Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasan T2 322011001 BAB IV
Bab IV
Penutup
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya,
berikut ini dikemukakan beberapa kesimpulan dan
saran yang barangkali diperlukan oleh DPR untuk
melakukan revisi terhadap ketentuan
peralihan dan
beberapa pasal dalam UUY.
A. Kesimpulan
Ketentuan peralihan dalam sebuah UU adalah
ketentuan yang mengatur kelancaran proses peralihan berlakunya ketentuan baru untuk menggantikan
ketentuan lama. Ketentuan
peralihan diadakan
untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum
sekaligus menjembatani keadaan lama ke keadaan
baru
karena
belum
siapnya
adresat
hukum
menerima ketentuan baru. Hal ini diperlukan karena
pemberlakuan ketentuan baru dimaksudkan untuk
mendaratkan
cita
hukum
yang
tercermin
dan
ketentuan baru demi ketertiban dan kesejahteraan
masyarakat, adresat hukum. Oleh sebab itu, ketentuan peralihan selalu memberikan kesempatan kepada adresat hukum untuk menata diri dan melakukan penyesuaian perilakunya terhadap ketentuan
baru berdasarkan pengaturan ketentuan peralihan.
Jangka waktu untuk kegiatan ini ditetapkan dalam
ketentuan peralihan.
163
Dengan fungsi yang demikian, apa yang diatur
dalam ketentuan peralihan perlu dirumuskan secara jelas dan tegas agar apa yang dikehendaki oleh
pembuat UU dipahami sama oleh penegak hukum
dan adresat hukum. Tanpa rumusan yang demikian
kecenderungan yang terjadi ialah proses peralihan
berlakunya ketentuan baru terganggu. Boleh jadi
penegak hukum dan adresat hukum terjerumus
dalam penafsiran-penafsiran yang menyimpang dari
apa
semestinya
dilakukan
berdasarkan
aturan
peralihan. Jika hal ini terjadi, maka ketentuan peralihan akan kehilangan fungsi dan eksekusi pelanggaran terhadapnya tidak memiliki urgensi.
Dari hasil penelitian penulis terhadap ketentuan
peralihan UUY ada beberapa kesimpulan yang dapat
ditarik, yaitu:
1. Secara konseptual ketentuan
peralihan UUY
memiliki fungsi sebagai ketentuan yang mengatur
peralihan ketentuan yang berlaku pada yayasan
berdasarkan kebiasaan dan yurisprudensi ke
ketentuan UUY. Dengan ketentuan peralihan itu,
yayasan diberi kesempatan memilih memertahankan
bentuk
yayasan
dengan
syarat
wajib
menyesuaikan AD-nya dengan ketentuan UUY
sejak berlakunya UU No. 16 Tahun 2001 pada
tanggal 6 Agustus 2002 sampai paling lambat
tanggal 6 Oktober 2008.
164
2. Sampai berakhirnya jangka waktu penyesuaian
AD paling lambat tanggal 6 Oktober 2008, belum
seluruhnya yayasan yang telah berdiri sebelum
adanya UUY melakukan penyesuaian AD berdasarkan ketentuan
tidak
peralihan. Yayasan tersebut
dikenakan
sanksi
sebagaimana
diatur
dalam UUY dan PP. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: a. adanya ketidak-jelasan
dan ambiguitas sanksi yang ditetapkan dalam
UUY dan PP sehingga membingungkan penegak
hukum
dalam
pelanggar;
b.
mengeksekusi
Adanya
sanksi
bagi
pertentangan
atau
setidaknya tidak saling mendukung antara sanksi
yang ditetapkan dalam Pasal 71 ayat (4) dan
Pasal 62 huruf c tentang pelanggaran yang
mengakibatkan yayasan dapat dibubarkan; c.
Adanya perbedaan antara sikap penegak hukum
dan ketentuan hukum terhadap tindakan yang
seharusnya diambil oleh penegak hukum atas
pelanggaran pasal 71 ayat (4) oleh yayasan; d.
Adanya hambatan-hambatan teknis hukum bagi
kejaksaan dan pengadilan dalam mengeksekusi
sanksi
sebagaimana
diatur
dalam ketentuan
peralihan UUY; e. Adanya penyamaan semua
yayasan
dalam
pengaturan
UUY
padahal
nyatanya tidak sama mengakibatkan eksekusi
saksi
pelanggaran
atas
ketentuan
mengusik rasa keadilan hukum.
165
peralihan
3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka
eksekusi ketentuan peralihan dalam arti pemberian sanksi bagi yayasan yang tidak melakukan
penyesian AD terhadap UUY sebagaimana diatur
pada Pasal 71 UU. No 16 Tahun 2001 jo UU No.
28 Tahun 2004, tidak memiliki urgensi secara
hukum dalam upaya mewujudkan tujuan hukum
(keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum),
yaitu yang dapat mendatangkan keadaan damai
sejahtera bagi adresat hukum (yayasan). Pemaksaan eksekusi ketentuan peralihan terhadap
semua yayasan yang secara nyata berbeda dalam
banyak
aspeknya
merupakan
tindakan
yang
hanya mengedepankan kepastian hukum dan
mengabaikan aspek keadilan dan kemanfaatan.
4. Masa berlakunnya ketentuan peralihan dalam
UUY berakhir bersamaan dengan berakhirnya
masa penyesuaian AD terhadap ketentuan UUY.
Dengan demikian, apa yang diatur dalam ketentuan peralihan UUY tidak dapat mengatur proses
peralihan UUY bagi yayasan yang belum melakukan penyesuaian AD setelah tanggal 6 Oktober
2008. Itu artinya ketentuan peralihan tersebut
tidak memiliki urgensi hukum bagi yayasan yang
belum melakukan penyesuaian AD setelah tangal
6 Oktober 2008.
5. Akibat hukum bagi yayasan yang tidak melakukan penyesuaian AD terhadap UUY sebaimana
166
diatur dalam Pasal 71 ayat (4) ialah yayasan yang
bersangkutan
tidak
memiliki
status
hukum.
Akibatnya seluruh kegiatan dan hasil kegiatan
yayasan ilegal. Bagi lembaga pendidikan dalam
yayasan seperti itu, akibat hukumnya ialah ijazah
yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan yang
bersangkutan tidak memiliki efek sipil.
B. Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan
yang dikemukakan di atas, menurut penulis ada
beberapa saran yang perlu dipertimbangkan guna
menyempurnakan UUY, dan secara khusus ketentuan peralihan.
1. Rumusan ketentuan peralihan dalam UUY perlu
ditinjau kembali oleh pembuat UU guna memerjelas dan memertegas pengaturan dalam ketentuan peralihan UUY sebagai ketentuan pokok
proses peralihan dan ketentuan yang diatur dalam PP sebagai ketentuan pelaksanaan dari ketentuan pokok. Hal ini diperlukan agar pengaturan di kedua ketentuan tersebut tidak menimbulkan ambiguitas.
2. Revisi yang dilakukan terhadap ketentuan peralihan UUY perlu disertai dengan revisi konsepsi
yayasan berdasarkan keadaan dan kesejarahan
yayasan di Indonesia dan revisi jarabarannya
167
pada
pasal-pasal
UUY
yang
mampu
meng-
akomodasi keberagaman yayasan berdasarkan
latar belakang pendirian, jenis dan bentuk kegiatan, serta sumber-sumber kekayaan yayasan.
Antara lain yang perlu direvisi adalah ketentuan
Pasal 1 dan jabarannya pada Pasal 5 tentang
sumber dan kekayaan yayasan. Bagi yayasan
yang telah berdiri sebelum UUY pengaturan
kekayaan yayasan perlu diatur secara tersendiri
sehingga kekayaan pribadi yang telah dipakai
untuk mendirikan dan melaksanakan kegiatan
yayasan tidak dialihkan begitu saja menjadi
kekayaan yayasan. Demikian juga ketentuan
Pasal 9 ayat (1) perlu dibedakan. Pendiri yayasan
perseorangan yang berlatar belakang individu
perlu dibedakan dengan perseorangan berlatar
belakang badan hukum.
3. Tata cara tindakan hukum oleh kejaksaan atas
pelanggaran
yang
dilakukan
yayasan,
baik
terhadap ketentuan peralihan mapun ketentuan
lain, perlu diatur secara khusus dalam Peraturan
Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan UUY.
4. Akibat-akibat hukum terhadap yayasan yang
tidak melakukan penyesuaian AD dan atau tidak
menaati ketentuan UUY lainnya perlu ditegakkan
dengan pemberian sanksi yang jelas, tegas, dan
dapat dilaksanakan.
168
Penutup
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya,
berikut ini dikemukakan beberapa kesimpulan dan
saran yang barangkali diperlukan oleh DPR untuk
melakukan revisi terhadap ketentuan
peralihan dan
beberapa pasal dalam UUY.
A. Kesimpulan
Ketentuan peralihan dalam sebuah UU adalah
ketentuan yang mengatur kelancaran proses peralihan berlakunya ketentuan baru untuk menggantikan
ketentuan lama. Ketentuan
peralihan diadakan
untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum
sekaligus menjembatani keadaan lama ke keadaan
baru
karena
belum
siapnya
adresat
hukum
menerima ketentuan baru. Hal ini diperlukan karena
pemberlakuan ketentuan baru dimaksudkan untuk
mendaratkan
cita
hukum
yang
tercermin
dan
ketentuan baru demi ketertiban dan kesejahteraan
masyarakat, adresat hukum. Oleh sebab itu, ketentuan peralihan selalu memberikan kesempatan kepada adresat hukum untuk menata diri dan melakukan penyesuaian perilakunya terhadap ketentuan
baru berdasarkan pengaturan ketentuan peralihan.
Jangka waktu untuk kegiatan ini ditetapkan dalam
ketentuan peralihan.
163
Dengan fungsi yang demikian, apa yang diatur
dalam ketentuan peralihan perlu dirumuskan secara jelas dan tegas agar apa yang dikehendaki oleh
pembuat UU dipahami sama oleh penegak hukum
dan adresat hukum. Tanpa rumusan yang demikian
kecenderungan yang terjadi ialah proses peralihan
berlakunya ketentuan baru terganggu. Boleh jadi
penegak hukum dan adresat hukum terjerumus
dalam penafsiran-penafsiran yang menyimpang dari
apa
semestinya
dilakukan
berdasarkan
aturan
peralihan. Jika hal ini terjadi, maka ketentuan peralihan akan kehilangan fungsi dan eksekusi pelanggaran terhadapnya tidak memiliki urgensi.
Dari hasil penelitian penulis terhadap ketentuan
peralihan UUY ada beberapa kesimpulan yang dapat
ditarik, yaitu:
1. Secara konseptual ketentuan
peralihan UUY
memiliki fungsi sebagai ketentuan yang mengatur
peralihan ketentuan yang berlaku pada yayasan
berdasarkan kebiasaan dan yurisprudensi ke
ketentuan UUY. Dengan ketentuan peralihan itu,
yayasan diberi kesempatan memilih memertahankan
bentuk
yayasan
dengan
syarat
wajib
menyesuaikan AD-nya dengan ketentuan UUY
sejak berlakunya UU No. 16 Tahun 2001 pada
tanggal 6 Agustus 2002 sampai paling lambat
tanggal 6 Oktober 2008.
164
2. Sampai berakhirnya jangka waktu penyesuaian
AD paling lambat tanggal 6 Oktober 2008, belum
seluruhnya yayasan yang telah berdiri sebelum
adanya UUY melakukan penyesuaian AD berdasarkan ketentuan
tidak
peralihan. Yayasan tersebut
dikenakan
sanksi
sebagaimana
diatur
dalam UUY dan PP. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: a. adanya ketidak-jelasan
dan ambiguitas sanksi yang ditetapkan dalam
UUY dan PP sehingga membingungkan penegak
hukum
dalam
pelanggar;
b.
mengeksekusi
Adanya
sanksi
bagi
pertentangan
atau
setidaknya tidak saling mendukung antara sanksi
yang ditetapkan dalam Pasal 71 ayat (4) dan
Pasal 62 huruf c tentang pelanggaran yang
mengakibatkan yayasan dapat dibubarkan; c.
Adanya perbedaan antara sikap penegak hukum
dan ketentuan hukum terhadap tindakan yang
seharusnya diambil oleh penegak hukum atas
pelanggaran pasal 71 ayat (4) oleh yayasan; d.
Adanya hambatan-hambatan teknis hukum bagi
kejaksaan dan pengadilan dalam mengeksekusi
sanksi
sebagaimana
diatur
dalam ketentuan
peralihan UUY; e. Adanya penyamaan semua
yayasan
dalam
pengaturan
UUY
padahal
nyatanya tidak sama mengakibatkan eksekusi
saksi
pelanggaran
atas
ketentuan
mengusik rasa keadilan hukum.
165
peralihan
3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka
eksekusi ketentuan peralihan dalam arti pemberian sanksi bagi yayasan yang tidak melakukan
penyesian AD terhadap UUY sebagaimana diatur
pada Pasal 71 UU. No 16 Tahun 2001 jo UU No.
28 Tahun 2004, tidak memiliki urgensi secara
hukum dalam upaya mewujudkan tujuan hukum
(keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum),
yaitu yang dapat mendatangkan keadaan damai
sejahtera bagi adresat hukum (yayasan). Pemaksaan eksekusi ketentuan peralihan terhadap
semua yayasan yang secara nyata berbeda dalam
banyak
aspeknya
merupakan
tindakan
yang
hanya mengedepankan kepastian hukum dan
mengabaikan aspek keadilan dan kemanfaatan.
4. Masa berlakunnya ketentuan peralihan dalam
UUY berakhir bersamaan dengan berakhirnya
masa penyesuaian AD terhadap ketentuan UUY.
Dengan demikian, apa yang diatur dalam ketentuan peralihan UUY tidak dapat mengatur proses
peralihan UUY bagi yayasan yang belum melakukan penyesuaian AD setelah tanggal 6 Oktober
2008. Itu artinya ketentuan peralihan tersebut
tidak memiliki urgensi hukum bagi yayasan yang
belum melakukan penyesuaian AD setelah tangal
6 Oktober 2008.
5. Akibat hukum bagi yayasan yang tidak melakukan penyesuaian AD terhadap UUY sebaimana
166
diatur dalam Pasal 71 ayat (4) ialah yayasan yang
bersangkutan
tidak
memiliki
status
hukum.
Akibatnya seluruh kegiatan dan hasil kegiatan
yayasan ilegal. Bagi lembaga pendidikan dalam
yayasan seperti itu, akibat hukumnya ialah ijazah
yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan yang
bersangkutan tidak memiliki efek sipil.
B. Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan
yang dikemukakan di atas, menurut penulis ada
beberapa saran yang perlu dipertimbangkan guna
menyempurnakan UUY, dan secara khusus ketentuan peralihan.
1. Rumusan ketentuan peralihan dalam UUY perlu
ditinjau kembali oleh pembuat UU guna memerjelas dan memertegas pengaturan dalam ketentuan peralihan UUY sebagai ketentuan pokok
proses peralihan dan ketentuan yang diatur dalam PP sebagai ketentuan pelaksanaan dari ketentuan pokok. Hal ini diperlukan agar pengaturan di kedua ketentuan tersebut tidak menimbulkan ambiguitas.
2. Revisi yang dilakukan terhadap ketentuan peralihan UUY perlu disertai dengan revisi konsepsi
yayasan berdasarkan keadaan dan kesejarahan
yayasan di Indonesia dan revisi jarabarannya
167
pada
pasal-pasal
UUY
yang
mampu
meng-
akomodasi keberagaman yayasan berdasarkan
latar belakang pendirian, jenis dan bentuk kegiatan, serta sumber-sumber kekayaan yayasan.
Antara lain yang perlu direvisi adalah ketentuan
Pasal 1 dan jabarannya pada Pasal 5 tentang
sumber dan kekayaan yayasan. Bagi yayasan
yang telah berdiri sebelum UUY pengaturan
kekayaan yayasan perlu diatur secara tersendiri
sehingga kekayaan pribadi yang telah dipakai
untuk mendirikan dan melaksanakan kegiatan
yayasan tidak dialihkan begitu saja menjadi
kekayaan yayasan. Demikian juga ketentuan
Pasal 9 ayat (1) perlu dibedakan. Pendiri yayasan
perseorangan yang berlatar belakang individu
perlu dibedakan dengan perseorangan berlatar
belakang badan hukum.
3. Tata cara tindakan hukum oleh kejaksaan atas
pelanggaran
yang
dilakukan
yayasan,
baik
terhadap ketentuan peralihan mapun ketentuan
lain, perlu diatur secara khusus dalam Peraturan
Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan UUY.
4. Akibat-akibat hukum terhadap yayasan yang
tidak melakukan penyesuaian AD dan atau tidak
menaati ketentuan UUY lainnya perlu ditegakkan
dengan pemberian sanksi yang jelas, tegas, dan
dapat dilaksanakan.
168