Makalah hukum inter nasional ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik
untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang.
Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang
mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui
mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu,
dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir
karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu
sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai
“tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara
yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.1[1]
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya
terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka.
Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa
antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan,
perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan
peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak
pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah
menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak
ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting
di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya
dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya
perdamaian dunia.
1[1] Rebecca M.M Wallace. Hukum Internasional Pengantar untuk Mahasiswa
(Semarang:IKIP Semarang Press.1986) hlm.4
2.
Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a.
Apa itu hukum internasional?
b.
Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c.
Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?
3.
Metode Penulisan
Metode yang penulis yang di gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan
referensi dan pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak literature dalam
penulisan makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain. Dalam penulisan
makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja yang perlu di ambil
dan di jadikan referensi.
4.
Tujuan dan Manfaat
4.1 Tujuan
Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa sebagai
generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan hukum
internasional pada saat ini.
4.2 Manfaat
Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan :
1. Memberikan suatu gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan peran-peran
yang terdapat didalamnya,
2. Memberi gambaran bagaimana hukum internasional sekarang ini,
3. Menaruh minat dan mendorong pembaca terutama mahasiswa untuk meningkatkan
pemahaman dan wawasan terhadap hukum internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Hukum Internasional
Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan
dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan
subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum
internasional yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti
oppenheim dan brierly, terbatas pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak
memasukkan subjek hukum lainnya.
Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh
kedua abad 20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini
kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi
internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-pembebasan
pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan
terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional
yang tidak bersifat perdata.
Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang
untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya
negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:
a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasiorganisasi internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan
mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan
non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting
bagi masyarakat internasional. 2[2]
Berdasarkan beberapa
pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa hukum
internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional atau
merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
2[2] J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafka.2226))
hlm.3
melintasi batas negara antara negara dengan Negara serta negara dengan subyek hukum lain
bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.3[3]
2.
Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada
zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius
Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat
Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan
bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih
dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga
dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI,
yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun
(thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan
kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat.
Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsipprinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya
tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan
golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan
dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang
bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau
Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar
negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka
sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang
3[3] http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-eradinamika-global-p-9229.html
diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang
dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est
l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama.
Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof.
Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad 19, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktorfaktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji
untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu
sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang
perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad 20, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir
sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat
teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru
yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjianperjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global,
(4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa
dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. Hukum
internasional telah merupakan satu perluasan yang tidak ada tandingannya.
3.
Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah
sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum
itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau
wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak
dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu
masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
a. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
b. Metode penciptaan hukum internasional;
c. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan
pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
a. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun
khusus;
b. Kebiasaan internasional (international custom);
c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
d.
Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003;
197)
4.
Peranan Hukum Internasional terhadap ketertiban Dunia
Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup internasional. Hubunganhubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik.
Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula
dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa
perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal
demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam
penyelesaiannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting
di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional.
Demasa ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat mainkan dalam
menyelesaikan sengketa:
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin
dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya
persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang caracara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan
atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman
mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan telah telah pula
dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para sarjana
masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan kekerasan atau perang
untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini. Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai
aturan yang dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan antar negara. Pada umumnya metode
penyelesaian sengketa internasional digolongkan dalam dua kategori yaitu :
4. 1.
a.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau Bersahabat.
Negoisasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling
penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas
atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak
dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan
pada kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konperensikonperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
b.
Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah
sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan
mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan
permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah memberikan
laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian
sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu :
1) Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua negara
2) Mengawasi pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3) Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat internasional
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim dengan 36
haque convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907..
c.
Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak
yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak
agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama
fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas
permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya
guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah
kesepakatan para pihak.
d.
Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara ataupun individu.
Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator. Biasanya ia dengan kapasitasnya
sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran
penyelesaian sengketa
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang
dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa,
informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan 4 haque
convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulanusulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat
terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan).
e.
Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan
mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak
melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada
aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh
kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan
laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya
tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada
para pihak.
f.
Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam
hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan
arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi yang sudah
cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay treaty antara inggris
dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa
peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan di traktat
tersebut.suatu langkah penting telah diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the
haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi
pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan. Permanent court
of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang
ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth Atlantic
Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang
nyata menurut Hakim Manly O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu
metode dan suatu prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus,
artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka
setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international Centre for the
Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari
situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa
negara berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing
yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan menggerakkan
Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National
Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanahtanah milik orang asing (khususnya
Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota
Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota
konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional. Sampai
1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola oleh suatu
administrative Council (Dewan Administratif). Setiap negara peserta konvensi memiliki
seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden
Bank Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia
berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk
dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi
dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel
tersebut. Mereka dapat warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat
menunjuk 10 orang pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC dan pemerintah
Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi melalui ICSID pada
2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim
bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar, tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
g.
Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang
penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan
kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial yang saat ini
tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque
yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice.
Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB
yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri dari 15
hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut
dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal
dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat,
Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan
internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1)
Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2)
Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan
yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke
Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3)
Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi
untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini memiliki
kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah tidak memiliki
hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga
hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi (Constitutional
Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang
dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan
simbol atau nama PBB dalam putusannya.
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu dipertahankan.
Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan kemandiriannya
sebagai suatu organ atau badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi atas pokok
sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious jurisdiction
atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann
perlindungan sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni berada
dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini,
Mahkamah memiliki wewenang untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan
perlindungan sementara, membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu
putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini berkaitan dengan
perlindungan hak-hak para pihak sementara persidangan atas pokok sengketanya sendiri
sedang berlangsung Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal
41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip hukum yang sudah
mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah efektif. Karenanya, sangatlah
penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu atau kedua belah pihak untuk
mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait accompli.
4.2.
a.
Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan
syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative
lain selain mematuhinya.
b.
Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakantindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi
negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan diplomati anta 2
negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c.
Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan
diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang
besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang
dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan
pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orangorang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari
pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d.
Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadangkadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk
memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi
kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini
merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang
sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum internasional
(berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1.
Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2.
Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3.
Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim
Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan
pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang
sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara.
Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan
seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan
makna hukum internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan nilai
hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a. Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan
unutuk memelihara perdamaian,
b. Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah yang berkenaan
dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah perdamaian atau perang hanya sedikit
yang mendapat publisitas,4[4]
Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau konflik-konflik agresi dan
ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-persoalan seperti
pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional
cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil
kesimpulan yang keliru mengenai tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional.
Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan
begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum
internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian
dunia ada 4 macam yaitu antara lain :
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin
dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya
persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang caracara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4[4] J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafka.2226))
hlm.17
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan
atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan
oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni
memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara
damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum
internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional
ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan
atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang terdapat dalam
Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara yang bersengketa
telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum
internasional mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak
menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi tersebut telah
dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa
yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.
2.
Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia.
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional
sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada
beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa
akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk
kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi
menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah
pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Starke,J.G. 2006. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepeuluh. Jakarta: Sinar Grafika
Wallace, Rebecca. 1986. Hukum Internasional Pengantar Untuk Mahasiswa. Semarang : IKIP
Semarang Press
Gutama, Sudargo. 1981. Hukum Perdata Internasional Indonesia jilid 1. Bandung: Penerbit Alumni
Suryokusumo, Sumaryo. 1993. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Badung : Penerbit
Alumni
Hamid, Sulaiman. 2002. Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional. Jakarta: PT. RajaGravindo
Barros, James. 1990. PBB Dulu Kini dan Esok. Jakarta: Bumi Aksara
http://khafidsociality.blogspot.com/2011/04/peranan-hukum-internasional-dalam.html
http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-eradinamika-global-p-9229.html
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik
untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang.
Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang
mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui
mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu,
dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir
karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu
sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai
“tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara
yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.1[1]
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya
terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka.
Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa
antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan,
perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan
peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak
pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah
menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak
ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting
di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya
dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya
perdamaian dunia.
1[1] Rebecca M.M Wallace. Hukum Internasional Pengantar untuk Mahasiswa
(Semarang:IKIP Semarang Press.1986) hlm.4
2.
Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a.
Apa itu hukum internasional?
b.
Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c.
Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?
3.
Metode Penulisan
Metode yang penulis yang di gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan
referensi dan pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak literature dalam
penulisan makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain. Dalam penulisan
makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja yang perlu di ambil
dan di jadikan referensi.
4.
Tujuan dan Manfaat
4.1 Tujuan
Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa sebagai
generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan hukum
internasional pada saat ini.
4.2 Manfaat
Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan :
1. Memberikan suatu gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan peran-peran
yang terdapat didalamnya,
2. Memberi gambaran bagaimana hukum internasional sekarang ini,
3. Menaruh minat dan mendorong pembaca terutama mahasiswa untuk meningkatkan
pemahaman dan wawasan terhadap hukum internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Hukum Internasional
Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan
dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan
subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum
internasional yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti
oppenheim dan brierly, terbatas pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak
memasukkan subjek hukum lainnya.
Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh
kedua abad 20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini
kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi
internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-pembebasan
pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan
terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional
yang tidak bersifat perdata.
Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang
untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya
negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:
a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasiorganisasi internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan
mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan
non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting
bagi masyarakat internasional. 2[2]
Berdasarkan beberapa
pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa hukum
internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional atau
merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
2[2] J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafka.2226))
hlm.3
melintasi batas negara antara negara dengan Negara serta negara dengan subyek hukum lain
bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.3[3]
2.
Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada
zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius
Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat
Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan
bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih
dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga
dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI,
yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun
(thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan
kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat.
Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsipprinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya
tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan
golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan
dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang
bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau
Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar
negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka
sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang
3[3] http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-eradinamika-global-p-9229.html
diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang
dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est
l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama.
Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof.
Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad 19, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktorfaktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji
untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu
sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang
perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad 20, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir
sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat
teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru
yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjianperjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global,
(4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa
dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. Hukum
internasional telah merupakan satu perluasan yang tidak ada tandingannya.
3.
Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah
sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum
itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau
wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak
dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu
masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
a. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
b. Metode penciptaan hukum internasional;
c. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan
pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
a. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun
khusus;
b. Kebiasaan internasional (international custom);
c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
d.
Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003;
197)
4.
Peranan Hukum Internasional terhadap ketertiban Dunia
Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup internasional. Hubunganhubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik.
Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula
dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa
perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal
demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam
penyelesaiannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting
di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional.
Demasa ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat mainkan dalam
menyelesaikan sengketa:
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin
dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya
persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang caracara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan
atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman
mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan telah telah pula
dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para sarjana
masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan kekerasan atau perang
untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini. Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai
aturan yang dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan antar negara. Pada umumnya metode
penyelesaian sengketa internasional digolongkan dalam dua kategori yaitu :
4. 1.
a.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau Bersahabat.
Negoisasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling
penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas
atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak
dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan
pada kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konperensikonperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
b.
Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah
sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan
mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan
permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah memberikan
laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian
sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu :
1) Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua negara
2) Mengawasi pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3) Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat internasional
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim dengan 36
haque convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907..
c.
Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak
yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak
agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama
fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas
permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya
guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah
kesepakatan para pihak.
d.
Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara ataupun individu.
Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator. Biasanya ia dengan kapasitasnya
sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran
penyelesaian sengketa
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang
dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa,
informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan 4 haque
convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulanusulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat
terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan).
e.
Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan
mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak
melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada
aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh
kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan
laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya
tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada
para pihak.
f.
Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam
hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan
arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi yang sudah
cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay treaty antara inggris
dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa
peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan di traktat
tersebut.suatu langkah penting telah diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the
haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi
pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan. Permanent court
of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang
ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth Atlantic
Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang
nyata menurut Hakim Manly O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu
metode dan suatu prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus,
artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka
setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international Centre for the
Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari
situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa
negara berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing
yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan menggerakkan
Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National
Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanahtanah milik orang asing (khususnya
Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota
Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota
konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional. Sampai
1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola oleh suatu
administrative Council (Dewan Administratif). Setiap negara peserta konvensi memiliki
seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden
Bank Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia
berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk
dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi
dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel
tersebut. Mereka dapat warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat
menunjuk 10 orang pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC dan pemerintah
Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi melalui ICSID pada
2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim
bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar, tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
g.
Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang
penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan
kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial yang saat ini
tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque
yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice.
Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB
yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri dari 15
hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut
dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal
dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat,
Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan
internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1)
Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2)
Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan
yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke
Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3)
Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi
untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini memiliki
kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah tidak memiliki
hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga
hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi (Constitutional
Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang
dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan
simbol atau nama PBB dalam putusannya.
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu dipertahankan.
Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan kemandiriannya
sebagai suatu organ atau badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi atas pokok
sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious jurisdiction
atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann
perlindungan sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni berada
dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini,
Mahkamah memiliki wewenang untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan
perlindungan sementara, membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu
putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini berkaitan dengan
perlindungan hak-hak para pihak sementara persidangan atas pokok sengketanya sendiri
sedang berlangsung Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal
41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip hukum yang sudah
mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah efektif. Karenanya, sangatlah
penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu atau kedua belah pihak untuk
mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait accompli.
4.2.
a.
Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan
syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative
lain selain mematuhinya.
b.
Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakantindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi
negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan diplomati anta 2
negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c.
Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan
diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang
besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang
dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan
pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orangorang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari
pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d.
Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadangkadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk
memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi
kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini
merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang
sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum internasional
(berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1.
Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2.
Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3.
Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim
Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan
pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang
sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara.
Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan
seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan
makna hukum internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan nilai
hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a. Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan
unutuk memelihara perdamaian,
b. Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah yang berkenaan
dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah perdamaian atau perang hanya sedikit
yang mendapat publisitas,4[4]
Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau konflik-konflik agresi dan
ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-persoalan seperti
pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional
cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil
kesimpulan yang keliru mengenai tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional.
Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan
begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum
internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian
dunia ada 4 macam yaitu antara lain :
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin
dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya
persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang caracara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4[4] J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafka.2226))
hlm.17
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan
atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan
oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni
memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara
damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum
internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional
ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan
atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang terdapat dalam
Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara yang bersengketa
telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum
internasional mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak
menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi tersebut telah
dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa
yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.
2.
Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia.
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional
sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada
beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa
akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk
kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi
menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah
pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Starke,J.G. 2006. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepeuluh. Jakarta: Sinar Grafika
Wallace, Rebecca. 1986. Hukum Internasional Pengantar Untuk Mahasiswa. Semarang : IKIP
Semarang Press
Gutama, Sudargo. 1981. Hukum Perdata Internasional Indonesia jilid 1. Bandung: Penerbit Alumni
Suryokusumo, Sumaryo. 1993. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Badung : Penerbit
Alumni
Hamid, Sulaiman. 2002. Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional. Jakarta: PT. RajaGravindo
Barros, James. 1990. PBB Dulu Kini dan Esok. Jakarta: Bumi Aksara
http://khafidsociality.blogspot.com/2011/04/peranan-hukum-internasional-dalam.html
http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-eradinamika-global-p-9229.html