LAPORAN FINAL PC Lubang Tambang Ruang Mo

PENGEMBANGAN ALAT DETEKSI GAS PADA TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN SISTEM KABEL DAN TELEMETRI

Hasniati Astika, Zulfahmi, Zulkifli Pulungan,Yaya Suryana, Supriatna Mujahidin, Budiyono, Nandang Permana, Iis Hayati, Supriatna

RS232/485

Radio

Ruang Monitoring

PC

Modem

Lubang Tambang

Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Jalan Jenderal Sudirman No. 623 Bandung – 40211 Telp. 022-6030483 – 5 Fax. 022-6003373 http:\\www.tekmira.esdm.go.id e-mail:[email protected]

KATA PENGANTAR

Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan tambang bawah tanah adalah keselamatan kerja tambang, karena sesuai pasal 96 UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa kewajiban setiap pelaku usaha dibidang pertambangan untuk menerapkan kaidah pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) dengan selalu mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Sebagai salah satu institusi yang mempunyai peranan untuk membantu semua pihak di bidang pengembangan teknologi penambangan mineral dan batubara, maka Puslitbang tekMIRA melalui Kelompok Pelaksana Litbang Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya saat ini melakukan pengembangan terhadap teknologi keselamatan kerja. Salah satu inovasinya yaitu melakukan pengembangan alat deteksi gas pada tambang batubara bawah tanah dengan sistem kabel dan telemetri.

Dari hasil kajian ini diperoleh suatu sistem pendeteksi gas dengan menggunakan sistem kabel dan telemetri yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring kondisi gas pada tambang batubara bawah tanah.

Inovasi ini diharapkan menjadi salah satu upaya untuk mempersiapkan teknologi keselamatan kerja yang kedepannya dapat diterapkan sebagai sistem monitoring terpadu untuk diterapkan pada tambang bawah tanah terutama di Indonesia.

Semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat baik di bidang penelitian maupun dalam industri pertambangan pada umumnya.

Bandung, Desember 2011 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Ir. Hadi Nursarya, M.Sc. NIP. 19540306 197803 1 001

SARI

Tambang Batubara bawah tanah merupakan metoda penambangan yang selama ini banyak menelan korban jiwa, terutama yang diakibatkan oleh gas yang timbul dari dalam tanah yang terlepaskan akibat proses penambangan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa kejadian kecelakaan tambang antara lain yang terjadi di Cina disebabkan tidak termonitornya kondisi gas dan sistem ventilasi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan udara bersih di dalam tambang. Pengawasan terhadap keberadaan gas tersebut menjadi suatu keharusan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja tambang.

Pengembangan ini dilaksanakan dalam rangka membuat sistem pemantauan secara terpadu dan menyediakan informasi secara real time yang dapat di baca di pusat pemantauan dalam satu jaringan. Sistem yang dirancang dapat mengukur konsentrasi gas, menampilkan dan memberi data kondisi gas yang terintegrasi dalam satu sistem.

Komponen utama dan peralatan yang menunjang dalam pembuatan sistem kabel dan telemetri ini antara lain: Sensor/tranduser, Mikrokontroler, Repeater, Radio modem, kabel data, dan power supply. Setiap sensor yang dipasang terhubung dengan mikrokontroler, sensor sebagai tranduser memberikan sinyal hasil pengukuran kondisi gas. Sinyal tersebut dicacah oleh mikrokontroler, dan sebagai keluaran dari data yang telah dicacah oleh mikrokontroler, data dikirim ke radio modem yang kemudian megirimkan data melalui sinyal radio (radio frekuensi) ke ruang sentral.

Sistem kabel digunakan sebagai media komunikasi data di dalam tambang bawah tanah. Sistem telemetri digunakan untuk monitoring dari beberapa lokasi ke satu pusat informasi (ruang sentral). Informasi yang diperoleh dikumpulkan untuk dapat diproses lebih lanjut.

Ujicoba dilakukan dengan melakukan simulasi di laboratorium rekayasa tambang. Dan mensimulasikan pengukuran/monitoring dari tiap sensor dengan menggunakan gas standar.

Kedepan sistem ini dapat membaca secara keseluruhan kondisi tambang batubara bawah tanah dari seluruh titik pemantauan dan dari berbagai macam sensor yang di gunakan dalam pengukuran kondisi tambang bawah tanah.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i SARI ........................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedepan metoda tambang bawah tanah merupakan alternatif yang memungkinkan untuk diterapkan seiring dengan semakin langkanya cadangan mineral dan batubara, letak cadangan yang sudah semakin dalam jauh dari permukaan serta permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh metode tambang di permukaan.

Terdapat banyak resiko yang timbul dalam pengembangan metoda tambang bawah tanah, antara lain biaya operasional yang besar dan juga potensi terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan rusak atau hilangnya peralatan dan aset bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Oleh sebab itu teknologi-teknologi untuk mendukung pengembangan metoda tambang bawah tanah sangat diperlukan, terutama dalam rangka mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja dan juga kondisi alam yang mungkin timbul.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan tambang bawah tanah adalah keselamatan kerja tambang. Sesuai pasal 96 UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa kewajiban setiap pelaku usaha dibidang pertambangan untuk menerapkan kaidah pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) dengan selalu mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Bencana tambang pada tanggal 16 Juni 2009 di Sawahlunto pada are penembangan milik PT Dasrat Sarana Arang Sejati yang tiba-tiba meledak sekitar pukul

10.45 WIB merupakan merupakan salah satu kecelakaan kerja yang terjadi pada tambang batubara bawah tanah. Kejadian tersebut diakibatkan oleh akumulasi gas metana pada lorong tambang dan tidak berfungsinya sistem ventilasi yang memadai untuk mencairkan akumulasi gas sehingga apabila konsentrasi gas maupun unsur 10.45 WIB merupakan merupakan salah satu kecelakaan kerja yang terjadi pada tambang batubara bawah tanah. Kejadian tersebut diakibatkan oleh akumulasi gas metana pada lorong tambang dan tidak berfungsinya sistem ventilasi yang memadai untuk mencairkan akumulasi gas sehingga apabila konsentrasi gas maupun unsur

terjadi apabila perusahaan mematuhi sistem keselamatan kerja yang telah menjadi acuan wajib bagi pengusaha dan Pengawas tambang.

Beberapa negara maju telah lebih dulu mengembangkan teknologi untuk mendeteksi gas, namun karena harganya relatif mahal jika mengadopsi teknologi tersebut ke Indonesia maka perlu dikembangkan sendiri di dalam negeri agar dapat lebih menghemat pengeluaran terhadap barang-barang import.

Pada tahun anggaran 2011 ini, dilakukan pengembangan dengan membuat sistem terintegrasi mulai dari dalam tambang bawah tanah sampai ke ruang monitoring di permukaan. Sistem yang dibuat yaitu dengan memasang sensor-sensor gas antara lain sensor gas metana dan gas karbonmonoksida secara tetap pada suatu tempat di dalam tambang yang diduga berpotensi terjadi akumulai gas dengan menghubungkannya ke luar permukaan menggunakan kabel. Di permukaan akan dikombinasikan dengan metode telemetri untuk menghemat penggunaan kabel.

Kedepan sistem kabel dan telemetri yang dikembangkan ini akan digunakan dan diujicobakan pada alat-alat keselamatan kerja tambang bawah tanah lainnya yang pernah dikembangkan sebelumnya, antara lain: alat monitoring pergerakan batuan, batuan atap, dan sensor-sensor lain seperti sensor kecepatan udara, temperature dan kelembaban udara tambang.

Diharapkan kegiatan ini dapat menghasilkan inovasi teknologi untuk monitoring gas pada tambang batubara bawah tanah. Inovasi ini dapat digunakan

sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan teknologi keselamatan kerja dan dapat diterapkan sebagai sistem monitoring terpadu untuk mendeteksi kondisi tambang batubara bawah tanah. Dengan adanya teknologi keselamatan kerja ini dapat mengurangi kekhawatiran pekerja tambang akan resiko yang mungkin timbul dalam kegiatan tambang bawah tanah.

1.2 Tahapan Kegiatan

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pembuatan sistem monitoring terpadu keselamatan kerja tambang batubara bawah tanah yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2010. Pada tahun anggaran 2010, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara di bawah kelompok Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara telah melakukan inovasi untuk mengembangkan perangkat pendeteksi gas metana pada tambang batubara bawah tanah dengan menggunakan sinar infra. Pada tahapan ini, peralatan yang telah dirancang tidak untuk digunakan terus menerus di dalam tambang, namun hanya untuk melakukan pengukuran konsentrasi gas pada waktu-waktu tertentu pada suatu tempat yang diduga terjadi akumulasi gas. Sedangkan pada kegiatan tahun 2011 dilakukan pengembangan alat dan juga sistem monitoring dengan menggunakan sistem kabel dan telemetri, sehingga sistem terintegrasi mulai dari dalam tambang bawah tanah sampai ke ruang monitoring di permukaan. Roadmap kegiatan dapat dilihat pada Gambar 1.1.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Lingkup pekerjaan yang akan dilakukan dalam kegiatan ini meliputi : - Pembuatan Kerangka Acuan Kerja - Studi Literatur - Identifikasi Penggunaan Peralatan dan Bahan - Persiapan Administrasi dan Peralatan - Pengambilan data sekunder - Perancangan alat dan sistem; - Perangkaian alat dan pembuatan sistem kombinasi kabel dan telemetri - Perbaikan alat untuk penyesuaian dengan kondisi lapangan - Ujicoba peralatan/instrumentasi - Pengambilan data hasil ujicoba - Analisis hasil ujicoba dan evaluasi - Pelaporan dan Tulisan Ilmiah

1.4 Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan teknologi tepat guna, murah dan mudah diperoleh di Indonesia sebagai upaya untuk mendukung penerapan teknologi penambangan yang baik dan benar.

1.5 Sasaran

Sasarannya dari kegiatan ini adalah diperolehnya 1 paket alat deteksi gas (gas Metana dan gas karbonmonoksida) yang terintegrasi dengan sistem kabel dan telemetri dalam mendeteksi akumulasi gas khususnya pada lokasi tambang batubara bawah tanah.

1.6 Lokasi Kegiatan

Lokasi kegiatan kali ini mulai dari perancangan dan perangkaian alat dan sistem, ’running test’ dan ujicoba dilakukan di Bandung, dan peninjauan lokasi tambang batubara bawah tanah di Sumatera Barat.

Rancangan Alat Untuk Pengembangan

Pembuatan Sistem

Pengembangan

Penerapan Sistem

Mendeteksi Gas

Alat Deteksi Gas

Monitoring

Sistem Monitoring

Monitoring

Metana Pada

pada Tambang

Terpadu Untuk

Terpadu dengan

Terpadu dan

Tambang Batubara

Batubara Bawah

Mendeteksi

sistem Kontroling

Sistem Kontroling

Bawah Tanah dengan

Tanah dengan

Kondisi Tambang

Kondisi Tambang

Kondisi Tambang

Teknologi Sinar

Sistem Kabel dan

Batubara Bawah

Batubara Bawah

Batubara Bawah

Inframerah

Sistem Monitoring Terpadu Kondisi

Tambang Batubara Bawah Tanah

1 paket sistem

1 paket sistem

Alat deteksi konsentrasi

Terintegrasinya sistem

1 paket Alat deteksi

monitoring yang dapat

kontroling kondisi

Gas Metana pada

monitoring dan sistem

Gas (gas metana,

memantau kondisi

tambang batubara

tambang batubara

kontroling terpadu

Dan gas CO ) yang

tambang antara lain

bawah tanah yang

bawah tanah dengan

kondisi tambang

terintegrasi dengan

Kondisi udara

dapat mengontrol

menggunakan

batubara bawah tanah

sistem Kabel dan

tambang, konsentrasi peralatan monitoring

teknologi sinar infra

dari dalam tambang

Telemetri

gas, Kondisi batuan, kondisi udara tambang,

merah

hingga ruang kontrol

secara terpadu dari

konsentrasi gas, dan

di permukaan.

permukaan

kondisi batuan dari

permukaan.

Gambar 1.1. Road Map Kegiatan Pembuatan Sistem Monitoring Terpadu Tambang Batubara Bawah Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Tambang Bawah Tanah

Bekerja pada tambang bawah tanah sama dengan menantang resiko-resiko yang sangat mungkin terjadi, karena kondisi tambang bawah tanah banyak memiliki keterbatasan, sehingga keselamatan kerja setiap saat terancam. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut :

Ruang kerja terbatas

Bekerja di bawah tanah meniscayakan lingkungan yang jauh berbeda dibanding bekerja normal diatas permukaan. Besar bukaan terowongan mesti dihitung cermat agar efisien dari sudut biaya, dan aman dilihat dari pertimbangan teknis. Terowongan tidak boleh terlalu besar karena akan membutuhkan biaya tinggi. Terowongan yang besar juga akan meningkatkan kerumitan-kerumitan teknis.

Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa para miner dituntut untuk bekerja dalam lingkungan yang terbatas. Terbatasnya ruang sudah jelas akan mempertinggi resiko yang dapat mengancam keselamatan. Bahaya tertabrak kendaraan bergerak (loader, truk bawah tanah) menjadi salah satu penyebab kecelakaan yang lumayan tinggi akibat terbatasnya ruang.

Cahaya terbatas

Bekerja di perut bumi berarti mesti bekerja tanpa cahaya matahari. Siang dan malam hari tak tampak bedanya. Cahaya bantuan dari lampu penerangan memang dimungkinkan, akan tetapi dengan panjang terowongan yang bisa mencapai puluhan kilometer penerangan tidak mungkin dipasang di semua tempat.

Bekerja dengan penerangan terbatas jelas akan menjadi tantangan tersendiri. Di beberapa area, penerangan bahkan hanya mengandalkan lampu kepala yang dipasang Bekerja dengan penerangan terbatas jelas akan menjadi tantangan tersendiri. Di beberapa area, penerangan bahkan hanya mengandalkan lampu kepala yang dipasang

Batuan rapuh

Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Aneka cara untuk memperkuat batuan dengan berbagai metode penyanggaan memang sudah dilakukan, tapi tetap, para pekerja tambang harus waspada akan bahaya ini. Untuk meminimalkan resiko ini, selain penyanggaan batuan, bermacam prosedur kerja menjadi diperlukan dan mesti dipatuhi para pekerja tambang.

Gas berbahaya

Metan merupakan contoh paling populer dari gas berbahaya. Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun. Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena percikan api.

Selain itu masih terdapat gas-gas lain yang apabila keberadaannya pada tambang bawah harus berada dalam kondisi yang tidak membahayakan para pekerja tambang dan masih dalam batas normal bagi kesehatan manusia, diantaranya gas CO dan gas CO2.

Konsentrasi gas CO diudara pada tambang bawah tanah yang masih dalam kondisi aman adalah tidak lebih dari 50 ppm (0.005%volume). Apabila melebihi konsentrasi tersebut akan dapat membahayakan kesehatan pekerja tambang. Sedangkan

konsentrasi maksimal gas CO 2 yang diijinkan pada tambang bawah tanah adalah kurang dari 5000 ppm (0.5%volume).

2.2. Gas-gas berbahaya pada tambang batubara bawah tanah

Salah satu syarat penting pada suatu kegiatan tambang bawah tanah adalah terpenuhinya udara bersih yang merupakan kebutuhan vital bagi para pekerja tambang yang berada jauh dari permukaan. Pemenuhan kebutuhan udara harus sesuai dengan kebutuhan manusia dan juga sistem yang tedapat didalam tambang bawah tanah. Diperlukan suatu sistem dan peralatan ventilasi yang tepat dan efektif yang sesuai dengan kebutuhan volume udara dan juga pemantauan kualitas udara yang kontinyu untuk memenuhi kebutuhan udara bersih tersebut.

Komposisi udara normal terdiri dari 21 % oksigen (O 2 ), 78,09% nitrogen (N 2 ), 0,03% carbon dioksida (CO 2 ) dan 0,93% argon (Ar), komposisi tersebut merupakan komposisi udara bersih. Tetapi didalam tambang bawah tanah komposisi ini dapat berubah karena adanya kontaminasi dari gas-gas beracun yang terdapat di dalam bawah tanah ataupun akibat dari aktifitas penambangan.

Untuk memenuhi kebutuhan udara bersih tersebut terdapat standar kualitas udara tambang antara lain berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh Mine Safety Health Administration (MSHA), yaitu standar O 2 minimum 19,5% volume, sedangkan CO 2 maksimum 5000 ppm (0,5% volume), untuk kadar gas metana pada tambang batubara bawah tanah maksimal adalah 1% volume pada permuka kerja dan 2% volume pada return way, untuk gas CO kadar maksimum pada tambang bawah tanah adalah 50 ppm (0,005% Volume).

2.2.1 Gas Metana (CH 4 )

Gas metana yang ada di lapisan batubara umumnya terdiri dari dua bentuk, yaitu dalam bentuk adsorban (terserap) dan dalam bentuk bebas. Gas bebas akan tersimpan pada pori-pori dan rekahan terbuka. Sedangkan yang teradsorpsi akan terakumulasi pada bagian atap batuan seperti terserap pada sandstone dan shale (Vutukuri & Lama, 1986).

Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun. Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun. Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena

Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana. Saat lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di pori lantas terlepas. Sebanyak 70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan yang sedang ditambang. Sebagian besar metan berasal dari lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang belum ditambang.

Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di pori-pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan (lebih rendah). Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan tekanan lebih rendah. Di awal perkembangan tambang batubara, sirkulasi udara yang tidak cukup, kegagalan deteksi atas keberadaan metan, penggunaan api, merokok, atau penggunaan bahan peledak (black powder) yang tidak tepat, menjadi penyebab utama ledakan di tambang batubara bawah tanah.

Konsentrasi CH 4 (%)

Pengaruh Negatif

Maksimum NAB

Paling Kuat Daya Ledaknya

2.2.2 Gas Karbonmonoksida (CO)

Gas Karbonmonoksida sifatnya tidak berwarna dan tidak berbau, tidak berasa. Gas ini bersifat racun dan mudah terbakar, dapat terbentuk dari pembakaran tidak sempurna pada material karbon. Gas ini dapat terbentuk dari hasil pembakaran, peledakan, pemanasan benda-benda yang mudah terbakar dan terkumpul di dalam ruang terisolasi. Gas ini termasuk gas yang sangat berbahaya apabila berada di atas nilai ambang batas, karena sangat beracun. Apabila terhirup dapat menyebabkan sesak nafas dan menggantikan oksigen dalam darah yang berasal dari hemoglobin. Daerah operasi tambang harus dievakuasi apabila konsentrasi gas CO lebih dari 50 ppm (0,005%).

Pengaruh konsentrasi gas CO pada manusia:

Konsentrasi CO (%)

Pengaruh Pada Manusia

Sedikit Sakit Kepala

0,04-0,05

Terasa Sakit + Telinga Bunyi

0,08-0,10

Hilang Kesadaran

2.2.3 Gas Karbondioksida (CO 2 )

Gas karbondioksida dihasilkan melalui pernafasan manusia (respiration), pembakaran dan dapat keluar dari lapisan batubara dan jenis batuan lainnya. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, lebih berat dari udara gas yang tidak mudah terbakar, dan agak terasa asam pada konsentrasi tinggi. Gas ini biasa terakumulasi di bawah

terowongan tambang disekitar lantai tambang. Meningkatnya konsentrasi gas CO 2 yang terhirup oleh manusia dapat meningkatkan kerja paru-paru. Ketika konsentrasi CO 2 nafas manusia akan lebih berat dan lebih cepat, pada konsentrasi gas 3% kerja paru-paru akan menjadi dua kali lipat dari kerja normal, pada konsentrasi 5% kerja paru-paru menjadi tiga kali lipat, sedangkan apabila konsentrasi gas yang terhirup meningkat sampai 10% pru-paru hanya bias bertahan beberapa menit saja, meskipun konsentrasi oksigen masih dalam kondisi normal. Daerah operasi tambang harus

dievakuasi apabila konsentrasi gas CO 2 lebih dari 5000 ppm (0,5%).

2.3 Kecelakaan Kerja pada Tambang Batubara Bawah Tanah

2.3.1 Kecelakaan Pada Tambang Batubara Bawah Tanah Di Cina

Berdasarkan www.sourcewatch.org yang mengumpulkan data dari berita-berita mengenai kecelakaan di tambang batubara bawah tanah di china menyebutkan bahwa Tambang batubara di china merupakan tambang paling mematikan. Menurut data resmi setidaknya 3.200 orang meninggal pada Tahun 2008. Penyebab terbesar terjadinya kecelakaan tambang tersebut adalah kegagalan dalam mengikuti peraturan Berdasarkan www.sourcewatch.org yang mengumpulkan data dari berita-berita mengenai kecelakaan di tambang batubara bawah tanah di china menyebutkan bahwa Tambang batubara di china merupakan tambang paling mematikan. Menurut data resmi setidaknya 3.200 orang meninggal pada Tahun 2008. Penyebab terbesar terjadinya kecelakaan tambang tersebut adalah kegagalan dalam mengikuti peraturan

Kategori utama penyebab kecelakaan tambang batubara bawah tanah yang terjadi di Cina antara kecelakaan tambang yang diakibatkan oleh gas tambang, keruntuhan atap, kebakaran tambang dan pengangkutan (Peng, 2010). Kecelakaan yang diakibatkan gas tambang pada dasarnya disebabkan oleh ledakan gas dan batubara, yang diikuti oleh ledakan gas metana. Kejadian tersebut banyak terjadi pada permuka tambang pada saat pembuatan jalan tambang dan juga sering terjadi di area penambangan. Penyebab terjadinya ledakan gas metana antara lain tidak adanya system pemantauan gas metana, atau jika ada pemasangannya tidak benar dan juga kurangnya sensor yang dipasang. Selain itu juga disebabkan oleh tidak tepatnya pemasangan ventilasi lokal dan tidak tepatnya sistem ventilasi yang diterapkan, juga adanya ledakan dari alat ventilasi dan peralatan listrik lainya. Ledakan batubara dan gas dapat terjadi pada area ketidakselarasan dan pada lapisan batubara yang mengalami perubahan geologi seperti retakan, rekahan, dan lain-lain.

Tabel 2.1 Beberapa Kejadian Kecelakaan yang Disebaban oleh Gas Berbahaya pada Tambang Batubara Bawah Tanah di Cina

Jumlah Waktu

Lokasi

Jenis Kecelakaan Korban Tewas

22 Februari 2009

Tunlan Coal Mine,

Ledakan Gas

Northern China

21 November 2009 Northeastern China

Ledakan Gas

Henan Province

Ledakan

18 Juli 2010

Xiaonangou Coal Mine,

Kebakaran

Sangshuping Township ,

Tambang

Hancheng City

2 Agustus 2010

Central Henan Province

Kebocoran Gas

3 Agustus 2010

Southwestern China’s,

Ledakan

Guizhou Province

5 Agustus 2010

Sanyuandong Coal Mine,

Kebocoran Gas

Dengfeng City, Henan Province

7 Agustus 2010 Shifang City, Southwestern Kebocoran Gas

Province Of Sichuan

18 Oktober 2010

Central China

Kebocoran Gas

Juyuan Coal Mine, Henan’s Ledakan Gas

Mianchi Country, Central

Aiwei’ergou Provincial

Ledakan Gas

Capital of Urumqi

4 Oktober 2011

Southwestern, Province of Ledakan

Dashu Township of Fengjie Ledakan

The State Run Yima Coal

Ledakan

Mine Group

Tambang setelah terjadi gempa bumi minor

10 November 2011 Ledakan gas dan

batubara

Sumber : disadur dari www.sourcewach.org/index.php?title-China_ccoal_mine_accidents#cite_note-sp-5

Sumber : http://photoblog.msnbc.msn.com/mine-accident

Gambar 2.1 Salah satu Lokasi Ledakan Gas pada Tambang Batubara Bawah Tanah di Cina

2.3.2 Ledakan Gas pada Tambang Batubara Bawah Tanah di Sawahlunto

Pada tanggal 16 Juni 2009 terjadi ledakan gas metana ditambang batubara bawah tanah milik PT. Dasrat Arang Sejati yang berlokasi di Bukit Bual/Ngalau Cigak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Ledakan gas tersebut menewaskan 33 korban, seluruhnya adalah pekerja yang berada di lubang tambang pada saat ledakan terjadi. Sistem penambangan pada lokasi tersebut masih dikelola secara manual, menggunakan alat yang sederhana dan dengan sistem ventilasi yang buruk. Pada saat kejadian kadar gas metana pada lokasi tersebut berkisar antara 7%- 12%. Kadar tersebut jauh diatas ambang batas yang ditetapkan pada Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE1995 tentang K3 Pertambangan umum yaitu sebesar 1 %.

Proses penambangan yang dilaksanakan tidak memenuhi prosedur penambangan yang baik dan benar (good minning practice). Ventilasi yang di buat tidak memenuhi prosedur ventilasi yang benar dan hanya menggunakan ventilasi alami berupa lubang- lubang sebagai jalan masuk tanpa adanya pengaturan sirkulasi udara yang baik. akibatnya gas metana tidak dapat disalurkan keluar dan mengendap d langit

– langit terowongan dan secara terus menerus sehingga jika terpicu oleh api akan terbakar

meledak. Pada proses penambangan batubara di bawah tanah sebelum bekerja harus dilakukan pengukuran kadar atau konsentrasi gas metan yang ada di dalam area penambangan, jika kadar atau konentrasi gas metan berbahaya kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan. Dalam kegiatan penambangan di Sawahlunto kegiatan pengukuran konsentrasi tidak dilakukan sehingga terjadi ledakan yang memakan korban jiwa.

dan

Faktor penyebab yang dominan adalah rencana penggalian disertai sistem ventilasi yang buruk (Budihardjo, I., 2009). Hal ini dapat dibuktikan dari berita di beberapa media yang melaporkan kesulitan evakuasi para korban akibat lorong yang berbelok – belok. Dapat dipastikan bahwa kondisi berbelok – belok disini adalah akibat dari sistem penggalian yang tidak memenuhi kaidah penambangan bawah tanah yang benar. Dan tidak didukung oleh sistem ventilasi yang baik pula, sehingga gas metana sampai terakumulasi pada tingkat yang dapat meledak. Dengan sedikit percikan api, entah itu dari benturan antara linggis dengan batuan atau dari terkelupasnya kabel listrik, maka ledakan gas metana tidak akan terhindarkan.

Sumber: www.kompas.com

Gambar 2.2 Lokasi Terjadinya Ledakan Gas Metana yang berlokasi di Bukit Bual/Ngalau Cigak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat

Kejadian tersebut merupakan kejadian terburuk yang pernah terjadi di tambang batubara bawah tanah di Indonesia, dan tidak perlu terjadi apabila digunakan peralatan Kejadian tersebut merupakan kejadian terburuk yang pernah terjadi di tambang batubara bawah tanah di Indonesia, dan tidak perlu terjadi apabila digunakan peralatan

Akumulasi gas metana dapat terjadi apabila peralatan ventilasi yang digunakan tidak memadai. Ledakan gas metana dapat terjadi apabila konsentrasi gas metana diatas 5%. Apabila konsentrasi gas telah melebihi konsentrasi yang diijinkan yaitu sebesar 1%, maka diperlukan penambahan peralatan ventilasi lokal yang dapat mengencerkan akumulasi gas sehingga selalu berada dibawah ambang batas. Monitoring kondisi gas merupakan hal utama dan sangat penting untuk dapat mengontrol kondisi gas dan menentukan sistem dan peralatan ventilasi yang sesuai.

2.4 Keselamatan Kerja pada Tambang Bawah Tanah

Pada kegiatan tambang bawah tanah, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi terutama dalam kaitannya dengan keselamatan kerja. Syarat keselamatan kerja tersebut antara lain pengawasan terhadap kondisi didalam tambang secara terus menerus seperti kondisi batuan disekitar terowongan dan kondisi udara tambang. Teknologi pengawasan secara dini sangat diperlukan, dengan tujuan utama untuk melakukan pengawasan dan mengetahui sedini mungkin kondisi tidak aman pada suatu lokasi tambang agar dapat ditanggulangi sebelumnya. Salah satunya dengan mengembangkan teknologi pengawasan dan peralatan sederhana yang mudah didapatkan di Indonesia.

Ledakan gas metana pada tambang batubara bawah tanah merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja tambang yang dapat menimbulkan korban jiwa yang besar dan berakibat fatal bagi keberlangsungan tambang itu sendiri. Kecelakaan kerja tersebut meningkat seiring dengan meningkatnya produksi batubara Ledakan gas metana pada tambang batubara bawah tanah merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja tambang yang dapat menimbulkan korban jiwa yang besar dan berakibat fatal bagi keberlangsungan tambang itu sendiri. Kecelakaan kerja tersebut meningkat seiring dengan meningkatnya produksi batubara

perhitungan 1m 3 /min gas metana pada permuka kerja memerlukan 79 m /min udara bersih yang bebas gas metana agar tidak melebihi ambang batas konsentrasi gas

metana. Apabila konsentrasinya tidak memenuhi nilai ambang batas aman yang diizinkan, maka tambang tersebut berada dalam kondisi bahaya dan perlu penanganan lebih lanjut.

2.5 Perkembangan Teknologi Monitoring Keselamatan Kerja Tambang Bawah Tanah

Karena fasilitas yang menjadi obyek berada dalam kondisi alam yang mudah berubah dan tersebar di daerah luas yang dihubungkan oleh lorong yang sempit serta medan kerjanya senantiasa berpindah tempat, maka pada tambang bawah tanah, efektifitas dari segi keselamatan menjadi tujuan yang lebih penting dari pada rasionalisasi produksi secara langsung ( Bieuniawski, 1984).

Sistem monitoring di dalam tambang bawah tanah dibagi berdasarkan fungsinya yaitu sensor yang mengumpulkan berbagai macam informasi, peralatan kontrol yang mengoperasikan mesin menurut sinyal kontrol, rangkaian transmisi yang mengirim informasi ke tempat jauh di luar tambang bawah tanah, terminal penerima sinyal yang mengumpulkan dan merubah informasi yang dikirim, serta alat pengolah informasi dan penunjuk yang melakukan analisis, pengolahan dan perekaman (penyimpanan) informasi yang telah dikumpulkan (Newman. D, 2005).

Terdapat dua metoda yang digunakan untuk memonitor konsentrasi gas berbahaya pada tambang batubara bawah tanah di Jepang, sesuai dengan peraturan mengenai keselamatan kerja di negara tersebut, yaitu: Pengukuran dengan cara manual, dan pengukuran secara kontinyu menggunakan sistem monitoring gas yang terhubung dengan pusat monitoring di permukaan (Tanaka, A., et el, 2009). Sistem Terdapat dua metoda yang digunakan untuk memonitor konsentrasi gas berbahaya pada tambang batubara bawah tanah di Jepang, sesuai dengan peraturan mengenai keselamatan kerja di negara tersebut, yaitu: Pengukuran dengan cara manual, dan pengukuran secara kontinyu menggunakan sistem monitoring gas yang terhubung dengan pusat monitoring di permukaan (Tanaka, A., et el, 2009). Sistem

Selain itu sistem monitoring tambang bawah tanah yang telah dikembangkan di luar adalah sistem Active RFID-based wireless mesh networking menggunakan Ultra low frequency text messaging sebagai Personal Emergency Device (PED) yang dikembangkan oleh PervCom Consulting, India (Gambar 2.4). Sistem ini mampu berkomunikasi dua arah, sehingga para penambang dapat berkomunikasi dengan stasiun kontrol dan sebaliknya. RFID (Radio Frequency Identification) aktif ini berdasarkan hasil real time yang terintegrasi. Router ditempatkan di lokasi strategis pada terowongan dalam satu jaringan yang kuat dan terintegrasi. Sensor, seperti sensor getaran, sensor kelembaban, sensor asap, sensor gas ditempatkan pada lokasi tertentu yang dianggap kritis. Sensor tersebut dapat mendeteksi kondisi tambang secara terus menerus untuk memprediksi bencana. System monitoring terpadu memungkinkan sistem monitoring maupun penambang dalam keadaan yang beresiko mengirimkan alarm untuk memperingatkan para penambang mengambil tindakan yang diperlukan, seperti evakuasi.

Gambar 2.3 Skema Monitoring Kondisi Gas

Gambar 2.4 Sistem Monitoring terpadu yang dikembangkan oleh PervCom Consulting, India

2.6 Teknologi Monitoring yang Dirancang Sebelumnya

Alat monitoring gas yang dirancang pada tahun 2010 merupakan alat monitoring gas dengan menggunakan teknologi sinar inframerah. Alat yang dirancang terdiri dari dua macam, yaitu alat deteksi gas metana (CH 4 ) dan alat deteksi gas karbondioksida (CO 2 ). Karena selain baik digunakan untuk mendeteksi gas metana, sinar inframerah juga baik digunakan untuk mendeteksi gas karbondioksida. Alat dan sistem yang dirancang dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi gas pada waktu- waktu tertentu dan juga sebagai alat monitoring manual terhadap kondisi gas pada area di sekitar tambang.

2.6.1 Komponen Peralatan

Komponen utama pada alat deteksi adalah sensor. Sensor yang digunakan dalam perancangan alat pendeteksi gas adalah sensor infra merah. Selain sensor inframerah sebagai komponen utama dalam perancangan alat deteksi gas, juga digunakan komponen-komponen penting lainnya berupa perangkat kasar (hardware) dan perangkat lunak (software) sehingga sistem deteksi dapat bekerja dengan baik.

Sensor inframerah merupakan komponen utama sebagai tranduser yang memberikan sinyal elektronik sesuai dengan kondisi gas. Sensor inframerah yang digunakan merupakan sensor yang telah memiliki paten dan juga bersertifikat dari ATEX dan IECEx untuk dapat digunakan pada area berbahaya keluaran Dynament Ltd (Gambar 2.5). Terdapat dua macam sensor inframerah keluaran Dynament yang

digunakan dalam perancangan alat deteksi gas ini, yaitu sensor CH 4 (gas metana) dengan kemampuan deteksi 0 – 5% volume CH 4 , dan sensor CO 2 (gas karbondioksida) dengan kemampuan deteksi 0 – 5000 ppm atau 0 – 0,5% volume CO 2 .

Sensor inframerah yang digunakan pada kegiatan ini menggunakan NDIR (Non Diversive Infra Red) dalam melakukan pengukuran konsentrasi gas. Sensor berisi filamen tungsten yang mempunyai umur panjang sebagai sumber cahaya inframerah, rongga optik tempat berdifusinya gas, piroelektrik sebagai detektor inframerah dengan sistem dual temperature compensated, dan termistor integral untuk memonitor suhu internal didalam sensor. Detektor piroelektrik memberikan dua sinyal keluaran hasil getaran radiasi elektromagnetik dari sumber inframerah, antara lain:

• Active signal yang menurun pada awal pendeteksian gas • Reference signal yang digunakan untuk memantau intensitas sumber inframerah.

Pengukuran konsentrasi gas berdasarkan penurunan rasio pada sinyal, dengan menggunakan rumus:

Konsentrasi gas = (- (lon (1 - (1 - Ratio / zero) / span)) / a) mod (1 / b) zero adalah rasio pada saat posisi nol, span diperoleh dari hasil kalibrasi, sedangkan

konstanta a dan b adalah sebagai berikut:

a = 0.020748 dan b = 0,500 untuk sensor CH 4 0-100% volume

a = 0,00059896 dan b=0,87404 untuk sensor CO 2 0-5000ppm nilai span = 0,22 untuk sensor CO 2 0-5000ppm.

Sinyal suhu internal digunakan untuk mengukur suhu di dalam sensor dan digunakan sebagai koreksi sesuai hukum gas ideal dan juga sebagai koreksi dari efek panas filter Sinyal suhu internal digunakan untuk mengukur suhu di dalam sensor dan digunakan sebagai koreksi sesuai hukum gas ideal dan juga sebagai koreksi dari efek panas filter

2.6.2 Perancangan Alat Deteksi Gas

Komponen-komponen yang saling terhubung, antara lain sensor sebagai tranduser yang memberikan sinyal hasil pengukuran kondisi gas. Sinyal tersebut dicacah oleh mikrokontroler, dan sebagai keluaran dari data yang telah dicacah oleh mikrokontroller, data dikirm ke MMC/SDRam storage dan tersimpan dalam MMC/SDRam memory card. Ketika alat dalam posisi merekam (on) data secara otomatis tersimpan dalam memory card, dimana perekaman tersebut terjadi dalam setiap jangka waktu tertentu (setiap 3 detik).

Catu utama menggunakan baterai kering dengan kapasitas tegangan sebesar

12 Volt. Untuk mikrokontroller, Evaluation Kit Dynament dan MMC/SD board sebetulnya hanya membutuhkan tegangan sebesar 5 volt, namun agar proses pengukuran tetap stabil tetap menggunakan tegangan 12 volt dan tegangan ini diregulasi untuk masing-masing board.

Untuk membuat semua komponen terlindungi, dibuatlah kotak sebagai casing dari bahan plastik (Perhatikan Gambar 2.6). semua komponen ditempatkan dalam satu kotak. Kotak tersebut dilengkapi dengan display dan keypad sebagai tempat melihat hasil pengukuran, melakukan pe nyetelan dan memberikan perintah-perintah pada saat pengukuran. Tampilan yang terlihat dalam display antara lain waktu, kode lokasi dan nilai hasil pengukuran.

Sedangkan keypad digunakan untuk memberikan kode lokasi, dan memberikan perintah memulai dan menghentikan pengukuran.

Gambar 2.5. Alat Deteksi Gas Metana (CH 4 ) dan Karbon Dioksida (CO 2 ) dengan

menggunakan Teknologi Sinar Infra Merah

Secara umum, alat yang telah dirancang ini sangat akurat dan layak untuk digunakan sebagai pendeteksi gas metana di tambang batubara bawah tanah, namun untuk mengetahui keakuratan alat secara pasti perlu dilakukan ujicoba lebih lanjut dengan mengunakan sistem yang lebih baik dan waktu ujicoba yang lebih lama.

2.7 Sistem Telemetri

Dalam suatu system telemetri terdapat beberapa perangkat utama, antara lain: perangkat input dikenal sebagai transduser, gelombang radio sebagai media transmisi, instrumen untuk menerima dan memproses sinyal, dan beberapa jenis instrumentasi untuk merekam atau menampilkan. Transduser memperoleh hasil pengukurandan monitoring, dan mengkonversi nilai hasil pengukuran dari sensior menjadi impuls listrik. Sumber tenaga dari Transduser dapat diperoleh secara internal maupun eksternal.

Hasil pengukuran dikonversi menjadi sinyal listrik oleh transducer, lalu data ditransmisikan. Bentuk sederhana dari telemetri adalah sistem metering remote, dengan menggunakan link kawat ke ruang kontrol pusat. Dalam perkembangan saat ini banyak digunakan frekuensi radio sebagai media transmisi terutama untuk penggunaan jarak jauh, selain itu terdapat cara lain yaitu dengan menggunakan seperti cahaya atau suara.

Gelombang frekuensi radio ini dapat mengirimkan data yang terdiri dari data tunggal dari satu chanel atau dari beberapa chanel. Disebut multiplexing, sistem ini menggabungkan beberapa jenis informasi menjadi sinyal tunggal, sehingga dapat mengurangi biaya. Sistem ini lebih efektif dengan memisahkan berbagai bentuk data dan sinyal. metode ini disebut pembagian waktu sistem multiplexing di mana data dikirim dan diterima dalam urutan, atau pola tertentu yang ditetapkan. Metoda ini juga dapat mengefisienkan. pembagian waktu dalam system multiplexing disebut Gelombang frekuensi radio ini dapat mengirimkan data yang terdiri dari data tunggal dari satu chanel atau dari beberapa chanel. Disebut multiplexing, sistem ini menggabungkan beberapa jenis informasi menjadi sinyal tunggal, sehingga dapat mengurangi biaya. Sistem ini lebih efektif dengan memisahkan berbagai bentuk data dan sinyal. metode ini disebut pembagian waktu sistem multiplexing di mana data dikirim dan diterima dalam urutan, atau pola tertentu yang ditetapkan. Metoda ini juga dapat mengefisienkan. pembagian waktu dalam system multiplexing disebut

Media komunikasi lainnya adalah menggunakan sistem address-replay. Dengan program khusus yang mengirimkan data setelah menerima sinyal perintah. Sistem ini terdiri dari dua metode. Pertama adalah sistem AM/FM yang mirip dengan sistem radio komersial. selanjutnya terdapat beberapa jenis metoda berbasis pulsa, data berupa kode digital dalam bentuk pulsa yang kemudian ditransmisikan. Sistem dipilih tergantung kebutuhan penguna. Pada dasarnya berbagai metoda dan sistem telemetri adalah untuk mengumpulkan sinyal yang dari jauh sehingga dapat ditampilkan secara real time dan disimpan dalam perangkat komputer.

BAB III PROGRAM KEGIATAN

Beberapa program kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan pengembangan alat untuk mendeteksi gas metana pada tambang batubara bawah tanah dengan menggunakan Sistem Kabel dan telemetri dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pembuatan Kerangka Acuan Kerja Kerangka acuan kerja dimaksudkan untuk dijadikan acuan dalam melaksanakan

kegiatan penelitian. Pada kerangka acuan ini termuat jadwal kegiatan, susunan personil pelaksana, tahapan pelaksanaan dan jadwal kegiatan.

2. Studi Literatur Referensi yang diperlukan antara lain perkembangan teknologi deteksi gas yang

telah dikembangkan oleh para peneliti terdahulu, sistem pemonitoran terpusat dan sistem telemetri yang dapat dikembangkan/diterapkan pada tambang bawah tanah.

3. Identifikasi Penggunaan perangkat lunak dan keras Melakukan identifikasi terhadap perangkat keras dan perangkat lunak yang

dibutuhkan, desain dan perancangan serta modifikasi perangkat keras.

4. Persiapan Administrasi dan Peralatan Untuk mengoptimalkan kegiatan yang akan dilakukan, maka administrasi

pelaksanaan kegiatan harus tertata dan harus sesuai dengan kebutuhan.

5. Pengambilan data sekunder Data sekunder diperoleh untuk acuan dalam melakukan ujicoba, misalnya kondisi

udara tambang dan kelembaban, lokasi kemungkinan terakumulasinya gas pada tambang bawah tanah, kondisi tambang bawah tanah dalam rangka penempatan sistem dan juga peralatan.

6. Perancangan alat dan sistem monitoring Melakukan perancangan alat dan sistem monitoring sebagai acuan dalam

perangkaian peralatan pada tahap selanjutnya.

7. Perangkaian alat dan pembuatan sistem kombinasi kabel dan telemetri serta pengujian kemampuan alat untuk batasan tertentu

Dengan teknologi mikrokontroller, akan dilakukan perangkaian alat pendeteksi gas yaitu gas metana (CH 4 ) dan gas Karbonmonoksida (CO) kemudian dilanjutkan dengan pembuatan sistem pengiriman data melalui kabel dan telemetri. Karena pada tambang bawah tanah frekeunsi radio sangat buruk, maka sistem pengiriman data akan dilakukan dengan menggunakan kabel, sedangkan setelah di mulut tambang akan dikombinasikan dengan radiomodem menggunakan sistem telemetri (tanpa kabel) yang akan diterima pada terminal penerima yang kemudian diteruskan ke komputer sebagai pendisplay data.

8. Perbaikan dan modifikasi alat untuk penyesuaian dengan kondisi lapangan

9. Pengambilan Data Merupakan kegiatan pengambilan data hasil ujicoba dan juga kegiatan evaluasi

hasil penerapan sistem dan peralatan di lapangan.

10. Analisis hasil ujicoba dan evaluasi

11. Pelaporan dan Tulisan Ilmiah Pembuatan laporan dan tulisan ilmiah merupakan tahapan akhir dari kegiatan ini,

yang berisikan tahapan pelaksanaan kegiatan serta hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV METODOLOGI

Metode penelitian yang akan diterapkan dalam kegiatan ini yaitu dengan memperhatikan tahapan-tahapan kegiatan perancangan suatu alat dari studi pustaka sampai pada penyusunan laporan, sehingga diharapkan permasalahan yang mungkin timbul dapat dipecahkan secara bertahap dan diharapkan dapat menghasilkan kajian yang memuaskan. Tahapan tesebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

PEMBUATAN KAK

STUDI LITERATURE

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN

PERSIAPAN ADMINISTRASI DAN

PERALATAN & BAHAN

PERALATAN

PENGAMBILAN DATA SEKUNDER

OBSERVASI & ANALISIS

UDARA TAMBANG

PERANCANGAN ALAT

DAN SISTEM

PERANGKAIAN ALAT DENGAN

SISTEM KABEL DAN TELEMETRI

PERBAIKAN DAN PENYESUAIAN SISTEM

DENGAN KONDISI LAPANGAN

Gambar 4.1. Metodologi Kegiatan

UJI COBA ALAT

Alat deteksi Gas menggunakan Sistem

DAN SISTEM

Kabel dan Telemetri

BAB V PERANCANGAN DAN PERANGKAIAN SISTEM

Pada tahun anggaran 2010, telah dilakukan pembuatan alat yang dapat mendeteksi gas metana dan gas karbondioksida pada tambang batubara bawah tanah dengan menggunakan teknologi sinar inframerah. Alat ini terbukti dapat mendeteksi gas metana dan karbondioksida, namun masih bersifat parsial, yaitu hanya dapat melakukan pengukuran konsentrasi gas pada tempat-tempat yang diduga terakumulasinya gas pada waktu-waktu tertentu. Pada tahun ini dilakukan pembuatan sistem yang dapat memonitor secara kontinyu (setiap saat) secara otomatis dengan cara mengintegrasikan sensor menggunakan sistem kabel dan telemetri sehingga data pendeteksian gas dapat secara otomatis dikirimkan kesuatu ruang kontrol.

Pengembangan ini dilaksanakan dalam rangka membuat sistem pemantauan secara terpadu dan menyediakan informasi secara real time yang dapat di baca di pusat pemantauan dalam satu jaringan. Sistem yang dirancang dapat mengukur konsentrasi gas, menampilkan dan memberi data kondisi gas di dalam tambang yang dapat dibaca secara langsung di permukaan tambang.

5.1 Desain Pendeteksian Gas dengan Sistem Kabel dan Telemetri

5.1.1 Gambaran Umum Rancangan Deteksi Gas

Sistem yang dirancang merupakan sistem yang mengintegrasikan antara peralatan pengukuran dan pendeteksian gas di dalam tambang ke ruang kontrol

dipermukaan. Komunikasi antara pendeteksi gas dan ruang kontrol dilakukan dengan menggunakan sistem kabel dan telemetri dimana data dari tambang bawah tanah akan dikirimkan melalui kabel data, dikirimkan ke ruang control melalui radio modem dalam bentuk data yang telah diproses dalam mikrokontroler (gambar 5.1).

Gambar 5.1. Desain Pendeteksian Gas menggunakan Sistem kabel dan Telemetri

5.1.2 Sistem Komunikasi Data

Hasil akhir komunikasi data dirancang untuk dapat mengukur, membaca dan menampilkan/memberi data kondisi gas di dalam tambang dan tersimpan dalam satu

sistem. Sistem dapat memonitor konsentrasi gas dan mengambil/memperoleh data dari sensor-sensor gas yang jauh di dalam tambang. Sensor tersebut harus terhubung dengan pusat komputer walaupun dalam jarak yang sangat jauh. Sistem yang dirancang merupakan sistem pengumpulan data jarak jauh dari dalam tambang ke permukaan tambang.

Sistem komunikasi data yang dibutuhkan dalam sistem ini terdiri dari komunikasi data hasil pendeteksian kondisi gas di dalam tambang berdasarkan sinyal yang diterima oleh sensor yang diproses oleh mikrokontroler selanjutnya data akan dilewatkan melalui kabel untuk diteruskan melalui repreater dan diterima oleh radio modem pengirim. Dan komunikasi data hasil pengolahan dari radio modem pengirim ke radio modem penerima untuk ditampilkan dan dibaca di ruang server menggunakan sistem telemetri.

Sistem kabel digunakan sebagai media komunikasi data di dalam tambang bawah tanah. Komponen yang terdapat di bawah tanah antara lain: sensor gas, mikrokontroler, kabel data, repeater. Sensor gas sebagai tranduser yang memberikan sinyal hasil pengukuran kondisi gas. Sinyal tersebut dicacah oleh mikrokontroler, sebagai keluaran dari data yang telah dicacah oleh mikrokontroler, data dikirim melalui kabel data dan dikumpulkan oleh repeater dan kemudian dikirim ke radio modem yang diletakkan dekat dengan jalan masuk tambang.

PERMUKAAN

Modem Radio Sensor

BAWAH TANAH

Repeater

Mikrokontroller Mikrologger

Kabel Data

Sensor

Gambar 5.2 Skema Sistem Kabel

Sistem telemetri digunakan sebagai sistem monitoring dari dalam tambang ke permukaan tambang menggunakan sinyal radio frekuensi. Data hasil pengukuran dari dalam tambang diteruskan dengan menggunakan radio modem ke ruang monitoring di permukaan tambang. Radio modem pada ruang monitoring berfungsi sebagai penangkap sinyal, sedangkan radio modem di dekat lubang tambang berfungsi sebagai pemancar sinyal (transmitter). Sinyal yang diterima pada ruang monitoring diteruskan ke komputer menggunakan kabel RS 232. Pada perangkat komputer data direkam, disimpan dan dibaca secara langsung (realtime).

RS232/485

Radio

Ruang Monitoring

PC

Modem

Lubang Tambang

Gambar 5.3 Skema Sistem Telemetri Kondisi Gas Pada Tambang Batubara Bawah Tanah

5.2 Komponen Peralatan dan Sistem