DAYA TARIK LAPANGAN TEGALLEGA SEBAGAI RU

DAYA TARIK LAPANGAN TEGALLEGA SEBAGAI
RUANG TERBUKA PUBLIK DIKAJI DARI ASPEK
FISIK DAN NON FISIK

ABSTRAK
Lapangan Tegallega sebagai salah satu Landmark kota Bandung sejak
jaman dahulu telah mengalami berbagai pergeseran dari segi fungsi,
bentuk dan interpretasi masyarakat terhadapnya. Saat ini lapangan
Tegallega telah menjadi pusat aktivitas dan berkumpul masyarakat baik di
pagi hari atau petang hari. Setelah mengalami interpretasi negative
beberapa tahun lalu kini lapangan Tegallega mulai bergeser ke arah lebih
positif, hal ini terjadi karena banyak terjadi aktifitas masyarakat dari
berbagai golongan di kawasan tersebut. Banyak aspek yang
mempengaruhi pergeseran fungsi dan interpretasi tersebut yang
membuahkan berupa daya tarik kunjungan yang meningkat menjadikan
lapangan Tegallega sebagai ruang publik yang hidup.

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangannya, kesan negatif pun melekat pada Tegallega.
Sudah menjadi rahasia umum kalau Tegallega biasa menjadi tempat prostitusi

pada waktu malam. Kerumunan pedagang kaki lima yang berjualan setiap hari
Minggu menambah kesan kumuh pada lapangan ini. Penataan Tegallega secara
besar-besaran pernah dilakukan, yaitu saat Kota Bandung menjadi tuan rumah
dalam perayaan Konferensi Asia Afrika pada April 2005. Lahan seluas satu
hektare disiapkan untuk ditanami pohon-pohon oleh para delegasi negara Asia
Afrika dan dijadikan simbol perdamaian. Tegallega pun sibuk berbenah sebelum
kedatangan para tamu. Tegallega dipilih karena berada di tengah kota dan
diharapkan bisa sebagai paru-paru kota. Kini, Tegallega tak hanya sekadar
tegalan luas, namun telah menjadi ruang publik yang berbagai fasilitasnya bisa
dinikmati oleh masyarakat. Meskipun demikian, Tegallega masih perlu berbenah
dan terus berbenah, hingga nyata indahnya dan terasa kenyamanannya sampai

1

betul-betul menjadi ruang publik yang bersih, bebas pedagang kaki lima, apalagi
arena prostitusi.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan fenomena lapangan Tegallega ini, saya merumuskan beberapa
masalah dalam hal keterkaitan Tegallega sebagai ruang publik dengan
interprestsi masyarakat saat ini, sebagai berikut:

1. Seberapa besarkah pengaruh penataan lingkungan Tegallega terhadap
kegiatan masyarakat di dalam ruang publik tersebut ?
2. Apakah ada pengaruh dari fasilitas – fasilitas yang ada di lapangan
Tegallega

terhadap

daya

ketertarikan

masyarakat

untuk

mengunjunginya?
1.3. Tujuan Penulisan
Tulisan ini ditujukan untuk memenuhi tugas ujian semester genap mata
kuliah Masalah Lingkungan Binaan. Tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi
deskripsi terhadap ruang publik Tegallega sebagai area komunal yang

melegenda di kota Bandung.
1.4. Metode Penulisan
Paper ini ditulis dengan metoda Penelitian ini berbentuk analisis
deskriptif, yaitu jenis penelitian survei dipadukan teori-teori Place Making dan
Ruang Publik.

2. KAJIAN TEORITIS
2.1. Teori Ruang Publik Carmona
Berdasarkan pelingkupannya (Carmona, et al : 2003), ruang publik dapat dibagi
menjadi beberapa tipologi antara lain :


External public space. Ruang publik jenis ini biasanya berbentuk ruang luar
yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti taman kota, alun-alun,
jalur pejalan kaki, dan lain sebagainya.

2




Internal public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang
dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada
batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, rumah sakit dan pusat
pelayanan warga lainnya.



External and internal “quasi” public space. Ruang publik jenis ini berupa
fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan ada batasan
atau aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall, diskotik, restoran dan
lain sebagainya.

Berdasarkan fungsinya secara umum dapat dibagi menjadi beberapa tipologi
(Carmona, et al : 2008), antara lain :
1. Positive space. Ruang ini berupa ruang publik yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif dan biasanya dikelola oleh
pemerintah. Bentuk dari ruang ini antara lain ruang alami/semi alami, ruang
publik dan ruang terbuka publik.
2. Negative space. Ruang ini berupa ruang publik yang tidak dapat
dimanfaatkan bagi kegiatan publik secara optimal karena memiliki fungsi

yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan keamanan aktivitas sosial serta
kondisinya yang tidak dikelola dengan baik. Bentuk dari ruang ini antara lain
ruang pergerakan, ruang servis dan ruang-ruang yang ditinggalkan karena
kurang baiknya proses perencanaan.
3. Ambiguous space. Ruang ini adalah ruang yang dipergunakan untuk aktivitas
peralihan dari kegiatan utama warga yang biasanya berbentuk seperti ruang
bersantai di pertokoan, café, rumah peribadatan, ruang rekreasi, dan lain
sebagainya.
4. Private space. Ruang ini berupa ruang yang dimiliki secara privat oleh warga
yang biasanya berbentuk ruang terbuka privat, halaman rumah dan ruang di
dalam bangunan
2.2. Teori “invitation quality” dari William H. White “The Social Life of Small
Urban Space”

3

Teori ini mengkaji beberapa aspek yang mempengaruhi niat masyarakat
atau nilai undangan kepada masyarakat untuk mendatangi area publik sebagai
tempat berkumpul dan interaksi, aspek-aspek yang dilihat adalah:



The Life of plaza



Sitting place



Sun, Winds, trees, and water



Food



The Street




The undersireables



Effectivity Capacity



Indoor space



Concourse and megastructure



Smaller Citites and place




Triangulation

3.

DAYA TARIK LAPANGAN TEGALLEGA SEBAGAI
RUANG TERBUKA PUBLIK DIKAJI DARI ASPEK FISIK
DAN NON FISIK

3.1. Identifikasi Kawasan
Kawasan lapangan Tegallega terletak di pusat kota bandung, berjarak
sekitar 1 km kea aras selatan dari Alun-alun Bandung. Kawasan ini cukup
strategis karena dapat di akses dari segala penjuru kota Bandung dengan
mudah.

4

Gambar 1. Lokasi Tegallega
(sumber: Google maps)
Lapangan Tegallega ini terdiri dari pohon-pohon sebagai taman kota,

lintasan atau lapangan atletik, kolam renang, lapangan bola, lintasan aspal yang
memutar, dan monument Bandung Lautan Api. Kawasan ini dikelilingi oleh jalan
raya pada ketiga sisinya, untung masuk kawasan ini terdapat 4 gerbang yang
dapat dilalui kendaraan roda empat. Kawasan ini dikelilingi pagar besi sehingga
untuk masuk akan dikenai tarif Rp.1000,- , dan untuk masuk fasilitas liannya
seperti lapangan atletik dan kolam renang akan dikenai tiket masuk lagi.
Menurut William White (1980), tempat Ruang Publik yang berhasil
merupakan tempat bersosial yang Baik, dimana banyak orang bertemu,
berkumpul dalam kelompok, atau bercengkrama., dalam hal ini lapangan
Tegallega sudah dapat terkategorikan baik, dimana secara empiric bias terlihat
setiap pagi ada kegiatan masyarakat untuk berinteraksi dan berolah raga,
demikian pula pada petang hari, namun terdapat perbedaan usia yang datang
antara pagi hari dan sore hari tersebut. Dimana pada pagi hari didominasi oleh
kaum manula, pedaganng kaki lima dan petang hari didominasi oleh kaum muda
atau anak sekolah.

5

Gambar 02. Suasana Tegallega di pagi hari
Sumber : dok. Pribadi

Lapangan Tegallega juga sering difungsikan sebagai sarana event-event
marketing sebuah produk dan hal ini sangat menganggu fungsi lapangan
tersebut sebagai ruang publik yang terbuka untuk siapa saja menjadi ruang yang
berorientasi pengunjung tertentu dan sering kali diprivatisasi dengan pagar-pagar
tertutup dan barikade. Dalam hal ini lapangan Tegallega sebagai ruang publik
sudah menyalahi fungsinya sebagai taman kota tempat masyarakat berinteraksi
secara bebas.
3.2. Analisa Dampak Penataan Kawasan Lapang Tegallega dengan Daya
Tarik Kunjungan
Jika mengacu kepada teori tipologi (Carmona, et al : 2003) ruang publik
lapangan Tegallega dapat diktegorikan sebagai External public space. Ruang
publik jenis ini biasanya berbentuk ruang luar yang dapat diakses oleh semua
orang (publik) seperti taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki, dan lain
sebagainya. Tetapi apabila kita melihat lapangan Tegallega yang berpagar pada
seklilingnya dan pintu gerbang yang tidak setiap saat dibuka, hal ini dapat
menjadikan kawasan ini bukan ruang publik yang bebas lagi secara waktu dan
ruang.

6


Gambar 03. Denah Lapang tegallega dan tampak gerbang
Sumber: google.com
Dari gambar diatas tampak jelas bahwa ruang publik yang seharusnya
bersifat umum dapat diakses dengan kebebasan ruang dan waktu dibatasi oleh
pagar. Hal ini dilakukan untuk menghindarai kegiatan menyimpang / negative
pada malam hari. Hal ini bila dikaji oleh teori fungsi ruang publik (Carmona, et al :
2008)menjadi ruang Negative space. Ruang ini berupa ruang publik yang tidak
dapat dimanfaatkan bagi kegiatan publik secara optimal karena memiliki fungsi
yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan keamanan aktivitas sosial serta
kondisinya yang tidak dikelola dengan baik. Bentuk dari ruang ini antara lain
ruang pergerakan, ruang servis dan ruang-ruang yang ditinggalkan karena
kurang baiknya proses perencanaan.
Tetapi jika dikaitkan dengan daya tarik kunjungan masyarakat terhadap
ruang publik tersebut dinyatakan secara empirik bahwa lapangan Tegallega
sangat menarik, terbukti selalu ramainya setiap pagi dan petang hari. Hal ini jika
dikaji berdasarkan teori Sun, Wind, Tress and Air (William White, 1980) dapatlah
dimengerti mengapa ruang publik ini selalu ramai oleh kunjungan masyarakat.
Lapangan Tegallega dengan pepohonan yang rindang sangat menarik untuk
warga berolahraga di pagi dan petang hari karena kesejukan udara dari
pepohonan dan sinar matahari yang bias tereduksi oleh pepohonan tersebut.

7

Gambar 04. Pepohonan yang rindang menjadi daya Tarik
Sumber : dok. Pribadi
Selain faktor-faktor fisik yang menajdi daya tarik kawasan ini, ada faktor
lain yang menjadi daya tarik, seperti halnya keberadaan pedagang – pedagang
kaki lima dan lesehan yang menjajakan makanan. Hal ini jika dilihat dari teori
Food sebagai aspek pemicu, “Ketika kita hendak datang ke publik space yang
ada aktifitas sertakanlah stool makanan, dalam setiap plaza yang membawa
kehidupan sosial , kita akan menemukan macam-macam vendor makanan pada
setiap pojokan yang menyediakan street food untuk pengunjung yang datang ke
Plaza. Terhitung 15 vendor dari penjual makanan yang berjualan di rockefeller
Plaza….” (William White, 1980).

Gambar 05. Beragam pedagang yang turut mengundang pengunjung
Sumber : dok. Pribadi

8

Di lapangan Tegallega ini terdapat juga fasilitas olahraga lainnya seperti
kolam renang, lapangan atletik dan sepak bola, dan monument perjuangan
Bandung Lautan Api. Tetapi semua hal tersebut bukan menjadi daya tarik utama
bagi pengunjung / masyarakat untuk datang, karena fasiltas tersebut jika dikaji
dari segi kelayakan dan pemeliharaan sangatlah kurang. Pengunjung yang
dating ke lapangan Tegallega, terutama di pagi hari, adalah kaum manula yang
memiliki taraf ekonomi menengah ke atas, terbukti dengan lahan parker mobil
dan motor yang selalu penuh, hal ini mengindikasikan bahawa bukan fasilitasfasilitas diatas yang menarik mereka untuk dating ke lapangan Tegallega ini.

4. KESIMPULAN
1. Penataan lingkungan secara fisik sangat berpengaruh terhadap kegiatan
masyarakat di Lapangan Tegallega, hal ini tercermin dengan banyaknya
pohon rindang dan lintasan yang asri dan lebar mengundang masyarakat
untuk beraktivitas dan berinteraksi di kawasan tersebut.
2. Perencanaan kawasan yang kurang mendalam memberikan dampak
negative terhadap kawasan tersebut, seperti kawasan yang terlalu
terbuka akan mengundang kaum marjinal untuk melakukan kegiatan
menyimpang di kawasan tersebut. Hal ini diantisipasi oleh lapangan
Tegallega dengan pemasangan pagar di sekelilng kawasan.
3. Fasilitas – fasilitas yang lengkap jika tidak terpelihara dengan baik, tidak
akan menjadi daya tarik bagi kawasan tersebut.
4. Pengunjung kawasan lapangan Tegallega yang datang secara teratur
tertarik karena lingkungan yang rindang dan sejuk serta lintasan –
lintasan jalan yang baik.
5. Faktor non fisik yang mengundang masyarakat untuk datang teratur ke
kawasan lapangan Tegallega adalah kehadiran pedagang-pedagang kaki
lima.

9

Daftar Pustaka
Carmona, et al. 2003. Public places – urban spaces, the dimension of urban design .
Architectural press.
Carmona, et al. 2008. Public space: the management dimension. Routledge ,
Taylor&Francis group. New York, USA.
Jacob, Jane. 1961. The Death and Life of Great American Cities. Random House, New
York
White, William. 1980. The Social Life Of Small Urban Space. Project for Public Spaces
Inc

10