KEANEKARAGAMAN JENIS BENALU PARASIT PADA TANAMAN KOLEKSI DI KEBUN RAYA EKA KARYA, BALI
KEANEKARAGAMAN JENIS BENALU PARASIT PADA TANAMAN KOLEKSI DI KEBUN RAYA EKA KARYA, BALI
Tahan Uji, Sunaryo, dan Erlin Rachman
Bidang Botani, Puslit Biologi – LIPI, Jalan Raya Bogor-Jakarta Km 46 Cibinong, Bogor
ABSTRACT
Benalu is one of the parasitic plants which have ataccked many collection plants species in Eka Karya Botanical Garden, Bali. Exploration and collection of these parasitic plants in this area are conducted. Four parasitic plants species, i.e. Dendrophthoe pentandra, Helixanthera cylindrica, Scurrula atropurpurea, and S. parasitica are recorded and they attack 32 collection plants species in Eka Karya Botanical Garden. Dendrophthoe pentandra is reported as the highest population species to parasiting collection plants species. While the Myrtaceae family and Syzygium genera are also reported as the highest parasited species.
Key words: diversity- parasitic plants species – Loranthaceae- Eka Karya Botanical Garden- Bali
PENGANTAR
Timur Bukit Tapak atau sekitar 50 km sebelah Utara Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jumlah tanaman koleksinya
Benalu merupakan salah satu kelompok tumbuhan mencapai 1420 jenis yang terdiri atas 160 suku dan parasit yang termasuk dalam suku Loranthaceae. Tumbuhan 677 marga (Siregar et al., 2004). parasit ini umumnya menyerang pepohonan atau pun Usaha menjaga kelestarian tanaman koleksi di Kebun tumbuhan perdu terutama pada bagian ranting dan cabang- Raya dilakukan dengan cara melakukan perawatan tanaman, cabangnya. Pohon atau pun perdu yang diserang benalu antara lain melakukan kontrol dari serangan tumbuhan akan terganggu bahkan dapat mati apabila serangan tersebut benalu. Namun sampai saat ini belum pernah dilakukan dalam jumlah besar (Sunaryo et al., 2006). Kelompok identifikasi jenis-jenis benalu parasit pada tanaman koleksi tumbuhan parasit ini selain menyerang tumbuhan liar juga
di Kebun Raya Eka Karya.
tanaman budidaya (Pitoyo, 1996). Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah Di kawasan Malesia suku Loranthaceae terdiri atas dilakukan pada tahun 2005 di Kebun Raya Purwodadi, Jawa
23 marga dan 193 jenis (Barlow, 1997) sedangkan di Jawa Timur (Uji et al., 2006). Tujuan penelitian adalah untuk dilaporkan hanya dapat ditemukan 38 jenis benalu dari menyediakan data dan informasi tentang keanekaragaman
14 marga (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965). jenis tumbuhan benalu parasit yang menyerang tanaman Berdasarkan pengamatan terhadap spesimen herbarium koleksi di Kebun Raya Eka Karya serta untuk panduan yang disimpan di Herbarium Bogoriense telah ditemukan pengenalan jenis-jenis benalu di lapangan. Di samping
8 jenis tumbuhan benalu di Pulau Bali. Kedelapan jenis itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu benalu tersebut adalah Amyema cuernosensis (Elmer) usaha pemberantasan benalu parasit di Kebun Raya Eka Barlow, A. longipes (Danser) Barlow, A. tristis (Zoll.)
Karya di Bali.
Tiegh., Dendrophthoe lanosa (Korth.) Danser, D. pentandra (L.) Miq., Helixanthera setigera (Korth.) Danser, Scurrula atropurpurea (Blume) Danser, dan S. parasitica L. Namun
BAHAN DAN CARA KERJA
Barlow (1997) melaporkan bahwa keberadaan Helixanthera Penelitian dilakukan dengan metode jelajah (Balgooy, setigera (Korth.) Danser di Pulau Bali masih diragukan.
1987; Rugayah et al., 2004) yaitu dengan cara menjelajahi Kebun Raya Eka Karya di Bali merupakan salah satu
seluruh area di Kebun Raya Eka Karya, Bali, yang luasnya kawasan konservasi ex-situ dan merupakan Kebun Raya
50 ha, serta mengumpulkan spesimen tumbuhan benalu pertama yang dibangun oleh rakyat Indonesia pada tanggal
yang tumbuh pada seluruh jenis tanaman koleksi. Setiap
15 Juli 1959. Kebun Raya ini dirancang untuk penanaman jenis tanaman koleksi di Kebun Raya beserta benalu yang hasil koleksi tumbuhan yang berasal dari kawasan
memarasitinya dikoleksi dan dibuat spesimen herbariumnya.
Keanekaragaman Jenis Benalu Parasit
selesai dilakukan. Khusus untuk spesimen tumbuhan benalu identifikasinya juga dibantu dengan menggunakan acuan pustaka yang ada (Danser, 1930; Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965; Barlow, 1997).
HASIL
Pada penelitian terhadap tumbuhan benalu parasit di Kebun Raya Eka Karya telah ditemukan 4 jenis benalu (suku Loranthaceae) yang memarasiti 32 jenis tanaman
inang (tanaman koleksi) dari 16 suku (Tabel 1). Keempat jenis benalu tersebut adalah Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., Helixanthera cylindrica (Jack) Dans., Scurrula atropurpurea (Blume) Dans., Scurrula parasitica L. (Gambar 1–4).
Gambar 2. Helixanthera cylindrica (Jack) Danser. (1) Ranting (1) Ranting dan buah; (2) Bunga.
Gambar 1. Dendropthoe pentandra (L.) Miq. (1) Ranting dan Ranting dan Perbungaan; (2)a. buah, b. bunga, dan c. daun.
Uji, Sunaryo, dan Rachman
Tabel 1. Daftar suku dan jenis tanaman inang/koleksi di Kebun Raya Eka Karya yang diparasiti benalu dan jenis serta jumlah benalu parasitnya.
No.
Nama suku dan jenis tanaman inang
Nama jenis benalu Jumlah benalu
CASUARINACEAE 1. Casuarina junghuhniana Miq.
II 1 ERICACEAE
2. Rhododendron mucronatum (Blume) G.Don. I 1 EUPHORBIACEAE
3. Acalypha caturus Blume I 9 4. Antidesma tetrandum Blume
I 7 5. Bischofia javanica Blume
I 6 6. Glochidion rubrum Blume
IV 7 FABACEAE
7. Calliandra haematocephala Hassk. I 4 FLACOURTIACEAE
8. Flacourtia rukam Zoll. & Mor. I 5 LAURACEAE
9. Cinnamomum burmanii Nees. Ex Blume I 1 10. Lindera polyantha (Blume) Boerl.
II
11. Persea americana Miller II 5 LYTHRACEAE
12. Lagerstroemia indica L. I 5 MALVACEAE
13. Hibiscus rosa-sinensis L.
2, 2 MELIACEAE
I, III
14. Toona sureni (Blume) Merr. II 4 MORACEAE
15. Ficus glaberrima Blume I 1 MYRICACEAE
16. Myrica rubra Sieb. & Zucc. I 6 MYRTACEAE
17. Decaspermum fruticosum J.R.& G. Forst.
6, 2 18. Leptospermum flavescens Sm.
I, IV
I 2 19. Syzygium acuminatissima (Blume) Merr. & Perry
3, 1 20. S. microcarpum (K.&V.) Amsh.
I, II
I 1 21. S. polyanthum (Wight.) Walp.
8, 2 22. S. polysepalum (Miq.) Merr. & Perry
I, II
I 1 23. S. polycephaloides (C.B.Robinson) Merr.
I 2 24. S. racemosum (Blume) DC.
I 5 25. S. zippelianum Miq.
I 2 26. S. zollingerianum (Miq.) Amsh.
I 3 PITTOSPORACEAE
27. Pittosporum ferrugineum Ait. I 3 28. P. moluccanum (Lam.) Miq.
I 1 29. P. tobira (Thunb.) Aiton
I 6 RUTACEAE
30. Acronychia trifoliata Zoll. & Mor. I 1 SAURAUIACEAE
31. Saurauia reindwardtiana Blume
4, 1 THEACEAE
I, III
32. Camellia sinensis (L.) Kuntze I 1
Keterangan:
Keanekaragaman Jenis Benalu Parasit
Kunci Identifikasi Jenis Benalu
Untuk membantu dan mempermudah dalam pengenalan jenis-jenis benalu di Kebun Raya Eka Karya, berikut adalah kunci identifikasi jenis benalu.
1. a. Daun-daun mahkota bunga saling bergabung satu dengan lainnya (gamopetalus).................2
b. Daun-daun mahkota bunga bebas satu dengan lainnya (choripetalus).............Helixanthera cylindrica
2. a. Mahkota bunga terdiri atas 5 daun mahkota. Buah bulat telur atau jorong..............Dendrophthoe
pentandra
b. Mahkota bunga terdiri atas 4 daun mahkota. Buah menyerupai gada ....................................3
3. a. Tumbuhan ditutupi oleh rambut-rambut yang berwarna coklat kemerahan gelap, panjang helaian daun 3–7 cm, panjang mahkota bunga 8–16 mm... ......................Scurrula parasitica
b. Tumbuhan ditutupi oleh rambut-rambut yang berwarna krem, panjang helaian daun 5–10 cm, panjang mahkota bunga 13–20 mm ....................... Scurrula atropurpurea
Gambar 4. Scurrula atropurpurea (Blume) Danser. (1) Ranting (1) Ranting Ranting dan perbungaan; (2)a. Bunga dan b. buah.
Deskripsi Jenis-jenis Benalu
1. Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.
PEMBAHASAN Perdu, hemiparasit, agak tegar, bercabang banyak,
tinggi 0,5–1,5 m. Daun agak berhadapan, bentuk bervariasi Empat jenis benalu yang ditemukan di Kebun Raya
dari jorong lanset–agak bundar, panjang 6–13 cm dan Eka Karya adalah Dendropthoe pentandra (L.) Miq.,
lebar 3–8 cm, pangkal menirus–membaji, ujung tumpul Helixanthera cylindrica (Jack) Danser, Scurrula parasitica
– agak runcing, pertulangan menyirip dengan tulang lateral L., dan Scurrula atropurpurea (Blume) Danser.
kadang-kadang melengkung, panjang tangkai daun 5–20 mm. Perbungaan tandan dengan 6–12 bunga, panjang
Deskripsi Suku Loranthaceae
sumbu perbungaan 10–35 mm. Bunga dengan 1 braktea di Suku Loranthaceae merupakan hemiparasit, melekat
pangkal, biseksual, diklamid; kelopak mereduksi; mahkota pada tumbuhan inang dengan haustoria yang banyak atau
bunga 5 merus, di bagian bawah saling berpautan, agak merupakan kompleks haustoria primer tunggal. Daun
menggelendut, panjang 13–26 mm, menyempit membentuk kebanyakan berhadapan dan kadang-kadang berseling,
leher, bagian ujung menggada, mula-mula hijau kemudian tunggal. Perbungaan pada umumnya aksiler jarang
menjadi hijau kekuningan sampai kuning orange atau merah sekali terminal, dikasium atau bunga tunggal, biasanya
orange, panjang tabung 6–12 mm dan menggenta; benang mengelompok membentuk tandan atau payung. Bunga
sari 5, kepala sari panjang 2–5 mm dan tumpul serta melekat diklamid, biseksual. Kelopak bunga merupakan bibir
pada bagian pangkal (basifik); putik dengan kepala putik menyelaput di ujung bakal buah. Mahkota bunga koripetalus
membintul. Buah bulat telur, panjang 10 mm dan lebar 6 atau gamopetalus, 4–6 merus, mengatup. Benangsari
mm. Berbiji satu, biji ditutupi oleh lapisan lengket. sama banyaknya dengan daun mahkota dan terletak saling
Penyebaran: India sampai Indo Cina; Semenanjung berhadapan, epipetalus. Bakal buah tenggelam, tangkai
Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa putik dan kepala putik tunggal. Buah menyerupai beri.
Tenggara, dan Filipina. Habitat: Umumnya di hutan hujan
Uji, Sunaryo, dan Rachman
500 m dpl. Nilai guna: Bubur daun untuk mengobati luka 2300 m. Nilai guna: Seluruh bagian tumbuhan digunakan pedih, bernanah, dan infeksi pada kulit. Air rebusan semua
untuk mengobati kanker khususnya kanker dada dan bagian tumbuhan bila diminum dapat mengobati hipertensi
kerongkongan (Valkenburg, 2003). dan apabila dicampur minuman teh untuk obat batuk (Valkenburg, 2003).
4. Scurrula parasitica L. Perdu, hemiparasit, ramping atau cukup tegar, bagian-
2. Helixanthera cylindrica (Jack) Danser bagian yang muda ditutupi rambut-rambut yang padat dan Perdu, hemiparasit, gundul kecuali pada bagian-
berwarna coklat gelap serta menjadi jarang setelah dewasa. bagian yang masih muda. Daun agak berhadapan atau agak
Daun berhadapan, helaian daun bundar telur menyempit– terpusar; helaian daun jorong atau bundar telur, panjang
bundar telur terbalik, panjang 3–9 cm dan lebar 1,5–4,5 cm, 6–20 cm dan lebar 1,5–6 cm, pangkal menirus atau membaji,
tipis, pangkal membaji–menirus, panjang tangkai daun 3–10 panjang tangkai daun 8–15 mm, ujung daun menirus dan
mm, ujung tumpul, pertulangan pada kedua permukaan runcing, permukaan atas agak mengkilap dan permukaan
tersembunyi kecuali pada tulang tengah dan beberapa bawah suram; pertulangan menyirip dengan tulang tengah
tulang lateral. Perbungaan muncul pada ruas-ruas batang, nyata pada kedua sisi. Perbungaan mucul pada ruas-ruas dan
tandan dengan 2–6 bunga, panjang aksis 1–6 mm, panjang jarang di terminal, malai dengan beberapa bunga sampai
pedisel 1–5 mm; braktea menyempit, tegak, panjang 1–3
25 bunga. Braktea tunggal, tumpul, bakal buah silindris; mm. Mahkota bunga 4 merus, panjang 8–16 mm, ramping bibir kelopak menyebar, panjang 1–1,5 mm. Mahkota
dan pada bagian ujungnya runcing, membentuk tabung
5 merus, secara perlahan-lahan menyempit ke atas, ujung dengan panjang 6 –2 mm, terbelah sampai pada pertengahan runcing, merah orange–merah terang, kadang-kadang
atau bagian lebih bawah. Panjang kepala sari 0,7–1,5 mm, kuning kehijauan. Kepala sari panjang 5–8 mm, tangkai
kira-kira 2/3 panjang dari bagian yang bebas dari tangkai putik panjangnya 15–32 mm; kepala putik mementol, agak
sari. Buah dengan panjang 8–10 mm (termasuk tangkainya), lebih lebar daripada tangkai putik.
ujung tumpul.
Penyebaran: Myanmar sampai Vietnam; Malesia Penyebaran: India ke Timur sampai China dan Vietnam; (Sumatera, Semenanjung Malaysia, Jawa, Kalimantan,
Malesia bagian Barat meluas ke Timur sampai Filipina, Sulawesi, dan Bali. Habitat: Hutan-hutan basah dan
Maluku, Timor, dan Bali. Habitat: Umumnya di hutan terbuka, sering kali pada tanaman budidaya pada ketinggian
primer dan daerah-daerah yang telah terganggu. Nilai guna: 0–2000 m dpl. Nilai guna: Belum diketahui.
Tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai tonik dan diberikan untuk wanita hamil serta untuk menjaga uterus. Selain itu
3. Scurrula atropurpurea (Blume) Danser juga memberikan kekuatan pada tulang, mengurangi sakit Perdu, ramping atau cukup tegar, bagian yang muda
pinggang dan lutut, serta mengurangi tekanan darah tinggi ditutupi rambut-rambut yang padat dan berwarna krem
(Valkenburg, 2003).
atau abu-abu tetapi menjadi jarang setelah dewasa. Daun berhadapan, lonjong–bundar telur terbalik, panjang
Tanaman Koleksi/Inang yang Diparasiti Benalu
5–10 cm dan lebar 2,5–5 cm, pangkal daun runcing Pada Tabel 1 dapat dilaporkan bahwa jenis-jenis dan ujung tumpul, pertulangan tidak nyata kecuali pada
tanaman koleksi di Kebun Raya Eka Karya yang paling tulang tengah dan beberapa tulang lateral atas, panjang
banyak diparasiti benalu adalah dari suku Myrtaceae, yaitu tangkai daun 6–12 mm. Perbungaan aksiler, tandan dengan
berjumlah 10 jenis dan 8 jenis di antaranya dari marga 2–8 bunga, panjang sumbu perbungaan 5–12 mm. Bunga
Syzygium . Kondisi ini berbeda dengan di Kebun Raya biseksual, diklamid, panjang pedisel 2–3 mm; braktea
Purwodadi, dilaporkan bahwa di Kebun Raya Purwodadi berbentuk delta; mahkota bunga ramping, 4 merus, ujung
jenis tanaman inang (tanaman koleksi) yang paling banyak menggada dan runcing, panjang tabung 7–15 mm; kepala
diparasiti benalu adalah dari suku Moraceae khususnya pada sari melekat pangkal (basifik), panjang 1 mm; kepala
marga Ficus (Uji et al., 2006). Jenis-jenis tanaman koleksi putik membintul. Buah bulat telur terbalik atau menggada,
lainnya yang juga banyak diparasiti benalu antara lain: Suku bergaris tengah 2–3 mm. Berbiji 1 dan ditutupi oleh lapisan
Euphorbiaceae (diparasiti 4 jenis benalu), Lauraceae dan lengket.
Pittosporaceae (masing-masing 3 jenis benalu).
Keanekaragaman Jenis Benalu Parasit
Raya Eka Karya. Dari 31 jenis tanaman koleksi, 27 jenis Balgooy van MMJ, 1987. Collecting. In: Vogel (ed.). Mannual of di antaranya telah diparasiti oleh D. pentandra. Kemudian
Herbarium Taxonomy. Theory and Practice. Unesco. disusul Helixanthera cylindrica yang memarasiti 6 jenis
Barlow BA, 1997. Loranthaceae. In: C. Kalkman, D.W. Kirkup, tanaman inang. Jenis benalu lainnya yaitu Scurrula
H.P. Nootebom, P.F. Stevens, W.J.J.O. de Wilde (eds.) Flora Malesiana . Series I, vol. 13. Rijksherbarium/Hortus
atropurpurea dan S. parasitica, masing-masing hanya Botanicus, The Netherlands, 209–401. memarasiti 2 jenis tanaman inang. Serangan benalu D. Danser BH, 1930. The Loranthaceae of Nederlands Indies. Bulletin
pentandra juga dilaporkan merupakan parasit terbanyak de Jardin Botanique . III.(XI): 233–519. pada tanaman koleksi di Kebun Raya Purwodadi. Tercatat
Pitoyo S, 1996. Benalu hortikultura: Pengendalian dan pemanfaatan. ada 52 dari 61 jenis tanaman koleksi di Kebun Raya
Trubus Agriwidya, Ungaran.
Purwodadi yang diserang benalu (Uji et al., 2006). Hal Rugayah, Widjaja EA, dan Praptiwi, 2004. Pedoman pengumpulan ini menunjukkan bahwa D. pentandra merupakan salah
data keanekaragaman flora. Pusat Penelitian Biologi – LIPI, satu jenis benalu parasit yang menunjukkan agresivitas
Bogor.
pemarasitan paling tinggi (Sunaryo et al., 2006). Siregar M, Lugrayasa IN, Arinase IBK, dan Mudiana P (eds.), 2004. An alphabetical list of plant collection in Eka Karya Botanic Garden, Bali. Published by Eka Karya Botanic
UCAPAN TERIMA KASIH
Garden, Bali–Indonesia. 202 halaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Sunaryo, Rachman E, dan Uji T, 2006. Kerusakan morfologi Puslit Biologi dan Kabid Botani serta Koordinator Sub
tumbuhan koleksi Kebun Raya Purwodadi oleh benalu (Loranthaceae dan Viscaceae). Berita Biologi 8(2): 129–
Kegiatan Penelitian tentang “Valuasi kerusakan ekosistem
mikro oleh tumbuhan parasit dan upaya pengendaliannya” Uji T, Sunaryo, dan Rachman E, 2006. Keanekaragaman jenis yang telah menugaskan penulis untuk melakukan penelitian
benalu parasit pada tanaman koleksi di Kebun Raya ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Purwodadi, Jawa Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan. Kebun Raya Eka Karya di Bali beserta staf yang telah
Edisi khusus “Hari Lingkungan Hidup, 2006: 223–231. membantu penelitian ini hingga selesai.
Valkenburg van JLCH, 2003. Dendrophthoe, Scurrula, In: R.H.M.J. Lemmens and N. Bunyapraphatsara (eds.). Medicinal and
KEPUSTAKAAN poisonous plants 3. PROSEA. Backhuys Publisher, Leiden.
Backer CA, dan Bakhuizen van den Brink RC, 1965. Flora of Java vol. 2. Noordhoff, Groningen, The Netherlands, 67–76.
Reviewer: Dr. Sucipto Hariyanto, DEA.
Berk. Penel. Hayati: 13 (7–13) , 2007
KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN KEDELAI HASIL HIDROLISIS PROTEIN KEDELAI HASIL HIDROLISIS MENGGUNAKAN PROTEASE DARI TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea )
Yuli Witono*, Aulanni’am**, Achmad Subagio*, dan Simon Bambang Widjanarko*** * Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember ** Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang *** Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang Alamat Koresponden: FTP-UNEJ: Jl. Kalimantan I-Kampus Tegal Boto, Jember 68121, HP: 081336700946; email: ylwitono@yahoo.com
ABSTRACT
Properties of soy protein hydrolysate produced by protease from biduri plant were studied. The soy protein hydrolysate had different properties due to various concentrations and hydrolysis times of protease from biduri. Enzymatic hydrolysis of the soy protein decreased significantly in the TBA value. This process increased the soluble protein content and promoted the Maillard reaction, resulting in a more brown color. Moreover, the soy protein hydrolysate had a higher value of ‘umami’ taste by organoleptic evaluation.
Key words: biduri protease, hydrolysate, Maillard, organoleptic, soy protein
PENGANTAR
Berdasarkan hal tersebut, maka pengembangan sumber cita Kedelai merupakan komoditi yang sangat penting karena
rasa alami sangat perlu dilakukan. Diharapkan cita rasa mengandung protein dan lemak yang tinggi (Liang, 1999),
alternatif tersebut tidak hanya berfungsi dalam menciptakan sebagai sumber nutrisi bagi manusia, kedelai mengandung
rasa gurih (umami) pada makanan, tetapi juga memberikan sejumlah asam amino esensial (Marsman et al., 1997).
peran nutrisi dan aman bagi kesehatan. Kedelai mempunyai banyak manfaat, di antaranya dapat
Melalui teknik hidrolisis, protein dari suatu bahan diolah menjadi bahan makanan alternatif dan minuman
dapat diubah menjadi senyawa asam amino L, nukleotida, (Kinney, 2003) serta hidrolisat protein (Hrckova et al.,
dan berbagai ragam peptida. Bahan-bahan tersebut dipakai 2002).
untuk menimbulkan umami pada makanan yang sering Hidrolisat protein kedelai berpotensi sebagai bumbu
disebut flavor enhancer. Proses hidrolisis dapat dilakukan penyedap masakan pengganti MSG (Monosodium
secara kimiawi maupun enzimatis. Proses hidrolisis Glutamate ). Meskipun diperkenankan sebagai penyedap
kimiawi, yaitu dengan penambahan asam klorida dapat masakan, penggunaan MSG yang berlebihan bisa
memperpendek waktu, mempermudah dan mengurangi mengakibatkan rasa pusing dan sedikit mual. Gejala itu
biaya pembuatan. Namun demikian dengan teknik ini, flavor disebut Chinese Restaurant Syndrome (Indriasari, 2006;
yang dihasilkan kurang baik dan keamanan bagi kesehatan Syarifah, 2006). Penggunaan MSG pada makanan yang
kurang terjamin (Anonim, 2000). Teknik hidrolisis secara dikonsumsi sering mengganggu kesehatan karena MSG
kimiawi akhir-akhir ini mulai dihindari oleh kebanyakan ketika dimakan akan terurai menjadi sodium dan glutamat
industri food ingredient di Indonesia. Hidrolisis secara sehingga MSG merupakan sumber natrium yang tinggi.
enzimatis merupakan pilihan metode paling aman dalam Garam yang disuplai melalui MSG mampu memenuhi
produksi flavor.
kebutuhan akan garam sebanyak 20–30%, sehingga Hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan konsumsi MSG yang berlebihan menyebabkan kenaikan
dibanding secara kimiawi, karena dapat menghasilkan kadar garam dalam darah. Hasil studi Prescott and Young
asam-asam amino bebas dan peptida dengan rantai pendek (2002) menunjukkan bahwa 65% dari sampel responden
yang bervariasi. Hal ini akan lebih menguntungkan karena mengklaim terjadi reaksi alergi pada beberapa orang akibat
memungkinkan untuk memproduksi hidrolisat dengan mengonsumsi makanan (sop) yang telah ditambahkan
flavor yang berbeda. Produk tersebut diharapkan dapat
Karakterisasi Hidrolisat Protein Kedelai Hasil Hidrolisis
protein mempunyai range aplikasi yang sangat luas terkait ( α= 0,05) (Gaspersz, 1991), selanjutnya ditampilkan dalam dengan sifat fungsional atau sifat nutrisinya.
bentuk histogram dan tabel.
Mengingat enzim protease untuk industri pangan selama ini kebanyakan masih impor dan harganya relatif mahal.
Pelaksanaan Penelitian
Untuk itu perlu dikembangkan pemanfaatan enzim protease Kedelai direndam selama 24 jam, direbus selama yang bersumber dari bahan alam lokal di Indonesia, salah
10 menit dengan tujuan untuk mendenaturasi protein satunya adalah protease dari tanaman biduri (Calotropis
kedelai sehingga mudah dihidrolisis, menginaktifkan enzim gigantea ). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
lipoksigenase, dan merusak tripsin inhibitor. Kemudian bahwa ekstrak dari tanaman biduri baik getah, batang,
campuran ini diblender dengan rasio bahan dan air = 1 : 2 maupun daun sangat potensial sebagai sumber enzim
(berat/berat). Suspensi kedelai yang dihasilkan ditambahkan protease (Witono, 2002a; 2002b). Hasil karakterisasi enzim
enzim protease biduri dengan konsentrasi 0,05%; 0,1%; dan protease dari tumbuhan biduri, berdasarkan spesifitasnya
0,15% (% berat dari kedelai rebus kupas). Kemudian pH mengindikasikan termasuk dalam golongan eksopeptidase
diatur menjadi 7 dan dihidrolisis dalam penangas air suhu (Witono dkk., 2004) yang sangat sesuai untuk aplikasi pada
55 ºC dengan waktu sesuai perlakuan (0 jam; 1,5 jam; dan pembuatan hidrolisat protein (flavor enhancer). Tujuan dari
3 jam), dididihkan selama 10 menit untuk menginaktifkan penelitian ini adalah untuk mempelajari aplikasi protease
enzim. Ditambahkan 0,4% CMC; 2% gula; dan 2% garam biduri dalam pembuatan hidrolisat protein kedelai, serta
(% berat dari kedelai rebus kupas) sambil terus diaduk untuk mengetahui karakteristik hidrolisat protein kedelai
sampai mengental. Setelah mengental dihamparkan dalam yang dihasilkan.
loyang dan dikeringkan dalam oven vakum suhu 40 ºC, tekanan 20 mmHg selama 18 jam. Setelah kering diblender
BAHAN DAN CARA KERJA
dan diayak 80 mesh.
Parameter Pengamatan
Bahan dan Alat Penelitian
Variabel yang diamati meliputi: warna menggunakan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
colour reader (Subagio dan Morita, 1997), kadar air adalah kedelai putih yang dibeli dari Pasar Tanjung Jember.
(AOAC, 1995), kadar protein terlarut menggunakan metode Enzim protease biduri diperoleh dari hasil penelitian
Lowry (1951 dalam Walker 2002), tingkat ketengikan sebelumnya (Witono dkk., 2006) yakni crude protease
menggunakan metode TBA dengan modifikasi (Subagio dalam bentuk serbuk kering yang diekstrak dari tumbuhan
dkk, 2002), produk Maillard (Hofmann et al., 1999), biduri dengan aktivitas spesifik 0,14 Unit/mg. Bahan kimia
penentuan laju reaksi enzim protease biduri pada substrat yang digunakan berspesifikasi Pro Analysis sebagian
kedelai dengan menentukan nilai K m dan V max menggunakan besar bermerk Merck (Jerman). Peralatan yang digunakan
metode Lineweaver-Burk (Pelletier dan Sygusch, 1990 meliputi: blender (stainless steel), sentrifus (Yenaco model
dengan modifikasi) dan sifat organoleptik yang meliputi YC-1180 ), spektronik 21 D (Melton Roy), pH meter (Jen Way
warna, aroma, dan rasa dengan uji kesukaan (Lawless dan type 3320, Jerman), pengaduk magnetik (Stuart Scientific),
Heymann, 1998).
vortex (Thermolyne type 16700), lemari pendingin, penangas air (GFL 1083), neraca analitik (Ohaus), pemanas listrik
HASIL
(Gerhardt), spatula, oven vakum, vortex (Maxi Max Type 16700), ayakan 80 mesh dan alat-alat gelas.
Warna (Tingkat Kecerahan)
Cara Kerja
Konsentrasi protease biduri dan lama hidrolisis Penelitian dirancang secara acak kelompok faktorial
berpengaruh ( α = 0,05%) terhadap warna hidrolisat protein dengan dua faktor, yaitu faktor A dan faktor B. Faktor A
kedelai yang dihasilkan. Adapun histogram nilai warna (konsentrasi protease biduri) terdiri atas 3 level meliputi:
hidrolisat protein kedelai pada berbagai variasi konsentrasi konsentrasi proteasae biduri 0,05% (w/w) (A1); 0,10%
protease biduri dan lama hidrolisisnya tertera pada (w/w) (A2) dan 0,15% (w/w) (A3). Faktor B (lama hidrolisis)
Gambar 1.
terdiri atas 3 level meliputi: lama hidrolisis 0 jam (B1); Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar
Witono, Aulanni'am, Subagio, dan Widjanarko
(konsentrasi enzim 0,15% dan lama hidrolisis 0 jam) sebesar
Kadar Protein Terlarut
2,56 (tidak suka sampai agak suka). Semakin besar konsentrasi protease biduri dan semakin Nilai kesukaan rasa hidrolisat protein kedelai tertinggi
lama waktu hidrolisis, maka kadar protein terlarut hidrolisat terdapat pada perlakuan A3B2 (konsentrasi enzim 0,15%
kedelai semakin tinggi. Hal ini karena enzim protease dan lama hidrolisis 1,5 jam) dengan nilai 3,44 (agak suka
bersifat memecah protein menjadi peptida pendek dan sampai suka) sedangkan nilai kesukaan rasa hidrolisat
asam-asam amino yang mudah larut. Menurut Nielsen protein kedelai terendah diperoleh pada perlakuan A1B1
(1997) semakin besar konsentrasi protease akan semakin (konsentrasi enzim 0,05% dan lama hidrolisis 0 jam) sebesar
banyak ikatan peptida dari protein yang terputus menjadi 2,72 (tidak suka sampai agak suka).
peptida-peptida sederhana sehingga kelarutan protein semakin meningkat. Semakin lama hidrolisis, kontak
PEMBAHASAN
enzim dengan substrat semakin lama, sehingga tingkat hidrolisis semakin tinggi dan dihasilkan molekul-molekul
Warna (Tingkat Kecerahan)
protein yang pendek sehingga kelarutannya meningkat. Semakin besar konsentrasi protease biduri menghasilkan
Sebagaimana juga dilaporkan oleh Hrckova et al. (2002) hidrolisat protein kedelai yang semakin gelap (kecoklatan).
bahwa jumlah asam amino bebas dari hidrolisis protein Hal ini terjadi karena pada saat proses hidrolisis terjadi
kedelai bebas lemak menggunakan protease selektif juga pemutusan ikatan peptida oleh enzim protease menghasilkan
meningkat seiring dengan lamanya waktu inkubasi. gugus amina yang merupakan prekursor reaksi Maillard,
Tingkat Ketengikan
di mana pada keadaan ini gugus amina protein bereaksi dengan gugus aldehid atau keton dari gula pereduksi yang
Semakin besar konsentrasi enzim protease biduri, menghasilkan warna coklat. Semakin banyak konsentrasi
maka tingkat ketengikan hidrolisat protein kedelai yang protease biduri yang digunakan, maka produk Maillard
dihasilkan semakin menurun. Hal ini terjadi karena enzim yang dihasilkan semakin tinggi, sehingga hidrolisat protein
protease biduri yang digunakan dalam bentuk crude (kasar). kedelai yang dihasilkan semakin gelap.
Witono dkk. (2006) melaporkan bahwa enzim protease yang Demikian juga, semakin lama hidrolisis, maka hidrolisat
diekstrak secara langsung dari tumbuhan (batang dan daun) protein kedelai yang dihasilkan semakin gelap (kecoklatan).
biduri masih mengandung klorofil. Menurut Dalimartha Hal ini karena semakin lama hidrolisis nilai produk Maillard
(2003) suatu protease kasar juga dapat mengandung saponin, yang dihasilkan semakin banyak sehingga warna hidrolisat
flavonoid, polifenol, tanin, dan kalsium oksalat. Klorofil, semakin gelap. Hasil ini sesuai dengan penelitian Subagio
flavonoid, dan polifenol merupakan antioksidan, maka dkk. (2002) bahwa semakin lama inkubasi dengan enzim
semakin banyak konsentrasi enzim yang ditambahkan, protease Flavourzyme TM , maka warna hidrolisat protein
semakin banyak kandungan flavonoid dan polifenol pada tempe kedelai yang dihasilkan semakin gelap.
hidrolisat protein kedelai, sehingga tingkat ketengikannya semakin kecil. Sifat antioksidatif dari crude protease biduri
Kadar Air
ini merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah Semakin banyak konsentrasi enzim protease biduri
lebih lanjut.
yang ditambahkan dan semakin lama waktu hidrolisis, maka Semakin lama hidrolisis, maka semakin kecil tingkat semakin banyak ikatan peptida dari protein yang terputus
ketengikan hidrolisat protein kedelai. Hal ini diduga karena Hal ini diduga karena menjadi molekul yang lebih kecil sehingga kemampuan
dalam biji kedelai mengandung zat antioksidan. Menurut protein untuk mengikat air semakin menurun. Whittaker
Erickson et al. (1980) biji kedelai kering mengandung (1994) menyatakan bahwa hidrolisis protein selain
senyawa fosfolipid sekitar 2 persen. Cephalin berperan mengurangi berat molekul polipeptida juga menyebabkan
dalam meningkatkan aktivitas antioksidan, sehingga kerusakan dari struktur globular protein sehingga keterikatan
semakin lama hidrolisis, maka fosfolipid yang terekstrak air menjadi berkurang. Kumagai et al. (2002) melaporkan
dalam kedelai semakin banyak, yang berarti semakin bahwa selama hidrolisis isolat protein kedelai dengan enzim
meningkat aktivitas antioksidan dalam hidrolisat protein tripsin juga menunjukkan terjadi penurunan aktivitas air.
kedelai, sehingga tingkat ketengikan semakin menurun.
Karakterisasi Hidrolisat Protein Kedelai Hasil Hidrolisis
Produk Maillard
peptida-peptida, nukleotida, dan asam-asam organik yang Semakin banyaknya enzim protease biduri yang
berperan sebagai prekursor utama dalam pembentukan cita digunakan maka semakin banyak produksi asam amino
rasa gurih pada hidrolisat yang dihasilkan. Selain itu, reaksi yang bereaksi dengan gula reduksi, dengan demikian
Maillard menyebabkan terjadinya perubahan cita rasa yang produk Maillard yang dihasilkan juga semakin banyak.
khas pada makanan.
Reaksi Maillard (browning non enzymatic) merupakan Rasa gurih yang terbentuk dari peptida-peptida rantai reaksi antara gugus karbonil dan gugus amina primer
pendek dan asam amino hasil hidrolisis serta rasa dari poduk yang melibatkan reaksi kondensasi (Karel et al., 1993
Maillard yang dihasilkan memberikan komposisi rasa dalam Miao and Roos, 2004; Miller dan Gerrard, 2005).
disukai. Akan tetapi perlakuan dengan kombinasi konsentrasi Dengan demikian semakin banyak konsentrasi enzim, reaksi
protease yang terlalu tinggi dan lama hidrolisis yang terlalu Maillard yang terjadi semakin intensif.
lama, akan menghasilkan cita rasa hidrolisat yang kurang Semakin lama hidrolisis maka nilai produk Maillard
disukai. Hal ini diduga karena proses hidrolisis yang hidrolisat protein kedelai yang dihasilkan juga semakin
berlebihan akan menghasilkan cita rasa pahit. Sebagaimana meningkat. Hal ini terjadi karena semakin lama hidrolisis,
dinyatakan oleh Nielsen (1997), apabila derajat hidrolisis semakin banyak ikatan peptida yang terhidrolisis, sehingga
mencapai kondisi di mana gugus hidrophobik peptida semakin banyak pula gugus amina primer yang dihasilkan,
menjadi terekspos, akan menimbulkan rasa pahit. dengan demikian reaksi Maillard yang terjadi semakin
Selanjutnya perlu dikaji potensi antioksidatif dari crude intensif. Sebagaimana hasil penelitian Subagio dkk (2002)
protease biduri, terutama peranannya dalam membantu menunjukkan bahwa nilai absorban produk Maillard dari
mengurangi flavor langu pada kedelai yang merupakan hidrolisat tempe kedelai meningkat seiring dengan semakin
permasalahan utama dalam produksi susu kedelai. lamanya waktu hidrolisis. Dengan semakin tinggi absorban Dengan semakin tinggi absorban
Disarankan agar proses produksi hidrolisat protein kedelai berarti produk reaksi Maillard semakin tinggi.
menggunakan substrat dalam bentuk isolat protein. Juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbaikan
Laju Reaksi Enzim Protease Biduri pada
flavor pada produk pangan lainnya dengan memanfaatkan
Substrat Kedelai
aktivitas proteolitik dari protease biduri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk
mendapatkan kecepatan awal sebesar ½ V max , maka 1 bagian
KEPUSTAKAAN
protease biduri dapat digunakan untuk menghidrolisis 842,1846 bagian substrat kedelai kering. Nilai ini lebih kecil Anonim, 2000. Hidrolisis Enzimatis Protein pada Pembuatan
Flavor Hewani Alami . Laporan Penelitian. FTP Unej dan jika dibandingkan dengan hidrolisis pada kasein dengan PT Sentrafood Indonusa Corporation, Jember. menggunakan protease biduri (Witono dkk, 2004), yaitu
AOAC, 1995. Official Methods of Analysis 16 th edition ition . Association untuk memperoleh kecepatan awal sebesar V max /2, maka
of Official Analytical International, Maryland. USA.
1 bagian enzim protease biduri dapat digunakan untuk Dalimartha S, 2003. Biduri (Calotropis gigantea [Wild.] Dryand. menghidrolisis sebanyak 1235,795 bagian substrat kasein.
ex W.T.Ait.). Pdpersi Jakarta.
Hal ini diduga karena substrat kedelai yang digunakan Erickson DR, Pryde EH, Brekke OL, Mounts TL, dan Falb RA, dan Falb RA, berupa complex raw material yang masih mengandung
1980. Handbook of Soy Oil Processing and Utilization. komponen-komponen nonprotein yang melindungi
American Soybean . Association and the American Oil (membentuk matriks) dengan protein sehingga menjadi
Chemistís Society, St. Louis, Missouri and Champaign, penghalang (penghambat) interaksi antara enzim dengan
Illinois.
substrat. Hofmann T, Bors W, dan Stettmaier K, 1999. Studies on Radical Intermidiates in The Early Stage of The Nonenzymatic
Sifat Organoleptik
Browning Reaction of Carbohydrates and Amino Acids, J. Agric. Food Chem.
47: 379–390. Hidrolisis protein akan mengakibatkan terjadinya
Hrckova M, Rusnakova M, dan Zemanovic J, 2002. Enzymatic dan Zemanovic J, 2002. Enzymatic Zemanovic J, 2002. Enzymatic Enzymatic perubahan cita rasa yang disebabkan oleh terbentuknya
Hydrolysis of Defatted Soy Flour by Three Different peptida-peptida rantai pendek dan asam amino yang
Proteases and their Effect on the Functional Properties of berperan dalam pembentukan cita rasa gurih pada hidrolisat
Resulting Protein Hydrolysates. Czech J. Food Sci. 20(1):
Witono, Aulanni'am, Subagio, dan Widjanarko
Kinney AJ, 2003. Engineering Soybeans for Food and Health. Subagio A, Hartanti S, Windrati WS, Unus, Fauzi M, dan Herry AgBioForum, 6(1&2): 18–22.
B, 2002. Characteristics of protein hydrolysate from tempe, Kumagai H, Seto H, Norimatsu Y, Ishii K, dan Kumagai H, 2002.
Jurnal Teknologi & Industri Pangan , 8: 204–210. Change Activity Coefficient γw of Water and The Foaming
Subagio A dan Morita N, 1997. Changes in Carotenoids and Their Capacity of Protein During Hydrolysis. Biosci. Biotechnol.
Fatty Acid Esters in Banana Peel during Ripening. Food Biochem . 66(7): 1445–1461.
Sci. Technol . 3(3): 264–268.
Kunts A, 2000. Enzymatic Modification of Soy Proteins to Improve Syarifah, 2006. MSG dan ”Chinese Restaurant Syndrome”, Pikiran Their Functional Properties, Magazine of Industrial Protein,
Rakyat 24 Maret 2006. Bandung. 8(3): 9–11.
Walker JM, 2002. The Protein Protocols Handbook. Second Lawless HT dan Heymann H, 1998. Sensory Evaluation of Food.
Edtion. Humana Press, New Jersey, 3–10. Chapman & Hall, New York, 729–734.
Whitaker JR., 1994. Principle of Enzymology for The Food Liang JH, 1999. Fluorescence due to interactions of oxidizing
Science . Marcel Decker, New York, 29–62. soybean oil and soy proteins. J. Food Chem., 66:
Witono Y, 2002a. Isolasi dan Karakterisasi Enzim Protease dari 103–108.
Getah Tanaman Biduri. J. Teknologi Hasil Pertanian, Marsman GJP, Gruppen H, Mul AJ, dan Voragen AG, 1997.
1(1): 1–14.
In vitro accessibility of untreated, toasted and extruded Witono Y, 2002b. Pemanfaatan Enzim Protease dari Tanaman soybean meals for proteases and carbohydrates. J. Agric.
Biduri untuk Pengolahan Makanan. J. Sains dan Teknologi, Food Chem. , 45: 4088–4095.
1(1): 32–37.
Miao S dan Roos YH, 2004. Comparison of Nonenzymatic Witono Y, Subagio A, Windrati WS, Praptiningsih Y, dan Hartanti Browning Kinetics in Spray-dried and Freeze-dried
S, 2004. Enzim Protease dari Tanaman Biduri (Calotropis Carbohydrate-based Food Model Systems. J. Food Sci.
gigantea) , Prosiding Seminar Nasional - Perhimpunan Ahli 69(7): 321–331.
Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) , Jakarta. Nielsen PM, 1997. Food Proteins and Their Applications. Marcel
Witono Y, Subagio A, Susanto T, dan Widjanarko SB, 2006. Dekker, Inc. New York.
Telaah Teknik Produksi Enzim Protease dari Tanaman Pelletier A dan Sygusch J, 1990. Purification and Characterization
Biduri (Calotropis gigantea), Prosiding Seminar of Three Chitosanase Activities from Bacillus megaterium
Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia , P1. Applied and Enviromental Microbiology. 56(4): 844–
Yogyakarya.
848. Prescott J dan Young A, 2002. Does Information about MSG (Monosodium Glutamate) Content Influence Consumer
Reviewer: Dr. Afaf Baktir, MSi., Apt. Ratings of Soups with and without added MSG ?. Appetite. 39: 25–33.
Berk. Penel. Hayati: 13 (15–26) , 2007
KONSTRUKSI VEKTOR BINER UNTUK EKSPRESI GEN dip22 (yang diisolasi dari tebu varietas M 442-51 ) PADA TANAMAN
Wiwit Budi Widyasari * dan Sony Suhandono ** * Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Jl. Pahlawan 25 Pasuruan ** Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung
ABSTRACT
Sugarcane is the principle plant for producing sugar in Indonesia. Water supply is one key element in the agronomy of sugarcane. Sugarcane is a high biomass crop which requires large amounts of water. Low yields of sugar observed in water stressed plants indicate that sugarcane is very sensititive to drought. A number of genes that respond to drought, salt, and cold stress at the trasnscriptional level have been reported. dip22 (drought inducible protein) protein isolated from drought resistance variety M 442-51 was predicted to be a protein regulator to water stress in sugarcane. Increasing of tolerance to water stress by over expression of dip22 genes in high yield sugarcane variety hopefully will maintain sugar production. The goal of this research was to construct a binary vector for dip22 gene expression in plant. dip22 gene from mutated PCR was cloned to pGEM ® –T Easy and transformed to Escherichia coli strain DH5 α. And then, these gene was isolated again from pGEM ® –T Easy-dip22 (pGdip) plasmid using restriction enzymes NcoI and PmlI. pCAMBIA 1303 plasmid is an expression vector which has the constitutive promoter CaMV35S. Recombinant plasmid was transformed to Escherichia coli strain DH5 α for plasmid propagation through DNA replication. Recombinant plasmid was isolated, and digested with NcoI and PmlI to examine the presence of dip22 gene in the pCAMBIA 1303 plasmid. The recombinant plasmid was transformed to A. tumefaciens strain LBA 4404. Plasmid isolated from A. tumefaciens was digested with Bst XI and Bst EII to examine the similarity between pCAMBIA 1303-dip22 (pCdip) from Escherichia coli and A. tumefaciens. The result by electrophoresis showed that both plasmids had the same size after digested. It was concluded that the transformed A. tumefaciens strain LBA 4404 bacteria has pCAMBIA 1303-dip22 (pCdip) plasmid indeed. Therefore, this construct of dip22 gene in binary vector can be used for improving drought tolerance in plant.
Key words: dip22 gene, sugarcane, binary vector, drought tolerant
PENGANTAR
Meskipun pemuliaan konvensional dapat menghasilkan Pergeseran budidaya tebu dari lahan sawah ke lahan
varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan tertentu, kering menuntut tersedianya varietas tebu komersial yang
tetapi pencapaian lebih jauh hanya bisa dicapai melalui toleran terhadap cekaman kekeringan, sehingga produksi
manipulasi gen yang terlibat dalam toleransi terhadap kristal gula yang optimal dapat dipertahankan. Hal ini
cekaman (Smirnoff dalam Babu et al., 2004). Metode Metode didukung dengan kondisi tanaman tebu yang memiliki
konvensional yang dipakai sebelumnya untuk mengatasi biomassa tinggi sehingga membutuhkan air dalam jumlah
masalah kekeringan pada tebu adalah dengan perkawinan yang banyak (Inmam-Bamber dan McGlinchey, 2003;
silang. Namun varietas tebu yang digunakan sebagai Wiedenfeld, 1995 dalam Wiedenfeld, 2004). Hasil panen
tetua adalah tebu hibrida hasil persilangan sebelumnya. tebu yang kurang maksimal pada kondisi cekaman air
Dengan demikian metode pemuliaan konvensional pada ringan mengindikasikan bahwa tebu sangat sensitif terhadap
tebu, dibatasi oleh gene pool yang sempit, genom yang kekeringan (Wiedenfeld, 2004).
kompleks, fertilitas rendah, dan siklus seleksi yang panjang Upaya untuk meningkatkan sifat toleransi tanaman
(Suprasanna dan Bapat, 2006).
terhadap cekaman kekeringan melalui rekayasa genetik, Strategi baru untuk memecahkan masalah pada dapat ditempuh dengan cara transformasi gen yang
program pemuliaan konvensional adalah dengan teknologi mengkode suatu protein atau enzim, yang berperan dalam
DNA rekombinan. DNA rekombinan merupakan teknik sistem pertahanan diri tumbuhan terhadap cekaman
yang dapat digunakan untuk menguraikan mekanisme- mekanisme kompleks yang berkaitan dengan ekspresi
Konstruksi Vektor Biner untuk Ekspresi Gen dip22
memodifikasi gen, yang selanjutnya dimasukkan kembali
BAHAN DAN CARA KERJA
ke dalam sel atau organisme sehingga dapat meningkatkan (over ekspresi) atau menurunkan (silencing) sejumlah
Bahan Penelitian
protein yang dihasilkan tanaman transgenik. Gen yang Dalam penelitian ini digunakan beberapa bahan, di direkayasa dapat berasal dari spesies yang sama atau
antaranya adalah klon gen dip22 dalam plasmid pGEM ® -T berbeda dengan spesies tanaman yang akan disisipkan gen
Easy yang diperoleh dari penelitian sebelumnya (Sugiharto tambahan (Alberts et al., 1994).
dkk ., 2001). Selanjutnya klon gen dip22 tersebut diperbanyak Teknologi DNA rekombinan merupakan perpaduan
pada E. coli strain DH5 α (Widyasari, 2004). Vektor sejumlah teknik dalam biologi molekuler. Beberapa teknik ekspresi yang digunakan adalah plasmid pCAMBIA 1303 tersebut antara lain adalah (1) restriksi DNA dengan enzim (Lampiran 2) yang diperoleh dari Center for Application of nuklease, sehingga memudahkan isolasi dan menipulasi Molecular Biology on International Agriculture (CAMBIA), setiap gen yang dikehendaki; (2) kloning DNA, yaitu
Australia.
apabila sebuah fragmen DNA tertentu telah diintegrasikan ke dalam suatu unsur genetik yang dapat menggandakan
Cara Kerja
diri sendiri (plasmid atau virus) dan hidup pada bakteri
Persiapan PCR mutagenesis
sehingga sebuah molekul DNA dapat direproduksi untuk Agar gen dip22 dapat disisipkan pada vektor ekspresi menghasilkan salinan identik yang berjumlah jutaan; (3) yang diinginkan, maka gen tersebut harus dimutasi rekayasa genetika, yaitu suatu cara mengubah urutan DNA dengan metode PCR mutagenesis sehingga memiliki untuk memodifikasi gen, yang selanjutnya dimasukkan tempat pemotongan enzim yang sesuai dengan vector kembali ke dalam sel atau organisme (Alberts et al., ekspresinya. Pada penelitian ini, dip22 akan disambungkan 1994). pada pCAMBIA 1303, oleh karena itu dilakukan strategi Pada dasarnya tersedianya promoter aktif yang kuat
sangat diperlukan untuk over-ekspresi suatu gen pada
sebagai berikut.
tanaman baik monokotil maupun dikotil. Beberapa hasil
Design primer
penelitian menyatakan bahwa CaMV35S adalah promoter Gen dip22 memiliki ukuran sekitar 840 pasang basa konstitutif yang aktif pada sel tanaman monokotil, akan
(pb). Start codon berada pada basa ke 130 sedangkan stop tetapi kekuatannya sedikit menurun pada sel dikotil dan
codon pada nukleotida ke-560 (Lampiran I). Pada start codon tidak aktif pada beberapa tipe sel seperti pollen (Christensen
(±130 pb) terdapat tempat pemotongan untuk enzim Nco I, dan Quail, 1996). Selain itu, promoter Adh1 yang diisolasi
hal ini sesuai dengan peta restriksi pCAMBIA 1303. Pada dari jagung sudah digunakan pada penelitian transformasi
stop codon tidak terdapat tempat pemotongan untuk enzim gen pada tanaman monokotil, akan tetapi aktivitasnya
PmlI seperti yang ada pada pCAMBIA 1303. Oleh karena terbatas pada akar, tunas meristem, endosperm, dan pollen
itu, perlu dilakukan penyisipan tempat pemotongan PmlI (Christensen dan Quail, 1996). Sejauh ini, kebanyakan
pada gen dip22 menggunakan metode PCR mutagenesis. laporan penelitian tentang over ekspresi gen asing untuk
Pertama kali yang harus dilakukan adalah merancang primer meningkatkan toleransi terhadap cekaman abiotik pada
untuk PCR mutagenesis. Primer Primer forward yang digunakan tanaman menggunakan promoter konstitutif (Su dan Wu,
adalah 5’- TCG ATC CAA TTG TTC ACT CGC TCA G- 2004).
3’ (dimulai dari basa ke-50 sampai 74). Sedangkan primer Pada penelitian sebelumnya, dilaporkan adanya
backward adalah 5’-CAC ↓ GTG ATC AGC CGA AGA ekspresi kuat dari gen dip22 (drought inducible protein)
AGT GGT GCT TC-3’ (dimulai dari basa nukleotida ke pada tebu yang tercekam kekeringan (Widyasari, 2004
dan Widyasari et al., 2004). Dengan menggunakan metode
Reaksi PCR mutagenesis
DNA rekombinan, over ekspresi gen dip22 pada varietas Reaksi PCR dilakukan menggunakan program reaksi tebu unggul yang peka kekeringan, diharapkan dapat sebagai berikut: tahap pertama pada suhu 96 °C selama meningkatkan sifat toleransi varietas tersebut terhadap
2 menit satu kali siklus reaksi; tahap kedua 30 kali siklus cekaman kekeringan sehingga produksi gula yang reaksi dengan suhu 96 °C selama 45 detik, 45 °C selama dihasilkan tetap optimal meskipun ditanam pada lahan
30 detik, 72 °C selama 1 menit; dan tahap ketiga dilakukan
17 Purifikasi DNA dengan Gel Extraction Kit dari
Widyasari dan Suhandono
dalam es selama 45 menit dan disentrifugasi pada kecepatan
QIAGEN
4000 rpm selama 10 menit. Fasa air dibuang sedangkan Purifikasi DNA dari gel mengikuti protokol dari
endapan bakteri yang diperoleh disuspensikan dengan produsen Qiagen. Ke dalam tabung mikrosentrifuga yang
5 ml buffer triturasi dingin. Sel kompeten bisa langsung berisi gel, ditambahkan 3× volume gel agarosa bufer
digunakan atau disimpan dalam –80 °C. Q1. Tabung diinkubasi pada temperatur 50 °C selama
10 menit atau sampai semua gel larut sehingga warnanya
Transformasi plasmid rekombinan ke dalam bakteri E.
sama dengan bufer Q1. Campuran bufer Q1 dan gel agarosa
coli strain DH5 α
yang telah larut dimasukkan ke dalam kolom membran Transformasi plasmid ke dalam sel kompeten mengikuti kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 g selama
prosedur dari Promega dengan sedikit modifikasi. Sebanyak
5 µl dari setiap hasil ligasi atau plasmid dimasukkan secara dibuang. Untuk membersihkan kolom dari sisa-sisa gel
1 menit. Cairan yang tertampung di bagian bawah kolom
hati-hati ke dalam tabung polipropilen 50 ml dingin dan agarosa, ke dalam kolom ditambahkan 500 µL bufer
ke dalam setiap tabung dimasukkan bakteri yang telah Q1 kemudian kolom disentrifugasi dengan kecepatan
kompeten sebanyak 100 µl. Tabung berisi bakteri kompeten Tabung berisi bakteri kompeten 12.000 g selama 1 menit. Pemurnian dilanjutkan dengan
dan plasmid selanjutnya disimpan dalam es selama menambahkan 750 µL bufer P1 ke dalam kolom, kemudian
30 menit. Setelah itu tabung dimasukkan ke Setelah itu tabung dimasukkan ke water bath kolom disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 g selama 1
untuk memberi kejutan panas pada suhu 42 °C selama menit. Lalu ke dalam kolom ditambahkan 40 µL bufer EB
50 detik. Selanjutnya tabung tersebut segera didinginkan dalam tepat di bagian tengah dari membran yang terdapat pada
es selama 2 menit. Sebanyak 950 µl SOC cair ditambahkan kolom. Kolom ditempatkan pada tabung mikrosentrifuga
ke dalam tabung kemudian suspensi sel diinkubasi pada steril kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 g
suhu 37 °C pada 175 rpm selama 21 jam. Setelah diinkubasi, selama 1 menit. DNA yang bersih akan terlarut dalam bufer
100 µl kultur ditanam pada medium LB padat yang EB dan ditampung dalam tabung mikrosentrifuga baru.
mengandung 100 µg/ml antibiotik ampisilin dan 50 mg/ml X-gal serta 100 µl 0.1 M IPTG. Kultur bakteri diratakan di
Persiapan sel kompeten
atas medium LB padat dengan bantuan bola-bola kaca steril Pembuatan sel kompeten dilakukan sesuai anjuran
berdiameter 3 mm. Kultur bakteri selanjutnya diinkubasi protokol yang terdapat dalam kit sel kompeten E. coli
pada suhu 37 °C selama semalam (16–18) jam. (Promega) dengan sedikit modifikasi. Bakteri strain DH5 α dari stok gliserol (–70 °C) digoreskan di atas permukaan
Isolasi plasmid
medium agar padat M9+thiamine HCl. Medium tersebut Isolasi plasmid mengikuti metode (Xiang et al., 1994).
mengandung 0,6% Na 2 HPO 4 ; 0,3% KH 2 PO 4 ; 0,5% NaCl;
Tahapan isolasi plasmid adalah sebagai berikut. Koloni
tunggal hasil transformasi dipilih secara acak, masing- (v/v) 1 M CaCl 2 ; 1% (v/v) 20% glukosa; dan 0,1% (v/v) 1
0,1% NH 4 Cl; 1,5% agar; 0,2% (v/v) 1 M MgSO 4 , 0,01%
masing koloni dimasukkan dalam sebuah tabung reaksi M Thiamine HCl.
yang berisi 4 ml medium TB cair yang mengandung Cawan petri tersebut diinkubasi semalam pada suhu