2. Kedudukan Pembukaan Undang –Undang Dasar 1945 - KONSTITUSI UUD1945

  UUD 1945 Kegagalanuntuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan

Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali

UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara

Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali

UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD

kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.

  Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

  Rumusan kalimat “… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan

yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan

mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,

  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,

  3. Persatuan Indonesia

  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Perubahan Kedua UUD 1945, adalah perubahan kedua pada sebagai hasil Sidang

Tahunantanggal 7-18 Agustus

2000.

  

Perubahan Kedua menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:

  1. Pasal 18

  2. Pasal 18A

  3. Pasal 18B

  7. Pasal 22A

  8. Pasal 22B

  9. BAB IXA WILAYAH NEGARA

  1. Pasal 25E 10. 10 BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

  1. Pasal 26

  2. Pasal 27 11. 11 BAB XA HAK ASASI MANUSIA

  1. Pasal 28A

  2. Pasal 28B

  3. Pasal 28C

  4. Pasal 28D

  5. Pasal 28E

  6. Pasal 28F

  7. Pasal 28G

  8. Pasal 28H

  9. Pasal 28 I

  10. Pasal 28J

  12. BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

  1. Pasal 30

  

13. BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA

LAGU KEBANGSAAN

  1. Pasal 36A

  2. Pasal 36B

  3. Pasal 36C

1. Pokok Pikiran Pembukaan Undang

  • – Undang Dasar 1945

  Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945

  Alinea (2) pokok pikiran Keadilan Sosial; - Alinea (3) pokok pikiran Kedaulatan Rakyat;

  • Alinea (4) pokok pikiran Ketuhanan.

  

2. Kedudukan Pembukaan Undang

Undang Dasar 1945

  • Sebagai tata tertib hukum

  

Pembukaan UUD 1945 memuat hal-hal fundamen negara, yaitu tujuan negara,

bentuk negara, dan asas kerohanian negara. Pembukaan UUD 1945 pada tingkatan

tertib hukum tertinggi dan memberikan factor mutlak bagi adanya tertib hukum di

Indonesia. Di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat Pancasila sebagai norma

dasar negara. Pembukaan UUD 1945 memuat sendi - sendi mutlak bagi berdirinya negara Republik Indonesia, yaitu Proklamasi 17 Agustus 1945.

  

Pembukaan UUD 1945 mempunyai dua macam kedudukan terhadap tertib hukum

Indonesia, yaitu sebagai berikut :

  • – 1. Menjadi dasar tertib hukum karena Pembukaan UUD 1945 memberikan factor factor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia.

2. Memasukan diri di dalamnya sebagai ketentuan hukum yang tertinggi sesuai dengan posisinya sebagai dasar hukum tertinggi.

  • Sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci Pembukaan UUD 1945 alinea

  III merupakan pernyataan secara terperinci mengenai pernyataan kemerdekaan, sedangkan alinea IV berisi pembentukan pemerintahan negara Republik Indonesia.

  Teks proklamasi memiliki makna sebagai pernyataan kemerdekaan bangsa

  Indonesia dan tindakan – tindakan yang harus dilaksanakan berkaitan dengan proklamasi tersebut.

  Jadi pembukaan adalah pernyataan kemerdekaan Republik Indonesia secara terperinci yang merupakan penjabaran naskah proklamasi bangsa Indonesia. Menurut Prof. Drs. Notonagoro, S.H., Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental, sedangkan Pancasial adalah unsure pokok kaidah negara yang fundamental.

  • Berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya

    memiliki supremasi dan integritas filosofis-ideologis secara konstitusional

    (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45), dengan asas imperatif (mengikat, memaksa).

  

3. Makna Pembukaan Undang – Undang

Dasar 1945

Pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan dengan padat dan khidmat

dalam empat alinea, dimana setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari.

  Mengandung nilai universal artinya mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia, sedangkan lestari artinya mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

  Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945 pada garis besarnya adalah:

  • - Alinea I : terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran perjuangan

  (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan). Alinea pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus

  

Makna yang terkandung dalam Alinea pertama ini adalah menunjukkan

keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapai masalah

kemerdekaan melawan penjajah. Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa

  Penjajahan oleh Belanda di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak

asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia.

  

Selain mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu

pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk

embebaskan diri dari penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas

kewajiban bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan

setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaaan setiap bangsa.

Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu

bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal

atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia.

Pendirian tersebut itulah yang melandasi dan mengendalikan politik luar

negeri kita.

  • - Alinea II : mengandung cita-cita bangsa Indonesia (negara yang merdeka,

    bersatu, berdaulat, adil, dan makmur).

  

Aline kedua : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah

sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa

mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang

kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil, dan makmur

Kalimat tersebut menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita akan

perjuangan bangsa Indonesia selama ini. Hal Ini juga berarti adanya

kesadaran keadaan sekarang yang tidak dapat dipisahkan dari keadaan

  

diharapkan oleh para “pengantar” kemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu

menjiwai segenap bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk

mewujudkannya.

  Alinea ini mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian :

  

1. Bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada

tingkat yang menentukan;

  2. Bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan;

  

3. Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih

harus diisi dengan mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur

  • - Alinea III : memuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya (menyatakan

  bahwa kemerdekaan atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa).

Alinea ketiga : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan

didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan

kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan

dengan ini kemerdekaannya

Kalimat tersebut bukan saja menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata

dan materiil bangsa Indonesia, untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi

juga

menjadi keyakinan motivasi spiritualnya, bahwa maksud dan tindakan

menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Hal

tersebut berarti bahwa bangsa Indonesia mendambakan kebidupan yang

berkeseimbangan material dan spiritual serta keseimbangan kebidupan di

dunia dan di akhirat. Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur dan

mengilhami Proklamasi Kemerdekaan (sejak dari Piagam Jakarta) serta

menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan

mencapai kemerdekaannya, dan mendirikan negara yang berwawasan

kebangsaan.

  

bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara

Pancasila.

Alinea keempat : “Kemudian daripada itu untuk membentuk susunan

pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan

sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu

dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang

terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan

Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan

Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta

dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia

Alinea ini merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip

dasar, untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan

dirinya merdeka.

  

Tujuan nasional negara Indonesia dirumuskan dengan “… Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kebidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial

Prinsip dasar yang dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu

adalah dengan menyusun kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan

PancasiIa.

  

Dengan rumusan yang panjang dan padat ini, alinea keempat Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus menegaskan:

  

1. Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya

yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

  

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.”

  

4. Perubahan Isi Undang – Undang Dasar

1945 Perubahan Pertama

  a)

Perubahan Pertama UUD 1945, adalah perubahan pertama pada Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang

Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 tanggal 14-21 Oktober

1999. Perubahan Pertama menyempurnakan pasal-pasal berikut:

  Pasal 5 - Pasal 7 - Pasal 9 - Pasal 13 - Pasal 14 - Pasal 15 - Pasal 17 - Pasal 20 - Pasal 21 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1999 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK

  INDONESIA Ketua, Prof. Dr. H.M. Amien Rais, MA .

  Wakil Ketua,

  H. Matori Abdul Djalil Drs. Kwik Kian Gie Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita Drs. H.M. Husnie Thamrin

  b) Matori Abdul Djalil Amien Rais

  Kwik Kian Gie Ginandjar

  Hari Sabarno Nazri Adlani Kartasasmita

  Perubahan Kedua Perubahan Kedua UUD 1945, adalah perubahan kedua pada Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000. Perubahan Kedua menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:

  1. Pasal 18

  2. Pasal 18A

  3. Pasal 18B

  4. Pasal 19

  5. Pasal 20

  6. Pasal 20A

  7. Pasal 22A

  8. Pasal 22B

9. BAB IXA WILAYAH NEGARA

  2. Pasal 27 11. 11 BAB XA HAK ASASI MANUSIA

  1. Pasal 28A

  H. Matori Abdul Djalil Drs. H.M. Husnie Thamrin Hari Sabarno, SIP, MBA, MM Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal Drs. H.A. Nazri Adlani

  INDONESIA Ketua, Prof. Dr. H.M. Amien Rais Wakil Ketua, Drs. Kwik Kian Gie

  3. Pasal 36C Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK

  2. Pasal 36B

  1. Pasal 36A

  

13. BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA

LAGU KEBANGSAAN

  1. Pasal 30

  10. Pasal 28J

  9. Pasal 28 I

  8. Pasal 28H

  7. Pasal 28G

  6. Pasal 28F

  5. Pasal 28E

  4. Pasal 28D

  3. Pasal 28C

  2. Pasal 28B

12. BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

c) Perubahan Ketiga

  Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 tanggal 1-9 November 2001. Perubahan Ketiga menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:

  Pasal 1 - Pasal 3 - Pasal 6 -

  • Pasal 6A

  Pasal 7A - Pasal 7B - Pasal 7C - Pasal 8 -

  • Pasal 11
  • Pasal 17
  • BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH

  1. Pasal 22C

  2. Pasal 22D

  • BAB VIIB PEMILIHAN UMUM

  1. Pasal 22E

  2. Pasal 23

  3. Pasal 23A

  4. Pasal 23C

  • BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

  1. Pasal 23E

  2. Pasal 23F

  3. Pasal 23G

  • Pasal 24
  • Pasal 24A
  • Pasal 24B
  • Pasal 24C

  Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 9 November 2001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

  Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita Ir. Sutjipto Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd. Drs. H.M. Husnie Thamrin Drs. H.A. Nazri Adlani Agus Widjojo

d) Perubahan Keempat

6. BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG 1.

  Pasal 33 2. Pasal 34

  Pasal I 2. Pasal II Rapat Paripurna

  11. ATURAN TAMBAHAN 1.

  Pasal I 2. Pasal II 3. Pasal III

  10. ATURAN PERALIHAN 1.

  9. Pasal 37

  8. BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN

  

Perubahan Keempat UUD 1945, adalah perubahan keempat pada Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang

Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2002 tanggal 1-11 Agustus

2002. Perubahan Keempat menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:

  1. Pasal 31 2.

  7. BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

  Pasal 23B 2. Pasal 23D 3. Pasal 24

  5. Pasal 16

  4. Pasal 11

  3. Pasal 8

  2. Pasal 6A

  1. Pasal 2

KESEJAHTERAAN SOSIAL 1.

  Menurut kami alasan dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945 adalah :

  

Pertama, konstitusi sebaiknya memiliki derajat supremasi atau keunggulan

daripada peraturan lain di bawahnya dalam membentuk dan mengatur struktur dasar sistem hukum. Karena itu, konstitusi merupakan puncak tertinggi dari bentuk legislasi dalam sebuah negara.

  Kedua, sebaiknya konstitusi yang dibuat diusahakan sedapat mungkin berumur panjang (longevity) sehingga dapat sejauh mungkin mengatur struktur dasar hukum agar tetap relevan sampai generasi di depannya.

  Ketiga, konstitusi yang dibuat sebaiknya memiliki ketegaran (rigidity) yang tinggi sehingga tak mudah diubah dengan alasan-alasan tak mendasar.

  Tanpa ketegaran, sebuah konstitusi tak bisa berumur panjang.

  Keempat, konstitusi yang dibuat harus mengandung materi muatan moral

(moral content) berisi ajaran yang mengatur struktur dasar pemerintahan dan

pemisahannya serta mengatur hak sipil dan hak dasar manusia.

  Kelima, konstitusi, khususnya yang terkait hak warga negara, harus dibuat

umum dan niskala (general and abstract) agar nilai-nilai yang termuat dalam

konstitusi dapat menjangkau ruang publik sejauh mungkin.

SEJARAH PEMBENTUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI

  Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan

  Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.

  Suasana sidang MPR pada saat pengesahan Perubahan Ketiga Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003. Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.

  

Struktur Organisasi Untuk memperlancar tugas dan kerja Setjen dan Kepaniteraan, susunan organisasi MKRI dibuat terdiri dari empat biro dan satu pusat dengan masing-masing tugas pokok dan fungsinya, yaitu sebagai berikut: Kontak Staff Mahkamah Konstitusi Untuk memberikan layanan informasi yang maksimal kepada masyarakat perihal konstitusi, di bawah tercantum staf MK yang bisa dihubungi : Staf Staf Staf Staf Staf Staf

  Visi Mahkamah Konstitusi adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Misi Mahkamah Konstitusi adalah:

  a) Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya.

  b) Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, negara kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini.

  Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Tenetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) merupakan salah satu lembaga negara yang mempunyai kedudukan setara dengan lembaga- lembaga negara lainnya, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Mahkamah Agung (MA), dan yang terakhir terbentuk yaitu Komisi Yudisial (KYMahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga yudikatif selain Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan agar tersedia jalan hukum untuk mengatasi perkara-perkara yang terkait erat dengan penyelenggaraan negara dan kehidupan politik. Dengan demikian konflik yang terkait dengan kedua hal tersebut tidak berkembang menjadi konflik politik-kenegaraan tanpa pola penyelesaian yang baku, transparan, dan akuntabel, melainkan dikelola secara objektif dan rasional sehingga

  Constitution.

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI

  Peraturan Mahkamah Konstitusi RI Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 15/PMK/2008 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 14/PMK/2008

PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

  Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 008/PMK/2006

Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 007/PMK/2005 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 006/PMK/2005 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 005/PMK/2004 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 004/PMK/2004

  Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 002/PMK/2003 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 001/PMK/2003

A.KEWENANGAN

  Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:

  1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

  2. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

  Secara khusus, wewenang Mahkamah Konstitusi tersebut diatur lagi dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

  Konstitusi dengan merinci sebagai berikut:

  Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara

   Republik Indonesia tahun 1945; Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

   kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945; Memutus pembubaran partai politik; dan  Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; 

  Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR 

  bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

B.PEMOHON

  Dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi, sebenarnya siapa sajakah yang boleh memohon (legal standing)? Ternyata tidak semua orang boleh mengajukan perkara permohonan ke Mahkamah Konstitusi dan menjadi pemdanya kepentingan hukum saja sebagaimana dikenal dalam hukum acara perdataupun hukum acara tata usaha negara tidak dapat dijadikan dasar.

  Pemohon adalah subjek hukum yang memenuhi persyaratan menurut undang-undang untuk mengajukan permohonan perkara

  konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi. Pemenuhan syarat-syarat

  tersebut menentukan kedudukan hukum atau legal standing suatu subjek hukum untuk menjadi pemohon yang sah dalam perkara pengujian undang-undang. Persyaratan legal standing atau kedudukan hukum di- maksud mencakup syarat formal sebagaimana ditentukan dalam undang- undang, maupun syarat materiil berupa kerugian hak atau kewenangan konstitusional dengan berlakunya undang-undang yang sedang dipersoalkan.

  Dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi yang boleh mengajukan permohonan untuk berperkara di MK ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003, yang bunyinya sebagai berikut:

  1. Perorangan warganegara Indonesia;

  2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

  Negara

  Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

  3. Badan hukum publik atau privat; atau 4. Lembaga Negara. dalam permohonannya mengenai hak dan kewenangan konstitusionalnya yang dirugikan. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan hak dan kewenangan kosntitusional? Seperti telah diuraikan di atas, kepentingan hukum saja tidak cukup untuk menjadi dasar legal standing dalam mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi, tetapi terdapat dua hal yang harus diuraikan dengan jelas.

  Dua kriteria dimaksud adalah: Kualifikasi pemohon apakah sebagai (i) perorangan Warga Negara

   Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama); (ii) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; (iii) badan hukum publik atau privat, atau (iv) lembaga negara; Anggapan bahwa dalam kualifikasi demikian terdapat hak dan/atau

   kewenangan konstitusional pemohon yang dirugikan oleh berlakunya undang-undang. memiliki karakter tersendiri dan berbeda dengan perselisihan yang dihadapai sehari-hari oleh peradilan biaseputusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah Konstitusi akan membawa akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga negara dan aparatur pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Judicial review).

  Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu akan menjadi pembeda yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara yang pada umunya menyangkut kepentingan pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain ataupun dengan pemerintah. Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara di Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan-pengadilan lainnya.

  Oleh karena terjadinya praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara yang lain timbul karena kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan kepada Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan yang memberlakukan aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara secara mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan dimaksud dalam praktek hukum acaranya. Hanya saja jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana dan TUN dengan aturan hukum acara perdata maka secara mutatis mutandis juga aturan hukum acara perdata tidak akan diberlakukan. Meskipun aturan ini tidak dimuay dalam UU Mahakamah Konstitusi, akan tetapi telah diadopsi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), baik sebelum maupun sesudah praktek yang merujuk undang- undang hukum acara lain itu digunakan dalam praktek.

  

Dari uraian di atas, maka sumber hukum acara Mahkamah Konstitusi dapat

dikenali sebagai berikut :

  Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

   Konstitusi;

  Peraturan Mahakamah Konstitusi (PMK);

  

  Hukum Acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara  lain. Adapun secara ringkas dan sistematis, prosedur berperkara di

  Mahkamah Konstitusi dapat penulis simpulkan sebagai berikut

  1. Pengajuan perm Ditulis dalam bahas Indonesia;

   Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya;

   Diajukan dalam 12 rangkap;

   Jenis perkara;  Sistematika: 

  • Identitas dan legal standing Posita - Posita Petitum - Petitum Disertai bukti pendukung

   2. Pendaftar Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:

   - Belum lengkap, diberitahukan

  • 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
  • Lengkap Registrasi sesuai dengan perkara.  7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara. 
  • Pengujian undang-undang: * Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
    • Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.

  • Sengketa kewenangan lembaga negara:
    • Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.

  • Pembubaran Partai Politik:
    • Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan.

  • Pendapat DPR: * Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.

  3. Penjadwalan Sidang

  4. Pemeriksaan Pendahuluan Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa:  - Kelengkapan syarat-syarat Permohonan.

  • Kejelasan materi Permohonan. Memberi nasehat:

   - Kelengkapan syararat-syarat permohonan.

  • Perbaikan materi permohonan. 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.

   5. Pemeriksaan Persidangan Terbuka untuk umum.  Memeriksa: permohonan dan alat bukti.  Para pihak hadir menghadapi sidang guna memberikan keterangan.  Lembaga negara dapat diminta keterangan Lembaga negara  dimaksud dalam jangka waktu tujuh hari wajib memberi keterangan yang diminta. Saksi dan/atau ahli memberi keterangan.

   Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi luasa dan orang lain.

   6. Putusan Diputus paling lambat dalam tenggang waktu: 

  • Untuk perkara pembubaran partai politik, 60 hari kerja sejak registrasi.
  • Untuk perkara perselisihan hasil pemilu: * presiden dan/atau wakil Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi.
    • DPR, DPD, dan DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi.
    • Untuk perkara pendapat DPR, 90 hari kerja sejak registrasi. Sesuai alat bukti, minimal 2 (dua) alat bukti memuat

   - Fakta.

  • Dasar hukum keputusan Cara mengambil keputusan:  - Musyawarah mufakat.
  • Setiap hakim menyampaikan pendapat/pertimbangan tertulis.
  • Diambil suara terbanyak bila tak mufakat.
untuk umum.

  

 Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 (tujuh) hari sejak

diucapkan.

   Untuk Putusan perkara:

  • Pengujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden, dan MA.
  • Sengketa kewenangan lembaga negara, disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden.
  • Pembubaran partai politik, disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
  • Perselisihan hasil pemilu disampaikan kepada Presiden.
  • Pendapat DPR, disampaikan kepada DPR, Presiden dan Wakil Presiden.

E. BEBERAPA PERKARA YANG TELAH DIPUTUS OLEH MAHKAMAH

  Pada bulan Agustus 2006 kemarin, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia genap berusia 3 (tiga) talam perjalanannya dalam mengawal konstitusionalitas Indonesia dan membangun budaya sadar berkonstitusi, Mahkamah Konstitusi terus berusaha menjadi lembaga negara yang dekat dengan publik, dekat dengan rakyat, dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan rakyat dan negara Indonesia. Dengan sistem peradilan yang bersih dan didukung dengan Teknologi Informasi (TI) yang sangat moderbagai perkara yang masuk dalam Kepaniteraan Mahakamah Konstitusi telah berhasil diputuskan dan menjadi jalan keluar dari kebuntuan akan ketidakpastian hukum yang selama ini terjadi di tengah-tengah masyarakat.

  Sejak Mahkamah Konsitusi berdiri, penulis mencatat beberapa perkara yang sempat menjadi sorotan di tengah-tengah publik yaitu: dikonsolidasikan ke dalam 44 permohonan, diajukan oleh 23 partai politik dan 21 calon anggota DPD.  1 (satu) buah Perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden, diajukan oleh pasangan calon Presiden Wiranto dan calon Wakil Presiden Salahuddin Wahid.

  2. Perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

  3. Pekara Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (PUU): UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.  UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.  UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak  Pidana Korupsi. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

   UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

   UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

   UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

   Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Menjadi Undang- Undang. UU No. 24 Tahun 2004 tentang Kamar Dagang Indonesia  (KADIN). UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.  UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

   Kewajiban Pembayaran. UU No. 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Beberapa Provinsi,

   Kabupaten/Kota di Irian Jaya. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

   (SISDIKNAS). UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.  UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.  UU No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja  Negara (APBN) Tahun Anggaran 2005. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

   Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

F. PENUTUP

  Sebagai lembaga negara yang melaksanakan cabang kekuasaan di bidang yudikatif, Mahkamah Konsitutsi telah berdiri di Indonesia sebagai salah satu buah reformasi yang bergulir sejak tahun 1998. Sebagai lembaga yudikatif, Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang dan kewajiban yang cukup berat dan strategis, sebagaimana halnya lembaga sejenis di negara-negara lainnya, yakni sangat terkait erat dengan konstitusi. Dengan mengacu kepada hal tersebut, secara teoritis

  Mahkamah Konstitusi mempunyai dua fungsi, sebagai pengawal konstitusi dan penafsir konstitusi.

  Mahkamah Konstitusi yang dinahkodai oleh sembilan Hakim Konstitusam kurun waktu dua tahun terakhir ini telah

  menunaikan tugas-tugas konstitusionalitasnya, dan dengan jubah merahnya para Hakim Konstitusi telah berusaha sedemikian rupa untuk mewujudkan Mahkamah Konsitusi sebagai ”rumah konstitusi” sekaligus penjaga konsitusi (the guardian of the constitution).

  Sudah berhasilkah Mahakamah Kosntitusi melaksanakan visinya untuk menciptakan tegaknya kosntitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang mertabat? Memang pada saat ini sesuai dengan usianya yang masih demikian muda, apa yang telah dilakukan oleh Mahkamah

  Konstitusi masihlah belum terlalu banyak. Bolehlah dikatakan baru

  beberapa langkah dari ribuan langkah yang akan diayunkan hingga hari- hari esok. Namun langkah-langkah awal ini dipandang merupakan era peletakan dasar-dasar fundamental bagi perwujudan Mahkamah Konsitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya dalam

  ”perjalanan beribu-ribu mil dimulai dengan satu langkah keyakinan”

UUD NKRI TAHUN 1945

  

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau

  disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalaat ini.

  UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara ol

  pada tanggal

  

  Indonesia berl

  

  Indonesia berl

  bali

  memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh

  

  Pada kurun waktu tUUD 1945 mengalami 4 kali

  perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

  

Naskah Undang-Undang Dasar 1945

  Sebelum dilakukan Perubahan , UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.

  Setelah dilakukan 4 kali perubahan , UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-

  

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu

Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.

  

Sejarah

Sejarah Awal

  Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari

  tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno

  menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal

  a BPUPK membentuk Panitia Sembilan yang terdiri

  dari 9 orang untuk merenjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal

  29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal

  

  engesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang

  Dasar Republik Indonesia.

  Periode berlakunya UUD 1945 18 agustus 1945- 27 desember 1949

  Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada

  tanggal

16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan

  legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal

   bentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama , sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.

  Periode UUDS ' 50 17 agustus 1950 - 5 juli 1959 Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Periode kembalinya ke UUD 1945 5 juli 1959-1966

  Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan

  UUD baru, maka pada tanggal

  mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan

  laku pada waktu itu.

  Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya: Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA  serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup

  

   Periode UUD 1945 masa orde baru 11 maret 1966- 21 mei 1998

  Pada masa1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD

  1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang

  Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:

  Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa

  

MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak

  berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang  merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

  Periode 21 mei 1998- 19 oktober 1999 Pada masa ini dikenal masa transisi. Periode UUD 1945 Amandemen

  Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan

  

UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi