OPTIMALISASI KEJAKSAAN DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI

  OPTIMALISASI KEJAKSAAN DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI

  ARTIKEL Oleh: YETICO MICHIGAN NPM: 1410018412009 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2016

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA

  NAMA : YETICO MICHIGAN NPM : 1410018412009 PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PIDANA JUDUL TESIS : OPTIMALISASI KEJAKSAAN DALAM

  PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI Telah dikonsultasikan dan disetujui oleh pembimbing untuk di upload ke website.

  

OPTIMALISASI KEJAKSAAN DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA

AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI

  1

  1

  1 Yetico Michigan , Sanidjar Pebrihariati R , Yetisma Saini

  Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bung Hatta e-mail: Gan_michi@ymail.com

  ABSTRAK

  Korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik, sehingga tidak hanya merugikan Keuangan Negara namun juga berdampak kepada sosial ekonomi bangsa. Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus karena itu ancaman pidananya juga khusus. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 Ayat (1) UU PTPK Ayat (2) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang berwenang dalam melakukan penuntutan dan eksekutor salah satunya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi karena Kejaksaan memiliki kewenangan untuk itu yang terdapat dalam Undang- undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimanakah upaya kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi? 2. Bagaimanakah optimalisasi kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi? Metode penelitian yuridis sosiologis. Teknik pengumpulan data. Wawancara dan studi dokumen. Kemudian data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian. 1) Upaya Kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi sudah optimal baik bekerjasama antar lembaga terkait dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Optimalisasi Kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi cukup optimal secara nominal, sedangkan secara keseluruhan perlu ditingkatkan lagi.

  Kata Kunci: Optimalisasi, Kejaksaan, Pengembalian, Kerugian Negara.

  

OPTIMIZATION PROSECUTORS IN REPAYING DUE TO

THE STATE A LOSS OF CORRUPTION

Yetico Michigan

  1

, Sanidjar Pebrihariati R

   1 , Yetisma Saini

   1 Program Master of Law, Bung Hatta University Graduate Program

e-mail: Gan_michi@ymail.com

ABSTRACT

  

Corruption in Indonesian happening by systematic, so no need to caused financial loss to the

state but also impact the socio economic the people. Of corruption is to follow up special

crimes therefore stipulate threats his also special . As contained in article 18 paragraph (1) of

law PTPK paragraph (2) the payment of the a substitute for which is much equal to the

wealth obtained from of corruption. Prosecutors as a law enforcement agency that authorities

to conduct prosecutions and executor of one of them is due to return the state a loss of

corruption because prosecutors having authority to it that was found in the act of No.16 2004

about attorney general s office of the republic of Indonesia. Formulation problems 1. How

efforts prosecutors in repaying due to the state a loss of corruption? 2. How optimization

prosecutors in repaying due to the state a loss of corruption? Research methodology.

Juridical sociological. Technique data collection .Interviews and study documents. Then the

data analyzed qualitatively. The results of the study. 1. Attorney general s office efforts in

repaying due to the state a loss of corruption is optimal good working between agencies

related at home or abroad based on laws and regulations. 2. Optimization prosecutors in

repaying due to the state a loss of corruption enough optimal nominally, while overall needs

to be improved again.

  Key Words: Optimization, Attorney, Returns, State losses.

A. Pendahuluan

  Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, lebih jauh di dalam penjelasan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam, Pasal

  1 Angka 3 menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum

  rechtstaat tidak berdasarkan atas kekuasaan

  belaka machstaat . Hukum pidana di Indonesia terbagi dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Secara definitif, hukum pidana umum dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana dan berlaku umum.

  Adapun hukum pidana khusus (Peraturan Perundang-Undangan Pidana Khusus) dimaknai sebagai perundang- undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana contoh Undang-undang Nomor

  20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selanjutnya disebutkan dengan UU PTPK, di Indonesia korupsi terjadi secara sistematik, sehingga tidak hanya merugikan Keuangan Negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan secara luar biasa. Dengan demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik, yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.

  Sebagaimana berlaku pada tindak pidana umumnya, pelaku tindak pidana korupsi diancam dengan pidana pokok dan pidana tambahan. Pengaturan pidana pokok diatur dalam ketentuan Pasal 10 KUHP, yaitu pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Sedangkan pengaturan pidana tambahan, diatur lebih detail dalam UU PTPK. Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus, karena itu ancaman pidananya juga khusus tidak sebagaimana tindak pidana lainnya, Sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK), selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang hukum pidana, sebagai pidana tambahan adalah;

  1. Perampasan barang bergerak dan berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang- barang tersebut; 2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

  3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu 1 (satu) tahun;

  4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak- hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

  Ayat (2), jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) huruf b paling lama dalam 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat di sita oleh Jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

  Pada Ayat (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan, namun realitasnya aturan yang terdapat di atas dalam Pasal 18 Ayat (1) (2) dan (3) dalam UU PTPK tersebut masih bersifat sempit dalam usaha pengembalian keuangan hasil tindak pidana korupsi dibandingkan dengan rancangan Undang-undang perampasan aset tindak pidana. Dalam draft Undang-undang perampasan aset tindak pidana, terdapat Pasal-pasal yang cukup detail mengatur bagaimana tata cara untuk memaksimalkan pengambilalihan hasil kejahatan seperti korupsi, sebagaimana terdapat dalam Pasal 4,

  Pasal 6, Pasal 14. Mulai dari, penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan. Pasal 1 Angka 3 rancangan Undang- undang perampasan aset tindak pidana, yang menyatakan; Perampasan Aset Tindak Pidana yang selanjutnya disebut perampasan aset adalah upaya paksa yang dilakukan oleh negara untuk merampas aset tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap pelakunya.

  Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara harus bebas dari pengaruh kekuasaan dari pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

  Kejaksaan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) menyatakan: Kejaksaan Republik

  Indonesia yang selanjutnya dalam Undang- undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, serta kewenangan lain berdasarkan undang- undang. Secara umum mengenai tugas dan kewenangan Jaksa salah satunya sebagai eksekutor dalam putusan pengadilan dapat dipahami sebagai orientasi normatif mengenai mulia dan beratnya profesi Jaksa sebagai penegak hukum.

  Hal ini karena perkara hukum pidana yang diajukan oleh jaksa ke pengadilan akan berdampak terhadap jati diri dan profesi Jaksa. Apalagi dalam kasus tindak pidana korupsi dikabulkan oleh hakim sesuai dengan tuntutan Jaksa. Apabila sebaliknya ini akan mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap kinerja Jaksa. Perkembangan selanjutnya konsep perampasan aset kemudian diatur dalam Undang-undang Nomor

  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah dengan Undang-undang 20 Tahun 2001 (UU PTPK), sebagaimana terdapat dalam Pasal 17 dan Pasal 18, namun masih terdapat kekurangan, selanjutnya diatur dalam rancangan Undang-undang perampasan aset tindak pidana.

  Pemberantasan tindak pidana korupsi Jaksa harus bekerja ekstra, karena berbagai macam motif tindak pidana korupsi dan Jaksa harus memanfaatkan segala bentuk regulasi yang ada, untuk bagaimana aset negara dan/keuangan negara yang di korupsi B. Rumusan Masalah. itu dapat dengan maksimal dikembalikan 1.

  Bagaimanakah upaya kejaksaan dalam kepada negara. Penting untuk ditetapkan atau pengembalian kerugian negara akibat diterapkan pidana tambahan buat terpidana tindak pidana korupsi? korupsi seperti sebagaimana yang telah

  2. Bagaimanakah optimalisasi kejaksaan diatur dalam UU PTPK dengan dalam pengembalian kerugian negara diterapkannya pidana pembayaran uang akibat tindak pidana korupsi? pengganti dan perampasan aset yang diputus

  C. Tujuan Penelitian.

  oleh Hakim dalam sidang pengadilan tindak Adapun tujuan dari penelitian ini pidana korupsi. adalah;

  Dalam rangka mencapai tujuan yang 1.

  Untuk menganalisis upaya kejaksaan lebih efektif untuk mencegah dan dalam pengembalian kerugian negara memberantas tindak pidana korupsi, UU akibat tindak pidana korupsi. PTPK memuat yaitu menentukan ancaman

  2. menganalisis optimalisasi Untuk pidana minimum khusus, pidana denda yang kejaksaan dalam pengembalian kerugian lebih tinggi, dan ancaman pidana mati yang negara akibat tindak pidana korupsi. merupakan pemberatan pidana. Selain itu UU PTPK memuat juga pidana penjara bagi D. Manfaat Penelitian. pelaku tindak pidana korupsi yang tidak

  Adapun manfaat yang diharapkan dapat membayar pidana tambahan berupa dari penelitian ini adalah; uang pengganti kerugian negara. Berkaitan

  1. Secara Teoritis;

  dengan pelaksanaan putusan pidana oleh Hasil dari penelitian ini dapat

  Jaksa, peranan isi dari putusan pengadilan bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Hukum sangat vital, ketika suatu putusan sudah pada umumnya, khususnya terkait dengan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka

  Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jaksa akan dapat mengeksekusi secara tepat. tentang Perubahan atas Undang-undang

  Khusus berkaitan dengan eksekusi Nomor

  31 Tahun 1999 tentang pembayaran uang pengganti. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari uraian latar belakang yang

  2. Secara Praktis;

  terdapat di atas penulis tertarik untuk Hasil penelitian ini dapat diharapkan membuat Tesis dengan judul:

  “Optimalisasi

  menjadi bahan masukan bagi praktisi hukum

  Kejaksaan Dalam Pengembalian

  dan akademisi hukum. Semoga menjadi

  Kerugian Negara Akibat Tindak pidana

  renungan bahwa korupsi tidak cukup

  korupsi” diberantas dengan cara konvensional saja merupakan fungsi peraturan-peraturan namun perlu mendayagunakan seluruh hukum yang ditujukan kepada regulasi dan instansi para penegak hukum mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan dan bersinergi satu sama lainnya. Untuk kompleks kekuatan-kekuatan mengurangi tindak pidana korupsi di sosial, politik dan lain-lainnya yang Indonesia. mengenai diri mereka serta umpan- umpan balik yang datang dari para

E. Kerangka Teoritis Dan Konsepsional.

  pemegang peranan.

1. Kerangka Teoritis.

  4) Bagaimana para pembuat Undang-

  Dalam penulisan Tesis ini dibutuhkan undang itu akan bertindak merupakan suatu kerangka teoritis yang dijadikan fungsi peraturan-peraturan yang sebagai landasan teori, serta pikiran dalam mengatur tingkah laku mereka, sanksi- membicarakan optimalisasi kejaksaan dalam sanksinya, keseluruhan kompleks pengembalian kerugian negara akibat tindak kekuatan-kekuatan sosial, pidana korupsi politik, ideologis dan lain-lainnya a.

  Teori Hukum Dan Masyarakat yang mengenai diri mereka serta

  Teori bekerjanya hukum menurut umpan-umpan balik yang datang dari Robert B. Seidman, sebagai berikut: pemegang peranan serta birokrasi.

  1) Setiap peraturan hukum memberitahu

  2. Kerangka Konsepsional

  tentang bagaimana seorang pemegang a.

  Optimalisasi peranan (role occupant ) itu Optimalisasi berasal dari kata dasar diharapkan bertindak. optimal yang berarti yang terbaik. Jadi

  2) Bagaimana seorang pemegang peranan

  optimalisasi adalah proses pencapaian suatu itu akan bertindak sebagai suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan yang

  respons terhadap peraturan hukum

  besar tanpa harus mengurangi mutu dan merupakan fungsi peraturan-peraturan kualitas dari suatu pekerjaan. Pengertian yang ditujukan kepadanya, sanksi- Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa sanksinya, aktivitas dari lembaga- Indonesia adalah optimalisasi berasal dari lembaga pelaksana serta keseluruhan kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi kompleks kekuatan sosial, politik dan jadi optimalisasi adalah suatu proses lain- lainnya mengenai dirinya. meninggikan atau meningkatkan

  3)

  Bagaimana lembaga-lembaga b.

  Jaksa. pelaksana itu akan bertindak sebagai

  Berdasarkan Undang-Undang Republik respons terhadap peraturan hukum

  Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dimaksud dengan Jaksa adalah "Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, serta wewenang lain berdasarkan Undang-Undang".

  c.

  Kejaksaan Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara yang merdeka terutama pelaksanaan tugas dan kewenangan di bidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat, serta kewenangan lain berdasarkan undang- undang. Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan oleh.

  d.

  Pengembalian Keuangan Keuangan negara menurut beberapa pandangan para ahli antara lain seperti M

  Achwan, berpendapat bahwa keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun mendatang.

  Penjelasan Undang-undang Nomor

  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) yang dimaksud dengan keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewaji ban yang timbul karena; “Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di Daerah; Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

  Pengembalian kerugian keuangan negara menurut UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) dapat melalui jalur perdata dan jalur pidana. Pengembalian kerugian Keuangan Negara Aset Recovery melalui jalur perdata, seperti terdapat pada;

  Pasal 32 Ayat (1) UU PTPK yang menyatakan bahwa; Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur TPK tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan”. Pada Ayat (2) menyatakan bahwa; Putusan bebas dalam perkara TPK tidak menghapus hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan Bapak Syafrizal, Bapak Andre negara.

  Abraham, Bapak Syafrial) sebagai e. informan yang bertempat di Kejaksaan Istilah Korupsi. Korupsi atau dengan kata lain Tinggi Sumatera Barat.

  b.

  corruption yang berarti “Perbuatan buruk,

  Data sekunder merupakan data yang tidak jujur, tidak bermoral, atau dapat diperoleh di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat berupa putusan perkara disuap”. Dalam kamus umum bahasa

  Indonesia yang disusun oleh pada Tahun 2013-2015 tindak pidana Poerwardarminta, Pengertian korupsi adalah; korupsi. perbuatan yang buruk seperti penggelapan 3. Alat Pengumpulan Data. uang, penerimaan uang sogokan dan Adapun alat pengumpulan data dalam penulisan ini adalah; bagainya” oleh karena ruang lingkupnya sangat luas, maka pengertian korupsi lebih a.

  Wawancara (Interview). disederhanakan yang secara umum Wawancara adalah metode yang merupakan perbuatan buruk dan dapat paling efektif dalam pengumpulan data disuap. primer di lapangan dan penelitian yang penulis gunakan adalah melakukan

F. Metode Penelitian.

  wawancara terstruktur yaitu mempersiapkan 1. Pendekatan Penelitian. daftar pertanyaan yang relevan dengan

  Penelitian ini merupakan penelitian perumusan masalah dalam penelitian ini hukum yuridis sosiologis (socio legal yang ditujukan secara bebas kepada

  research ) artinya data yang peneliti dapatkan informan.

  kemudian dikumpulkan secara langsung dari b.

  Studi Dokumen. responden baik dalam bentuk tulisan maupun

  Studi dokumen adalah salah satu lisan sebagai jawaban atas pertanyaan yang metode pengumpulan data dalam sebuah peneliti ajukan. penelitian. Dokumen adalah berupa buku- 2. Sumber Data. buku, rekaman, dan catatan tulisan tangan

  Data yang digunakan dalam penelitian hasil dari proses wawancara dengan ini adalah; informan dan dokumen-dokumen hasil dari a.

  Data primer adalah data yang diperoleh wawancara yang terkait dengan rumusan melalui penelitian dan dikumpulkan masalah yang dicari oleh si peneliti. sendiri oleh peneliti di lapangan,

  4. Teknik Pengolahan Data

  dengan cara wawancara terhadap 4 orang jaksa (Bapak Dwi Samudji,

  Setelah peneliti mendapatkan data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan cara sebagai berikut; a.

  Editing.

  Editing merupakan proses penelitian untuk memeriksa kembali data yang telah diperoleh di lapangan dengan cara mengedit terlebih dahulu, guna mengetahui apakah data-data yang telah diperoleh tersebut sudah cukup relevan dan lengkap untuk mendukung pemecahan dari perumusan masalah dalam penelitian ini dan jika ada kesalahan, maka akan diperbaiki.

  b.

  Koding.

  Yaitu memberikan kode tertentu terhadap jawaban responden, misalnya, berupa.Teks laporan lapangan/ narasi, frase, atau simbol-simbol yang memprepsentasikan atau menggambarkan manusia, aksi manusia dan kegiatan dalam kehidupan sosial.

  c.

  Analisis Data.

  Teknik analisa yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif artinya penelitian yang tidak menggunakan hitungan angka-angka atau penelitian yang dilakukan dengan cara menyusun dan mengumpulkan data dan kemudian data tersebut diolah dengan cara sistematis

  Terkait dengan kerugian negara yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana korupsi, UU PTPK telah mengetengahkan konsep pengembalian kerugian keuangan negara. Konsep tersebut diharapkan mampu mengembalikan kerugian negara di samping pelaku tindak pidana korupsi dikenai sanksi pidana. Jalur pidana dimasukkan dalam pidana tambahan berupa uang pengganti dengan jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Praktiknya, uang pengganti itu sulit dikembalikan.

  Berikut hasil wawancara dengan dengan Bapak Andre Abraham bagian Koordinator Asisten Pidana Khusus (ASPIDSUS) di gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat;

  Penyidik korupsi di Indonesia Polisi, Jaksa, dan KPK ketiganya mempunyai kewenangan penyidik. Kita sekarang ngomongin tentang kejaksaan-kan, tapi secara umum sama juga polisi, jaksa dan KPK punya kewenangan, pertama penyelidikan, yang terdapat di KUHAP ada perbedaannya, penyelidikan masih awal, masih mencari cari tindak pidananya, di situ sudah ada kewenangan kejaksaan, misalnya ada laporan penyimpangan anggaran dinas pendidikan Kota Padang dan pemda, terus,, kejaksaan melaksanakan penyelidikan, dalam penyelidikan itu nanti sudah makin tajam, itu bisa kita dapatkan tersangka, tapi kalau sudah tersangka naik kepada ke penyidikan, kalau penyelikan sudah selesaikan masuk ke persidangan, itu tahap penuntutan, sudah tiga tahap, terus tahap persidangan, jaksa baca tuntutan, setelah sidang terus putusan pengadilan, dari semua 4 tingkat itu atau 4 level itu, bisa kita ambil ini, pengembalian kerugian keuangan negara, semua bisa di 4 level itu, dipenyelidikan misalnya, tersangkanya, ini belum terbukti ini, dalam tahap penyelidikan misalnya tersangkanya mempunyai itikad baik misalnya kerugian negara sekitar 1 Milyar, maka dia supaya perkara tidak dilanjutkan dia bisa mengembalikan kerugian keuangan negara,

A. Upaya Kejaksaan Dalam Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi.

  tahap penyelidikan tahap dini sekali, di situ kita bisa mengembalikan kerugian keuangan negara, bisa juga tahap penyidikan.

  Ketika sudah tahap penyidikan dia sudah jadi tersangka, dia juga berniat mengembalikan kerugian negara, itu bisa juga, terus, tahap penuntutan di tahap persidangan juga bisa, nah kalau sudah tahap putusan pengadilan itu memang otomatis akan dituntut oleh hakim begitu, bahwa saudara X misalnya di penjara 5 tahun misalnya mengembalikan kerugian keuangan negara 1 Milyar, jadi semua level bisa mengembalikan kerugian keuangan negara, dan jaksa biasanya mengupayakan dari dini dari awal, tapikan koruptor sekarangkan lebih sering menyangkal, pasti mereka menyangkalkan, saya tidak bersalah untuk apa saya mengembalikan keuangan negara, kalau saya tidak bersalah.

  Pada tahap-tahap tertentu, para pelaku tidak pidana korupsi ini, dari awal mereka sudah menyerah, dan mereka mengembalikan kerugian negara, mungkin lebih mudah, kadang-kadang malah, perkara tidak dilanjutkan karena mungkin kerugiannya cuma kecil 50 juta misalnya, biasanya akhirnya penyelidikan dihentikan karena kerugian keuangan negara sudah ditutup, karena biaya untuk penyelidikan sendiri sampai pada penyidikan penutuntan dan putusan pengadilan itukan pakai anggaran negara cukup besar, padahal kerugian negara cuma 50 juta, negara malah jadi, akhirnya perkara itu bisa selesai, dalam tahap penyelidikan, tapi kalau sudah tahap di penyidikan, biasanya tidak bisa dihentikan perkara kalau dia baru mengembalikan kerugian keuangan negara pada tahap penyidikan, karena sudah ada status tersangka, misalnya ini orang dijamin tersangka baru dia menangis misalnya, oke, saya balikin de Bapak asal saya tidak dijadikan tersangka lagi, misalnya, kita terima biasanya kejaksaan terima itu, kita simpan dulu uang itu, dan uang itu tidak bisa sekoyong-koyong disetor ke negara harus dititip dulu di bank tempat rekening penitipan kejaksaan, karena untuk masuk ke kas negara dia harus melalui mekanisme penerimaan negara bukan pajak, dan mekanisme itu hanya bisa ditempuh ketika sudah ada putusan pengadilan, ini agak agak rumit, saya kasih gambaran, bahwa kalau pengembalian kerugian keuangan Negara.

  Pada setiap level pekerjaan kejaksaan sudah bisa, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan, dan kebijakan memang sekarang ini kejaksaan memang lebih, mengutamakan pengembalian kerugian keuangan negara dibanding harus memenjarakan orang sebanyak banyaknya, memenjarakan tetap dipenjarakan tetapi itu tidak utama yang utama mengembalikan kerugian keuangan negara, karena kalau kita penjarakan orang saja, akhirnya malah biaya negara lagi akan membiayai orang untuk makan dipenjarakan tetap saja akhirnya kerugian negara hasil negara hasil korupsi itu tidak kembali begitu jadi, negara saat ini politik hukumnya, bidang tindak pidana itu mengutamakan pengembalian kerugian keuangan negara, makanya ada juga, aset aset yang disimpan di luar negri juga itu dikejar dengan mekanisme MLA (muttual

  legal agreement ) dengan negara tempat si

  koruptor itu menyimpan uang atau menyembunyikan uang misal di Singapura dan Swiss, kejaksaan juga yang mengejar dan tentunya juga agak bisa berdiri sendiri, harus kerja sama-sama polisi dan Deplu atau Departemen luar negri di bawah Menkopolhukam itu ada tim pemburu koruptor, sampai keluar negri cari aset, kalau si koruptor ini tidak mengembalikan semua kerugian, pertama dalam hal penuntutan itu ada tabel ada pedoman penuntutan, di Kejaksaan kita punya pedoman penuntutan.

  Biasanya kami dari Kejaksaan mempunyai tabel yang berisikan data-data, misalnya pengembalian berapa persen, dituntut antara berapa tahun sampai berapa tahun itu ada situ, untuk Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK itu yang pertama jadi, masalah dia cuma mengembalikan beberapa persen, misalnya tadi 50 % nanti tuntutannya disesuaikan dengan pedoman itu, jadi tidak dituntut maksimal, nah,, sisanya ini, akan dia mengembalikan 50%, sisanya ini nanti kita menyita aset-aset dia si terpidana atau si terdakwa itu nanti dari awal sudah dilacak dulu sama kejaksaan, seluruh di Indonesia atau di luar negri, terus diblokir, kalau di Bank mungkin rekeningnya diblokir tanah juga di sita, nanti itu diperhitungkan di situ, diperhitungkan sisa 50% itu, aset aset itu nanti dijual, di lelang untuk menutupi kekurangan pengembalian kerugian keuangan negara, kalau tidak punya aset lagi sudah tidak bisa diapa-apain lagi, makan yang mengejar aset sampai keluar negri kadang kadang

  Wawancara juga dengan Bapak Ridwan Syamza sebagai Staf bidang Tidak Pidana Khusus di gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat;

  Kalau perkara korupsi pada Pasal 2 dan 3 mengenai kerugian keuangan negara hanya dua pasal di dalam UU PTPK Jaksa tugasnya penuntut, hakim memutus nanti selain menuntut di penjara hukuman pidana penjara beberapa tahun pasti juga dituntut lagi untuk mengembalikan kerugian keuangan negara si X misalnya, nanti hakim juga memutuskan juga seperti itu, tapi jumlahnya biasanya berbeda bisa juga sama, sama hakim, pada keputusan itu nanti agar terdakwa pengembalian ada juga yang tidak, tidak punya uang lagi mungkin, atau dia masih dalam tahap upaya hukum banding atau kasasi, jadi dia masih merasa tidak bermasalah, tapi ada juga mengembalikan pada waktu penyelidikan dan penyidikan.

  Pada saat itu saya bertugas di Balige, dan Bupati Tobasa sebagai terdakwa dengan korupsi 2 Milyar dia kembalikan uangnya itu, pada saat tahap, mau penuntutan, jadi penyidikan ingin diselesaikan sama tersangka, harus diserahkan ke Kejaksaan, titip uang kerugian negara, titipnya di rekening kejaksaan nanti pada waktu putusan pengadilan, disesuaikan misalnya 2 Milyar. Putusannya

  2 Milyar juga harus dikembalikan harus ditransfer di rekening negara, jadi masuk ke rekening ke kas negara lagi, waktu putusan pengadilan belum tentu semua mengembalikan, efeknya kalau dia tidak mau ngembalikan ke negara dia tidak bisa mengurus remisi, soalnya persyaratannya remisi harus ada pengembalian ke negara, perkara korupsi harus dikembalikan kerugian keuangannya ke negara.

  Tentang soal uang pengganti itu sulit dikembalikan, kejaksaan mempunyai langkah hukum yang harus ditempuh dalam upaya penyelesaian tunggakan pembayaran uang pengganti; Pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi melalui uang pengganti merupakan salah satu upaya penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Pengembalian tersebut tidaklah mudah karena tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crimes yang pelakunya berasal dari kalangan intelektual dan mempunyai kedudukan penting.

  Menurut hasil pusat penelitian dan pengembangan (PUSLITBANG) di Kejaksaan Menunjukkan hasil pengkajian sebagai berikut:

  1. Mencegah terjadinya tunggakan uang pengganti;

  Pengembalian kerugian negara melalui uang pengganti merupakan hal yang sangat penting, karena uang tersebut dapat dipergunakan untuk melanjutkan pembangunan. Pengembalian tersebut tidaklah mudah karena proses peradilan tindak pidana korupsi pada umumnya membutuhkan waktu yang lama, sehingga terpidana mempunyai kesempatan untuk mengalihkan atau menyembunyikan harta bendanya yang berasal dari tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan

  extraordinary crimes , dimana pelakunya

  adalah kalangan intelektual dan mempunyai kedudukan penting, sehingga mudah untuk mengalihkan/menyembunyikan harta bendanya yang berasal dari hasil korupsi.

  Sehubungan dengan itu Pasal 18 Ayat (2) Undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat di sita oleh jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

  Dari bunyi pasal ini tampak bahwa untuk melunasi uang pengganti, jaksa dapat menyita dan melelang harta benda terpidana setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila ketentuan ini dilaksanakan, jaksa akan menemui kesulitan dalam menemukan harta benda milik terpidana atau ahli warisnya. Dan kemungkinan timbulnya tunggakan uang pengganti sangat besar, oleh karena pendataan dan penyitaan harta benda milik tersangka harusnya sudah dilakukan sejak penyidikan. Untuk itu memerlukan optimalisasikan tugas dan fungsi Kejaksaan di bidang penyidikan dan intelijen yustisial. Optimalisasi tugas dan fungsi Kejaksaan di bidang intelijen dalam menemukan harta kekayaan negara yang di korupsi tidak terhenti pada proses penyidikan tetapi terus berlanjut pada penuntutan, eksekusi dan upaya perdata.

  2. Pelunasan uang pengganti dengan hukuman badan.

  Penyelesaian tunggakan uang pengganti di samping dilakukan dengan penyitaan dan pelelangan harta benda terpidana juga dapat dilakukan melalui tuntutan subsider pidana penjara, atau hukuman badan. Tuntutan subsider pidana penjara diatur dalam Pasal 18 Ayat (3) Undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2001, menegaskan bahwa “Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf

  b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimal dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

3. Penyelesaian tunggakan uang pengganti melalui upaya perdata dan administrasi keuangan

  Penyelesaian tunggakan uang pengganti melalui upaya perdata dilakukan apabila setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan tetap diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana diduga berasal dari TPK belum dirampas (Pasal 38 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999). Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tindak pidana korupsi merupakan

  extraordinary crimes , yang dilakukan oleh

  kalangan intelektual, sehingga hilangnya alat-alat bukti, khususnya alat-alat bukti yang berguna dalam proses pembuktian gugatan perdata sangat besar.

  Hilangnya alat bukti tersebut akan berakibat sulitnya bagi Jaksa Pengacara Negara untuk menang dalam perkara perdata yang ditanganinya. Berkenan dalam pertemuan ilmiah Pislitbang Kejaksaan agung RI tanggal 19 November 20018 mengemukakan perlunya

  “pembalikan beban pembuktian terbatas bidang perdata” seperti halnya dengan Counter Corruption Act Thailand dapat diterapkan di Indonesia. Artinya pegawai negeri atau pejabat yang tidak dapat membuktikan asal usul kekayaannya yang tidak seimbang dengan pendapatannya yang resmi, dapat di gugat langsung secara perdata oleh penuntut umum berdasarkan perbuatan melanggar hukum

  onrechtmatigedaad , Pasal 1365 BW ke

  Pengadilan Tinggi untuk dinyatakan dirampas untuk negara. Kiranya hal ini dapat diterapkan terhadap harta benda terpidana dan atau ahli warisnya, untuk itu Pasal 38 C Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 perlu diamandemen lagi.

  Sedangkan penyelesaian tunggakan uang pengganti melalui administrasi keuangan Negara dilakukan karena terjadinya perbedaan jumlah uang pengganti menurut versi Kejaksaan dengan Departemen Keuangan. Hal ini antara lain disebabkan sistem pembukuan uang pengganti di Kejaksaan belum menganut sistem Akuntansi Instansi yang disusun oleh Departemen Keuangan.

  Guna menghindari terjadinya perbedaan tersebut Kejaksaan hendaknya menyesuaikan Sistem Administrasi

  Keuangannya dengan Sistem Akuntansi Instansi (SIA) yang disusun oleh Departemen Keuangan.

  Dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Kejaksaan Penyelamatan keuangan negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi merupakan salah satu langkah penting untuk merestorasi (memulihkan) keadaan keuangan negara dan atau perekonomian negara, di samping menjatuhkan hukuman badan kepada pelaku korupsi. Pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi merupakan salah satu upaya merestorasi kerugian keuangan dan atau perekonomian negara, namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala terutama dalam hal eksekusinya.

  Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat mulai Tahun 2005, 2008, sampai 2015, yang telah berhasil dieksekusi Rp. 12 Milyar sedangkan tunggakan uang pengganti pengembalian kerugian keuangan negara total Rp. 8,655,368.990.00. Dari total Rp. 20 Milyar kerugian negara. Secara kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam pengembalian keuangan kerugian negara cukup optimal di provinsi Sumatera Barat, sedangkan total nominal angka dalam Rupiah pengembalian keuangan hasil tindak pidana korupsi seluruh Indonesia dari tahun 2013 sampai sekarang Rp. 8.5 Triliun yang telah dieksekusi Rp. 2.6 Triliun dan yang akan dieksekusi atau sisanya Rp. 5.8 Triliun lagi. Berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

  Penulis menguraikan tahapan-tahapan kinerja dan usaha kejaksaan agar teroptimalisasikan penyelamatan pengembalian

  keuangan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi tersebut, jika belum teroptimalisasi, maka yang bertugas dan berwenang memburu aset dan/atau keuangan negara yang dikorup itu adalah Jaksa Pengacara Negara atau JPN berdasarkan

  Pasal 32 UUPTPK. Penegakan hukum yang efektif terhadap tindak pidana korupsi seharusnya mampu memenuhi dua tujuan.

  Tujuan pertama adalah agar si pelaku tindak pidana korupsi tersebut dihukum dengan hukuman pidana yang adil dan setimpal. Bahkan karena tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela, apalagi jika dilakukan pada masa krisis ekonomi atau pada saat perekonomian masih dalam tahap perbaikan recovery, pidana yang dijatuhkan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi seharusnya merupakan pidana yang seberat-beratnya. Tujuan kedua adalah agar kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi tersebut dapat dipulihkan.

  Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syafrizal sebagai Kepala Seksi Eksekusi dan Eksaminasi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat sebagai berikut;

  “Untuk tercapainya optimalisasi dalam pengembalian keuangan hasil tindak pidana korupsi kejaksaan menggunakan bidang DATUN atau perdata dan tata usaha negara yang melakukan gugatan kepada keluarganya atau kepada ahli warisnya apabila sudah meninggal dunia, untuk tercapainya keoptimalan penyelamatan pengembalian keuangan negara hasil tindak pidana korupsi, yang melaksanakan adalah Jaksa Pengacara Negara yang berada dalam bagian bidang DATUN atau perdata dan tata usaha negara jadi yang mengejar aset dan keuangan negara yang belum dikembalikan setelah putusan pengadilan dijatuhkan adalah Jaksa Pengacara Negara dengan menggunakan upaya DATUN...”

B. Optimalisasi Kejaksaan Dalam Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dwi Samudji sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus/ASPIDSUS di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat sebagai berikut; Optimalisasi “Kejaksaan dalam apabila ada perkara yang dibebaskan melakukan upaya-upaya untuk oleh pengadilan mengembalikan keuangan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi sudah optimal. 2)

  JAM PIDSUS menyerahkan kepada Namun, dalam kenyataannya upaya yang

  JAM DATUN pelaksanaan hukuman dilakukan kejaksaan hasilnya belum optimal hal ini disebabkan oleh beberapa hal para tambahan berupa pembayaran uang tindak pidana korupsi menyembunyikan pengganti vide Pasal 34c Undang- memindahtangankan bahkan disimpan keluar negri. dan ketika aset-aset itu diperoleh oleh undang Nomor 3 Tahun 1971 bila kejaksaan, tidak semudah itu juga eksekusinya mengalami hambatan. melelangnya, karena mungkin sudah berpindah tangan ke orang lain dan dari Kesatuan koordinasi terpadu tersebut orang lain tersebut juga berpindah tangan adalah, bagaimana selama proses pula ke orang lain, untuk itu kadang posisinya (aset) tersebut sampai ke luar negri penyelidikan dan proses penyidikan sampai sementara pihak luar negri juga sulit dengan penuntutan dan eksekusi hingga membantu kita, jadi kita harus berhadapan dengan otoritas di negara tersebut, misalnya gugatan pengembalian kerugian keuangan uangnya di Swiss dan Singapura, pihak negara, antara bidang intelijen, pidana Swiss dan Singapura tidak mau mengeluarkan uang tersebut begitu saja, itu khusus serta perdata dan tata usaha negara kendalanya. dapat saling mendukung. Koordinasi ini akan

  Optimalisasi Kejaksaan secara upaya- upaya dalam mengembalikan keuangan sangat menunjang tugas Jaksa Pengacara kerugian negara akibat tindak pidana korupsi

  Negara dalam melakukan perannya, sehingga sudah optimal, maksudnya optimal sudah sekuat kemampuan dan kewenangan dapat terdeteksi kemungkinan sejak dini. Institusi, tapi yang jadi masalah, kalau orang yang bersangkutan tidak menyediakan uang atau aset yang dikorupnya, atau tidak mau PENUTUP secara sukarela mengembalikan, akhirnya

  A. Simpulan

  harus melacak aset-aset si terdakwa atau si terpidana di dalam dan di luar negri, dalam

  1. Upaya Kejaksaan dalam pengembalian negri pun masalahnya seperti surat suratnya, hasil tindak pidana korupsi adalah misal sudah hilang atau sudah pindah tangan,

  Jadi optimalisasi. Sesuai harapan mungkin Kejaksaan telah mengeluarkan masih belum.” kemampuan daya dan upaya

  Pola hubungan kerja DATUN dengan bagaimana keuangan hasil korupsi PIDSUS antara Lain: tersebut dikembalikan kepada negara,

  1) terkadang pengembalian tersebut naik

  Bila hasil penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan satuan kerja JAM dari tahun sebelumnya terkadang PIDSUS tidak memenuhi unsur-unsur menurun, yang jelas penting buat tindak pidana, maka diserahkan ke Institusi seperti Kejaksaan JAM DATUN apabila ternyata ada meningkatkan terus penyelamatan kerugian negara. demikian pula halnya keuangan hasil tindak pidana korupsi agar tercapainya keadilan dan 2.

  Agar Kejaksaan Negara Republik kesejahteraan dalam masyarakat. Indonesia seoptimal mungkin dalam

  2. Kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara karena Optimalisasi pengembalian hasil tindak pidana telah didukung dengan instrumen- korupsi adalah Kejaksaan telah instrumen yang ada dalam UU PTPK menggunakan upaya-upaya yang dan Peraturan Jaksa Agung Republik difasilitasikan oleh peraturan Indonesia meski masih ada kekurangan perundang-undangan yang berlaku dan regulasi dalam pengembalian kerugian regulasi lainnya seperti terdapat dalam keuangan negara hasil tindak pidana ketentuan Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal korupsi, seperti rancangan Undang-

  34 UUPTPK untuk tercapainya ke undang perampasan aset tindak pidana optimalan dalam pengembalian yang masih dalam proses draft RUU, keuangan hasil tindak pidana korupsi dan Jaksa pengacara Negara (JPN) Kejaksaan menggunakan bidang mengupayakan dan mendorong satuan DATUN atau perdata dan tata usaha unsur kerja untuk lebih negara yang melaksanakannya adalah mengoptimalkan pengembalian Jaksa Pengacara Negara yang berada kerugian keuangan negara. dalam bagian bidang DATUN.

DAFTAR PUSTAKA.

B. Saran. Adami Chazawi, 2002, Pengantar Hukum Pidana Bag 1 , Grafindo, Jakarta.

1. Agar Kejaksaan Negara Republik

  Indonesia dalam pengembalian hasil Agus Bastomi, 2008. Himpunan Peraturan

  tentang Korupsi . Sinar Grafika,

  tindak pidana korupsi kejaksaan jangan Jakarta. mundur sedikitpun dari rintangan-

  Andi Hamzah, 2002, Pemberantasan rintangan yang ada dalam memburu

  Korupsi Ditinjau dari Hukum Pidana,

  aset dan/atau kerugian keuangan Pusat Studi Hukum Pidana , Universitas Trisakti, Jakarta. negara dalam tindak pidana korupsi, tentang uang pengganti sebagai upaya

  Andi Hamzah dalam Djoko Prakoso dkk, 1987,

  Kejahatan-kejahatan yang

  dalam pengembalian kerugian