Jurnal Vol. 6 No. 2.pdf

SUSUNAN DEWAN REDAKSI JURNAL ILMIAH SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STITEKNAS) JAMBI

Diterbitkan oleh:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Stiteknas Jambi

Pelindung:

Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jambi

Penasehat:

Pembantu Ketua I Pembantu Ketua II

Ketua Jurusan Teknik Mesin Ketua Jurusan Teknik Industri

Penanggung Jawab:

Ir. Generousdi, M.T (Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat)

Pimpinan Redaksi

Zainal Abadi, S.Pd., M.Eng

Sekretaris Redaksi:

Adriyan, S.T.,M.T

Anggota Redaksi:

Marfizal, M.T Novrianti,M.Si Qory Handayani, M.Si Sufiyanto,M.T Heriyanto, S.E

Mitra Bestari (sebagai penelaah ahli substansi artikel):

Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D (Universitas Jambi) Ir. Generoudi, M.T (STITEKNAS Jambi) Ristanto, S.Pd., M.Hum (Kantor Pusat Bahasa dan Kementerian Pendidikan Nasional Jambi)

Alamat Redakasi/Penerbit:

Lembaga Penelitian dan Pengembangan pada Masyarakat Sekolah Tinggi Teknologi Jambi.

jl. Pattimura No. 100 kel. Rawasari Kec. Kota Baru Kota Jambi Telp. 0741-62626 fax. 0741-62626 Website : http://www.stiteknas-jambi.ac.id Email : info@stiteknas-jambi.ac.id

JURNAL ILMIAH SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL JAMBI

Volume 6 No. 2, Juni 2016

DAFTAR ISI

Penulis Utama

Halaman Generusdi,

Judul

Analisis Pengaruh Material Burner Stainless Steel 1-7

Jatmiko Edi

dan Besi Terhadap Efisiensi Pembakaran Gas

Siswanto, dan

LPG

Halil Zainal Abadi,

Analisis Perpindahan Panas Pada Proses 8-17

Lasro Tua

Pengeringan Lembaran Tisu di Tissue Machine

Sitohang, dan

PT. Lontar Papyrus Pulp Paper Industry

Nurmansyah M. Ficky

Pemanfaatan Serbuk Gergaji Sebagai Bahan 18-34 Aprianto, Zainal Bakar Biomassa Menggunakan Sarana Alat

Abadi, dan

Masak Penghasil Panas Tinggi

Amalan Rambe Jatmiko Edi

Analisis Pengaruh Perubahan Beban Output 35-42

Siswanto,

Terhadap Efisiensi Boiler di PTP. VI Bunut

Afrizal,

Sungai Bahar II

Muhamad Sidik Zainal Abadi,

Analisis Proses Dewatering pada Suction Press 43-48

Lasro Tua

Roll Tissue Machine di PT. Lontar Papyrus Pulp

Sitohang, dan

And Paper Industry.

Pandhu Prasetyo

Generousdi, M. Perancangan Alat Uji Tarik Untuk Baja Karbon 49-57 Ficky Afrianto, Rendah AISI 1018

dan M.Ryo Rizky Deninda Marfizal, M.

Analisis Performa Turbin Gas Sebelum dan 58-70 Ficky Aprianto, Sesudah Cleaning Compressor Pada Pembangkit

dan Trimo

Listrik di PLTG Payo Selincah

Jatmiko Edi

Pengujian Alat Pemanas Air Tenaga Surya 71-78

Siswanto,

Menggunakan Kolektor Surya Plat Datar

Afrizal, dan M. Hendra

ANALISIS PENGARUH MATERIAL BURNER STAINLESS STEEL DAN BESI TERHADAP EFISIENSI PEMBAKARAN GAS LPG

Generusdi, Jatmiko Edi Siswanto, dan Halil Program Studi Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jambi

Abstrak

Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah yang mulai dilaksanakan tahun 2007. Bahan bakar kompor LPG yang notabenenya merupakan bahan bakar fosil yang sumber energinya tak terbarukan sehingga penggunaan bahan bakar kompor tidak dapat selamanya bergantung pada bahan bakar tersebut. Dengan adanya hal tersebut diatas perlu adanya penghematan konsumsi pemakaian gas LPG terhadap konsumen pemakai kompor gas LPG, dengan demikian perlu adanya penganalisaan tentang system pembakaran pada kompor gas Alat pembakar (burner) berperan sangat penting untuk mendapatkan peningkatan efisiensi sebagai cara untuk penghematan pemakaian LPG. Burner yang di uji adalah material dari besi dan stainless steel. Setelah melakukan pengujian temperatur dari burner stainless steel lebih tinggi dari burner besi, pada pembakaran awal selama 20 menit pemakaian bahan bakar burner stainless steel sebesar 55 gram, dan burner besi 71 gram terjadi penghematan pada burner Stainless Steel sebesar 22.5%. Sedangkan pada pembakaran

lanjutan dengan perebusan air sebanyak 4 liter sampai temperature 90 0

C , pada burner Stainless Steel pemakaian bahan bakar sebesar 62 gram dan pada burner besi sebesar 78 gram, adanya penghematan bahan bakar sebesar 16 gram atau penghematan BBG sebesar 20 % Dari hasil pengujian burner Stainless Steel mempunyai efisiensi pembakaran (3,6%) lebih besar dari pada efisiensi pembakaran burner besi (3%).

Kata kunci : Kompor LPG, Burner besi dan stainless stell, efisiensi.

PENDAHULUAN

Permasalahan krisis energi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas Bumi yang sedang melanda Indonesia dan dunia saat ini seharusnya tidak terjadi pada Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Bertambahnya jumlah populasi penduduk dunia, menyebabkan permintaan akan kebutuhan energi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas sebagai keperluan semakin meningkat. Sebagai energi yang tidak dapat diperbarui, persediaan BBM dan Gas akan semakin menipis apabila digunakan secara terus menerus. Harga bahan bakar (termasuk LPG) diIndonesia dikaitkan dengan perkembangan harga bahan bakar minyak di luar negeri. Sehingga harga bahan bakar fosil tersebut selalu berfluktuasi. Khusus untuk LPG kenaikan harga jual terakhir yang cukup tinggi berimbas pada daya beli konsumen.

Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah yang mulai dilaksanakan tahun 2007. Akan tetapi, bahan bakar kompor LPG yang notabenenya merupakan bahan bakar fosil yang sumber energinya tak terbarukan sehingga penggunaan bahan bakar kompor tidak dapat selamanya begantung pada bahan bakar tersebut. Apalagi, bahan bakar fosil tidak hanya digunakan untuk kebutuhan bahan bakar kompor saja.

Dengan adanya hal tersebut diatas perlu adanya penghematan konsumsi pemakaian gas LPG terhadap konsumen pemakai kompor gas LPG, yang mana diharapkan dapat memberikan penghematan yang sangat besar secara nasional. Dengan demikian perlu adanya penganalisaan tentang system pembakaran pada kompor gas LPG. Alat pembakar (burner) berperan sangat penting untuk mendapatkan peningkatan efisiensi sebagai cara untuk penghematan pemakaian LPG.

Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran ada dua macam, yaitu pembakaran spontan dan pembakaran sempurna. Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan bakar mengalami oksidasi perlahan lahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan bakar secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala. Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO ₂, air H₂O, dan gas SO ₂, sehingga tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.

Pada proses pembakaran selalu diusahakan untuk terjadinya pembakaran yang sempurna dan karena itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

 Penguapan yang efisien dari bahan bakar.  Digunakan cukup udara.  Harus terjadi campuran yang homogen antara bahan bakar dan udara.  Temperatur pembakaran harus cukup tinggi.

Jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi pembakaran sempurna.

METODOLOGI PENELITIAN

Data yang banyak digunakan dalam analisa ini merupakan data-data yang terdapat dalam buku-buku referensi yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan landasan teori.

Bagian-bagian komponen alat :

1. Tabung gas LPG 5. Kabel penghantar

2. Timbangan digital 6. Panci alumunium

3. Thermocopel

7. Burner

4. Selang tabung gas 8. Kompor gas

Gambar 1. Skema Instalasi PengujianAlat

Prosedur dan Cara Kerja Pengujian

1. Periksa tungku pembakaran dari kotoran dan bersihkan

2. Pasangkan Burner besi

3. Siapkan Tabel isian data ( TerlampirForm.I )

4. Catat berat LPG awal ( ma)

5. Buka katupTabung LPG.

6. Nyalakan kompor burner pembakaran

7. Buka katup bahan bakar sampai api stabil

8. Catat waktu awal pembakaran ( ta)

9. Catat temperatur tungkur setiap interval 2 menit selama 20 menit

10. Matikan kompor burner pembakaran pada menit ke 20

11. Catat berat Gas LPG akhir ( mb)

12. Percobaan tahap.1 Selesai Pengujian berikutnya :

1. Cek volume air ( 4 Liter ) dalam tempat perebusan ( panci)

2. Isi data berat awal gas LPG pada form.ke 2

3. Setelah berhenti 10 menit dari tahap1 pengujian tahap kedua dimulai

4. Pasang perebusan air diatas kompor

5. Catat waktu mulai pembakaran

6. Catat temperature awal burner

7. Catat temperature awal air

8. Nyalakan burner pembakaran

9. Atur katup bahan bakar sampai api stabil

10. Catat Temperatur burner dan temperatur air setiap interval 2 menit

11. Bila temperature air mencapai 80 0

C pedataan interval 1 menit

12. Bila temperature air 90 0

C matikan kompor dan tutup katup bahan bakar

13. Catat Waktu Akhir saat temperatur air 90 0 C

14. Catat berat akhir LPG

15. Selesai

Dasar Perhitungan

Peforma tungku

ηth = (ma .Ca + mb.Cb)( T2−T1)

mf.Qv

ma = massa air (ml)

a = panas jenis air (J/kg C) mb = massa alumunium (gr)

cb 0 = panas jenis alumunium (J/kg C) p 3 = rapat jenis alumunium (kg/m )

= berat jenis alumunium (m Γ 3 /kg) T 0

1 = temperatur awal air ( C) T 0

2 = temperatur akhir air ( C) m f = konsumsi bahan bakar (kg)

CV = nilai kalor gas (Kkal/Kg) Kkal = kilo kalori (Joule)

Effisiensi pembakaran media besi

𝜂𝑡ℎ = 0,30069055𝑥100% = 3% Catatan = lama waktu pembakaran 14 menit.

Effisiensi pembakaran media Stainless Steel

𝜂𝑡ℎ = 0,03666484𝑥100% = 3,6% Catatan = lama waktu pembakaran 25 menit.

Spesific fuel consumption (SFC)

Spesific fuel consumption (SFC) adalah jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam suatu proses per satuan produksi.

𝑄𝑓 Sfc =

Qp

78 gr besi =

4 𝑙𝑡𝑟 = 19,5 gr/ltr

Stainless Steel =

= 15.5 gr/ltr

Pada pengujian media burner besi mempunyai spesific fuel consumption (19,5 gr/liter air) lebih tinggi dari media burner stainless steel (15,5 gr/liter air) dengan perebusan air sebanyak

4 liter sampai temperature 90 0 C,atau penghematan sebesar 20 % . 𝑄𝑓

Sfc = Qt

78 gr besi =

14 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 5,57 gr/menit

Stainless Steel =

= 2.58 gr/menit

Dari hasil perngujian media burner besi mempunyai laju aliran bahan bakar paling tinggi (5,57 gr/s) jika dibanding dengan media burner Stainless Steel (2.58gr/s), atau penghematan sebesar 53 % .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Burner Besi

Percobaan tanpa beban

TKR.1 0 C TKR.2 0 C TKR.3 0 C Tkr

BBG(gr)

Gambar 2. Temperatur tungku pada burner besi

Pada gambar grafik diatas waktu merupakan tahapan pada proses pengujian yang di mulai dari tahapan ke 1 yang menunjukan waktu ke 0 dengan tahapan pencatatan 2 menit hingga tahapan ke 10 yang menunjukan menit ke 20. Tkr 1 (warna biru) menunjukan

pengujian pertama dari waktu 0 sampai menit ke 20 yang menghasilkan suhu 674 0

C, Tkr 2 (warna merah) menunjukan pengujian pertama dari waktu 0 sampai menit ke 20 dengan menghasilkan suhu 514 0

C, dan Tkr 3 (warna hijau) menunjukan pengujian pertama dari waktu 0 sampai menit ke 20 yang menghasilkan suhu 535 0

C. Sedangkan Rata-rata (warna ungu) merupakan temperatur dari Tkr 1, Tkar 2, dan Tkr 3, maka didapatkanlah suhu sebesar

C. Dari grafik tersebut diatas menunjukan makin lama burner dinyalakan makin besar temperature tungku yang dinyatakan dalam derajat Celsius.

Pengujian Burner Steinless Steel

Percobaan tanpa beban

TKR.1 0 C TKR.2 0 C TKR.3 0 C Tkr

BBG(gr)

Gambar 3.Temperatur tungku pada burner steinless steel

Pada gambar grafik diatas waktu merupakan tahapan pada proses pengujian yang di mulai dari tahapan ke 1 yang menunjukan waktu ke 0 dengan tahapan pencatatan 2 menit hingga tahapan ke 10 yang menunjukan menit ke 20. Tkr 1 (warna hijau) menunjukan

pengujian pertama dari waktu 0 sampai menit ke 20 yang menghasilkan suhu 647 0

C, Tkr 2 (warna merah) menunjukan pengujian pertama dari waktu 0 sampai menit ke 20 dengan menghasilkan suhu 564 0 C, dan Tkr 3 (warna biru) menunjukan pengujian pertama dari waktu

C. Sedangkan Rata-rata (warna ungu) merupakan temperatur dari Tkr 1, Tkar 2, dan Tkr 3, maka didapatkanlah suhu sebesar 587-

0 sampai menit ke 20 yang menghasilkan suhu 549 0

0 C. Dari grafik tersebut diatas menunjukan makin lama burner dinyalakan makin besar temperature tungku yang dinyatakan dalam derajat Celsius.

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengujian diatas maka dibuatlah kesimpulan.

1. Temperatur tungku dari burner Stainless Steel lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur tungku dari burner besi.

2. Dalam proses pembakaran awal selama 20 menit pada burner Stainless Steel pemakaian bahan bakar sebesar 55 gram dan pada burner material besi sebesar 71 gram, terjadi

penghematan pada burner Stainless Steel sebesar 22.5%. Sedangkan pada pembakaran lanjutan dengan perebusan air sebanyak 4 liter sampai temperature 90 0 C , pada burner Stainless Steel pemakaian bahan bakar sebesar 62 gram dan pada burner besi sebesar 78 gram, adanya penghematan bahan bakar sebesar 16 gram atau penghematan BBG sebesar

3. Dari hasil pengujian burner Stainless Steel mempunyai efisiensi pembakaran (3,6%) lebih besar dari pada efisiensi pembakaran burner besi (3%).

4. Dari pengujian media burner besi mempunyai pemakaian bahan bakar spesifik (19,5 gr/liter) lebih tinggi dari media burner Stainless Steel (15,5 gr/liter) dengan perebusan air sebanyak 4 liter sampai temperatur 90 0

C, atau penghematan sebesar 20%.

5. Pengaruh media terhadap laju pemakaian BBG, media besi mempunyai laju aliran bahan bakar paling tinggi (5,57 gr/menit) jika dibandingkan dengan media burner Stainless Steel

(2,58 gr/menit), atau penghematan sebesar 53 %.

DAFTAR PUSTAKA

1. J. P. Holman, 1997, “Perpindahan Kalor”, Jakarta: Erlangga.

2. Resiana W. 2012. “Perancangan Dan Optimasi Kompor Gas-Biomassa Yang Beremisi Gas Co Rendah Menggunakan Bahan Bakar Pelet Biomassa Dari Limbah Gas ”.

3. Jatmiko, E. S. dan A. Pratoto. 2015. “Kaji Ekperimental Perfoma Tungku Perebusan Dengan Media Pemijar dari Batu ”.

26 November 2015, https://id.scribd.com/doc/211577359/Mardhyanto-a-t-Aisi-304-2712100121

4. Scribe, Mardhyanto

Dan Pembakaran”, https://id.scribd.com/doc/170768607/Bahan-Bakar-Dan-Pembakaran

6. Studio Keramik Publishing, 15 Januari 2013, “Tungku Pembakaran Keramik”. http://www.studiokeramik.org/search/label/Pembakaran

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA PROSES PENGERINGAN LEMBARAN TISU DI TISSUE MACHINE PT. LONTAR PAPYRUS PULP PAPER INDUSTRY

Zainal Abadi, Lasro Tua Sitohang, dan Nurmansyah Program Studi Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jambi,

Abstrak

Dalam proses pengeringan tisu dibutuhkan energi panas yang besar untuk mengurangi kadar air dibawah 10 %. Adapun untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam proses pengeringan tisu pada Cylinder dryer dibutuhkan energi panas yang bersumber dari steam dan udara panas yang dihembuskan dari burner. Pada perpindahan panas pada tissue machine terdapat dua sistem perpindahan panas, yaitu perpindahan panas konduksi yang bersumber dari steam terhadap yankee cylinder kemudian tisu yang berada dipermukaan yankee. Sedangkan untuk perpindahan panas konveksi merupakan hasil dari pembakaran pada burner, yang kemudian udara panasnya dihembuskan ke permukaan kertas melewati hood. Pada perpindahan panas di tissu machine sering terjadi ketidakseimbangan panas yang dihasilkan, oleh karena itu diadakan analisa untuk mengetahui laju perpindahan panas dan koefisien perpindahan panas total terhadap waktu proses pengeringan. Pada perhitungan ini jenis tisu yang dikaji ialah tisu toilet dengan 13 gsm. Adapun data-data yang diambil bersumber langsung dari temperatur pada Cylinder dryer, yang mana waktu pengambilan data – data temperatur di bagi menjadi

3 bagian mengikuti shift yang ada dilapangan. Dari data yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan laju perpindahan panas yang terjadi, yang mana laju

2 perpindahan panas konduksi pada saat stabil shift pagi 210,62 W/m 0 C, shift sore 191,70

2 0 2 W/m 0 C, dan shift malam 166,47 W/m C. Hal ini dipengaruhi pada temperatur yankee yang bersumber dari steam dan temperatur disekitar proses pengeringan tisu.

Kata kunci: Cylinder dryer, perpindahan panas, yankee, temperatur,

PENDAHULUAN

Tisu merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat dunia, karena tisu merupakan benda praktis dan mudah dibawa kemana-mana sekaligus menawarkan kebersihan dan kehigienisan. Tisu memiliki banyak fungsi seperti kebutuhan rumah tangga, pembersih wajah, keperluan makanan dan keperluan toilet, sesuai dengan jenis tisu yang digunakan. Adapun jenis-jenis tisu antara lain tisu facial, tisu toilet, tisu napkin, dan tisu towel. Tren pertumbuhan ekonomi dan pendidikan masyarakat kota besar menjadi faktor utama dalam peningkatan produksi tisu. Tisu dibuat melalui proses yang hampir sama dengan proses pembuatan kertas, hanya saja perbedaanya dari segi serat yang dipakai dan desain mesin yang digunakan.

Tisu dibuat dari suspensi serat, air dan chemical additives, yang kemudian air dikeluarkan (dewatered) dengan metode vakum di forming section dan secara mekanis melalui penekanan di suction press roll terhadap yankee untuk membentuk lembaran kertas tisu basah (Paper web) setelah web terbentuk dilanjutkan pemanasan di dryer section untuk mengurangi kadar air dibawah 10% (dryness lebih besar 90%) yang tidak dapat dilaksanakan dengan metode vakum dan mekanis kembali. Salah satu industry yang bergerak dalam Tisu dibuat dari suspensi serat, air dan chemical additives, yang kemudian air dikeluarkan (dewatered) dengan metode vakum di forming section dan secara mekanis melalui penekanan di suction press roll terhadap yankee untuk membentuk lembaran kertas tisu basah (Paper web) setelah web terbentuk dilanjutkan pemanasan di dryer section untuk mengurangi kadar air dibawah 10% (dryness lebih besar 90%) yang tidak dapat dilaksanakan dengan metode vakum dan mekanis kembali. Salah satu industry yang bergerak dalam

Pada PT. Lontar Papyrus Pulp And Paper industry terdapat 8 mesin tisu dan setiap mesin tisu memiliki satu dryer section. Alat dryer section yang digunakan bertujuan untuk mengeringkan lembaran tisu dengan cara penguapan (evaporation) sisa uap air (residual moisture) di dalam paper web dengan cara kontak langsung dengan permukaan yankee cylinder dryer yang sangat panas sehingga mencapai derajat kekeringan yang diharapkan.

Alat proses pengeringan pada mesin tisu ialah yankee cylinder dan panas konveksi dari burner. Perpindahan panas dari steam ke paper web membutuhkan permukaan perpindahan panas yang cukup besar. Selain itu, pengeringan paper web secara terus menerus pada paper machine merupakan proses yang kompleks dari perpindahan panas dan massa yang memungkinkan banyaknya panas yang terbuang dari mesin pengering silinder tersebut yang menyebabkan ketidak seimbangan panas yang dihasilkan untuk proses pengeringan tisu, yang berdampak pada proses produksi yang tidak lancar.

Perpindahan panas dapat dipahami dengan mudah dengan membayangkan bahwa pemanasan berarti pengaktifan getaran molekul, dan pendinginan berarti pengurangan gerakan molekul di dalam suatu bahan. Dengan demikian gerakan molekul-molekul bahan yang lebih dingin.

Syarat terjadinya perpindahan panas adalah adanya perbedaan suhu yang merupakan gaya penggerak. Dalam hal ini kuantitas panas yang dipindahkan meningkat dengan bertambahnya perbedaan suhu. Disamping itu, kuantitas panas yang dipindahkan per satuan waktu meningkat, jika luas permukaan perpindahan panas semakin besar dan jika tahanan terhadap panas semakin kecil.

TINJAUAN PUSTAKA

Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah bentuk kalor yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Sedangkan kalor ini merupakan suatu bentuk energi atau dapat juga didefinisikan sebagai jumlah panas yang ada dalam suatu benda. Didalam proses industri, banyakanya panas (Q) dihantarkan dari suatu tempat ke tempat lain pada kondisi p erbedaaan Suhu (Δt), jarak lintas aliran panas (x), luas penampang perpindahan panas (A), jenis benda penghantar panas (k).

1. Konduksi Kalor dari suatu bagian benda bertemperatur lebih tinggi akan mengalir melalui zat benda itu

ke bagian lainnya yang bertemperatur lebih rendah. Zat atau partikel zat dari benda yang dilalui kalor ini sendiri tidak mengalir sehingga tenaga kalor berpindah dari satu partikel ke partikel lain dan mencapai bagian yang dituju. Perpindahan kalor cara ini disebut konduksi; arus panasnya adalah arus kalor konduksi dan zatnya itu mempunya sifat konduksi kalor. Konduksi kalor ini bergantung pada zat yang dilaluinya dan juga pada distribusi temperatur dari bagian benda. Berlangsungnya konduksi kalor melalui zat dapat diketahui oleh perubahan temperatur yang terjadi.

Jadi pada konduksi kalor, tenaga kalor dipindahkan dari satu partikel zat ke partikel disampingnya, berturut-turut sampai mencapai bagian lain zat yang bertemperatur lebih rendah.

Persamaan umum laju konduksi untuk perpindahan kalor dengan cara konduksi dikenal dengan hukum Fourier ( Fourier’s Law) dimana “laju perpindahan kalor konduksi pada suatu Persamaan umum laju konduksi untuk perpindahan kalor dengan cara konduksi dikenal dengan hukum Fourier ( Fourier’s Law) dimana “laju perpindahan kalor konduksi pada suatu

q=k.A( 𝑑𝑇 ) ....................................[2.1]

0 q merupakan laju perpindahan panas ( W/m .0 C ), k ialah konduktifitas thermal (W/m C), A menunjukkan luas permukaan (m 2 ) dan dx ialah tebal yankee cylinder (m)

2. Konveksi Konveksi adalah proses perpindahan panas dengan disertainya perpindahan partikel.

Konveksi terjadi pada fluida (zat yang dapat mengalir) seperti air dan udara. Konveksi dapat terjadi secara alami ataupun dipaksa.

Konveksi alamiah misalnya saat memasak air terjadi gelembung udara hingga mendidih dan menguap. Sedangkan konveksi paksa contohnya hair dryer yang memaksa udara panas keluar yang diperoses melalui alat tersebut.

Konveksi kalor terjadi karena partikel zat yang bertemperatur lebih tinggi berpindah tempat secara mengalir sehingga dengan sendirinya terjadi perpindahan kalor melalui perpindahan massa. Aliran zat atau fluida, dapat berlangsung sendiri sebagai akibat perbedaan akibat perbedaan massa jenis karena perbedaan temperatur, dan dapat juga sebagai akibat paksaan melalui pompa kompresor, sehingga kita mengenal aliran zat atau fluida bebas dan paksaan. Dimana konveksi kalor pada aliran bebas disebut konveksi bebas dan pada aliran paksaan disebut konveksi paksaan.

Persamaan perindahan kalor konveksi dikenal sebagai hukum Newton untuk pendinginan ( Newton’s law of cooling) dimana untuk semua mekanisme transfer kalor, jika beda temperatur antara benda dan sekitarnya adalah kecil, maka laju pendinginan sebuah benda hampir sebanding dengan temperatur, yang dirumuskan sebagai berikut :

Q = ℎA(T 2 – T 1 ) ........................[2]

Q 0 ialah Laju perpindahan panas konveksi (W/m 2 C), h merupakan koefisien perpindahan

2 0 kalor konveksi (W/m 2 . C), A adalah luas permukaan perpindahan kalor (m ), T 1 ialah

0 temperatur awal ( 0 C), dan T

2 merupakan temperatur akhir ( C).

Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk menurunkan kandungan air yang terdapat didalam suatu bahan. Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap dari bahan ke udara. faktor- faktor yang mempengaruhi penguapan adalah:

1. Laju pemanasan waktu energi (panas) dipindahkan pada bahan.

2. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap puond (lb) air.

3. Suhu maksimum pada bahan.

4. Tekanan pada saat terjadinya penguapan.

5. Perubahan lain yang mungkin terjadi didalam bahan selama proses penguapan berlangsung. [4]

Mesin pengering jenis cylinder / rotary

Proses pengeringan pada proses produksi tisu menggunakan cylinder dryer, proses pengeringan ini adalah proses yang kompleks. Dimana proses pemanasannya bersumber dari burner dan steam. Adapun jenis mesin pengering jenis cylinder dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Mesin pengering jenis cylinder

Adapun spesifikasi dari cylinder dryer pada mesin tisu ialah

1. No Machine 853

2. Design speed

2,000 m/min

3. Diameter

3,660 mm

4. Max pressure

10 bar

5. Cylinder volume 30 m 3

Adapun bagian dalam dari cylinder dryer dapat dilihat dari Gambar 2

Gambar 2 bagian komponen yankee cylinder

METODOLOGI

Prosedur Penelitian

Adapun langkah – langkah dalam proses penelitian perpindahan panas pada tisu mesin untuk pengeringan tisu adalah :

1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti kaca mata, ear muff/ear plug, kaca mata safety dan masker.

2. Persiapan alat untuk pengambilan data secara langsung. Pengambilan data secara langsung berupa data temperatur silinder temperatur tisu dan moisture tisu

3. Tentukan waktu sebelum melakukan penelitian dan catat pada tabel

4. Pada area dryer section tentukan titik panas yang memiliki temperatur yang signifikan dan catat pada tabel sebagai T 1 panas awal pengeringan dan pengeringan akhir sebagai

5. Gunakan raytek dalam menentukan temperatur yang akan diambil dengan mengarahkan sinar infra merah ke arah titik yang telah di tentukan.

6. Catat nilai dominan yang keluar dari raytek pada pengujian dan masukkan pada data tabel temperatur awal T 1 dan T 2 untuk shift pagi pukul 08:00, 10:00, 12:00, 14:00. Untuk

shift sore pada pukul 16:00, 18:00, 20:00, 22:00. Dan pada shift malam pukul 00:00, 2:00, 4:00, 6:00.

7. Catat moisture pada tabel kolom (m) untuk data moisture dengan melihat monitor atau display yang ada di area tissue machine sesuai waktu seperti langkah 6.

8. Catat kecepatan yankee pada tabel kolom (n) untuk kecepatan yankee dengan melihat monitor atau display yang ada di area tissue machine sesuai waktu seperti langkah 6.

9. Catat temperatur yankee pada tabel kolom (T yankee ) untuk temperatur yankee dengan melihat monitor atau display yang ada di area tissue machine sesuai waktu seperti

langkah 6.

10. Catat temperatur burner (T burner ) untuk temperatur burner dengan melihat monitor atau display yang ada di area tissue machine sesuai waktu seperti langkah 6.

11. Catat temperatur ruangan (T ruangan ) untuk temperatur ruangan dengan melihat monitor atau display yang ada di area tissue machine sesuai waktu seperti langkah 6.

Pengambilan Data.

Untuk memperoleh data yang dilakukan dalam penelitian pada proses perpindahan panas pada proses pengeringan tisu dilaksanakan dengan melakukan pengamatan pada saat proses produksi berlangsung. Untuk mengetahui pengaruh perpindahan panas terhadap waktu maka penelitian ini di bagi menjadi 3 waktu sesuai shift group yang ada di tempat penelitian diambil kemudian menganalisa pada proses produksi berjalan lancar dan pada saat proses berjalan tidak lancar. Tisu yang diteliti adalah tisu toilet dengan BW 13,5 GSM, dan Thickness 105 micron. Adapun waktu yang telah di tentukan yaitu :

00 1. Pukul 07 00 - 15 (shift pagi)

00 2. Pukul 15 00 - 23 (shift sore)

3. Pukul 23 00 - 07 00 (shift malam)

Penentuan titik temperatur yang diambil dapat dilihat pada gambar 3, dengan T 1 merupakan temperatur awal saat pengeringan dan T 2 merupakan temperatur akhir saat pengeringan.

Gambar 3. Titik pengambilan data temperatur

Adapun tabel pengujian dapat dilihat pada tabel 3.2, 3.3, 3.4, dan 3.5

Pada setiap shift dibagi menjadi empat kali pengambilan data dengan selisih waktu 2 jam. Dengan mengambil nilai dominan yang keluar saat pengambilan data. Kemudian mencari nilai temperatur rata – rata dari dari data pada setiap shift untuk nilai perbandingan dalam satu hari. Pengambilan data temperatur juga dilakukan pada saat produksi tidak berjalan dengan lancar untuk mengetahui perubahan temperatur yang terjadi pada saat proses pengeringan tisu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari data yang telah didapatkan kemudian dihitung laju perpindahan panasnya sesuai dengan waktu pengambilan data dan perhitungan penyerapan panas dari yankee terhadap tisu. setelah didapat rata-rata temperatur maka akan dihitung laju perpindahan panas terhadap waktu secara konduksi pada dryer. Hasil perhitungan nilai laju perpindahan panas konduksi

2 0 2 pada waktu pagi, sore, dan malam saat stabil ialah : 210,62 W/m 0 C, 191,70 W/m C, dan

2 166,47 W/m 0 C.

Tabel 1. Temperatur rata –rata shift pagi, shift siang, shift malam (stabil)

Gambar 4.4 grafik temperatur rata-rata shift pagi,sore, dan malam (stabil)

Gambar 4.5 grafik laju perpindahan panas konduksi total (stabil)

Sedangkan untuk nilai laju perpindahan panas konveksi waktu pagi,sore, dan malam disaat

2 0 2 0 2 stabil ialah : 66,69 W/m 0 C, 60,71 W/m C, 52,71 W/m C.

Gambar 4.6 Grafik laju perpindahan panas konveksi total (stabil)

Setelah didapat data dan perhitungan saat stabil, maka selanjutnya ialah data temperatur pengeringan saat tidak stabil.

Tabel 2. Temperatur rata –rata shift pagi, shift siang, shift malam (tidak stabil)

Gambar 4.10 grafik temperatur rata-rata shift pagi,sore, dan malam (tidak stabil)

Setelah dilakukan perhitungan nilai laju perpindahan panas konduksi pada waktu pagi, sore,

2 0 2 0 2 dan malam saat tidak stabil ialah : 219,44 W/m 0 C, 243,41 W/m C, dan 204,81 W/m C. Gambar 4.11 grafik laju perpindahan panas konduksi total (tidak stabil). Sedangkan untuk

nilai laju perpindahan panas konveksi waktu pagi,sore, dan malam disaat tidak stabil ialah :

2 0 2 0 2 69,49 W/m 0 C, 77,08 W/m C, 64,85 W/m C.

Gambar 4.12 grafik laju perpindahan panas konveksi total (tidak stabil)

KESIMPULAN

Berdasarkan dari data-data yang telah di ambil dan perhitungan pada penelitian perpindahan panas pada proses pengeringan lembaran tisu di Tissue Machine PT. Lontar Papyrus Pulp Paper Industry, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem perpindahan panas yang terjadi pada pengeringan tisu di tissue machine ialah perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi

2. Laju perpindahan panas yang tertinggi pada perpindahan panas konduksi dan konveksi pada saat stabil ialah pada waktu shift pagi yaitu pukul dan laju perpindahan panas

terendah pada waktu shift malam yaitu pukul. Perpindahan panas konduksi tertinggi pada saat stabil ialah 210,62 W/m 2 . 0 C terendah 166,47 W/m 2 . 0 C, pada perpindahan panas

2 0 2 konveksi tertinggi pada saat stabil ialah 66,69 W/m 0 . C dan terendah 52,71 W/m . C.

3. Panas yang dihasilkan pada proses pengeringan tisu sangat berpengaruh pada moisture yang dihasilkan, semakin tinggi panas yang terbentuk maka semakin rendah moisture

yang dihasilkan pada tisu. Moisture tisu tertinggi pada saat stabil ialah 3,57 % sedangkan pada saat tidak stabil 4,2 %.

4. Yang paling dominan mempengaruhi laju perpindahan panas pada pengeringan tisu pada tisue machine ialah temperatur pada yankee dan temperatur udara sekitar pada saat

pengeringan.

2 Perpindahan panas konduksi tertinggi pada saat stabil ialah 210,62 W/m 0 .

C terendah 166,47 W/m 2 . 0 C, pada perpindahan panas konveksi tertinggi pada saat stabil ialah 66,69

2 0 2 W/m 0 . C dan terendah 52,71 W/m .

C. Sedangkan Perpindahan panas konduksi tertinggi

2 0 2 pada saat tidak stabil ialah 243,4 W/m 0 . C terendah 204,81 W/m .

C, pada perpindahan

2 panas konveksi tertinggi pada saat tidak stabil ialah 77,08 W/m 0 . C dan terendah 64,85

2 W/m 0 . C

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hardian syahputra “Manfaat Tisu”Institut Teknologi dan Sains Bandung. 2013 [2] Ach. Muhib Zainuri.”Simulasi Karakteristik Perpindahan Panas dan Massa Pada

Pengeringan Paper Web Di Dryer Section. Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh november, Surabaya 2010

[3] Fahmi Januar anugrah. “Menentukan Koefisien Perpindahan Panas Total (U) Dan Heat Lo ss Setiap Section Main Dryer Unit Paper Machine 9”. Politeknik Negeri Bandung, Bandung 2012

[4] Dr. Ing anton irawan, ST., MT. “ Modul Pengeringan” Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2011. [5] Puntanata S Siagian. “ Pengeringan pada produk (Tapel) dengan microwave,(pre- treatment:kamar pendingin) Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2008. [6] Hendrik Rone Sumaraw “Perpindahan kalor”Fakultas Teknik, Universitas Negeri Manado. [7] Hardian syahputra “Manfaat Tisu”Institut Teknologi dan Sains Bandung. 2013 [8] Manual Book Tissue Machine [9] Work Instruction (WI) Tissue Machine [10] ... http://omahkecil.blogspot.co.id/2012/05/aneka-jenis-tissue-dan-kegunaannya.html [11] http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-10326-Chapter1.pdf [12] Dmitry keselman “Dynamic Simulation of yankee drying of paper” [13] Sofyan ash shiddeqy “Perpindahan Panas FT_UH”. [14] http://gaduhwahid.blogspot.co.id/2 016/04/proses-perpindahan-panas-konduksi.html

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI SEBAGAI BAHAN BAKAR BIOMASSA MENGGUNAKAN SARANA ALAT MASAK PENGHASIL PANAS TINGGI

M. Ficky Aprianto, Zainal Abadi, dan Amalan Rambe Jurusan Teknik Mesin STITEKNAS Jambi Jln.Kapten Pattimura No 100 Jambi Telp.(0741)669501 Email: alanrambe@yahoo.co.id

Abstrak

Sebuah kompor berbahan bakar serbuk gergaji yang belum dikenal oleh orang-orang dikalangan masyarakat, maka perlu adanya unjuk pengenalan kompor ini langsung kepada masyarakat. Khususnya pada masyaraka yang ekonominya menengah kebawah terutama masyarat yang tinggal dipedesaan. Penelitian pemanfaatan serbuk gergaji ini sebagai pegganti bahan minyak tanah yang semakin sulit didapatkan dan harganya sangat mahal. Untuk rumusan masalah bertujuan untuk mengetahui temperatur serbuk gergaji, efisiensi kompor. Adapun tujuan untuk mengetahui temperatur panas serbuk gergaji, nilai efisiensi kompor dan dan lama waktu untuk mendidihkan 2 kg air. Rata – rata panas yang dihasilkan serbuk gergaji

sebesar 94 o C – 330

C. Peningkatan suhu air yang dipanaskan sebesar 3,2 kj/kg , perubahan

suhu air 28 o C, kapasitas kalor 2 kg air sebesar 84000 J/

C, perpindahan panas konveksi dari bahan bakar ke air yang dipanaskan sebesar 0,333 KW. Perhitungan efisiensi kompor dengan metode WBT (Water Boiling Test), panas sensible sebesar 924 W, panas laten sebesar 340 W, input energi panas sebesar 2426,96 W, efisiensi temal sebesar 48,91 %. Perhitungan efisiensi dengan persamaan (Belonio,1985). Laju bahan bakar (FCR) sebesar 3,2 kg/jam, energi yang dibutuhkan (Qn) sebesar 567,43 kkal/jam, efisiensi kompor sebesar 23,31 %. Rata – rata uji

pembakaran dalam kompor serbuk gergaji mencapai suhu maksimum 100 o C - 333 C.

Kata kunci : kompor serbuk gergaji, temperatur serbuk gergaji, Efisiensi kompor.

PENDAHULUAN

Di antara masalah yang berkenan dengan energi nasional antara lain adanya kecendrungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, kecendrungan energi fosil tersebut di sebabkan karena bertambahnya jumlah penduduk pada setiap tahunnya yang secara derastis mengalami peningkatan. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tersebut dan pemakaian bahan bakar minyak dunia semakin meningkat, terutama pada penggunaan minyak tanah. Energi fosil tersebut semakin sulit di dapatkan dan harga minyak dunia yang tidak menentu. Sebagai contoh gas LPG yang hari kehari mengalami harga yang semakin mahal.

Untuk saat ini begitu sulit untuk mendapatkan bahan bakar jenis minyak tanah dan bisa dikatakan bahan bakar minyak tanah ini sudah mulai langka. Oleh karena itu, perlu adanya upaya – upaya lain. Di antaranya adalah penggunaan bahan bakar limbah kayu (BBLK), untuk mengurangi subsidi, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat bawah berupa pengganti bahan bakar minyak tanah. Bahan bakar limbah kayu (BBLK) adalah bahan bakar yang berasal dari kayu berupa serbuk gergaji dan dapat berupa limbah skam padi, tempurung kelapa, tongkol jagung dan lain – lain. potongan kayu dan serpihan dapat dibuat Untuk saat ini begitu sulit untuk mendapatkan bahan bakar jenis minyak tanah dan bisa dikatakan bahan bakar minyak tanah ini sudah mulai langka. Oleh karena itu, perlu adanya upaya – upaya lain. Di antaranya adalah penggunaan bahan bakar limbah kayu (BBLK), untuk mengurangi subsidi, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat bawah berupa pengganti bahan bakar minyak tanah. Bahan bakar limbah kayu (BBLK) adalah bahan bakar yang berasal dari kayu berupa serbuk gergaji dan dapat berupa limbah skam padi, tempurung kelapa, tongkol jagung dan lain – lain. potongan kayu dan serpihan dapat dibuat

Untuk mengurangi beban masyarakat khususnya dipedesaan yang masih sangat tergantung dengan bahan bakar minyak tanah dibutuhkan energi berupa limbah yang bisa diperbaharui murah dan mudah didapatkan disekitar mereka. Serbuk kayu digunakan sebagai bahan bakar yang mudah didapatkan dan hargaya relatif murah sehingga menghemat biaya operasonal.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan energi dari bebagai macam hasil dari limbah yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, padahal panas yang dihasilkan limbah – limbah tersebut cukup tinggi.

Limbah Serbuk Kayu

Limbah serbuk kayu memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan baku briket arang, bahan bakar tungku serbuk gergaji mengingat banyaknya industri kayu yang menggunakan bahan baku dari berbagai jenis kayu. Limbah pengolahan kayu dapat berbentuk serbuk gergaji, kulit kayu, potongan kayu, serpihan, dan sabetan kayu. Menurut Mustofa (2001) dalam (Triono, 2006) komposisi pengolahan limbah kayu yang paling tersedia dalam industri pengolahan kayu adalah limbah sabetan sekitar 25,9% dari 50,8% limbah penggergajian kayu seluruhnya. Limbah serbuk gergaji kayu sekitar 10% dan potongan kayu sekitar 14,3%. Menurut Hendra(1999) dalam (Triono, 2006) kayu yang terbaik untuk pembuatan arang adalah kayu yang mempunyai berat jenis sedang (0,6-0,7) dengan kadar air 15-30% dan diameter 10-20 cm.

Sekam Padi

Padi merupakan produk utama pertanian di negara – negara agraris, termasuk Indonesia. Menurut Dorlan, skam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis, terdiri dari belahan lemma dan palea yang saling bertautan, umumya ditemukan di areal penggilingan padi. Dari proses penggilingan padi, biasanya diperoleh skam 20-30%, dedak 8- 12%, dan beras giling 50-63,5% dari bobot awal gabah.

Sekam padi sering diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan padi, keberadaannya cendrung meningkat yang mengalami proses penghancuran secara alami dan lambat, sehingga dapat mengganggu lingkungan juga kesehatan manusia, nilai kalori 1 kg sekam padi sebesar 3.300 k.kalori.

Tongkol Jagung

Salah satu limbah pertanian yang cukup potensial untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif adalah tongkol jagung. Karena ketersediaannya yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurut data ATAP 2011, produksi jagung Jambi selatan pada tahun 2011 sebanyak 1,42 ton pipilan kering, yang diperoleh dari luas panen 293,13 ribu hektar dan tingkat produktivitas 47,80 kuintal per hektar.

Salah satu cara mengolah limbah pertanian menjadi bahan bakar alternatif adalah dengan cara karbonisasi maka unsur – unsur pembentuk asap dan jelaga dapat diminimalkan, sehingga gas buangnya lebih bersih. Dengan pembriketan maka kebutuhan ruang menjadi kecil, kualitas pembakarannya lebih baik dan pemakaiannya lebih praktis (Untoro 2010).

Menurut (Untoro, 2010) hasil pengujian proximate analysis dan nilai kalor dapat diketahui bahwa nilai kalor dari tongkol jagung mengalami kenaikan yang cukup signifikan setelah dilakukan karbonisasi.

Bahan Bakar

Bahan bakar adalah istilah populer untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat buatan (di olah dengan teknologi maju).

Sepanjang sejarah, berbagai jenis bahan bakar telah di gunakan sebagai bahan bakar (bergantung pada ketersediaannya di suatu wilayah tertentu). Berikut ini adalah beberapa jenis bahan bakar yang kita gunakan dalam sehari –hari : batu bara, gas alam, propane, methanol, biomassa.

Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis baik berupa prodik maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak. Selain di gunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan, dan sebagainya.

Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif penggantian bahan bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat di perbaharui, relative tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga tidak dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian.

Pemanfaatan dan Pengolahan Limbah Kayu Oleh Industri

Pada umumnya oleh perusaan industri, limbah tersebut di olah lagi menggunakan teknologi terapan mengkonvensi limbah industri pengolahan kayu menjadi arang serbuk, briket arang –arang aktif, arang kompos dan soil conditioning.

Arang Serbuk dan Arang Bongkah

Teknologi yang di gunakan dalam proses pembuatan arang dari serbuk kayu – kayu ini adalah dengan menggunakan drum atau kaleng yang di modifikasi dan di lengkapi dengan lubang udara sekeliling badan drum dan cerobong asap di bagian tengah badan drum atau kaleng.

Arang Aktif

Arang aktif adalah arang yang di olah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga pori – porinya terbuka dan adapat di gunakan sebagai bahan absorben.Proses yang di gunakan sebagain besar menggunakan cara kimia dimana bahan baku di rendam dalam larutan CaC12,

MgC12, ZnC12 selanjutnya di panaskan dengan jalan di bakar pada suhu 500 0 C.

Soil Conditioning

Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah ekspolitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energy. Secara morpologis arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan harta tanah.

Kompos dan Arang Kompos

Serbuk kayu merupakan salah satu jenis limbah industri pengolahan kayu –kayuan. Alternatif pemanfaatan dapat di jadikan kompos pupuk tanaman.

Kompor

Kompor adalah alat masak yang menghasilkan panas tinggi. Biasanya kompor di temukan di dapur dan bahan bakrnya dapat di bedakan menjadi tiga jenis, yaitu cair, padat, dan gas. Pada dasarnya jenis kompor yang banyak di gunakan oleh masyarakat adalah kompor minyak tanah dan kompor gas. Meskipun demikian, masih ada jenis lain yang dapat di gunakan sebagai alat memasak. Apalagi, kondisi saat ini dimana harga bahan bakar untuk kompor minyak dan gas semakin mahal dan lama kelamaan jenis bahan bakar ini semakin langka, dan sulit di dapat. Di karenakan sumur – sumur pengeboran minyak mengalami kekeringan, sebagai contoh saat sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan minyak tanah. Maka mulai saat ini perlu di perhatikan kembali mengenai jenis kompor dengan alat alternatif bahan bakar tanpa minyak dan gas.

Kompor Serbuk Gergaji

Kompor adalah sebagai suatu metode yang digunakan untuk memenuhi keperluan memasak dengan berbagai macam masakan. Hasil yang didapatkan dari pengujian kompor alternatif sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan data titik didih bahan yang dimasak. Pengujian kompor alternatif digunakan untuk mendidihkan air atau suatu masakan terhadap temperatur suhu yang dihasilkan bahan bakar kompor serbuk gergaji. Pada pengujian kompor alternatif serbuk gergaji, benda atau bahan yang diuji diberi panas temperatur suhu yang dihasilkan oleh bahan bakar serbuk gergaji tersebut, bersamaan dengan itu perlu dilakukan pengamatan terhadap titik kematangan suatu benda atau bahan yang diuji.

Pengujian kompor adalah dasar dari pengujian perpindahan panas yang dipergunakan pada suatu bahan atau benda. Dimana, bahan yang diuji dilakukan dengan cara dipanaskan sehingga bahan atau benda uji mengalami kematangan hingga akhirnya dapat dikonsumsi. Pengujian kompor alternatif berbahan bakar serbuk gergaji sangatlah sederhana, murah dan praktis dibandingkan dengan pengujian alat yang lain. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada saat pengujian, agar pengujian menghasilkan nilai yang valid adalah bentuk dan dimensi berdasarkan bahan atau benda yang diuji

Serbuk kayu adalah sisa – sisa atau limbah penggergajian dari pengolahan kayu yang banyak terdapat di pengolahan kayu. Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini di biarkan membusuk di tumpuk dan dibakar yang semuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penananggulangannya perlu di pikirkan.

Salah satu yang dapat jalan ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi yang aflikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah di sosialisasikan kepada masyarakat. Serbuk gergaji bahan bakar kompor dapat di lihat pada Gambar 1.

Gambar 2.6 Serbuk Gergaji

Faktor – Faktor Utama Dalam Pembuatan Kompor Serbuk Gergaji Pemilihan material

Dalam setiap perencanaan dan pembuatan pemilihan komponen material merupakan faktor utama yang harus diperhatikan.

1. Efisiensi Bahan Dengan memegang prinsip ekonomi dan berlandaskan pada perhitungan-perhitungan yang

memadai, maka di harapkan biaya produksi pada tiap-tiap unit sekecil mungkin.

2. Bahan Mudah Didapat Dalam perencanaan suatu produk, apakah bahan yang digunakan mudah di dapat atau tidak. Kekuatan Bahan

Dalam hal ini untuk menentukan bahan yang akan digunakan haruslah mengetahui dasar kekuatan bahan serta sumber pengadaannya, mengingat pengecekan dan penyesuaian suatu produk kembali kepada kekuatan bahan yang akan digunakan.

Pengukuran dan pemotongan material

Setelah di lakukan pemilihan spesimen tentunya akan di lanjutkan dengan pengukuran material. Karena pengukuran dan pemotongan material sangat di butuhkan untuk pembuatan alat.

1. Pemotongan menggunakan gerinda Mesin gerinda merupakan mesin yang berfungsi untuk menggerinda benda kerja. Awalnya mesin gerinda hanya ditujukan untuk benda kerja berupa logam yang keras seperti besi dan

stainless steel.

Proses Pembuatan Kompor Serbuk Gergaji

Proses pembuatan adalah proses perakitan benda kerja menjadi kerangka alat, proses ini di lakukan dengan cara pengelasan.

Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor (Head transfer) adalah ilmu untuk mengetahui perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Dari termodinamika telah kita ketahui telah kita ketahui bahwa energi bahwa energy yang pindah dinamakan kalor atau bahang atau panas (head). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energy kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, tetapi keyataan bahwa disini yang menjadi sasaran analisis ialah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika.

Dasar Perpindahan panas

Perpindahanan panas pada dasarnya adalah ilmu yang untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak ada dalam keadaan Perpindahanan panas pada dasarnya adalah ilmu yang untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak ada dalam keadaan

1. Perpindahan Panas Konduksi (Hantaran) Perpindahan panas konduksi (hantaran) adalah perpindahan energi yangterjadi pada bagian

q ∆T

yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah didalam medium padat.

∆x