Apakah Demokrasi Menjamin Pertumbuhan Ek

Apakah Demokrasi Menjamin Pertumbuhan Ekonomi Suatu Negara?
Cut Maya Aprita Sari S. Sos, M. Soc. Sc
*cutmayaapritasari@unsyiah.ac.id
Selepas perang dunia II, demokrasi mengalami kemenangan universal. Ini ditandai
dengan berlomba-lombanya negara yang baru merdeka untuk mendeklarasikan dirinya
sebagai negara yang demokratis. Dalam hal ini, demokrasi dianggap sistem terbaik yang
mampu menyelesaikan semua permasalahan yang muncul dalam suatu negara. Undangundang, hukum, dan adat istiadat terlihat sangat baik apabila semuanya bersifat demokratis.
Nilai- nilai yang terkandung didalam sistem demokrasi kemudian diyakini dapat membawa
negara penganutnya kearah yang lebih baik (Held, 2004: 3-4). Oleh sebab itu demokrasi
menjadi sistem yang dipilih oleh banyak negara di dunia. Dinamika demokrasi di negara
berkembang menunjukkan bahwa dianutnya sistem demokrasi lebih banyak disebabkan oleh
desakan global daripada kebutuhan internal suatu negara. Snowball effect berlaku dalam
penerapan demokrasi di negara berkembang. Mereka melihat negara maju yang bersistem
demokrasi mampu mengalami lonjakan ekonomi yang pesat sehingga berkeinginan untuk
mengadopsi sistem tersebut pula.
Berbicara mengenai pembangunan dan demokrasi, Immanuel Walerstain (1973, 2004)
mengklasifikasikan negara didunia kedalam tiga kategori yaitu negara core, semi periphery
dan periphery. Negara core atau biasa disebut negara inti dicirikan dengan negara maju yang
bersistem demokrasi dan melakukan industrialisasi untuk menopang perekonomian
negaranya. Negara semi-periphery merupakan negara yang berada di posisi tengah yang
kondisi perekonomiannya jauh lebih baik dari negara periphery namun masih berada dibawah

negara core. Sedangkan negara periphery merupakan kelompok negara berkembang yang
umumnya tidak demokratis. Dalam persaingan global, sistem politik yang dianut negara core
senantiasa menjadi contoh pembangunan bagi negara semi-periphery.Demokrasi selanjutnya
dikatakan memiliki korelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan suatu negara melihat
keberhasilan sejumlah negara core dengan sistem demokrasi yang diamalkannya.
Berkaitan dengan pemaparan diatas, penulisan artikel ini berangkat dari keraguan
terhadap karya Lipset (1963) yang berjudul Political Man.Lipset menyatakan hipotesisnya
bahwa demokratisasi berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semakin
demokratis suatu negara, maka akan semakin baik tingkat pertumbuhan ekonomi negara
tersebut. Logikanya, dalam kerangka sistem politik yang demokratis, setiap stakeholder

pembangunan

akan

lebih

leluasa

menyuarakan


aspirasinya

demi

meningkatkan

pembangunan. Hasil akhir pembangunan akan lebih baik karena berpihak kepada
kepentingan rakyat seperti yang disyaratkan oleh sistem politik yang demokratis. Almond
Powell (1966) seakan membenarkan hipotesis Lipset.Dalam teori capability of system
politics-nya kemudian menyatakan bahwa setiap sistem politik memiliki kemampuan yang
berlainan dalam menangani input dan output. Tetapi bisa dikatakan bahwa sistem yang
demokratis memiliki kepekaan yang lebih besar untuk menangani permasalahan
kesejahteraan. Yang menjadi pertanyaan penting adalah, apakah demokrasi dapat menjamin
peningkatan kesejahteraan suatu negara? Mengingat dewasa ini banyak negara yang tidak
menganut demokrasi atau tidak memenuhi kriteria demokrasi tetapi mampu mengalami
peningkatan ekonomi yang pesat.
Melihat Pengalaman Beberapa Negara
Singapura dan Cina dapat dijadikan contoh. Singapura memang menyatakan dirinya
sebagai penganut demokrasi, namun dalam prakteknya lebih mengarah kepada otoriter. Cina

menganut sistem demokrasi sosialis komunis yang identik dengan dominasi partai tunggal di
negaranya. Namun kedua negara ini menunjukkan perkembangan ekonomi yang pesat.
Pertumbuhan ekonomi Cina dilihat dari PDB 2007 telah mencapai 24,66 trilyun yuan atau
naik 65,5% dibanding tahun 2002. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Cina mencapai 10,6% per
tahun. Cina pula menjadi negara perdagangan ketiga di dunia mulai tahun 2007. Indonesia
yang memenuhi ciri pemerintahan demokratis ternyata ekonominya masih tertinggal jauh.
Sedangkan India yang demokratis juga pernah mengalami fase ekonomi buruk walaupun
sejak tahun 1980 mulai memperlihatkan peningkatan ekonomi. India mengamalkan
demokrasi liberal yang mengalami permasalahan kemiskinan namun mulai bangkit setelah
perang dingin selesai. Ekonomi India dulunya bergantung kepada pertanian. Namun sekarang
menggalakkan industri sebagai sumber ekonomi negaranya sehingga pertanian hanya
menyumbang 25% dari PDB (Lane & Erssson: 2002).
Cina dan India merupakan dua kuasa besar yang muncul setelah perang dingin.
Keduanya memiliki persamaan dalam hal pertumbuhan ekonomi. Selama tahun 1980-2010
Cina mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 9,7% dan india 5,9%. Dalam hal
kependudukan, keduanya memiliki wilayah negara yang luas dengan jumlah penduduk yang
ramai.Cina dan India sama-sama bermula dari negara agraris dengan sistem politik yang
tradisional. Selanjutnya keduanya mengadopsi reformasi struktural untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi dan sama-sama melakukan industrialisasi untuk memajukan

negaranya.
Dapatkah Demokrasi Menjamin Kesejahteraan?
Tidak ada analisis tunggal yang mampu menjelaskan korelasi antara demokrasi dan
peningkatan kesejahteraan suatu negara. Penilaian variabel demokrasi dan kesejahteraan
memerlukan analisis mendalam dengan menggunakan banyak indikator. Namun melalui
pemaparan diatas, setidaknya ada beberapa hal yang dapat kita nilai. Hipotesis lipset yang
menyatakan bahwa demokratisasi berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi suatu
negara tidak selamanya wujud. Cina dan singapura yang prakteknya lebih ke arah otoriter
ternyata mampu membawa negaranya kearah pertumbuhan ekonomi yang maju. India yang
menganut demokrasi ternyata juga pernah mengalami fase kemerosotan ekonomi walaupun
berhasil bangkit setelah perang dingin.
Melihat beberapa negara diatas, argumen Lipset terbantahkan. Demokrasi tidak
menjamin pertumbuhan ekonomi suatu negara. Maka sebenarnya, hal penting yang harus
diperhatikan sebuah negara adalah bukan persoalan “apa sistemnya” tetapi bagaimana sistem
tersebut diterapkan untuk membawa kesejahteraan. Demokrasi dalam pandangan lipset akan
memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi apabila memenuhi beberapa hal:
(1) Demokrasi didukung oleh kebijakan-kebijakan yang memajukan ekonomi (2) didukung
oleh kinerja aparatur yang baik. (3) Demokrasi yang diterapkan tidak hanya pada tingkat
prosedural tetapi mampu ditransformasikan kedalam pemerintahan yang baik.
Tidak ada sistem politik yang mampu menjamin peningkatan ekonomi suatu negara.

Namun setidaknya konsep naik-turun kelas yang diutarakan Wallerstain (1973, 2004) dapat
diterapkan untuk menaikkan perekonomian suatu negara. Dalam konsep tersebut disebutkan
bahwa negara periphery dan semi-periphery dapat naik kelas menuju negara core apabila
melakukan tiga hal: Pertama, berupaya untuk merebut kesempatan yang ada. Kedua,
melibatkan diri secara aktif dalam industri dan Ketiga, menjadi negara yang mandiri.

Rujukan

Immanuel Wallerstein. 1973. Dependence in an Interdependent World: The Limited
Posibilities of Transformation Within the Capitalist World Economy” in The
Conference on Dependence and Development in Africa. Ottawa, Canada. 7-12.
Immanuel Wallerstein. 2004. World-systems Analysis" In World System History, ed. George
Modelski, in Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS), Developed under the
Auspices of the UNESCO, Eolss Publishers, Oxford ,UK.
David Held. 2004. Demokrasi dan Tatanan Global : Dari Negara Modern Hingga
Pemerintahan kosmopolitan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm.3-4.
Report Of Economic Outlook for Southeast Asia, China and India. 2014. OECD
Development Centre.
Gabriel Almond dan Bingham Powell Jr. 1966. Comparative Politics: A Developmental
Approach. Boston: Little, Brown.

Report Of World economic Situation and Prospect 2014. United Nations Publication Sales.
China

&

India

Key

Facts

News.bbc.co.uk/2/shared/spl/hi/guides/456900/456964/html/nn3page1.stm.

dalam
Diakses

pada 1 Oktober 2014.
Jan Erick Lane dan Svante Ersson. 2002. Demokrasi dan Pertumbuhan Benarkah
Kontradiktif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.