Sejarah Peradaban Islam masa bani abbasi

MAKALAH

MASA KEKHALIFAHAN ABBASIAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata kuliah : Sejarah Perdaban Islam

Dosen Pengampu : Maesaroh, M.Ag

Disusun oleh :
1. Ahmad Khoerudin
2. Kuat Agus Kurniawan
3. Muhamad Mustolih
4. Nasroh Nur Fadoli
Prodi. PAI / III / F

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
( IAINU ) KEBUMEN
TAHUN 2016

1


KATA PENGANTAR
Alhamdulilah Puji syukur kami panjatkan kehadiran Alloh SWT yang telah
memberikan rahmat serta kerunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Sejarah Perdaban Islam

yang berjudul “MASA

KEKHALIFAHAN ABASIAH “
Kami mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang perkembangan anak.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna,oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini.semoga Alloh SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita.Amin

Kebumen, …………..2016

Penyusun


2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................

i

KATA PENGANTAR......................................................................................

ii

DAFTAR ISI....................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................


1

B. Rumusan Masalah.................................................................................

1

C. Tujuan Pembuatan Makalah.................................................................

1

BAB II PEMBAHASAN
A. Runtuhnya Dinasti Umayah I................................................................

2

B. Bani Abbasiah Membangun..................................................................

3

C. Tiga Khalifah Besar..............................................................................


8

D. Jajaran Anak Mas Bani Abbasiah.........................................................

12

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................

19

B. Saran.....................................................................................................

19

DAFTAR PUSTAKA

3


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“Bani dinasti bani Abbasiah!” Wow! Begitu benak kami ketika
mendapat tugas untuk membuat makalah tentang dinasti Abbasiah, merasa
beruntung dikarenakan kami diberi tugas sebagai pencatat sejarah dari sebuah
periode masa Islam paling hebat lalu kami sajikan kepada setidaknya empat
puluhan orang, namun juga merasa seperti, “Apa bisa?” Ya, apa bisa dengan
periode yang sebegitu panjang yang itu juga terus diisi dengan berbagai cerita
yang memanjang hingga lima abad, juga tentang para ilmuwan di zaman itu,
ah mustinya ada diskursus dan literatur tersendiri tentang mereka satu persatu,
namun kami sekarang malah hanya menyediakan setidaknya sembilan belas
halaman untuk yang hebat dalam rentang lima abad—apa bisa? Namun
setidaknya dengan terbacanya makalah tentang yang hebat ini, yang ini
adalah dari saudara kita seagama masa dulu semoga dapat memercikkan
letupan hebat dalam benak empat puluhan orang teman kelas kami nanti,
karena mereka lah salah satu penerusnya. Selamat membaca!
B. RUMUSAN MASALAH
1.


Runtuhnya dinasti bani Umayyah

2.

Dinasti Abbasiah membangun

3.

Tiga khalifah besar dinasti Abbasiah

4.

Jajaran anak emas dinasti Abbasiah.

C. TUJUAN
1.

Agar mangetahui runtuhnya dinasti bani Umayyah

2.


Agar mangetahui bagaimana Dinasti Abbasiah membangun

3.

Agar mangetahui tiga khalifah besar dinasti Abbasiah

4.

Agar mangetahui jajaran anak emas yang dihasilkan dinasti Abbasiah.

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. RUNTUHNYA DINASTI BANI UMAYAH I
Dinasti Umayah runtuh! Setelah 91 tahun bertahta di atas genangan
darah Sayidina Husain r.a. Kekuasaan, seumpama tanah, ketika seseorang
memperluas tanahnya, maka tanah milik orang lain akan menciut. Kekuasaan
yang berkuasa atas orang yang berkuasa atas apapun yang dikuasai, nyatanya

adalah jadi candu mematikan yang buat siapapun yang berada di dalam
kekuasaan itu nyaman, terbang dan lupa pada wajibnya—untuk siapapun.
Juga untuk para khalifah dari Bani Umayah itu, yang terus saja menghirup
candu kekuasaan yang menguapkan akal pikiran dan mengeraskan
egonya;menelan dana Baitul Mal untuk kepentingannya dan keluarganya,
perlakuan diskriminatif terhadap bangsa non arab, menggencet keluarga Bani
Hasyim, pergantian khalifah yang tak demokratis serta dendam kesumat sekte
Syiah dan Khawarij. Itu semua terakumulasi dan membentuk diri menjadi
bom waktu yang ter-set untuk meledak. Darrr! Bani Abbasiah berontak!
Radika! Masif! Menghancurkan!
Abu Muslim al-khurasani memimpin penguasaan Iran. Marwan II
(khalifah terakhir Bani Umayah I) jadi pelarian—melarikan diri dari apa yang
dikuasainya dan terhenti di Mesir, Shalih bin Ali mengejar disertai
dendamnya. Dan akhirnya kepala marwan II terpisah dari tubuhnya.
Dikantonginya kepala khalifah terakhir itu oleh Shalih bin Ali dan
dibawanya kepada Abdullah bin Muhammad sebagai bukti bahwa telah
runtuhnya gunung yang selama ini menggencet Bani Abbasiah.
Abdullah bin Muhammad dibaiat dengan gelar as-saffah—sang haus
darah. Haus darah! Julukan itu agaknya adalah pertanda buruk karena dinasti
ini


lebih

mengutamakan

pertumpahan

darah

dalam

menjalankan

kebijakannya.1 Namun bagaimanapun, dinasti baru telah lahir di atas de javu

1 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hal. 130.
2

peristiwa Karbala, bani Abbasiah berkuasa lima abad lamanya, diukirnya
apapun yang luar biasa.

B. BANI ABBASIAH MEMBANGUN
Dalam membangun dan mengembangkan kehidupan di dinastinya,
Bani Abbasiah seperti sedang membangun gedung besar secara borongan—
cepat, masif dan menyeluruh. Itu meliputi pembangunan dan pengembangan
tata kelola administrasi negara, sistem kemiliteran, Islamisasi penduduk,
sarana dan prasarana penunjang perekonomian rakyat, penyediaan layanan
kesehatan rakyat serta pengembangan pendidikan.
1.

Biro-biro Pemerintahan Abbasiah
Dalam menjalankan system pemerintahan, Dinasti Abbasiah
memiliki kantor pengawas (dewan az-zimani) yang pertama kali
diperkenalkan

oleh

khalifah

Al-Mahdi(158-169


H);2

dewan

korespondensi atau kantor arsip (dewan at-taqwi) yang menangani semua
surat resmi, dokumen pilitik serta instruksi ketetapan khalifah; dewan
penyelidik keluhan; departemen kepolisian, juga pos. dewan pnyelidik
keluhan (dewan an-nazhar fi al-mazhalini) adalah sejenis pengadilan
tingkat banding atau pengadilan tinggi unutk menangani kasus-kasus
yang diputuskan secarra keliru pada departemen administrative dan
politik. Cikal bakal dewan ini dapat dilacak pada masa Bani Umayah,
karena Al-Mawardi meriwayatkan bahwa Abd Al-Malik(65-86 H) 3
adalah kahlifah pertama dari dinasti Umayah yang menyediakan satu hari
khusus untuk mendengarkan secara langsung permohonan dan keluhan
rakyatnya, dan menariknya tradisi ini dilakukan juga oleh Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.4
2 Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Gosyen Publishing,
2015), Hal. 215.
3 Ibid, Hal. 190.
4 Bapak Basuki Tjahaja Purnama saat masih menjadi gubernur setiap pagi selalu
menemui warga yang menunggunya di pendopo Jakarta yang mana mereka mengadu tetnteng
berbagai persoalan pembangunan, kemasyarakatan, meminta tolong urusan pribadi atau sekedar

3

Kebiasaan itu diteruskan oleh para khalifah bani Abbasiah dan
khalifah Al-Muhtadi(869-870) adalah khalifah terakhir yang meneruskan
tradisi itu.
2.

Sistem Militer
System militer pun diorganisasikan dengan baik, berdisiplin
tinggi, serta mandapat pelatihan dan pengajaran secara reguler. Jenisjenisnya antara lain: Pasukan pengawal khalifah (hams), pasukan bayaran
dan sukarelawan, serta sejumlah pasukan dari berbagai suku dan distrik.
Pasukan tetap (jund) yang bertugas aktif disebut murtaziqah
(pasukan yang dibayar secara berkala oleh pemerintah). Unit pasukan
lainnya disebut muta-thawwi’ah (sukarelawan), yaitu yang hanya
menerima gaji saat bertugas. Kelompok sukarelawan ini direkrut dari
orang badui, petani dan orang kota. Pasukan pengawal istana mendapat
bayaran lebih tinggi, lengkap persenjataannya dan berseragam.
Pada masa awal pemerintahan dinasti Abbasiah, rata-rata gaji
pasukan infanteri adalah 960 dirham per tahun, itu belum termasuk
santunan rutin, sedangkan pasukan kavaleri bergaji dua kali lipat dari itu.

3.

Wilayah Pemerintahan
Berikut ini merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal
kekuasaan: 1) Afrika di sebelah barat Gurun Libya bersama dengan
sisilia; 2) Mesir; 3) Suriah dan Palestina; 4) Hijaz dan Yamamah (Arab
Tengah); 5) Yaman dan Arab Selatan; 6) Bahrain dan Oman; 7) Sawada
tau Irak dengan ibukota Baghdad; 8) Jazirah (kawasan assyiria kuno)
dengan ibukota Mosul; 9) Azerbaijan, dengan kota-kota besarnya seperti
Ardabil, Tibriz dan Maraghah; 10) Jibal (perbukitan, media kuno).

4.

Perdagangan dan Industri
Sumber Arab yang paling awal menyinggung perihal hubungan
perdagangan Arab dan Persia dengan India dan Cina adalah dari catatan
perjalanan Sulaiman at-Tajir dan para pedagang muslim lainnya pada
abad ke-3 Hijriah. Salah satu tulang punggung perdagangannya adalah

berfoto. Merdeka.com diakses tanngal 11 Desember 2016 pukul. 01.00 WIB

4

sutra yang merupakan kontribusi terbesar Cina kepada dunia barat. Jalur
perdagangannya sendiri disebut jalur sutra, menyusuri Samarkand dan
Turkistan Cina—sebuah wilayah yang kini tak banyak dihuni. Barang
dagangan biasanya diangkut secara estafet;hanya sedikit kafilah yang
menempuh sendiri perjalanan sejauh itu.
Namun sebenarnya, sebelum hubungan perdagangan berjalan,
antara dunia Arab dan Cina telah terjalin hubungan diplomatik
sebelumnya yaitu pada masa Nabi SAW. Adalah Sa’ad bin Abi Waqqash
sang penakluk Persia yang yang diutus Nabi untuk ke Cina, Sa’ad
meninggal di sana dan makamnya ada di Kanton.
Pada abad ke-8 telah dilakukan pertukaran duta, dalam catatan
Cina, kata Amirul Mukmnin diucapkan dengan hamni mo mo ni, khalfah
Abu Abbas diucapkan dengan A bo lo ba dan khalifah Harun diucapkan
dengan A lun. Pada masa dinasti Abbasiah terdapat sejumlah orang Islam
yang menetap di Cina dan dikenal dengan sebutan Tasyih dan kemudian
Hui hui (pengikut Muhammad).
Di sebelah barat, para pedagang Islam telah mencapai Maroko
dan Spanyol dengan barang dagangannya adalah: kurma, gula, kapas dan
kain wol juga peralatan dari baja dan gelas.
Orang-orang pada masa dinasti ini juga mengimpor banyak
barang dagangan macam rempah-rempah, kapur barus, kayu eboni,
gading dan budak kulit hitam dari Afrika.
Nah, jika barat punya Rotchchild, Warren Buffet dan Bill Gates,
maka dinasti ini punya Al-Jashshash sang pengusaha permata yang tetap
kaya sekalipun khalifah Al-Muqtadir(295-320H)5 telah menyita hartanya
sebanyak 16 juta dinar.
Pengusaha Bashrah pun mengekspor dagangannya dengan kapal
ke nergeri-negeri jauh dengan masing-masing muatan senilai kuarang
lebih satu juta dirham.
5 Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Gosyen Publishing,
2015), Hal. 217

5

Tak hanya ekspor dan impor yang bergeliat, namun aktifitas
perdagangan kelas rumahan pun punya geliat juga. Industri kerajinan
tangan menjamur di berbagai pelosok dinasti. Asia barat menjadi pusat
industru karpet, wol, sutra, kapas, satin, brokat, sofa, perlengkapan dapur
dan rumah tangga sampai sarung bantal.
Dengan uraian di atas, sepertinya bisa terbayangkan makmurnya
kehidupan rakyat di bawah dinasi Bani Abbasiah.
5.

Perkembangan Bidang Pertanian
Macam kerajaan hebat yang pernah berdiri, juga kerajaan hebat
yang ada dalam dongengan yang biasanya dideskripsikan pusat
pemerintahannya berada berdekatan dengan sungai yang indah nan
jernih, maka begitu pula dengan dinasti ini, dan kegiatan yang paling
mungkin untuk dilakukan di dekat sungai besar adalah pertanian, maka
sejak awal pemerintahannya, bani Abbasiah menjadikan pula sector
pertanian sebagai sumber pemasukan Negara dan pengolahan tanah
hampir seluruhnya dikelola oleh rakyat.6 Lahan-lahan di berbagai
wilayah dinasti secara perlahan diperbaiki, terlebih untuk daerah lembah
Tigris-Eufrat yang dipandang sebagai surge And.7
Tanaman asli Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas
dan rami. Daerah yang sangat subur berada di daerah bantaran sungai ke
selatan yang menumbuhkan berbagai jenos buah dan sayuran yang
timbuh di daerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan
bergam bunga macam mawar dan violet pun tumbuh subur.8

6.

Islamisasi Masyarakat
Jika merujuk pada sisi kuantitas, maka dinasti ini agaknya sudah
bisa dapat disebut berhasil dalam meng-islamkan penduduk daerah
taklukannya dengan 5000 umat Kristen

juga penduduk Persia yang

6 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hal. 136.
7 Ibid
.
8 Ibid.

6

beragama Zoroaster berpindah keyakinan menjadi Islam secara normal
sebagai bukti. Namun kami (pemakalah) tak dapat pastikan pada sisi
kualitasnya yaitu tentang bagaimana mereka para muallaf menjalankan
syariat agama barunya. Sebab, kebanyakan konversi yang dilakukan
penduduk taklukan dimotifi kepentingan individu macam agar terhindar
dari pajak dan sejumlah aturan yang membatasi, agar mendapat prestise
sosial dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan dan keamanan
yang lebih besar.9
7.

Pendidikan, Perpustakaan dan Toko Buku
Bukan kepemerintahan maupun perdagangan yang membikin
gaung kebesaran dinasti Abbasiah sanggup sampai pada rongga telinga
kita sekarang, melainkan tersebab pencapaian ilmu pengetahuannya yang
sudah mengagumkan sedangkan pada masa yang sama dunia barat masih
juga digelapi kebutaan terhadap huruf. Hal ini disebabkan dikarenakan
agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah menimbulkan
dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru, yaitu kebudayaan
Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakan terciptanya ilmu-ilmu
agama dalam berbagai bidang,10 namun tak sampai pada ilmu agamawi
saja tapi juga ilmu Aqli(akal) dikarenakan dalam Al-qur’an ada dasardasar ilmu ini(akal).11 Namun untuk memperdalam ilmu yang akal ini,
ilmuwan islam perlu untuk mencari ke luar yaitu dari Yunani. Pada masa
itu, para pemikir besar Yunani hampir punah dikarenakan Yunani dijajah
oleh bangsa Romawi dengan raja beragama Kristen, dan mereka tak
mentolerir ilmu akal hasil perasan pikiran para filsuf itu. Karena baginya,
pengetahuan dianggap sebagai sihir terkutuk.12
9 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hal. 135

10 Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Gosyen Publishing,
2015), Hal. 54
11 Ibid. Hal. 78
12 Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Gosyen Publishing,
2015), Hal. 55

7

Maka yang tersisa dari pemikiran Yunani adalah buku-bukunya
saja dan itulah yang diambil oleh Islam, diterjemahkan ke dalam bahasa
arab lalu dipelajari di dalam perpustakaan Bait Al-hikmah (Rumah
Kebijakan) yang dibangun oleh khalifah Al-Ma’mun sebagai sarang
ilmuwan sekaligus ruang inkubator penetasan intelektual muslim, juga
berfungsi

sebagai

biro

penerjemahan,

pusat

kajian

akademis,

perpustakaan umum dan juga observatorium.13
Selain perpustakaan, gambaran tentang budaya membaca pada
periode ini juga dapat dilihat dari menjamurnya toko buku. Toko buku
adalah salah satu agen pendidikan dan itu mulai muncul pada masa
dinasti ini, munculnya pun tak sembarang muncul, karena Al-Yaqub
meriwayatkan pada masanya(sekitar 891) ibukota Negara diramaikan
oleh seratusan toko buku yang berada pada lajur yang sama.14
C. TIGA KHALIFAH BESAR
Tanpa bermaksud untuk mendiskreditkan 34 khalifah lainnya yang
juga memiliki peran juga reputasi masing-masing, ada tiga khalifah yang
sosoknya begitu menonjol di antara sederetan 37 khalifah lain dalam
usahanya untuk mengembangkan dinasti yang dipimpinnnya, kami tak
temukan padanan kata apapun yang kiranya pantas untuk menggambarkan
usaha mereka, intinya kami kehilangan kata-kata superlative untuk usaha
mereka, karena nyatanya dinasti Abbasiah mendapat kesan baik selam ini di
mata dunia adalah karena mereka. Mereka yaitu: Khalifah Al-Mansur,
Khalifah Al-Rasyid serta Khalifah Al-Makmun.
1.

Al-Mansur
Beliau adalah Abu Jaffar dan digelari Al-Mansur, adalah salah
satu khalifah termasyhur milik dinasti Abbasiah. Meskipun bukan orang
shaleh, namun dialah yang sebenarnya yang membangun dinasti ini pada
13 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hal. 136
14 Ibid.

8

mula-mula. Abu Abbas As-saffah hanya menjalankan roda pemerintahan
kurang lebih empat tahun, dia meinggal dalam usia muda tersebab
penyakit cacar dan takdir juga.
Khalifah Al-Mansur adalah arsitek, pengembang dan pembangun.
Ia membangun kanal-kanal dan saluran irigasi sehingga lembah Irak,
lembah sungai Nil, lembah Sind serta lembah yang terletak Amu-Danya
di Asia Tengah.
Ia pun banyak membangun sarana dan prasarana jalan sehingga
membikin mudah dan lancar lalu lintas ekonomi antar kota dan antar
wilayah. Pun dengan sarana ibadah, masjid banyak dibangun, dan
direnovasi bagi yang sudah berdiri sebelumnya. Rakyat, anak terlantar
dan kaum lansia juga terbantu dengan didikannya rumah sakit, panti
asuhan dan panti jompo yang kesemuanya itu berpelayanan dan
berfasilitas baik.
Dia juga pembangun kota Baghdad dengan menggunakan banyak
batu

granit

sehingga

kota

Baghdad

tampak

anggun

sekaligus

menyuramkan kota-kota lain di dunia.
2.

Harun Al-Rasyid
Sosok ini hanya dikarunai umur yang pendek, sekitar 43 tahun,
namun karakter dan pencapaiannya telah hidupkan namanya hingga detik
ini. Setiap ahli sejarah yang angkat pena untuk mengabadikan namanya
hampir serentak sepakat bahwa Harun Al-Rasyid adalah khalifah terbaik
yang dimiliki Bani Abbasiah dan pemimpin teragung pada masa itu.15
Lalu apa yang dapat buat beliau sebegitu mengagumkan? Tetntu
adalah kerja keras—permata takkan berbentuk dan bercahaya indah jika
tak dihasilkan dari proses yang lama dan melelahkan. Di masa belasan
setara kelas 3 SMA—di saat anak muda masa sekarang masih dapat tidur
siang sepulang dari sekolah, maka Harun Al-Rasyid telah menjadi jendral
perang dan memimpin 95 ribu pasukan dalam pertempuran melawan
Kekaisaran Romawi Timur, dan menang. Bahkan pihak Kekaisaran
15 Biografiku.com diakses tanggal 11 Desember 2016 pukul. 19.30 WIB

9

Romawi lebih memilih mambayar upeti tahunan daripada berperang lagi
dan menderita kekalahan yang lebih memalukan.
Beliau juga dipercaya oleh ayahnya sebagai gubernur Armenia,
Tunisia, Azerbaijan, Suriah dan Tunisia sebelum diangkat menjadi
khalifah pada 15 Rabiul Awal tahun 786 H, waktu itu beliau masih
berumur 20 tahunan—beliau lahir pada 766 H. namun Harun muda
adalah pribadi yang dewasa, terbukti dari ketaatannya dalam beribadah
yang mana beliau biasa untuk sahalat 100 rakaat per hari dan tak pernah
alpa kecuali jika ada uzur dan rajin pula laksanakan haji. Juga sangat
dermawan, beliau diriwayatkan biasa bersedekah sebanyak 1000 dirham
per hari dari harta pribadinya.
Sebagai seorang cerdas dan pintar, sudah seyogyanya beliau sangat
mencintai dan menghargai ilmu, para ilmuwan dan ulama, juga Qari,
seniman serta penulis. Ia kerap mengundang mereka ke istana untuk
dijamu dan mendiskusikan berbagai permasalahan, sungguh kerendahan
hati yang meninggikan namanya. Tak hanya itu, para ilmu itu juga digaji
dengan nominal tinggi, penemuan-penemua yang mereka ajukan sangat
dihargai. Pokoknya, khalifah Harun menggenggam dunia dengan ilmu
pengetahuan dan peradaban.
Dan tahukan anda? Bahwa yang gemar “ngeronda” sewaktu
menjadi khalifah itu dilakukan oleh Harun, beliau sering menyamar
sebagai orang biasa, datang ke pasar dan berbincang-bincang dengan
mereka tentang roda pemerintahan yang dia jalankan. Dengan begitu, dia
menjadi lebih memahami rakyatnya dan tahu apa langkah selanjutnya
yang musti dilakukan untuk rakyat yang dia cintai, dan rakyat juga
mencintainya.
Sebagai seorang sholeh dan tegas, beliau sangat anti terhadap
praktek korupsi apalagi di tubuh pemerintahan, siapapun itu akan
ditindak. Terbukti ketika Yahya bin Khalid dipecatnya dari jabatan
perdana menteri dikarenakan korupsi, bukan hanya dipecat namun juga

10

dieksekusi. Padahal, Yahya bin Khalid adalah sahabat juga gurunya
semenjak remaja.
3. Al Ma’mun
Beliau lahir pada 15 Rob. Awal tahun 170 H, bersamaan dengan
diangkatnya ayahnya (Harun Al Rasid) sebagai khalifah dan kematian Al
Hadi. Dan wafatnya tanggal 18 Rajab 218 H. direntang umur selama 48
tahun itulah dia mendapatkan pencapaian, dia membuat orang masa kini
menyebut beliau denga “jenius”. Dia adalah penggila ilmu, kami katakan
gila karena sewaktu pasukannya telah membuat Byzantium—Romawi
Timur bertekuk lutut, bukanlah harta emas bercampur intan permata yang
dia inginkan dari Byzantium, bukan pula mengambil alih kekuasaan
Romawi Timur, namun Khalifah Al Ma’mun malah secara baik-baik
meminta sebuah kopian Al Magest atau Al Kitabu Al Mijisti (sebuah
risalah tentang matematika dan astronomi yang ditulis Ptolomeus pada
abad ke 2),16 gila kan ? yang pada selanjutnya diterjemahkan kedalam
bahasa Arab oleh ahli bahasa Hunain bin Iskhak di Baitul Hikmah.
Gandrungnya Al Ma’mun pada ilmu pengetahuan memang telah
tampak dari saat dia belia. Sejak kecil dia telah belajar banyak ilmu,
untuk ilmu hadits sendiri ia belajar pada ayahnya (Harun Al Rasid) dan
berguru pada Imam Malik untuk mendalaminya. Dia juga hafal Al
Qur’an beserta tafsirnya, tak hanya itu ilmu umumpun dia kuasai seperti
sastra, tata Negara, hukum, filsafat, astronomi, dan lain-lain.
Namun tersebab gandrungnya Al Ma’mun dengan Ilmu Filsafat
yang menuhankan akal yang terbatas, membuatnya bermadhab
mu’tazilah sehingga berkesimpulan Al Qur’an adalah makhluk bukan
kalam Allah. Dan parahnya paham mu’tazilah dijadikan olehnya sebagai
paham Negara—siapapun yang tak sejalan akan dihukum, tak terkecuali
para ulama besar yang kala itu juga terkena hukum seperti Ahmad bin
Hambal ra pendiri madhab fikih Hambali yang ketika ditanya apakah
menurutnya Al Qur’an adalah makhluk, dia menjawab “Al Qur’an itu
16 Republika.co.id diakses pada 5 Desember 2016 pukul. 19.30 WIB

11

adalah kalam Allah dan saya tidak akan menambahkan kata apaun lagi
lebih dari itu”. Maka konsekuensinya pada masa Al Ma’mun Imam
Hambali dilarang mengeluarkan fatwa dan hukum cambuk.
Adapula ulama-ulama yang mngatakan bahwa Al Qur’an adalah
makhluk, namun itu adalah keterpaksaan untuk menghindari tebasan
pedang sang khalifah. Tapi khalifah marah besar setelah mngetahui
bahwa mereka hanya berpura-pura, shingga para ulama itu dipanggil ke
wilayah romawi karena khalifah telah di sana untuk dihukum. Namun Al
Ma’mun meninggal terlebih dahulu sebelum mereka menerima
hukumannya.
Sekalipun dari uaraian di atas khalifah Al Ma’mun tekesan arogan
dalam paham agama, tapi pada masa beliaulah ilmu pengetahuan yang
dikembangkan Al Mansur dan Al Rasid sampai pada puncaknya serta
menetaskan ilmuan-ilmuan yang melegenda. Semoga Allah mengampuni
dosanya.
D. JAJARAN ANAK EMAS DINASTI ABBASAH
Ini yang menjadi aneh dalam peradaban dinasti Abbasiah—
perkembangan ilmu pengetahuan baik itu agama maupun umum, semuanya
terus berkembang dan mengagumkan. Untuk dunia, pada masa itu Baghdad
dan semua cendikiawan yang ada di dalamnya adalah lentera ilmu
pengetahuan sekalipun sebenarnya kehidupan pemerintahan tidaklah sehat.
Pada masa awal bertahta saja Al Mansur telah membunuh Shalih bin Ali dan
Muhammad bin Ali dikarenakan mereka tak setuju dengan pengangkatan Al
Mansur menjadi khalifah, mereka tak setuju tersebab Abu Abas as-Saffah
menjelang ajalnya tak menunjuk anaknya sendiri sebagai khalifah.
Pembunuhan itu dipimpin oleh Abu Muslim Al Khurasani, dan Abu Muslim
Al Khurasani sendiripun dibunuh oleh Al Mansur dikarekan kearogannya
serta gemarnya dia mencemooh Al Mansur. Tragis !
Padahal Muhammad bin Ali, Shalih bin Ali, serta Abu Muslim Al
Khurasani adalah motor penggerak berdirinya dinasti Abbasiah. Tak hanya

12

itu, sakitnya pemerintahan dinasti ini juga dapat didiagnosa dari maraknya
saling rebut pengaruh antara keturunan Al Mansur, bangsa Persia dan bangsa
Turqi. Hingga khalifah ke 9 yaitu Al Watsiq saja keturunan dari Al Mansur
atau Arab asli bertahta, selanjutnya adalah panggung kekuasaan dan saling
rebut pengaruh antara bangsa Persia, Turqi, Bani Buwaihi, Bani Seljuk, Kaum
Syiah, serta Khawarij.
Namun jika berkaca pada pencapaian intelektual muslim pada masa
itu, maka dapat tersimpulkan bahwa sekalipun para penguasa saling sikut
berebut pengaruh, para intelektual tetap termuliakan, pemerintah tetap
akomodatif terhadap kaum ilmuan.
Jadi antara pemerintah dan para ilmuan dinasti Abbasiah sejatinya
adalah para pecinta ilmu yang dengan ilmu itu masyarakata dapat
tercerahkan. Maka sakitnya pemerintahan bukan jadi halangan untuk dia
melahirkan anak-nak emasnya, diantaranya adalah :
1.

Ilmu Fikih
Zaman Abbasiah sebagaai yan emas dalam peradaban islam telah
menetaskan ahli-ahli hokum (fukoha) yan tersohor dalam sejarah dengan
karya-karya berupa kitab-kitabnya sampai detik ini, empat ima madhab
fikh paling mashur dihasilkan oleh zaman ini yaitu : Imam Abu Hanifah,
Imam Maliki, Imam Syafi’I, dan Imam Hambali. Mereka sendiri dibagi
menjadi dua aliran yaitu Abu Hanifah adalah ahli Ra’yi dan sisanya
adalah ahli Hadits.
Dua aliran itu punya beda, ahli haditsa adalah mereka yang
menyusun fikih berdasar hadits, sementara ahli ra’yi adalah yang
mempergunakan akal dan pikiran sebgai instrument utama untuk
menggali hukum. Dikarenakan beda inilah timbul diantara mereka
pertentangan (kata pertentangan ini mungki agak kurang pas, namun
kami tak temukan kata lain) antara kedua aliran tersebut mengenai
sumber tempat pengambilan hokum. Bertentangan itu dalam hal antara
lain :

13

a. Apakah As Sunnah adalah salah satu sumber Tasyri Islam sebgai
penyempurna Al Qur’an ?. kalau memang iya, bagaimana cara
melaksanakannya ?.
b. Jika tak dapatkan nash di dalam Al Qur’an dan Hadits bolehkan
dilakukan dengan logika ?
c. Termasukah Ijma’ sebagai salah satu sumber Tasyri ?
d. Tentang taklif yang dibina atas dua asas “amar” dan “nahi” apakah
keduanya adalah wajib sehingga yang amar berpengertian fardu dan
yang nahi berpengertian haram ? jika tidak demikian, maka dalil
diperlukan.
Nah dengan adanya beda inilah terlahir ilmu ushul fiqih yang tersusun
oleh para ulama sebagai kaidah-kaidah yang musti diikuti oleh para
mujtahid dalam pengambilan hukum. Ilmu adalah rahmat, maka benarlah
sabda Nabi : “ perbedaan diantara umatku adalah rahmat ”.
Empat imam madhab itu tidaklah abadi, namun karya dari mereka berupa
kitab dan perilakunyalah yang mengabadikan dan mengharumkan nama
mereka, diantaranya :
a. Abu Hanifah : Fiqul Akbar, Musnad Abu hanifah, Wasyyatu Li
Binihi.
b. Imam Malik : Al Muwwatha, Risalah Fil Wa’dhi, Kitabul Masai.
c. Imam Syafi’I : Kitabul Um, Ushul Fiqih, Musnada As Syafi’i.
d. Imam Hambali : Almusnad Fil Hadits, Kitab As Sunnah, Kitab
Zuhud.
2. Ilmu Kedokteran
Pada awalnya khalifah Al Mansur menderita sakit pada tahun 765
M, lalu perdana mentrinya menyarankan sang khalifah untuk memanggil
kepala rumah sakit Yundai Sahpur yaitu Girgis bin Buchtyishu untuk
mengobatinya, dan sembuh. Semenjak itulah dia diangkat menjadi dokter
istana.
Lantaran peristiwa ini, Al Mansur menjadi paham bahwa untuk
membuat rakyatnya sehat dari sakit seperti dirinya, maka dokter musti

14

diperbanyak dan ilmu kedokteran harus dikembangkan pada mula-mula.
Semenjak inilah Khalifah Al Mansur memerintahkan penerjemahan
literature-literatur kedokteran Yunani ke dalam bahasa Arab, dan sebagai
salah satu hasilnya adalah dua tokoh yang dikenal sebagai dokter islam
pada mula-mula, yaitu yang pertama Ar Razi ( 865 – 925 M ) dalam
dunia barat dikenal dengan nama Rosez. Sewaktu mudanya dia adalah
dokter kimia dan selanjutnya menjadi guru dokter. Dia begitu produktif
dalam menghasilkan buku yaitu sekitar kurang lebih 200 jilid denga
master piecenya adalah buku campak dan cacara yang suadah naik cetak
dalam bahasa inggris sebanyak 40 kali. Yang ke dua adalah Ibnu Sina
atau Avicena jika orang barat yang menyebut, lahir tahun 980 M di
Afsyana, Bukhara. Beliau telah jadi dokter sejak umur 17 tahun, karya
besarnya adalah himpunan perbendaharaan ilmu kedokteran yang
berjudul Al Qanun Fi Al-Thib, permintaan atas buku itu tiada putusnya
selama 100 tahun dan pengaruhnya tetap terasa hingga tahun 1500 M.
orang barat menjulukinya bapak dokter.
3. Ilmu Filsafat
Al Kindi, dia adalah filsuf Arab sekaligus Filsuf Islam pertama,
pahamnya muntazilah, berasal dari keluarga gubernur Basrah. Dimasa
gerakan penerjemahannya dia pindah ke Baghdad dan mendapat
perlindungan dari khalifah Al Ma’mun dan Al Mu’tasin, di sana ia
menjadi ilmuan dan guru dari anak kahalifah Al Mu’atasin. Jumlah
karyanya tak ada yang tahu pasti, namun ada yang menyebut sebanyak
kurang lebih 238 buah yang sebgaiannya telah musnah.
Baginya filsafat terbagai menjadi tiga tingkatan yaitu ilmu fisika,
ilmu matematika dan ilmu ketuhanan. Alas an dari pembagian ini adalah
ilmu fisika berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindra yaitu benda
atau fisik, adakalanya juga berhubungan dengan benda tapi punya wujud
sendiri berupa ilmu matematika dan tidak berhubungan dengan benda
sama sekali yaitu ilmu ketuhanan.

15

Berikutnya adalah Al Farabi atau dikenal di barat dengan
Alpharabius. Lahir di tahun 87 M, seorang syi’ah dan dalam filsafat dia
adalah campuran Aristoteles dan Neoplatolis. Pada awalnya dia tak bisa
bahasa Arab, maka ia pergi ke Baghdad untuk mempelajari bahasa Arab
terlebih dahulu sebelum akhirnya ia mendalami, mengulas, dan
mengarang buku filsafat selama 30 tahun, muridnya antara lain : Ibnu
Sina, Ibun Ruyd, dan Yahya bin ‘Adi.
Menurut Massignon seorang ahli ketimuran Prancis, Al Farabi telah
dapat memecahkan suatu sistem filsafat yang lengkap dan telah
memainkan peran penting dalam dunia Islam sperti Platinus bagi dunia
Barat. Oleh karena itu ia mendapat gelar Guru Kedua (Al Mu’allimu Al
Tsani) dan Aristoteles sebagai Guru Pertama (Al Mu’allimu Al Awwal).
Kebanyakan karangannya telah hilang dan hanya tersisa hanya 30
buah saja dalam bahasa Arab. Namun karangannya yang diterjemahkan
dalam bahasa Ibrani sampai saat ini masih tersimpan di perpustakaan
Eropa,dikarenakan pada abad pertengahan Al Farabi sebegitu terkenalnya
di kalangan umat Yahudi.
Karangan-karangan itu adalah ulasan dan penjelasan terhadap
filsafat Aristoteles, Plato, Galinus dalam bidang logika, fisika, etika, dan
matematika. Namun tetap, beliau adalah pengulas utama Aristoteles,
nyatanya Ibnu Sina langsung memahami maksud dari buku metafisika
karya Aristoteles setelah membaca intisari buku metafisika karya Al
Farabi yang merupakan ulasan dari buku metafisika, padahal Ibnu Sina
sebelumnya telah mempelajari buku metafisika itu sebanyak 40 kali
tanpa mengerti maksudnya.
Selanjutnya Al Ghozali, nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad Al Ghozali, lahir di Thus, Iraq tahun 505 H / 1111 M.
seorang jenius yang menjadi guru besar di universitas Nizhaniyah.
Beliau sebenarnya bukanlah seorang yang gandrung filsafat,
bahkan dalam tingkatan tertentu malah menghindari. Namun dikarenakan
khawatirnya beliau terhadap nasib umat Islam jika pengaruh ilmu kalam

16

dan fisafat tak ada yang membatasi, sehingga terjunlah ia ke dunia
filsafat, dengan itulah dia berhasil mengarang buku yang berjudul
Maqasid Al Falasifah yang menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat
terutama Ibnu Sina, lalu setelah itu barulah ia mengkritik ilmu fisafat
dengan buku selanjutnya yang berjudul Tahaf’ut Al Falasifah atau
kekacauan para filosof. Yang dilakukan oleh Al Ghozali ini seperti
seorang serdadu yang menyusupi jantung pertahanan lawan lalu
mengamati titik kelemahannya dan kemudian menyerangnya dengan
bekal pengetahuan itu sehingga lawan tak berkutik.
Bukan apa-apa beliau sebegitunya pada filsafat, ini tak lain
dikarenakan waktu itu sedang berkecamuknya pemikiran bebas yang
membuat banyak membuat orang meninggalkan ibadah, ia meyakini
bahwa agama haruslah menjadi utama berupa pendekatan diri pada tuhan
dalam suatu kehidupan zuhud. Karena dikarenakan keberaniannyalah
disematkan julukan Hujatul Islam atau argumentator Islam pada dirinya.
4. Ilmu Optik
Persembahan Islam untuk ilmu ini adalah Abu Ali Al Hasan atau
Alhazen oleh orang barat. Lahir 965 M di Basrah. Ia adalah pakar mata,
cahaya, serta warna. Bukunya berjudul kitab Al Manazhir tentang ilmu
cahaya dan diterjemahkan dalam bahasa latin di masa Gerard Of
Cremona pada tahun 1572 M. lensa pembesar atau luv adalah
penemuannya yang timbul dari teorinya tentang cahaya dan sinar, juga
kaca telesekop dan kaca microskop. Hebat !
5. Ilmu Hitung
Al Khawarizmi, bagi dia ilmu hitung adalah seperti anak yang
diadopsi dan diasuhnya dengan sebegitu baik hingga akhirnya sekarang
ilmu hitung adalah ilmu yang sangat berguna. Karya pertama : angka
yang kita kenal itu adalah berasal dari India itupun hanya 1 2 3 4 5, lalu
dia menciptakan 6 7 8 9 juaga angka 0, bayangkan jika angka 0 tidak
ditemukan maka kita musti mempunyai suatu daftar yang merupakan
satuan dimana ditunjukkan mana yang satuan, puluhan, ratusan, ribuan,

17

dan seterusnya. Angka 0 pulalah yang menjadi bahasa pemrograman
computer modern saat ini yaitu binary, dunia barat sendiri baru
menggunakan angka 0 pada 250 tahun kemudian. Karya ke dua :
menciptakan ilmu Al Jabar, ilmu hitungan yang buat pusing ini juga
beliaulah kreatornya. Karya ke tiga : menciptakan ilmu Alqarisme atau
lebih dikenal dengan logaritma, ini lebih pusing. Karya ke empat : dia
mampu menggunakan system matematika tingkat tinggi yaitu integrasi
dan persamaan yang dalam matematika disebut integral dan diferensial,
kedua macam teori itu bisa digabungkan dan dinamakan kalkulus.
6. Ilmu Kimia
Jabir Al Hayan, adalah sosok terbesar Islam dalam ilmu kima lahir
di Kufah tahun 776 M. Sebelum kimia berkemabang seperti sekarang,
beliau telah member petunjuk tentang Evaporation (penguapan),
Filtration

(penyaringan),

Sublimation

(penghalusan),

Melting

(pencairan), Distilation (penyaringan), Cristalysation (kristalisasi) dan itu
semua telah terbukti kebenarannya.
7. Ilmu Bumi
Berkembangnya ilmu geografi pada zaman bani Abbasiah adalah
dilatarbelakangi terjadinya hubungan kota Baghdad dengan kota-kota
lain di dunia, baik melalui darat ataupun air secara pesat. Lalu mereka
yang bepergian itulah yang mencatat perjalanannya dan apa saja yang di
temuinya dengan diterangkan secara jelas tempat-tempatnya serta hal
ihwannya, dengan kumpulan catatan itu maka berkembang menjadi ilmu
sehingga menjurus kepada pembuatan peta. Daerah-daerah yang sudah
digambarkan pada waktu itu antara lain, India, Ceylon, Malaya, Cina,
Korea, sebelah barat Afrika, Eropa dan Indonesia. Tokoh ilmu ini adalah
Ibnu Khurdazbah dengan peninggalan bukunya Al Masalik Wa Al
Mamalik, itu adalah buku pedoman bagi pelaut yang menjelajahi lautan.
BAB III
PENUTUP

18

A. Kesimpulan
Pada masa dinasti Umayyah, keluarga bani Hasyim terus
dipojokkan oleh penguasa dinasti Umayyah, hingga akhirnya datang
kesempatan untuk melawan dan membuat imperium kekuasaan sendiri
dengan tiga khalifah terbesar yaitu Al-Ma’mun, Harun Al-Rasyid dan AlMa’mun yang selanjutnya menetaskan berbagai yang luar biasa, pada sisi lain
ada periode di mana politik menjadi tak sehat namun itu tak berpengaruh
pada perkembangan ilmu pengetahuan terutama disiplin ilmu umum. Maka
dapat tersimpulkan bahwa Islam lantaran dinasti Abbasiah telah sumbangkan
sesuatu yang tak ternilai bagi dunia terutama pada bagian ilmu pengetahuan
yang mana ilmuwan Islam sebagai pengembang dan boleh dikatakan pula
sebagai “penyelamat” ilmu pengetahuan hasil peradaban Yunani, bahkan
menjadi pionir peletak dasar ilmu pengetahuan yang pada masa sekarang
sangat berguna bagi manusia. Terimakasih Dinasti Abbasiah!

B. Saran
Penyusun mengharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat membantu dalam proses pembelajaran mahasiswa. Dan
penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak

kekurangan,

untuk

itu

penyusun

mohon

maaf.

Penyusun

mengharapkan saran dari pembaca demi penyempurnaan penyusunan
makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung. Pustaka Setia
19

Ismail, Faisal.2015.Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta. Gosyen
Publishing
Sunanto, Musriyah. 2011. Sejarah Islam Klasik. Jakarta. Kencana Rawamangun.
Merdeka.com
Biografiku.com
Republika.co.id
www.historytoday.com
Biography.yourdictoionary.com

20