BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perancangan Elevator dan Pembuatan Prototipe Pengendali Otomatis Elevator Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Definisi Elevator

  Elevator juga disebut lift merupakan alat pengangkat barang dan penumpang secara vertikal yang berbentuk sangkar (car) bergerak naik-turun

  

mengikuti rel penuntun tetap yang dipasang pada bangunan dengan menggunakan

  seperangkat alat mekanik baik disertai pengendali otomatis ataupun pengendali konvensional (Rudenko, 1994). Elevator bekerja dengan bantuan saklar elektromagnet atau relay (Otis, 1993). Sistem pengendali elevator mempunyai peran penting dalam menentukan berfungsi/tidaknya kerja elevator.

  2.2. Klasifikasi Elevator Berdasarkan Pemakaian

  Menurut Gina (2003) klasifikasi elevator berdasarkan pemakaian adalah sebagai berikut :

  1. Pemakaian umum atau perniagaan (general purpose or comercial), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada pemakaian yang bersifat umum, contohnya : pada hotel, rumah sakit, masjid, kantor-kantor dan perusahaan.

  2. Pemakaian pada tempat tinggal (residensial), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada rumah tempat tinggal, contohnya : pada rumah tempat tinggal.

  3. Pemakaian pada supermarket (store), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada swalayan atau pusat perbelanjaan.

  4. Pemakaian pada lembaga-lembaga (institusional), yaitu : tipe elevator yang dipakai pada bangunan untuk suatu bentuk kelembagaan, contohnya : pada lembaga pendidikan.

2.3. Metode Pengoperasian Elevator

  Metode pengoperasian elevator adalah cara kerja elevator dalam memberikan respon terhadap panggilan yang diberikan penumpang.

  Metode operasi elevator secara umum dibedakan atas dua cara, yaitu pengoperasian manual dan pengoperasian otomatis.

  1. Pengoperasian Manual Pengoperasian manual merupakan sistem pengoperasian sangkar dengan kecepatan rendah dan dapat berhenti pada posisi sembarang titik yang dikehendaki, misalnya untuk kondisi perawatan (Otis, 1993). Pengoperasian elevator diatur oleh seorang operator. Semua panggilan harus dikirim ke meja operator. Kemudian operator mengatur gerakan sangkar ke posisi lantai yang diinginkan/dipesan penumpang (Otis, 1993).

  2. Pengoperasian Otomatis Pengoperasian otomatis adalah memberikan respon secara langsung kepada penumpang yang memanggil sangkar (Otis, 1993).

  Berdasarkan prinsip kerjanya, metode ini dibedakan lagi atas dua yaitu Metode Single Automatic Push Button dan Metode Selective-Collective.

  a. Metode Single Automatic Push Button Metode single automatic push button pada setiap lantai hanya terdapat satu buah tombol untuk memanggil sangkar. Di dalam sangkar terdapat tombol tujuan lantai yang diinginkan. Selama elevator bekerja, elevator tidak melayani panggilan dari penumpang lain (Otis, 1993). Elevator memberikan tanggapan setelah elevator selesai melaksanakan tugasnya (Otis, 1993).

  b. Metode Selective–Collective Metode selective–collective pada setiap lantai terdapat dua buah tombol panggilan yaitu tombol panggilan naik dan tombol panggilan turun. Kecuali pada lantai terendah dan tertinggi yang masing-masing hanya terdapat satu tombol panggilan (Otis, 1993). Di dalam sangkar terdapat tombol tujuan lantai yang diinginkan penumpang.

  c. Metode Duplex-Collective Metode duplex–collective ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode merupakan operasi gabungan dari dua atau lebih elevator yang

  selective-collective bekerja secara selective-collective (Otis, 1993).

  Metode ini pada setiap lantai terdapat tombol bersama untuk memanggil sangkar. Apabila tombol panggilan ditekan maka sangkar dengan posisi paling dekat dan dengan arah yang sesuai dengan panggilan, akan melayani panggilan (Otis, 1993). Tombol tujuan lantai terdapat pada setiap sangkar yang berfungsi untuk mengoperasikan sangkarnya masing-masing.

  Uraian diatas maka dapat dipilih metode pengoperasian otomatis dengan prinsip berdasarkan metode selective–collective untuk perancangan ini, karena di dalam gedung hanya terdapat satu elevator.

2.4. Ruang Peletakan Mesin

  Ruang peletakan mesin utama elevator terdiri dari dua tipe sistem peletakannya, yaitu Penthoese Machine Room Type dan Basement Machine Room .

  Type

  1. Penthouse Machine Room Type Mesin elevator ditempatkan pada bagian atas sangkar (Lubomir, 1997).

  2. Basement Machine Room Type Mesin elevator ditempatkan pada bagian bawah sangkar (Lubomir, 1997).

  Uraian di atas maka dapat dipilih tipe penthouse machine room untuk perancangan ini, karena dapat digunakan untuk berbagai macam ketinggian angkat elevator.

2.5. Penggerak Elevator Sistem Wrap

  Penggerak elevator sistem wrap adalah motor AC (Lubomir, 1997). Motor dikopel ke poros mesin elevator (elevator driving machine), yaitu suatu alat yang menggerakkan puli penggerak. Selanjutnya puli penggerak menarik dan mengulur tali yang diikat pada sangkar dan beban pengimbang (counterweight) (Rudenko, 1994). Sangkar dan beban pengimbang bergerak naik-turun sesuai dengan putaran puli penggerak seperti terlihat pada Gambar 2.1.

  Puli penggerak Puli penggerak

Gambar 2.1. Pemasangan Tali Baja pada Sistem Wrap

  

2.6. Komponen Utama pada Luar Atas Sangkar (Phenthouse Machine

Room)

  Komponen utama pada luar atas sangkar tipe phenthouse machine room diletakkan pada bagian lantai paling atas elevator seperti terlihat pada Gambar

  2.2. Elevator menggunakan mesin pengangkat jenis roda puli penggerak dan drum penggulung (Rudenko, 1994). Mesin pengangkat jenis roda puli lebih efektif karena gaya traksi roda puli penggerak akan hilang bila sangkar yang sedang turun terbentur hambatan

  (Rudenko, 1994). Dalam hal ini, kelonggaran bagian tali yang keluar dari puli akan menyebabkan tergelincirnya roda puli sehingga tali akan mengencang kembali. Bila sangkar yang digerakkan mesin mengangkat muatan jenis drum terhenti akan terjadi kerusakan serius karena drum terus berputar dan tali tanpa tegangan terus diulur (Rudenko, 1994).

  Lantai 4 Lantai 3 Lantai 2 Lantai 1

Gambar 2.2. Komponen Utama Elevator Penumpang Keterangan Gambar : 1.

  Motor AC

  8. Tombol pemanggilan 2. Puli penggerak

  9. Kerangka elevator 3. Panel kontrol

  10. Rel Penuntun beban pengimbang 4. Pengatur kecepatan

  11. Tali baja 5. Sangkar

  12. Beban pengimbang 6. Pintu sangkar

  13. Peredam (buffer) 7. Rel penuntun sangkar

  Komponen utama elevator yang ditempatkan pada bagian atas sangkar antara lain motor AC dan puli penggerak.

  1. Motor AC Motor AC menggunakan mesin pengangkat jenis roda puli penggerak dan drum (Rudenko, 1994). Perancangan dengan roda puli, penggerak tali melewati roda puli yang digerakkan oleh gaya gesek seperti terlihat pada Gambar 2.3. Perancangan dengan drum, tali yang menahan sangkar diikatkan pada drum dan dililitkan pada permukaannya (Rudenko, 1994).

  Gear box Puli Rem elektromagnetik

  Motor Dudukan motor

Gambar 2.3. Motor AC

  2. Puli Penggerak (Traction Sheave) Puli penggerak (traction sheave) berfungsi untuk meneruskan gaya gesek dan mengubah arah tali baja (lurus-lengkung-lurus) atau pengarahan tali baja sekaligus untuk menahan beban yang diberikan. Puli penggerak untuk tali baja terbuat dari besi cor atau besi tuang (Rudenko, 1994). Diameter puli penggerak tergantung pada diameter tali baja. Umur puli penggerak yang diinginkan merupakan dasar untuk mendapatkan nilai aman tekanan satuan antara tali baja dan alur (groove) puli penggerak (Rudenko, 1994). Jenis alur puli seperti terlihat pada Gambar 2.4.

  (a) (b)

Gambar 2.4. Jenis Alur Puli : (a) Jenis Alur Round Groove,

  (b) Jenis Alur Undercut Groove

2.7. Komponen pada Terowongan (Hoist Way)

  Komponen pada terowongan (hoist way) adalah sebagai berikut :

  1. Sangkar (Car) Sangkar (car) adalah suatu kerangka kendaraan yang mempunyai ruangan tempat penumpang atau barang yang akan dipindahkan (Rudenko, 1994). Sangkar ini tertutup dan dilengkapi dengan pintu seperti terlihat pada Gambar 2.5.

  Pintu

Gambar 2.5. Sangkar Sangkar ini juga harus kokoh, ringan dan desainnya sederhana (Rudenko, 1994). Bagian dalam sangkar terdapat tombol-tombol pengatur arah tujuan lantai, buka dan tutup pintu (Lubomir, 1997). Tata letak peralatan dan tombol operasi elevator sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.6.

  (a) (b)

Gambar 2.6. (a) Tombol Pemanggilan Lantai (b) Tombol Tujuan Lantai,

  Buka Pintu (Open Door) dan Tutup Pintu (Close Door)

  2. Tali Baja (Stell Wire Rope) Tali baja (steel wire rope) adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja (Zainuri, 2006). Mula-mula beberapa serat dipintal sehingga menjadi suatu jalinan (strand). Kemudian beberapa jalinan dijalin pada satu inti (core) sehingga membentuk tali (Zainuri, 2006). Tali baja digunakan sebagai penghubung sangkar dengan beban pengimbang melalui puli mesin elevator. Tali ini berfungsi sebagai pengangkat, memindahkan gerakan dan daya pada mesin elevator (Lubomir, 1997). Serat tali baja dapat dilihat pada Gambar 2.7. dan Gambar 2.8.

Gambar 2.7. Lapisan Serat Tali BajaGambar 2.8. Konstruksi Serat Tali Baja

  Tali baja sangat dominan dipergunakan untuk pengoperasian elevator, karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu:

  • Lebih ringan.
  • Lebih tahan terhadap sentakan.
  • Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan tinggi.
  • Kerusakan awal lebih mudah diketahui.

  Pembuatan tali baja dilakukan dengan proses pengerjaan panas sekaligus diiringi dengan penarikan dingin yang akan meningkatkan sifat mekanis kawat (Zainuri, 2006). Tali baja terbuat dari baja dengan kekuatan = (130 s/d 200)

  σ b

  2 kg/mm (Zainuri, 2006).

  3. Beban Pengimbang (Counterweight) Beban pengimbang (counterweight) adalah pemberat yang berfungsi untuk mengimbangi berat sangkar (Lubomir, 1997). Gerakan beban pengimbang berlawanan arah dengan sangkar seperti terlihat pada Gambar 2.9. Beban pengimbang terdiri dari satu kerangka baja dengan perancangan yang berlapis untuk memudahkan pengaturan beban dan penyederhanaan perakitan (Lubomir, 1997). Beban pengimbang biasanya terpasang disamping elevator. Penggunaan beban pengimbang menghemat konsumsi daya yang diperlukan elevator. m Beban pengimbang

2 Batang besi cor

  m Sangkar kelabu

  1

  (a) (b)

Gambar 2.9. (a) Arah Gerakan Beban Pengimbang, (b) Konstruksi Beban

  Pengimbang

  4. Rel Penuntun Rel penuntun terbuat dari batang baja canai profil T seperti terlihat pada

Gambar 2.10. dan diikat pada kedua sisi lorong elevator yang berlawanan (Rudenko, 1994). Sangkar bergerak di dalam lorong pada rel penuntun.Gambar 2.10. Rel Penuntun

  5. Peredam Peredam adalah suatu alat yang ditempatkan pada bagian dasar terowongan (Lubomir, 1997). Peredam berfungsi untuk meredam kejutan apabila suatu saat tali pengikat elevator dengan beban pengimbang putus (Lubomir, 1997). Peredam bekerja berdasarkan hidrolik yang dibantu dengan pegas seperti terlihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Peredam

2.8. Mikrokontroler ATmega 8535

  Mikrokontroler ATmega 8535 adalah mikrokontroler keluarga AVR 8-bit CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) yang dirancang dengan arsitektur RISC (Reduced Intruction Set Computer) yang telah ditingkatkan kemampuannya, namun mengkonsumsi sedikit daya (Heryanto, 2008). Dengan mengeksekusi instruksi-instruksi dalam satu siklus clock tunggal. Mikrokontroler ATmega 8535 bekerja dengan kecepatan 16 MHz (Heryanto, 2008). Perancangan sistem dapat mengoptimumkan aspek konsumsi daya versus kecepatan pemrosesan. Umumnya, sistem prosesor yang bekerja dengan frekuensi tinggi mengkonsumsi daya lebih besar daripada sistem yang bekerja dengan frekuensi rendah.

  Mikrokontroler ATmega8535 dibuat menggunakan teknologi memori tidak hilang meskipun tanpa catu daya (nonvolatile) berdensitas tinggi (Winoto, 2010). On-Chip ISP (In System Programming) Flash yang terdapat di dalamnya memungkinkan memori program dapat diprogram ulang secara In-System melalui perangkat antarmuka serial ISP, baik oleh pemrogram memori nonvolatil konvensional, ataupun program On-chip Boot yang terdapat pada inti AVR (Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535). Program boot tersebut dapat menggunakan sembarang perangkat antarmuka untuk mengunduh program aplikasi dalam memori aplikasi Flash (Heryanto, 2008). Piranti lunak pada bagian Boot Flash akan tetap berjalan sementara bagian aplikasi Flash dimutakhirkan. Sehingga menghasilkan operasi Baca-Perulangan-Tulis (Read-While-Write) yang tepat (Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535).

  Membuat perbandingan di antara ragam mikrokontroler, bukanlah pekerjaan yang mudah karena banyak parameter yang perlu dipertimbangkan. Salah satu cara praktis yang dapat dilakukan adalah dengan mengambil salah satu paramater, misalkan kecepatan pemrosesannya. Pada Tabel 2.1. menunjukkan perbandingan kecepatan prosesor dan efisiensi eksekusi dari beberapa mikrokontroler populer.

Tabel 2.1. Perbandingan Kecepatan Mikrokontroler pada Beberapa Merek

  Mikrokontroler Produsen Ukuran Kode Waktu Eksekusi Terkompilasi (Siklus)

  AVR ATMEL 46 335 8051

  INTEL 112 9384 PIC1674 MICROCHIP 87 2492

  68HC11 MOTOROLA 57 5244

  Sumber : Data Sheet Mikrokontroler

Tabel 2.1. terlihat bahwa ketika bekerja dengan frekuensi siklus normal

  (clock) yang sama, mikrokontroler keluarga AVR bekerja 7 kali lebih cepat dibandingkan dengan PIC1674, 15 kali lebih cepat daripada 68 HC11, dan 28 kali lebih cepat dibanding 8051. Ditinjau dari kemampuan dan fasilitas yang dimiliki mikrokontroler ATmega 8535 keluarga AVR cocok dipilih untuk membangun bermacam-macam aplikasi (embedded system). Kemasan mikrokontroler ATmega 8535 dapat dilihat pada Gambar 2.12.

  Kaki/pin (Input/Output)

Gambar 2.12. Kemasan Mikrokontroler ATmega 8535

2.8.1. Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATmega 8535

  Konfigurasi pin mikrokontroler ATmega 8535 pada kemasan PDIP (Plastic Dual Inline Package) sebagaimana terlihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATmega 8535Tabel 2.2. Deskripsi Pin Mikrokontroler ATmega 8535

  Nama Deskripsi Vcc Tegangan catu digital Gnd Catu daya negatip (Ground) Port A (PA0-PA7) Port A berfungsi sebagai port Input/Output. Port A juga berfungsi sebagai ADC, jika diperlukan. Pin pada Port dapat diatur untuk memberikan internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyangga data (buffer) pada keluaran Port A mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Ketika pin PA0 – PA7 digunakan sebagai input dan secara eksternal dikonfigurasi pulled-low, pin-pin tersebut menghasilkan arus apabila internal pull-up resistors diaktifkan. Pin pada Port A berada dalam kondisi tri-stated ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja.

  Port B (PB0-PB7) Port B adalah port Input/Output dwi-arah 8-bit dengan

  internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyangga data

  pada output Port B mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Sebagai , Port B yang secara eksternal dikonfigurasi pulled-

  input low akan menghasilkan arus jika pull-up resistors

  diaktifkan. Pin pada Port B berada dalam kondisi tri-stated ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja. Port B juga memiliki fungsi lain yaitu TO, XCK, T1, AIN0, INT2, AIN1, SS, MOSI, MISO dan SCK.

  Port C (PC0-PC7) Port C adalah sebuah port Input/Output dwi-arah 8-bit dengan internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyanga data pada output Port C mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Sebagai input, Port C yang secara eksternal dikonfigurasi akan menghasilkan arus jika pull-up resistors

  pulled-low

  diaktifkan. Pin pada Port C berada dalam kondisi tri-stated ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja. Port C juga memiliki fungsi lain seperti TOSC2 dan TOSC1.

  Port D (PD0-PD7) Port D adalah sebuah port Input/Output dwi-arah 8-bit dengan internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyangga data pada output Port D mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Sebagai input, Port D yang secara eksternal dikonfigurasi

  pulled-low akan menghasilkan arus jika pull-up resistors

  diaktifkan. Pin pada Port D berada dalam kondisi tri-stated ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja. Port D juga memiliki fungsi lain seperti RXD Nama Deskripsi , TXD, INT0, INT1, OC1B, OC1A, ICP1, OC2, SCL dan SDA.

  RESET

  Input

  Reset. Kondisi low-level pada pin ini yang lebih lama dibanding panjang pulsa minimum akan menyebabkan kondisi reset, meskipun clock tidak bekerja. Pulsa yang lebih pendek tidak dijamin menyebabkan kondisi reset.

  XTAL1 Pin untuk eksternal clock.

  XTAL2 Pin untuk eksternal clock. AVCC Pin tegangan catu untuk Port A dan ADC. AVcc harus terhubung secara eksternal dengan Vcc, meskipun ADC tidak digunakan. Jika ADC digunakan, AVcc harus terhubung dengan Vcc melalui sebuah low-pass filter.

  AREF Pin referensi analog bagi ADC

  Sumber : Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535 Keterangan tabel : - ADC (Analog to Digital Converter)

  2.8.2. Central Processing Unit (CPU) Central Processing Unit (CPU) fungsi utamanya adalah memastikan

  eksekusi program dilakukan dengan tepat (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). CPU bertugas mengakses memori, melakukan perhitungan, mengontrol periferal, dan menangani interupsi.

  2.8.3. Memori (Memory)

  Memori mikrokontroler ATmega 8535 memiliki On-chip In-System

  

Reprogrammable Flash sebesar 8 KByte bagi penyimpanan program (Heryanto,

  2008). Karena seluruh instruksi AVR memiliki lebar 16 atau 32-bit, Flash diorganisasikan sebagai 4 KByte x 16 (Heryanto,2008). Untuk keamanan piranti lunak, ruang memori program Flash dibagi ke dalam dua bagian, Boot Program dan Aplikasi Program seperti terlihat pada Gambar 2.14. Memori Flash memiliki daya tahan sedikitnya 10.000 kali siklus tulis/hapus (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Program Counter mikrokontroler ATmega 8535 memiliki lebar 12-bit, dan mengalamati 4000 lokasi memori program (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535).

  $000 Application Flash Section

  Boot Flash Section $FFF

Gambar 2.14. Peta Memori Program

2.8.4. Port Masukan/Keluaran (Input/Output Port)

  Port masukan/keluaran (Input/Output Port) AVR memiliki fungsionalitas Baca-Mengubah-Tulis (Read-Modify-Write) saat digunakan sebagai port

  

Input/Output (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Hal ini berarti bahwa

  arah dari satu pin port dapat diubah tanpa perlu mengubah arah dari pin yang lain dengan instruksi. Hal yang sama diterapkan ketika mengubah nilai gerak (jika dikonfigurasi sebagai Input) atau enabel/disabel resistor pull-up (jika dikonfigurasi sebagai masukan Output).

  Tiap-tiap Output memiliki karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas

  

sink dan source yang tinggi. Penggerak pin cukup kuat untuk menggerakkan

  display LED (Light Emitting Diode) secara langsung. Seluruh pin port memiliki resistor pull-up terpilih secara individual dengan resistansi tetap tegangan-catu. Semua pin Input/Output memiliki dioda proteksi pada Vcc dan Ground seperti terlihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Konfigurasi Internal Pin Port

  Semua referensi register dan bit dalam bagian ini dituliskan dalam bentuk umum. Huruf kecil “x” mewakili huruf penomoran bagi port, dan huruf kecil “n” mewakili nomor bit (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Namun sewaktu menggunakan definisi register atau bit dalam program, bentuk yang tepat harus digunakan. PORT B 3 bagi bit no. 3 dalam Port B, di sini didokumentasikan secara umum sebagai PORTxn.

  Tiga lokasi alamat memori Input/Output dialokasikan bagi tiap port. Masing-masingnya bagi Data Register (PORTx), Data Direction Register (DDRx), dan Port Input Pin (PINx) (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535).

  Lokasi Input/Output Port Input Pin hanya bisa dibaca, sementara Data Register dan data yang keluar (Data Direction Register) dapat dibaca/tulis. Sebagai tambahan, bit Pull-up Disable (PUD) dalam SFIOR mendisabel fungsi pull-up bagi semua pin pada semua port, ketika diberi logika 1. Kebanyakan pin port dimultipleks dengan fungsi alternatif bagi fitur periferal pada perangkat. Perhatikan bahwa mengenabel fungsi alternatif pada sebagian pin port tidak mempengaruhi penggunaan pin yang lain dalam port sebagai Input/Output digital umum.

  Register port Input/Output adalah sebagai berikut : Register Port A

  Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT

A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 A0

Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 DDA7 DDA6 DDA5 DDA4 DDA3 DDA2 DDA1 DDA0 Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PINA7 PINA6 PINA5 PINA4 PINA3 PINA2 PINA1 PINA0 Read/ R R R R R R R R Write Initial

  

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Value

  Register Port B

  Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT

B7 B6 B5 B4 B3 B2 B1 B0

Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 DDB7 DDB6 DDB5 DDB4 DDB3 DDB2 DDB1 DDB0 Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PINB7 PINB6 PINB5 PINB4 PINB3 PINB2 PINB1 PINB0 Read/ R R R R R R R R Write Initial

  

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Value

  Register Port C

  Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT

C7 C6 C5 C4 C3 C2 C1 C0

Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 DDC7 DDC6 DDC5 DDC4 DDC3 DDC2 DDC1 DDC0 Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PINC7 PINC6 PINC5 PINC4 PINC3 PINC2 PINC1 PINC0 Read/ R R R R R R R R Write Initial

  

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Value

  Register Port D

  Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT

D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0

Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 DDD7 DDD6 DDD5 DDD4 DDD3 DDD2 DDD1 DDD0 Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W Write Initial Value Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 PIND7 PIND6 PIND5 PIND4 PIND3 PIND2 PIND1 PIND0 Read/ R R R R R R R R Write Initial

  

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Value

  Interupsi (Interrupt) 2.8.5.

  Menurut Heryanto (2008) interupsi (interrupt) adalah suatu kondisi dimana mikrokontroler ATmega 8535 akan berhenti sementara dari program utama untuk melayani instruksi-instruksi pada interupsi. Kemudian kembali mengerjakan instruksi program utama setelah instruksi-instruksi pada instruksi selesai dikerjakan.

  Mikrokontroler ATmega 8535 memiliki 3 interupsi eksternal, yaitu INT0,

  INT1 dan INT2 sebagaimana tertera pada Tabel 2.3. Interupsi eksternal bisa dilakukan dengan memberikan logika 1 pada pin interupsi yang bersangkutan.

Tabel 2.3. Hubungan PIN dan Interupsi

  Jenis Interupsi PIN

  INT0 PORT D 2

  INT1 PORT D 3

  INT2 PORT B 2

  Sumber : Heryanto (2008)

  Terdapat dua register yang mengatur kondisi dan cara pengangtifan interupsi, yaitu register MCUCR (Mikro Control Unit Control Register) dan GICR (General Interrupt Control Register) seperti terlihat pada Tabel.2.4. dan 2.5.

Tabel 2.4. Register MCUCR untuk Pengaturan Tipe Interupsi Eksternal

  SM2 SE SM1 SM0 ISC11 ISC10 ISC01 ISC00 MCUCR Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 Tabel 2.5. Register GICR untuk Mengatur Interupsi Eksternal

  INT1 INT0 INT2 - -

  IVSEL IVCE GICR - Bit

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1 Interupsi Eksternal ini memberikan cara membangkitkan interupsi melalui piranti lunak. Interupsi Eksternal dipicu oleh pin INT0, INT1, dan INT2 (Winoto, 2010). Jika difungsikan, interupsi akan terpicu meskipun pin INT0-2 diatur sebagai output. Interupsi Eksternal dapat dipicu pada tepi naik, tepi turun atau

  

level rendah (INT0/INT1), atau hanya pada tepi naik atau turun saja (INT2) (Data

  Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Pengaturan hal-hal tadi dilakukan pada MCUCR.

  Interupsi eksternal 1 diaktifkan oleh pin eksternal INT1 apabila bit-1 pada Status Register (SREG) dan interupsi pada GICR diset. Level dan tepi pada pin

  INT1 yang mengaktifkan interupsi didefinisikan di dalam Tabel 2.6. Nilai pada pin INT1 disampel sebelum mendeteksi tepi. Jika interupsi tepi yang terpilih, pulsa yang berakhir lebih lama daripada perioda 1 clock akan membangkitkan interupsi. Pulsa yang lebih pendek tidak dijamin mampu membangkitkan interupsi (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Jika interupsi level rendah dipilih, rendah harus ditahan hingga selesainya instruksi pengeksekusian yang

  level sedang berjalan membangkitkan interupsi.

Tabel 2.6. Logika 0 dan 1

  ISC11 ISC10 Deskripsi Kondisi low level pada INT1 membangkitkan permintaan interupsi Kondisi berubahnya logika pada INT1 membangkitkan

  1 permintaan interupsi

  1 Tepi turun INT1 membangkitkan permintaan interupsi

  1

  1 Tepi naik INT1 membangkitkan permintaan interupsi

  Sumber : Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535

2.9. Bahasa Pemrograman C

2.9.1. Karakteristik Bahasa Pemrograman C

  Karakteristik bahasa pemrograman C bersifat serba guna, kaya dengan fitur ekspresi, kendali alir, struktur data modern, dan kumpulan operator (Dennis, 1978). C memberikan konstruksi alir kendali dasar yang dibutuhkan bagi suatu program yang terstruktur dengan baik, yaitu pengelompokan pernyataan, pengambilan keputusan (if-else), pemilihan satu dari sekumpulan nilai yang mungkin (switch), perulangan dengan pemeriksaan kondisi (while, for), keluar dari perulangan (break) dan sebagainya (Heryanto, 2008). Deklarasi-deklarasi fungsi baru merupakan tahapan lain dalam maksud ini. Meski definisi fungsi tidak dapat disarangkan, variabel dapat dideklarasikan dengan suatu cara yang terstruktur di dalam blok (Dennis, 1978). Fungsi program dapat berada di dalam berkas sumber yang lokasinya berbeda, serta dikompilasi secara terpisah.

  C dapat diterapkan pada banyak komputer karena sifatnya yang tidak bergantung pada satu arsitektur mesin (Dennis, 1978). Dengan sedikit penanganan, menuliskan program yang bersifat portabel menjadi mudah. Program dapat berjalan tanpa melakukan pengubahan apapun pada kode sumber asal. Kompilator juga dapat memberi peringatan pada banyak jenis galat (Dennis, 1978).

2.9.2. Sistem Bilangan

  Sistem bilangan yang digunakan didalam pemrograman bahasa C adalah sebagai berikut :

  1. Sistem Bilangan Desimal Sistem bilangan desimal adalah sistem bilangan berbasis 10 yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bilangan-bilangan dasar pembentuknya adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari 9, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasar tersebut seperti 10, 11, 12 dan seterusnya. Bilangan desimal dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut :

  n n-1 n-2

  1 D = a . 10 + a . 10 + a . 10 + …... + a . 10 + a . 10

  2.1

  n n-1 n-2

  1 Dimana : D = Bilangan dalam desimal

  a = Bilangan dasar, 0 s.d 9 n = Indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

  2. Sistem Bilangan Biner Sistem bilangan biner adalah sistem bilangan berbasis 2 yang digunakan dalam komputasi digital (Dennis, 1978). Bilangan-bilangan dasar pembentuknya adalah 0 dan 1. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari 1, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasarnya seperti 10, 11, 100, dan seterusnya.

  Bilangan biner dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut : n n-1 n-2

  1 B = a . 2 + a . 2 + a . 2 + …... + a . 2 + a . 2

  2.2

  n n-1 n-2

  1 Dimana : B = Bilangan dalam biner

  a = Bilangan dasar, 0 atau 1 n = Indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

  3. Sistem Bilangan Oktal Sistem bilangan oktal adalah sistem bilangan berbasis 8 (Dennis, 1978).

  Meski sistem bilangan biner sangat sesuai bagi komputasi digital, namun tidak demikian bagi manusia. Bilangan tersebut sangat panjang sehingga sukar diingat. Untuk menyederhanakannya, dibentuklah sistem bilangan oktal, yang membagi bilangan biner untuk setiap 3 digit (Dennis, 1978). Bilangan dasar sistem bilangan oktal adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari 7, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasarnya, seperti 10, 11, 12, dan seterusnya. Bilangan oktal dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut :

  n n-1 n-2

  1 O = a . 8 + a . 8 + a . 8 + …... + a . 8 + a . 8

  2.3

  n n-1 n-2

  1 Dimana : O = Bilangan dalam oktal

  a = Bilangan dasar, 0 s.d 7 n = indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

  4. Sistem Bilangan Heksadesimal Sistem bilangan heksadesimal adalah sistem bilangan berbasis 16 (Dennis,

  1978). Jika dalam sistem bilangan oktal, digunakan 3 digit bilangan biner untuk menyatakan bilangan dasar, timbul pemikiran untuk menggunakan 4 digit bilangan biner sehingga diperoleh 16 buah bilangan dasar (Dennis, 1978). Bilangan-bilangan dasar pembentuknya adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C,

  D, E dan F. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari F, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasarnya seperti 10, 11, 12, dan seterusnya. Bilangan heksadesimal dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut : n n-1 n-2

  1 H = a . 16 + a . 16 + a . 16 + …... + a . 16 + a . 16

  2.4

  n n-1 n-2

  1 Dimana : H = Bilangan dalam heksadesimal

  a = Bilangan dasar, 0 s.d F n = Indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

Tabel 2.7. Bilangan Desimal, Biner, Oktal dan Heksadesimal

  Desimal Biner Oktal Heksadesimal 0000 1 0001

  1

  1 2 0010

  2

  2 3 0011

  3

  3 4 0100

  4

  4 5 0101

  5

  5 6 0110

  6

  6 7 0111

  7

  7 8 1000

  10

  8 9 1001

  11

  9 10 1010

  12 A 11 1011

  13 B 12 1100

  14 C 13 1101

  15 D 14 1110

  16 E 15 1111

  17 F 16 10000

  20

  10 Sumber : Dennis (1978)

2.10. Komponen Elektronika

2.10.1. Saklar Elektromagnet (Relay)

  Saklar elektromagnet (relay) adalah saklar yang dikendalikan secara elektronik (Barry, 2003). Arus listrik yang mengalir pada kumparan relay akan menciptakan medan magnet. Kemudian menarik lengan relay dan mengubah posisi saklar yang sebelumnya terputus menjadi terhubung seperti terlihat pada

Gambar 2.16. Kontak relay terbagi 2 yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan terputus (Normally Open) dan kondisi awal sebelum diaktifkan terhubung

  (Normally Close) (Barry, 2003).

  Kontak NC NC Lengan

  C C Kontak NO NO

  Pegas Elektromagnet Kumparan

  (a) (b)

Gambar 2.16. (a) Mekanik Relay, (b) Simbol Skematik Relay

  Sensor Sentuh (Limit Switch) 2.10.2.

  Sensor sentuh (limit switch) adalah sebuah saklar atau pembatas gerakan yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sangkar di level lantai tertentu (Otis, 1993). Sensor sentuh akan aktif jika mendapatkan sentuhan dari suatu benda fisik. Rangkaian sensor sentuh umumnya menggunakan resistor pull-up ataupun

  

pull-down seperti terlihat pada Gambar 2.17. Rangkaian menggunakan resistor

  bersifat aktif low yang berarti saklar ditekan memberi sinyal logika 0

  pull-up

  (tidak ada tegangan), jika saklar tidak ditekan memberi sinyal logika 1 (ada tegangan). Hal ini berkebalikan dengan rangkaian menggunakan resistor pull- yang bersifat aktif high yang berarti saklar ditekan memberi sinyal logika 1

  down

  (ada tegangan), jika saklar tidak ditekan memberi sinyal logika 0 (tidak ada tegangan) (Adi, 2010).

Gambar 2.17. Bentuk Sensor Sentuh (Limit Switch) Beserta Konfigurasi

  

Pulled- Low dan Pulled-High Pada pengoperasiannya saklar pembatas untuk pengaturan kerja posisi sangkar terdapat pada tiap level lantai (Otis, 1993). Sensor sentuh juga digunakan pada operasi membuka dan menutup pintu sangkar (Otis, 1993).

2.10.3. Dioda

  Dioda adalah komponen semikonduktor yang paling sederhana (Adi, 2010). Dioda terdiri atas dua elektroda yaitu anoda dan katoda seperti terlihat pada Gambar 2.18.

  Anoda Katoda

Gambar 2.18. Bentuk Dioda dan Simbol Dioda

  Karakteristik dioda pada umumnya adalah : a. Jika diberi bias maju, maka akan mengalirkan arus dari arah anoda ke katoda.

  Dioda yang sebenarnya adalah silikon yang tidak akan mengalir arus untuk tegangan bias maju di bawah 0 V. Jika tegangan yang diberikan lebih dari antara 0 hingga 0,7 volt V maka akan terjadi sedikit pertambahan arus yang mengalir pada dioda (Adi, 2010).

  b.

  Jika diberi bias mundur dioda tidak mengalirkan arus hingga tegangan mencapai nilai tertentu yang disebut breakdown voltage (Ubd). Karakteristik tegangan dan arus dioda dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19. Karakteristik Dioda Ideal dan Aktual Pada karakteristik reverse diperlihatkan adanya tegangan Ud (breakdown), dimana pada saat tegangan reverse dioda mencapai tegangan tertentu akan terjadi aliran arus yangn drastis membesar. Penggunaan dioda dalam rangkaian diantaranya adalah sebagai penyearah arus.

  2.10.4. Transistor

  Transistor merupakan komponen semikonduktor yang mempunyai salah satu fungsi sebagai saklar (Adi, 2010). Karena berfungsi sebagai saklar maka transistor dioperasikan pada dua buah titik kerja, dengan tujuan untuk menghasilkan dua kondisi on dan off. Rangkaian dasar sebuah transistor yang dipergunakan sebagai saklar adalah seperti terlihat pada Gambar 2.20. Pada jenis silikon transistor saturasi pada tegangan 0,7 volt, sedangkan untuk transisitor yang germanium adalah 0,3 Volt (Adi, 2010).

  (a) (b)

Gambar 2.20. (a) Transistor Sebagai Saklar, (b) Analogi Transistor Sebagai Saklar

  2.10.5. Resistor Resistor adalah sebagai pengatur kuat arus yang mengalir (Adi, 2010).

  Nilai resistor dinyatakan dalam satuan Ohm ( Ω) (Adi, 2010). Resistor dilambangkan dengan huruf R, sedangkan dalam skema disimbolkan sebagai berikut.

Gambar 2.21. Simbol Resistor

2.10.6. Tujuh Led (Seven Segment )

  Tujuh led (seven segment) adalah sebuah rangkaian yang dapat menampilkan angka-angka desimal maupun heksadesimal seperti terlihat pada

Gambar 2.22 (Adi, 2010). Seven segment biasa tersusun atas 7 bagian yang setiap bagiannya merupakan LED (Light Emitting Diode) yang dapat menyala (Adi,

  2010).

  Led

Dokumen yang terkait

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

0 0 17

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

0 0 13

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

0 0 12

Pengaruh Agreeableness, Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Perilaku yang dipersepsikan terhadap intensi OCB

0 1 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan 2.1.1 Pengertian Persalinan - Pengaruh Hypnobirthing terhadap Lama Persalinan pada Ibu Bersalin di Klinik Bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

0 0 49

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Hypnobirthing terhadap Lama Persalinan pada Ibu Bersalin di Klinik Bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

2 10 8

BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Ketahanan Watermarking Citra dengan Algoritma Modified Least Significant Bit (MLSB)

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

0 0 17

Harga Faktor m, C, C1 dan C2

0 0 36