 dengan menggunakan metode-metode ilmiah.

  Penelitian ini bersifat yuridis-empiris. Pendekatan Yuridis, digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundangan terkait dengan pendaftaran tanah yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok

  Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksana PP 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah warisan.

  15 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum adat, Hukum Agama Hindu, Islam , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. hal 12 16 Efendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi

  , CV. Rajawali, Jakarta, 1986. Hal. 229 Hukum 17 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 1, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal 4.

  Pendekatan Empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan mengenai pendaftaran tanah yang diaktualisasikan dalam praktik pelaksanaannya pada Kantor Badan Pertanahan Nasional. Penelitian empiris dilakukan dengan cara meneliti apa yang

  18 terdapat di lapangan, yang merupakan data primer.

2. Teknik Pengumpulan Data

  Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang deperoleh melalui studi lapangan dan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data ditempuh degan cara:

  a. Studi kepustakaan (library reasearch) yaitu dilakukan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi, terori-teori atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian studi kepustakaan meliputi bahan hukum

  19

  tertier. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soermitro dokumen pribadi dan

  20 pendapat ahli hukum termasuk dalam bahan hukum skunder.

  b. Studi lapangan (field reasearch) yaitu dengan menggunakan metode observasi/pengamatan, interview/wawancara. Wawancara dilakukan di 3 (tiga) Kelurahan, yaitu Kelurahan Perdamaian, Kelurahan Kwala Bingai, dan Kelurahan Dendang dengan masing-masing sebanyak 10 (sepuluh) responden 18 disetiap Kelurahan tersebut. Dari wawancara lisan yang dilakukan terhadap 30

  Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 9 19 20 Ibid . hal. 36 Ronny Hanitijo Soermitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 56

  (tiga puluh) warga yang tinggal di Kelurahan-kelurahan tersebut, hanya 5 (lima) orang yang telah mendaftarkan tanah yang diperolehnya dari warisan tersebut.

3. Alat Pengumpulan Data.

  Alat pengumpul data yang dipergunakan di dalam penelitian ini, antara lain:

  a. Studi Dokumen Penelitian pustaka dimaksud adalah memperoleh data dengan mempelajari dan menganalisa keseluruhan isi pustaka dengan mengaitkan pada pokok permasalahan yang ada. Adapun sumber-sumber pustaka yang menjadi acuan meliputi : 1) Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, berupa peraturan

  21 perundang-undangan dan putusan pengadilan.

  2) Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu seperti kamus umum, kamus hukum, majalah-majalah, dan internet, serta bahan-

  22 bahan di luar bidang hukum yang berkaitan guna melengkapi data.

  b. Wawancara 21 22 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, 2006, hal. 141 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Jakarta,

  2005, hal. 340.

  Wawancara (interview) dengan responden dan nara sumber dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) agar lebih fokus dan sistematis. Kota Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara, Luasnya lebih kurang 90,64 km², dengan jumlah penduduk 83.223 jiwa dan Kepadatan sekitar 851 jiwa/km². Kota Stabat sendiri terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Pantai Gemi, Desa Banyumas, Desa Kwala Begumit, Desa Mangga, Desa Karang Rejo dan Desa Ara Condong; terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu Kelurahan Stabat Baru, Kelurahan Kwala Bingai, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan Perdamaian, Kelurahan Dendang, dan Kelurahan Paya

23 Mabar.

  Hasil wawancara mengungkapkan beberapa alasan yang dikemukakan oleh masyarakat Kota Stabat mengenai mengapa mereka tidak juga mendaftarkan tanah warisannya adalah karena :

  a. Mereka tidak mengetahui bahwasannya tanah tersebut harus didaftarkan lagi jika telah dilakukan pembagian atas tanah warisan.

  b. Mereka tidak mengetahui apa manfaat dari pendaftaran tanah.

  c. Mereka mengeluh akan biaya yang akan mereka keluarkan bila harus melakukan pendaftaran tanah.

  d. Mereka menganggap proses pendaftaran akan rumit dan berbelit-belit, 23 sehingga timbul rasa malas dan tidak perduli akan pendaftaran tanah.

  

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Stabat,_Langkat, diakses pada tanggal 28 April 2012 e. Mereka takut jika didaftarkan, mungkin Pajak Bumi dan Bangunan atau pajak-pajak lainnya atas tanah tersebut akan menjadi semakin mahal dan mereka akan merasa keberatan atas hal itu.

  f. Mereka menganggap pendaftaran tanah itu penting untuk dilakukan hanya jika mereka ingin menjaminkan Surat tanahnya ke Bank untuk meminjam uang.

4. Analisis Data

  Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

  24 dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

  Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian data yang diperoleh dari responden menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum serta sejauh mana kesadaran masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah yang diperoleh melalui warisan di kota Stabat.

  Data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dari wawancara, angket dianalisis secara kualitatif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui penelitian kepustakaan dan wawancara yang dilakukan, inventarisasi peraturan, data-data yang berkaitan dengan judul penelitian, sehingga analisis yang dilakukan dapat memberikan jawaban 24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosdakarya, 2002, hal. 103 terhadap peningkatan kesadaran hukum masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah yang diperoleh melalui warisan di kota Stabat.

  Data yang didapat dari penelitian studi dokumen dan Data yang diperoleh dari wawancara akan disusun secara sistematik untuk mengetahui alasan yang membuat minat masyarakat Kota Stabat enggan untuk melakukan pendaftaran tanah warisan, sedangkan hal itu penting sekali untuk dilakukan, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat Kota Stabat melakukan pendaftaran tanah warisan di Kantor Pertanahan Kota Stabat dan mengetahui bagaimana pemahaman mereka, untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Stabat agar masyarakat Kota Stabat mendaftarkan peralihan hak atas tanah karena pewarisan tersebut.