BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan 2.1.1 Pengertian Persalinan - Pengaruh Hypnobirthing terhadap Lama Persalinan pada Ibu Bersalin di Klinik Bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.1.1 Pengertian Persalinan

  Persalinan (labor) adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta, dan selaput ketuban) dari rahim ibu melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan alat atau dengan kekuatan ibu sendiri. Persalinan atau proses kelahiran adalah peristiwa normal. Proses ini diawali dengan rahim mengalami kontraksi secara teratur yang kemudian menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks atau jalan lahir. Perubahan pada serviks atau jalan lahir ini dibantu dorongan dari ibu dan janin dan akan menghasilkan keluarnya bayi dari rahim ibu (Varney, 2006).

  Menurut Johariyah (2012), persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput plasenta keluar dari rahim ibu. Persalinan disebut normal apabila prosesnya terjadi pada usia cukup bulan (37-42 minggu) tanpa disertai adanya penyulit atau tanpa bantuan alat (kekuatan sendiri).

  Bentuk persalinan berdasarkan definisinya adalah sebagai berikut (Johariyah, 2012) : 1)

  Persalinan spontan, yaitu apabila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.

  2) Persalinan buatan, yaitu apabila proses persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari luar.

  3) Persalinan anjuran, yaitu apabila proses persalinan yang berlangsung dengan kekuatan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

2.1.2 Sebab-sebab Mulainya Persalinan

  Sebab-sebab terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya persalinan.

  Adapun teori-teori tentang penyebab terjadinya persalinan adalah (Johariyah, 2012): 1) Teori Peregangan Otot

  a) Otot rahim mempunyai kemampuan untuk meregang dalam batas tertentu.

  b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi rahim sehingga persalinan dapat dimulai.

  c) Pada kehamilan ganda, sering terjadi kontraksi setelah keregangan sehingga menimbulkan proses persalinan.

  2) Teori Penurunan Progesteron

  a) Proses penuaan plasenta dimulai pada umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi pelebaran pada jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan.

  b) Produksi Progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim menjadi lebih sensitif terhadap oksitosin.

  c) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah terjadi penurunan hormon progesteron.

  3) Teori Oksitosin Internal

  a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi Braxton Hicks.

  c) Menurunnya konsentrasi akibat tuanya kehamilan, maka oksitosin dapat meningkat, sehingga persalinan dapat dimulai.

  4) Teori Prostaglandin

  a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua.

  b) Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.

  c) c).Prostaglandin dianggap dapat menjadi pemicu persalinan. 5) Teori Hipothalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis

  a) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anancephalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hypothalamus.

  b) Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya menunjukkan kehamilan kelinci berlangsung lebih lama.

  c) Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan terdapat hubungan antara hypothalamus dengan mulainya persalinan.

d) Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.

2.1.3 Proses Persalinan

  Persalinan dibagi menjadi 4 kala. Kala I dimulai dari membukanya servik 0 sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, dengan kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding rahim dan kemudian dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala IV tersebut diobservasi adanya perdarahan postpartum (Sumarah,dkk, 2009).

2.1.3.1 Persalinan Kala I

  Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan kala pembukaan his berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu masih bisa berjalan-jalan. Secara klinis dapat dinyatakan mulai terjadi persalinan jika timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis tersebut pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses ini berlangsung kurang lebih 14 jam, yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 sampai pembukaan 3 cm dan fase aktif (6 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10 cm.

  Fase aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm, dan fase

  

deselerasi, dimana pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam

  pembukaan 9 cm menjadi 10 cm. Kontraksi menjadi lebih kuat dan lebih sering pada fase aktif. Keadaan tersebut dapat dijumpai baik pada primigravida maupun multigravida, akan tetapi pada multigravida fase laten dan fase aktif terjadi lebih pendek. Berdasarkan kurve Fridman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam, dan pembukaan pada multigravida 2 cm/jam.

  Ketika ibu memasuki fase aktif, kecemasan ibu cenderung meningkat seiring dengan ibu merasakan kontraksi dan nyeri yang semakin hebat. Ibu mulai takut kehilangan kendali dan menggunakan berbagai macam mekanisme koping. Beberapa ibu menunjukkan penurunan kemampuannya untuk berkoping dan rasa tidak berdaya.

  Ibu memilih ditemani keluarga yang mendampingi agar bisa memberikan dukungan yang lebih memuaskan sehingga rasa cemas dapat berkurang dibandingkan dengan ibu yang bersalin tanpa ada pendamping persalinan (Maryunani, 2010).

  Secara ringkas dapat disimpulkan pada Kala I persalinan akan muncul tanda- tanda sebagai berikut : 1)

  Kontraksi yang datang perlahan dan akan semakin sering dan teratur yang menandakan membukanya jalan lahir.

  2) Mulut rahim menipis dan melunak sebelum akhirnya menegang dan terbuka. 3) Keluarnya lendir bercampur dengan darah. 4) Saat mulut rahim mulai membuka, biasanya disertai dengan cairan ketuban.

  Cairan ketuban ini terlihat jernih dan tidak berbau serta menetes tidak terkendali.

  5) Gerakan bayi menjadi lebih jarang kelihatan karena posisi bayi sudah menetap berada dijalan lahir.

  2.1.3.2 Persalinan Kala II

  Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada multipara. Pada kala ini his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun memasuki ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang menimbulkan rasa ingin mengejan. Tekanan pada rektum akibat penurunan kepala tersebut, menyebabkan ibu ingin mengejan dan seperti akan buang air besar dengan tanda anus membuka. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan membukanya vulva dan anus. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak divulva pada saat ada his. Adanya his yang terpimpin, akan lahirlah kepala yang diikuti seluruh badan bayi. Kala II pada primipara berlangsung 1½ sampai 2 jam, sedangkan pada multipara berlangsung ½ sampai 1 jam (Manuaba, 2009).

  2.1.3.3 Persalinan Kala III

  Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.

  Pada kala III persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga rahim setelah kelahiran bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlengketan plasenta. Karena perlengketan plasenta semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlipat, menebal dan akhirnya lepas dari dinding rahim. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah rahim atau ke dalam vagina.

  Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah : 1)

  Uterus menjadi bundar atau globular 2)

  Uterus terdorong keatas, karena plasenta di lepas ke segmen bawah rahim 3)

  Tali pusat bertambah panjang

4) Terjadi perdarahan.

  Plasenta lepas secara spontan 5-15 menit setelah bayi lahir. Jika diraba dari luar, maka fundus rahim sebelum plasenta lahir setinggi pusat dan setelah plasenta lahir 2 jari dibawah pusat. Dengan plasenta lahir seluruhnya, maka ibu mulai memasuki masa puerperium (nifas). Meskipun begitu, ibu masih memerlukan observasi pasca persalinan (Maryunani, 2010).

2.1.3.4 Persalinan Kala IV

  Kala IV persalinan atau yang disebut kala observasi adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir, ditujukan untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. Observasi yang dilakukan mencakup 7 hal penting yang harus diperhatikan, Mochtar (2010) yaitu : 1) Kontraksi rahim baik. 2) Tidak ada perdarahan dari jalan lahir. 3) Plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap. 4) Kandung kemih kosong.

  5) Luka perineum terawat. 6) Bayi dalam keadaan baik. 7) Ibu dalam keadaan baik.

2.1.4 Tanda-tanda Persalinan

  Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya ibu memasuki kala pendahuluan (preparatory stage of labor), dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1) Serviks menipis dan membuka. 2) Interval antara rasa nyeri yang secara perlahan semakin pendek. 3) Waktu dan kekuatan kontraksi semakin bertambah. 4) Rasa nyeri terasa dibagian belakang dan menyebar kedepan. 5) Dengan berjalan bertambah intensitasnya. 6) Ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi dengan intensitas nyeri. 7) Adanya lendir bercampur darah.. 8) Ada penurunan bagian terendah janin. 9) Kepala janin sudah terfiksasi di PAP diantara kontraksi . 10) Pemberian obat penenang tidak menghentikan proses persalinan sesungguhnya.

2.1.5 Lama Persalinan

  Lama persalinan adalah apabila persalinan yang telah berlangsung lebih dari 14 jam tanpa kelahiran bayi dimana fase laten berlangsung lebih dari 8 jam dan dilatasi serviks dikanan garis waspada pada partograf (Saifuddin, 2010). Sebab-sebab terjadinya lama persalinan adalah multikompleks dan bergantung pada pengawasan sewaktu hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penanganannya.

Tabel 2.1 Waktu Pada Fase-Fase Persalinan Primipara Multipara

  Upper Rata-rata Rata-rata Upper normal normal

  Fase laten 8 jam 16 jam 5 jam 10 jam Fase aktif 6 jam 8 jam 3 jam 6 jam

  Kala I 14 jam 24 jam 8 jam 16 jam Kala II 60 menit 2,5 jam 30 menit > 60 menit

  Dilatasi

  cervix rate Kurang 1,2/jam adalah Kurang 1,5 cm/jam adalah

  selama fase abnormal abnormal aktif

  Sumber: Oxorn, 2010

  Lama persalinan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh paritas, interval kelahiran, status psikologis, posisi janin, bentuk dan ukuran pelvik maternal, serta karakteristik kontraksi uterus. Alat bantu yang dapat digunakan untuk memantau kemajuan persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik adalah partograf.

  Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (JNPK-KR, 2011).

  Perasaan takut yang terjadi pada ibu menjelang persalinan dapat menyebabkan stress pada ibu. Selain itu stress dapat membuat persalinan menjadi lebih lama karena ibu terus dibayangi oleh rasa takut akan proses persalinannya. Sebuah Riset yang dilakukan di Norwegia menemukan bahwa ibu hamil yang mengalami rasa takut akan menghabiskan waktu dalam proses persalinan lebih lama yaitu berkisar setengah sampai satu jam dibandingkan pada ibu hamil yang rileks menjelang persalinan. Selain itu rasa takut juga akan membuat proses persalinan menjadi tidak normal, sehingga persalinan harus dilakukan dengan menggunakan bantuan alat atau persalinan bisa mengarah ke bedah Caesar (Bidanku, 2012).

  Akibat lama persalinan pada ibu dapat menyebabkan robekan pada rahim, kematian pada ibu yang diakibatkan perdarahan dan infeksi. Sedangkan pada janin persalinan lama dapat menyebabkan denyut jantung janin menjadi lebih cepat dan tidak teratur, air ketuban bercampur dengan mekonium berwarna kehijau-hijauan dan berbau, terjadi kaput succedaneum yang lebih besar, moulage kepala yang hebat dan bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan (Saifuddin, 2010).

2.1.6 Faktor – faktor yang Memengaruhi Lama Persalinan

  Proses persalinan merupakan proses mekanisme yang melibatkan 5 faktor, yaitu jalan lahir, kekuatan yang mendorong (his, mengejan), janin yang didorong, psikis ibu dan penolong persalinan. Dari kelima komponen tersebut hanya kekuatan his yang dapat dimanipulasi dari luar tanpa membahayakan janin dalam proses persalinan (Johariyah, 2012).

  Faktor-faktor yang memengaruhi lama persalinan menurut Mochtar (2006) adalah sebagai berikut :

1. Power

  His (kontraksi ritmis otot polos rahim), kekuatan mengejan ibu, kontraksi rahim berirama teratur dan involunter serta mengikuti pola yang berulang. Setiap kontraksi rahim memiliki 3 fase yaitu increment (ketika intensitasnya terbentuk), acme (puncak/maksimum) decement (ketika relaksasi)

  Kontraksi rahim terjadi karena adanya penimbunan dan peningkatan kalsium pada retikulum endoplasma yang bergantung pada Adenosina Triphosphat (ATP) dan sebaliknya E

  2 dan F

  2

  α mencegah penimbunan dan pengikatan oleh ATP pada retikulum endoplasma (RE), RE membebaskan kalsium kedalam intra seluler dan menyebabkan kontraksi miofibril. Setelah miofibril berkontraksi, kalsium kembali lagi ke RE sehingga kadar kalsium intraseluler akan berkurang dan menyebabkan relaksasi miofibril.

  Peregangan serviks oleh kepala janin akhirnya menjadi cukup kuat untuk menimbulkan refleksi yang meningkatkan daya kontraksi korpus rahim dan akan mendorong janin maju sampai janin dikeluarkan. Ini sebagai umpan balik positif, kepala janin meregang serviks, regangan serviks merangsang kontraksi fundus, kontraksi fundus mendorong bayi ke bawah dan meregangkan serviks lebih lanjut, siklus ini berlangsung terus menerus. Kontraksi rahim bersifat otonom artinya tidak dapat dikendalikan oleh ibu, sedangkan saraf simpatis dan parasimpatis hanya bersifat koordinatif.

  a) Kekuatan his kala I (Manuaba, 2010) :

  (1) Kontraksi bersifat simetris. (2) Fundal dominan (fundus uteri berkontraksi lebih dulu). (3) Involunter artinya tidak dapat diatur oleh ibu sendiri.

  (4) Kekuatan makin besar dan pada kala pengeluaran diikuti dengan reflek mengejan.

  (5) Diikuti retraksi dimana rongga rahim mengecil dan anak berangsur didorong kesegmen bawah rahim.

  (6) Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan dapat menjalar kearah paha. Akhir kala I ditandai dengan pembukaan lengkap, ketuban pecah, dan dapat disertai refleks mengejan.

  b) Kekuatan his kala II.

  Kekuatan his pada akhir kala I atau permulaan kala II mempunyai amplitude 60 mmHg, interval 3-4 menit, durasi berkisar 60-90 detik. Kekuatan his menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan kepala atau bagian terendah menekan serviks dimana terdapat fleksus frankenhauser sehingga terjadi reflek mengejan. Kekuatan his dan reflek mengejan menimbulkan ekspulsi kepala sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, mata hidung, mulut, dagu dan lahirlah seluruh tubuh bayi.

  c) Kekuatan his kala III.

  Setelah istirahat sekitar 8-10 menit, his berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya.

  d) Kekuatan his kala IV.

  Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitude 60-80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadilah kesempatan membentuk thrombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan thrombus terjadi penghentian pengeluaran darah post partum.

  2. Passage atau Jalan Lahir

  Jalan lahir yang paling penting dan menentukan persalinan adalah pelvis minor, yang terdiri dari susunan tulang yang kokoh dihubungkan oleh persendian dan jaringan ikat yang kuat. Yang dikatakan dengan jalan lahir adalah pelvis minor atau panggul kecil. Panggul kecil ini terdiri atas : pintu atas panggul, bidang terluas panggul, bidang sempit panggul dan pintu bawah panggul.

  3. Passanger atau Janin

  Keadaan janin meliputi letak, presentase, ukuran atau berat janin, ada tidaknya kelainan anatomik mayor. Pada beberapa kasus dengan anak yang besar dengan ibu DM, terjadi kemungkinan kegagalan persalinan bahu karena persalinan bahu yang berat cukup berbahaya, sehingga dapat terjadi asfiksia. Pada letak sungsang mekanisme persalinan kepala dapat mengalami kesulitan karena persalinan kepala terbatas dengan waktu 8 menit.

  4. Psikis Ibu

  Pada ibu hamil trimester III selalu dihinggapi perasaan takut yang lebih dibandingkan trimester sebelumnya. Hal ini dikarenakan ketakutan ibu dalam menghadapi proses persalinan. Apabila keadaan tersebut tidak dapat diatasi oleh ibu, maka pada saat menjelang persalinan biasanya ibu akan mengalami kecemasan dan akan memberikan respon melawan atau menghindar (flight or flight) yang dipicu oleh melimpahnya hormon katekolamin serta dipicu oleh adanya ketakutan dan bentuk distress lainnya.

  Cluett (2000) menyebutkan bahwa stress psikologis memiliki efek fisik yang kuat pada persalinan. Hormon stress seperti adrenalin berinteraksi dengan reseptor beta di dalam otot uterus dan menghambat kontraksi serta dapat memperlambat persalinan (Chapman, 2006).

  Kecemasan ibu dalam persalinan dapat berdampak menurunkan aliran darah ke rahim, meningkatnya waktu kala I (persalinan lama), menurunnya aliran darah ke plasenta, menurunnya suplai oksigen untuk janin, meningkatnya produksi katekolamin janin, serta meningkatnya persepsi wanita yang negatif. Selain itu dalam Chapman (2006) menyebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya persalinan lama adalah respon stress dan ini menempati urutan paling atas di antara penyebab- penyebab yang lainnya.

  Di beberapa Negara seperti Amerika Serikat telah dikembangkan metode non- farmakologis untuk menghadapi persalinan yaitu hypnobirthing. Metode ini merupakan metode alamiah yang digunakan untuk menghilangkan rasa takut, panik, tegang dan tekanan-tekanan lain yang menghantui selama persalinan. Hypnobirthing banyak memberi manfaat karena melatih ibu hamil untuk selalu rileks, bersikap tenang dan menstabilkan emosi. Kondisi ibu yang tidak mendukung (seperti stress) ternyata ikut andil dalam mempersulit proses persalinan. Kondisi stress pada ibu dapat mengakibatkan otot tubuh terutama otot-otot yang berada di jalan lahir menegang, kaku dan keras sehingga sulit mengembang. Semakin ibu stress maka persalinan akan menjadi semakin lama.

5. Penolong

  Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam hal ini tergantung dari kemampuan dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan. Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan persalinan yang bersih dan aman (Rohani, 2011).

  Kompetensi yang dimiliki seorang penolong sangat bermanfaat untuk memperlancar persalinan dan mencegah kematian maternal dan neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik diharapkan kesalahan atau malpraktek dalam memberikan asuhan tidak terjadi (Asrinah, 2010).

  Penolong persalinan harus memiliki ketrampilan yang telah diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan dan harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin disetiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas, ataupun rumah sakit. Penolong persalinan bisa saja Bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetrik. Jenis asuhan yanga akn diberikan harus disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2011).

  Penolong adalah faktor yang sangat memengaruhi terjadinya kematian ibu adalah kemampuan dan ketrampilan penolong persalinan. Tahun 2006, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih sekitar 76%, artinya masih banyak pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayi (Yanti, 2010).

  Sedangkan dari kelima faktor tersebut, peran hypnobirthing termasuk pada psikis ibu. Dimana hypnobirthing memberi sugesti agar ibu lebih rileks dalam menjalani persalinan. Relaksasi ini bisa mengendurkan otot-otot dasar panggul sehingga proses janin keluar menjadi tidak terhambat. Dengan kondisi rileks ibu dapat mengendalikan rasa nyeri dan kemampuan olah nafas perut, menyebabkan ibu menjadi memiliki cukup energi untuk mengejan dan melakukan proses persalinan.

  Persalinan dengan hypnobirthing rata-rata memerlukan waktu 2,5 jam dimana persalinan menjadi lebih cepat dan lancar (Kuswandi, 2013).

2.2 Nyeri Persalinan

2.2.1 Defenisi Nyeri Persalinan

  Nyeri persalinan merupakan sensasi atau perasaan yang tidak menyenangkan akibat stimulasi saraf sensorik. Nyeri persalinan terdiri atas dua komponen yaitu komponen fisiologis dan komponen psikologis. Komponen fisiologis merupakan proses penerimaan impuls oleh saraf sensorik dan menyalurkan impuls tersebut menuju saraf pusat. Sementara komponen psikologis meliputi rekognisi sensasi, interpretasi rasa nyeri dan reaksi terhadap hasil interpretasi nyeri tersebut.

  Rasa nyeri persalinan bersifat personal, setiap orang mempersepsikan rasa nyeri yang berbeda terhadap stimulus yang sama tergantung pada ambang nyeri yang dimilikinya. Nyeri persalinan berbeda dari nyeri pada umumnya, hal terebut dikarenakan :

  1. Nyeri persalinan merupakan bagian dari proses yang normal, sedangkan nyeri yang lain pada umumnya mengindikasikan adanya injuri atau penyakit.

  2. Seorang ibu dapat mengetahui bahwa ia akan mengalami nyeri pada saat persalinan sehingga nyeri tersebut dapat diantisipasi.

  3. Pengetahuan yang cukup tentang proses persalinan akan membantu seorang ibu untuk mengatasi nyeri pesalinan yang bersifat intermitten (sementara). Nyeri persalinan tersebut dapat berakhir setelah kelahiran bayi.

  4. Konsentrasi ibu yang tertuju pada bayi dapat menjadikan motivasi bagi ibu untuk lebih toleran terhadap rasa sakit yang dirasakan saat persalinan.

  Rasa nyeri yang dirasakan seseorang merupakan akibat respon fisik dan refleks fisik. Persepsi nyeri pada setiap orang akan berbeda karena setiap orang memiliki perbedaan budaya, koping mekanisme yang digunakan, tingkat pengetahuan dan sebagainya.

2.2.2 Faktor yang Memengaruhi Nyeri Persalinan

  Ada beberapa faktor yang memengaruhi persepsi nyeri persalinan menurut Sherwen,dkk (1999), yaitu :

  1. Umur dan Paritas

  Serviks pada wanita multipara mengalami perlunakan sebelum masuk dalam persalinan, namun tidak demikian halnya dengan serviks wanita primipara yang menyebabkan nyeri pada primipara lebih berat daripada multipara. Intensitas kontraksi uterus yang dirasakan pada primipara lebih besar daripada multipara, terutama pada akhir kala I dan permulaan kala II persalinan. Wanita dengan usia muda mengalami nyeri tidak berat seperti yang dirasakan pada wanita dengan usia yang lebih tua.

  2. Ras, Budaya dan Etnik

  Berbagai data menyebutkan bahwa ras, budaya dan etnik berpengaruh terhadap cara orang mengekspresikan rasa nyeri pada saat persalinan. Ekspresi nyeri tersebut berdasarkan perilaku lingkungan disekitarnya. Pengkajian yang akurat tentang kemajuan persalinannya dan tingkat toleransi terhadap nyeri ibu membantu penolong persalinan dalam menentukan kemungkinan komplikasi persalinan sebagai dampak dari suatu kebiasaan atau kultural tertentu.

  3. Mekanisme Koping

  Setiap manusia mempunyai cara tersendiri dalam menghadapi stress akibat nyeri yang dialaminya. Namun ketika nyeri menjadi sesuatu yang mengancam integritas individu maka akan sulit bagi individu tersebut untuk mengontrol rasa nyerinya. Dalam hal ini, peran bidan adalah mengobservasi bagaimana ibu dapat menurunkan rasa nyerinya dan mengkaji efektivitas metode yang digunakannya. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bagi bidan untuk memberikan alternative metode penanganan nyeri yang familiar bagi ibu.

  4. Metode Relaksasi yang Digunakan

  Apabila seseorang ibu yang bersalin mampu melakukan relaksasi selama kontraksi, maka ibu tersebut akan merasakan kenyamanan selama proses persalinannya. Penggunaan teknik relaksasi yang benar akan meningkatkan kemampuan ibu dalam mengontrol rasa nyerinya, menurunkan rasa cemas, menurunkan kadar katekolamin, menstimulasi aliran darah menuju uterus dan menurunkan ketegangan otot. Teknik relaksasi yang digunakan dapat berupa teknik pernapasan saat kontraksi atau menggunakan teknik relaksasi mendalam seperti hypnobirthing.

  5. Cemas dan Takut

  Kecemasan ringan dan sedang sebenarnya akan berefek positif terhadap ibu bersalin sehingga dapat meningkatkan perhatiannya terhadap proses kehamilan dan persalinannya sekaligus dapat meningkatkan pengetahuannya tentang proses yang akan dialaminya. Akan tetapi pada kecemasan berat akan menyebabkan ketidak mampuan ibu untuk menoleransi nyeri persalinan yang dialaminya.

  Cemas dan takut menyebabkan peningkatan tegangan otot dan gangguan aliran darah menuju otak dan otot. Hal tersebut menyebabkan tegangan pada otot pelvis, kontraksi uterus yang terganggu dan hilangnya tenaga pendorong ibu selama kala II persalinan. Ketegangan yang lama akan menyebabkan kelelahan pada ibu dan meningkatkan persepsi nyeri serta menurunkan kemampuan ibu untuk mengontrol rasa nyerinya.

  6. Kelelahan

  Ibu bersalin yang kelelahan tidak akan mampu menoleransi rasa nyeri dan tidak mampu menggunakan koping untuk mengatasinya karena ibu tidak dapat fokus akibat dari relaksasi yang diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri tersebut. Kelelahan juga menyebabkan ibu merasa tersiksa oleh kontraksi sehingga tidak dapat mengontrol keinginannya untuk meneran. Pada akhir kehamilan, kelelahan lebih banyak disebabkan oleh gangguan istirahat dan kurang tidur, kurangnya cairan dan kalori yang dikonsumsi, serta ketidak mampuan ibu dalam mengelola energinya saat persalinan. Kadangkala ibu memerlukan medikasi untuk memfasilitasi istirahat ibu antara lain hipnotis dan akupressur. Selain metode tersebut, perlu diperhatikan juga intake cairan dan kalori ibu serta perubahan posisi untuk mengurangi kelelahan pada ibu.

  7. Lama Persalinan

  Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami stress dan kelelahan lebih lama sehingga rasa nyeri akan meningkat. Lamanya waktu persalinan bisa disebabkan oleh bayi yang besar atau kelainan pada pelvis yang mengakibatkan rasa nyeri dan kelelahan yang semakin meningkat seiring dengan lamanya proses persalinan.

  Waktu persalinan bervariasi pada setiap orang. Semakin lama waktu persalinan, akan menyebabkan kelelahan juga akan semakin lama serta meningkatkan kecemasan dan rasa nyeri pada ibu bersalin.

8. Posisi Maternal dan Fetal

  Posisi supinasi pada ibu bersalin menyebabkan rasa tidak nyaman pada ibu, kontraksi uterus yang tidak efektif dan menyebabkan sindrom hipotensi supinasi.

  Sindrom tersebut disebabkan oleh penekanan uterus dan fetus pada vena cava inferior dan aorta abdomen yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen pada bayi. Dengan demikian, perlu adanya ambulasi pada ibu bersalin untuk mengurangi kelelahan dan menurunkan persepsi nyeri.

  Posisi oksiput posterior pada bayi menyebabkan penekanan oksiput bayi pada area sacrum ibu di setiap kontraksi yang mengakibatkan nyeri pada daerah punggung ibu, dimana nyeri tersebut tidak hilang pada saat bebas kontraksi. Posisi oksiput posterior bayi menyebabkan persalinan lama, sedangkan nyeri punggung ibu dapat menurun apabila bayi dapat melakukan rotasi menjadi posisi oksiput anterior dan proses persalinan mengalami kemajuan.

  Menurut Batbual (2010) stress pada ibu bersalin menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi glukosa tubuh yang menyebabkan kelelahan dan sekresi katekolamin yang menghambat kontraksi uterus. Peningkatan katekolamin menyebabkan beralihnya aliran darah dari rahim dan plasenta dan organ-organ lain yang tidak penting untuk penyelamatan segera ke organ-organ yang penting dalam reaksi melawan atau menghindar, seperti jantung, paru-paru, otak dan otot rangka.

  Hal tersebut menyebabkan penurunan aliran darah ke rahim dan plasenta, memperlambat kontraksi rahim dan mengurangi pasokan oksigen ke janin sehingga menyebabkan persalinan lama, cemas pada ibu, peningkatan nyeri dan stress berkepanjangan.

  Rasa nyeri pada persalinan dalam hal ini adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress (Bobak, 2005).

2.2.3 Tahapan Nyeri Persalinan

  Menurut Bobak (2005) rasa tidak nyaman selama persalinan disebabkan oleh tiga hal yaitu : Tahap pertama persalinan, kontraksi rahim menyebabkan: (1) Dilatasi dan penipisan serviks (2) Iskemia rahim (penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalami defisit) akibat kontraksi arteri miometrium. Implus rasa nyeri tahap pertama persalinan ditransmisi melalui segmen saraf spinalis T11-12 dan saraf-saraf sensori torakal bawah serta saraf simpatik lumbar atas. Saraf-saraf ini berasal dari korpus uterus dan serviks.

  Rasa tidak nyaman akibat perubahan serviks dan iskemia rahim ialah nyeri viseral. Nyeri ini berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke paha. Biasanya ibu mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi (Bobak, 2005).

  Tahap Kedua Persalinan, saat pengeluaran bayi ibu mengalami nyeri somatik atau nyeri pada perineum. Rasa tidak nyaman pada perineum ini timbul akibat peregangan jaringan perineum supaya janin dapat melewati bagian ini, juga akibat tarikan peritoneum dan topangan uteroservikal saat kontraksi. Rasa nyeri juga dapat diakibatkan pengeluaran janin menggunakan forsep atau tekanan pada bagian terendah janin, yakni kandung kemih, usus, atau struktur sensitif panggul yang lain.

  Implus nyeri pada tahap kedua persalinan dihantar melalui S1-4 dan sistem parasimpatis jaringan perineum. Nyeri yang dialami pada persalinan tahap ketiga ialah nyeri rahim, yang mirip dengan nyeri yang dialami pada awal tahap pertama persalinan (Bobak, 2005).

  Nyeri dapat berupa nyeri lokal disertai kram dan sensasi robekan akibat distensi dan laserasi serviks, vagina, atau jaringan perineum. Rasa tidak nyaman sering digambarkan sebagai sensasi nyeri terbakar yang dirasakan saat jaringan meregang. Nyeri juga dapat beralih sehingga dapat dirasakan di punggung, dipinggang, dan dipaha (Bobak, 2005).

  2.2.4 Lama Nyeri Persalinan

  Nyeri selama persalinan dirasakan selama kala pembukaan dan makin hebat dalam kala pengeluaran. Pada ibu yang baru pertama kali bersalin, kala pembukaan berlangsung kira-kira 13 jam dan kala pengeluaran kira-kira 1 ½ jam. Pada wanita yang pernah melahirkan kala pembukaan berlangsung lebih singkat yaitu sekitar 7 jam dan kala pengeluaran sekitar 1/2 jam (Maya, 2010).

  2.2.5 Penilaian dan Pengukuran Nyeri

  Kualitas nyeri dapat dinilai sederhana yang meminta pasien menjelaskan nyeri dengan kata-kata mereka sendiri (misalnya tumpul, berdenyut, seperti terbakar). Evaluasi ini juga dapat didekati dengan menggunakan penelitian yang lebih formal, seperti kuesioner nyeri MC bill, yang merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menilai nyeri. Kuesioner ini mengukur dimensi fisiologik dan psikologik nyeri yang dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama klien menandai lokasi nyeri disebuah gambar tubuh manusia. Pada bagian kedua klien memilih 20 kata yang menjelaskan kualitas sensorik, afektif, evaluatif, dan kualitas lain dari nyeri. Pada bagian ketiga klien memilih kata seperti singkat, berirama atau menetap untuk menetap untuk menjalaskan pola nyeri. Pada bagian keempat klien menentukan tingkatan nyeri pada suatu skala 0 sampai 5 (Price, 2005).

  Alat bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri klien :

  a.

   Face Pain Rating Scale

Gambar 2.1 Skala Face Pain Rating

b. Skala Intensitas Nyeri

Gambar 2.2 Skala Pengukuran Nyeri Keterangan :

  0 : Tidak nyeri 1 - 3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

  4

  • – 6: Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

  7

  • – 9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

  10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

  Menurut Wong dan Baker (1998), pengukuran skala nyeri menggunakan Face

  

Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum

  untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat”. Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif.

  Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Penolong persalinan juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numeric (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Maryunani, 2010).

  Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi ibu kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Maryunani, 2010).

  Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila ibu dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Penolong persalinan dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Maryunani, 2010).

  2.2.6 Akibat tidak Mengatasi Nyeri

  Menurut Mander (2004), nyeri persalinan yang berat dan lama dapat mempengaruhi ventilasi, sirkulasi metabolisme dan aktivitas uterus. Nyeri saat persalinan bisa menyebabkan tekanan darah meningkat dan konsentrasi ibu selama persalinan menjadi terganggu, tidak jarang keh amilan membawa “stress” atau rasa khawatir / cemas yang membawa dampak dan pengaruh terhadap fisik dan psikis, baik pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya. Misalnya mengakibatkan kecacatan jasmani dan kemunduran kepandaian serta mental emosional nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Rasa cemas yang berlebihan juga akan menambah intensitas nyeri selama persalinan.

  2.2.7 Metode Alternatif Mengatasi Nyeri Persalinan

  Selain pengelolaan nyeri persalinan secara farmakologis dan non-farmakologis, terdapat berbagai metode pengelolaan nyeri persalinan terkini yang dibenarkan untuk mengatasinya, dalam hal ini disebut sebagai metode alternative atau metode alami. Pada perinsipnya tetap sama, yaitu mengurangi ketegangan ibu sehingga bisa merasa nyaman dan rileks menghadapi persalinan.

  Berbagai metode ini juga bisa meningkatkan stamina untuk mengatasi rasa nyeri dan tidak berdampak pada bayi yang dilahirkan. Paparan mengenai berbagai metode alternatif penghilang rasa nyeri persalinan di bawah ini bertujuan untuk menambah wawasan pemberi asuhan agar dapat memberikan gambaran pilihan bagi ibu dalam memilih strategi penghilang rasa nyeri persalinan. Salah satu tindakan alternatif untuk mengurangi rasa nyeri pada persalinan adalah dengan metode

  hypnobirthing (Maryunani, 2010).

2.3 Konsep Dasar Hypnobirthing

  Metode relaksasi persalinan yang bernama “Hypnobirthing” sebenarnya dikembangkan pertama kali oleh Marie F. Mongan, M.Ed., M.Hy. di Amerika Serikat (AS). Marie Mongan telah mematenkan nama Hypnobirthing yang akhirnya digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia. Awalnya, Marie Mongan merasa tergugah pada betapa banyaknya perempuan yang merasa takut menjalani proses kelahiran. Kemampuannya dalam Hypnoterapi membuatnya berfikir untuk mengembangkan metode relaksasi persalinan (Andriana, 2013).

  Kurang lebih setahun setelah ia menjadi seorang Hypnoterapis,Marie Mongan menciptakan metode Hypnobirthing yang merupakan penggabungan dari self-

  

hypnosis dan proses kelahiran alami. Pada 3 Januari 1990, bayi pertama dilahirkan

dengan metode Hypnobirthing (Andriana, 2013).

2.3.1 Pengertian Hypnobirthing

  Hypnobirthing

  berasal dari kata “hypnosis” dan “birthing”. Hypnosis yang berasal dari kata Hypnos (bahasa Yunani) adalah nama Dewa tidur. Arti tidur disini adalah pikiran yang tenang. Sedangkan birthing (Bahasa Inggris) berarti proses persalinan (Kuswandi, 2013).

  Hypnobirthing adalah upaya alami menanamkan niat kepikiran bawah sadar

  untuk menghadapi persalinan dengan tenang dan sadar. Hypnobirthing merupakan suatu metode yang dikhususkan untuk ibu hamil dengan melakukan relaksasi mendalam, bertujuan untuk mempersiapkan proses kelahiran normal yang lancar, nyaman dengan rasa sakit yang minimum, karena mampu memicu hormon endorphin yang merupakan hormone penghilang rasa sakit alami tubuh (Andriana, 2013).

  Hypnobirthing berarti proses melahirkan dengan hypnosis, dimana ibu

  sepenuhnya sadar dan menikmati proses persalinan. Metode ini berakar dari ilmu hypnosis dengan metode pendekatan kejiwaan yang memberi kesempatan kepada ibu untuk berkonsentrasi, fokus dan rileks sehingga hypnobirthing lebih mengacu pada hipnoterapi, yakni penanaman sugesti pada alam bawah sadar oleh ibu, untuk mendukung alam sadar yang mengendalikan tindakan ibu dalam menjalani proses persalinan (Batbual, 2010).

  Maryunani (2010) mengatakan hypnobirthing adalah upaya penggunaan hypnosis untuk memperoleh persalinan yang lancar, aman, dan nyaman.

  

Hypnobirthing merupakan metode relaksasi yang mendasarkan pada keyakinan

  bahwa ibu hamil bisa mengalami persalinan melalui insting dan memberikan sugesti bahwa persalinan itu nikmat.

  Hypnobirthing adalah salah satu metode hypnosis yang digunakan dalam

  membantu proses persalinan (melahirkan), dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, nyaman dan mengurangi rasa sakit yang dialami ibu melahirkan (Batbual, 2010).

  Menurut Kuswandi (2013) metode hypnobirthing didasarkan pada keyakinan bahwa setiap perempuan memiliki potensi untuk menjalani proses melahirkan secara alami, tenang, dan nyaman (tanpa rasa sakit) juga ampuh dalam menetralisir dan memprogram ulang (reprogramming) rekaman negatif dalam pikiran bawah sadar dengan program positif. Dengan demikian, rekaman yang tertanam dalam pikiran bawah sadar bahwa persalinan itu menakutkan dan menyakitkan, bisa terhapus dan berganti dengan keyakinan bahwa persalinan berlangsung mudah, lancar, tanpa rasa sakit (nyaman).

  Hypnobirthing adalah suatu metode relaksasi yang digunakan untuk membantu

  ibu dalam proses persalinan yang bertujuan memberikan rasa nyaman sehingga proses persalinan berlangsung cepat dan aman tanpa ada indikasi penyulit persalinan.

2.3.1.1 Hypnobirthing Dasar.

  Dasar dari hypnobirthing adalah relaksasi. Relaksasi merupakan teknik untuk mencapai kondisi rileks. Maksudnya ketika seluruh sistem syaraf, organ tubuh dan panca indera kita beristirahat untuk melepaskan ketegangan yang ada sedangkan kita tetap dalam keadaan sadar (Andriana, 2013). Relaksasi terdiri dari:

  1. Relaksasi otot Otot adalah bagian yang paling luas di tubuh manusia dan banyak digunakan untuk beraktivitas. Saat berfikir ternyata otot juga ikut tegang yaitu di daerah leher, tengkuk, bahu kiri dan kanan serta punggung (Kuswandi, 2013).

  2. Relaksasi wajah Mencapai relaksasi wajah yang dalam sangat penting karena membuat bagian tubuh lain lebih mudah mengikuti. Setelah menguasai relaksasi wajah, rahang akan benar-benar rileks dengan mulut sedikit terbuka. Sehingga akan memasuki kondisi rileks yang alami dengan cepat (Kuswandi, 2013).

  3. Relaksasi pernapasan Napas yang rileks adalah napas perut yang lambat dan teratur. Perlahan-lahan hirup napas yang lewat hidung, hitung 10 kali hitungan. Selanjutnya hembuskan lewat hidung perlahan-lahan (Kuswandi, 2013).

  Pernapasan perut atau diafragma adalah jika perut yang naik lebih tinggi saat menghirup udara, sedangkan jika perut tidak terangkat atau terangkat sedikit dibandingkan dada artinya itu adalah pernapasan dada. Ada tiga teknik pernapasan yang penting dalam hypnobirthing, yaitu yang pertama pernapasan tidur (sleep

  

breathing ). Pernapasan tidur yang perlahan dan dalam merupakan teknik pernapasan

Dokumen yang terkait

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

0 0 48

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

0 1 35

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACING PITA (Taenia Solium) PADA SISWA SD NEGERI 173547 DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Tindakan Ibu Hamil Tentang Deteksi Dini Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Medan Deli Tahun 2015

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implementasi Kebijakan 2.1.1. Definisi Implementasi Kebijakan - Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2014

0 0 25

Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2014

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan - Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

0 0 17

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

0 0 12

Pengaruh Agreeableness, Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Perilaku yang dipersepsikan terhadap intensi OCB

0 1 17

Pengaruh Hypnobirthing terhadap Lama Persalinan pada Ibu Bersalin di Klinik Bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

1 4 32