PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL SISWA BERDASARKAN POLA ASUH ORANG TUA : Studi Deskriptif terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

BERDASARKAN POLA ASUH ORANG TUA

(Studi Deskriptif terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

NOURMARINA FAJRIN 0808364

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

Oleh Nourmarina Fajrin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Nourmarina Fajrin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL SISWA BERDASARKAN POLA ASUH ORANG TUA

(Studi Deskriptif terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. H. Agus Taufiq, M.Pd. NIP. 19580816 198503 1 007

Pembimbing II

H. Nandang Budiman, S.Pd., M.Si. NIP. 19710219 199802 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 19600501 198603 1 004


(4)

Nourmarina Fajrin, 0808364. (2013). Profil Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua (Studi Deskriptif terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).

Penelitian dilatarbelakangi oleh pentingnya penguasaan kecerdasan emosional siswa SMA yang salah satunya ditentukan oleh pola asuh orang tua. Tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran umum kecerdasan emosional siswa dan pola asuh orang tua, gambaran umum kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua, perbedaan kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua, dan implikasi bimbingan dan konseling terhadap kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kecerdasan emosional siswa kelas XI secara umum berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 250 siswa (89%); (2) gambaran umum pola asuh orang tua menunjukkan yang paling banyak dirasakan oleh siswa yaitu pola asuh authoritarian; (3) gambaran umum kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua menunjukkan pola asuh yang memiliki kategori kecerdasan emosional tinggi paling banyak yaitu pola asuh authoritative; (4) hanya terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa pada pola asuh authoritarian dengan permissive indifferent, artinya perbedaan perlakuan antara pola asuh orang tua authoritarian dengan permissive indifferent menyebabkan adanya perbedaan kecerdasan emosional siswa; dan (5) Rancangan program hipotetik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Rekomendasi penelitian: (1) bagi guru BK, disarankan untuk mengimplementasikan program hipotetik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa; (2) bagi pihak sekolah, diharapkan memberikan dukungan dalam kegiatan bimbingan dan konseling; dan (3) bagi peneliti selanjutnya, diharapkan menghubungkan kecerdasan emosional siswa dengan variabel lain seperti variabel teman sebaya.


(5)

Nourmarina Fajrin, 0808364. (2013). Profile Of Emotional Intelligence Of Students Based Their Parenting Style (Descriptive Study To Grade XI SMAN 14 Bandung Students For The Period 2012/2013)

The study is motivated by the importance of emotional intelligence mastery of high school students, one of which is determined by the parenting style. The study objective was to obtain an overview of emotional intelligence of students and parenting style, an overview of emotional intelligence of students based on parenting style, differences in emotional intelligence of students based on parenting style, and its implications for guidance and counseling. The study uses a quantitative approach with descriptive methods. The results: (1) emotional intelligence of students in general in middle category, (2) parenting styles most widely felt by students that is authoritarian, (3) parenting style who have high emotional intelligence category that most parenting authoritative, (4) there is a difference in the students' emotional intelligence authoritarian parenting with permissive indifferent, mean treatment differences between authoritarian parenting style with permissive indifferent cause of differences in emotional intelligence of students, and (5) the hypothetical personal-social program design counseling for improve the emotional intelligence of students. Recommendations of the study: (1) for counselor, suggested to implement the hypothetical personal-social counseling to enhance students' emotional intelligence, (2) for the school, is expected to provide support in guidance and counseling activities, and (3) for next researcher, it is expected emotional intelligence to connect with other variables such as peer variables.


(6)

Halaman

ABSTRAK ··· i

KATA PENGANTAR ··· ii

UCAPAN TERIMA KASIH ··· iii

DAFTAR ISI ··· v

DAFTAR TABEL ··· viii

DAFTAR BAGAN ··· x

DAFTAR GRAFIK ··· xi

DAFTAR LAMPIRAN ··· xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ··· 1

B. Identifikasi dan Perumusan masalah ··· 6

C. Tujuan Penelitian ··· 7

D. Metode Penelitian ··· 8

E. Manfaat Penelitian ··· 8

F. Struktur Organisasi Skripsi ··· 9

BAB II KECERDASAN EMOSIONAL DAN POLA ASUH ORANG TUA A. Karakterisitik Remaja ··· 10

1. Definisi Remaja ··· 10

2. Ciri-Ciri Remaja ··· 11

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ··· 14

4. Karakteristik Perkembangan Remaja ··· 15

B. Kecerdasan Emosional ··· 20

1. Definisi Kecerdasan Emosional ··· 20

2. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosional ··· 22


(7)

1. Definisi Pola Asuh Orang Tua ··· 29

2. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua ··· 30

3. Peran Pola Asuh Orang Tua terhadap Kecerdasan Emosional Siswa ··· 33

D. Konsep Bimbingan dan Konseling untuk Memfasilitasi Perkembangan Kecerdasan Emosional Siswa ··· 35

E. Penelitian Terdahulu ··· 38

F. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ··· 39

1. Kerangka Pemikiran ··· 39

2. Hipotesis ··· 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ··· 41

B. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian ··· 42

C. Definisi Operasional ··· 43

D. Instrumen Penelitian ··· 46

E. Proses Pengembangan Instrumen ··· 49

F. Teknik Analisis Data ··· 53

1. Verifikasi ··· 53

2. Penyekoran ··· 54

3. Pengelompokkan Data ··· 55

4. Analisis Data ··· 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ··· 58

1. Gambaran Umum Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 ··· 58

2. Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 Berdasarkan Aspek ··· 60


(8)

4. Gambaran Umum Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 Berdasarkan Pola

Asuh Orang Tua ··· 64

5. Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua ··· 68

B. Pembahasan Hasil Penelitian ··· 76

1. Gambaran Umum Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 ··· 77

2. Gambaran Umum Pola Asuh Orang Tua Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 ··· 86

3. Gambaran Umum Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua ··· 89

4. Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua ··· 92

5. Implikasi Bimbingan dan Konseling terhadap Profil Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Pola Asuh Orang Tuanya………… 94

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ··· 96

B. Rekomendasi ··· 97

1. Guru Bimbingan dan Konseling ··· 97

2. Pihak Sekolah ··· 98

3. Peneliti Selanjutnya ··· 99

DAFTAR PUSTAKA ··· 100 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya dalam rentang kehidupannya setiap individu akan melalui tahapan perkembangan mulai dari masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, dan masa tua. Masing-masing tahapan perkembangan memiliki ciri atau karakteristik tersendiri. Salah satu tahapan yang akan dijalani individu yaitu masa remaja. Pada masa remaja, individu sering mengalami permasalahan karena masa remaja adalah masa peralihan yang ditempuh seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Kebingungan yang dialami remaja sebagai akibat dari masa peralihan dapat menimbulkan perilaku negatif seperti perilaku seperti sikap pesimis, rasa cemas yang berlebihan, dan penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Berbagai perilaku negatif tersebut dapat berdampak kurang baik bagi perkembangan diri individu tersebut dan juga dalam interaksi atau berhubungan dengan orang lain.

Perilaku-perilaku negatif remaja yang terjadi sering kali disebabkan karena emosi remaja yang sedang memuncak. Masa remaja merupakan masa yang penuh perubahan, tidak hanya menyangkut aspek fisik melainkan juga aspek psikososial dan juga emosi. Remaja akan mengalami kegoncangan emosi yang kuat disebabkan oleh tekanan dan ketegangan dalam mencapai kematangannya. Syamsu Yusuf (2009: 13) yang mengungkapkan:

”masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif (kritis) yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial; emosinya sering bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung).”

Dengan kecerdasan emosional, seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati sehingga dapat memahami perasannya dan dapat membina hubungan baik dengan orang


(11)

lain. Salovey dan Mayer (Goleman 2005: 513) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai ‘kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.’

Goleman (1999: 332) menyatakan “orang tua yang cenderung lebih efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak yaitu orang tua yang memberikan kehangatan kepada anak, menjalin komunikasi yang baik dengan anak, menyempatkan waktu yang cukup banyak untuk bersama anak setiap hari, dan tidak memutuskan komunikasi dengan anak.” Kecerdasan emosional berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Simmons & Simmons (Susilawati, 2008: 25-36) menyatakan ‘ada beberapa hal yang mempengaruhi berkembangnya kecerdasan emosional, salah satunya adalah faktor nurture, yang diperoleh dari lingkungan terutama orang tua.’

Hasil penelitian Puspita (2011: 150) menunjukkan “pola asuh memiliki hubungan yang signifikan dengan kecerdasan emosional pada siswa kelas XII SMA PGII 1 Bandung.” Penelitian menghasilkan korelasi atau hubungan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional memiliki hubungan antara kedua variabel berada pada kategori rendah. Koefisien korelasi dari hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional. Hasil penelitian menunjukkan semakin remaja mempersepsi pola asuh yang diterapkan orang tua otoriter maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional remaja.

”Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua” (Desmita, 2006: 144). Oleh karenanya, selama masa prasekolah hubungan anak dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Kalimat di atas menunjukan peran orang tua merupakan dasar yang paling pokok dalam perkembangan kecerdasan emosional anak.

Keluarga merupakan sumber pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, karena segala pengetahuan dan kemampuan intelektual manusia pertama-tama diperoleh dari orang tua dan anggota keluarga sendiri. Goleman (2000: 268)


(12)

mengemukakan ”keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi.” Keluarga merupakan lingkungan primer bagi anak dan menjadi tempat hubungan antar manusia yang paling awal dan paling intensif. Anak akan mengenal norma-norma dan nilai-nilai dalam keluarga sebelum mengenal lingkungan lain yang lebih luas. Goleman (1999: 332) mengatakan:

“ketika keluarga mendapat tekanan ekonomi, yang menyebabkan kedua orang tua harus menjalani jam-jam kerja yang panjang, meninggalkan anak di rumah dengan mainan atau di “asuh” oleh televisi, ketika lebih banyak bayi ditinggalkan di tempat penitipan anak yang sangat buruk pengelolaannya, akan sama saja dengan menyia-nyiakan anak.”

Tekanan atau permasalahan yang dialami keluarga menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dengan anak. Dengan tidak adanya komunikasi antara orang tua dengan anak dikhawatirkan anak kurang dapat mengembangkan idenya, bersikap murung, dan tidak dapat mengendalikan emosinya. Keluarga yang tidak lagi berfungsi dengan baik untuk meletakkan landasan yang kuat bagi kehidupan menimbulkan kurangnya kemampuan dalam kecerdasan emosional anak. Dengan demikian, sangat penting bagi orang tua melakukan pencegahan dan perbaikan yang terarah dengan baik agar dapat menjaga anak untuk tetap berada pada jalur yang baik.

Pentingnya kecerdasan emosional dalam membantu kesuksesan kehidupan yang akan datang dan juga untuk membantu mengurangi kenakalan remaja adalah dengan meningkatkan kecerdasan emosional remaja, sebagaimana yang diungkapkan Stein & Book (Susilawati, 2008: 23) bahwa ‘untuk mencegah munculnya perilaku buruk pada remaja bisa dengan meningkatkan kecerdasan emosional remaja tersebut.’

“Keberhasilan proses penyesuaian individu dalam interaksi di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keterampilan pengelolaaan emosinya. Keterampilan hidup termasuk keterampilan pengelolaan emosi, dapat ditingkatkan di sepanjang rentang kehidupan individu” (Rahayu, 2009: 1). Proses pembelajaran keterampilan-keterampilan hidup dapat dilakukan di lingkungan manapun, salah satunya di lingkungan sekolah. Ketidakmampuan siswa dalam


(13)

mengelola emosi dapat dilihat dari berbagai fenomena yang terjadi di kalangan siswa. Beberapa contohnya yaitu terjadinya “tawuran antara siswa SMA 6 dengan siswa SMA 70 Bulungan, Jakarta Selatan pada tanggal 24 September 2012 yang diawali dengan serangan yang dilakukan oleh beberapa orang siswa SMA 70” (Tempo.com, 25 September 2012). Selain itu juga adanya “tawuran pelajar antara siswa SMA Yayasan Karya 66 dengan siswa SMK Kartika Zeni, Jakarta selatan yang menewaskan seorang siswa SMA Yayasan Karya 66” (Kompas.com, 26 September 2012).

Hasil penelitian Ratnaningrum (2010: 72) menggambarkan tingkat kecerdasan emosional 200 siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung tahun ajaran 2008/2009 bahwa 53 siswa (26.5 %) berada pada kategori rendah, 95 siswa (47.5 %) berada pada kategori sedang, dan 52 siswa (26 %) berada pada kategori tinggi. Hasil penelitian Rochmawati (2010: 64) menggambarkan tingkat kecerdasan emosional 127 siswa kelas XI SMA Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2009/2010 bahwa sebanyak 6.21 % sangat belum mampu, 14.85 % belum mampu, 23.91 % kurang mampu, 37.98 % mampu, dan 17.05 % sangat mampu. Hasil penelitian menunjukkan masih ada siswa yang belum optimal dalam setiap aspek dan indikator kecerdasan emosional. Oleh karena itu, diharapkan adanya suatu layanan bimbingan dan konseling yang dapat menjadi salah satu intervensi yang cocok dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap guru bimbingan dan konseling SMAN 14 Bandung, ada salah seorang siswa yang menendang mobil temannya hingga mobil temannya sedikit rusak. Siswa merasa cemburu dan menendang mobil temannya karena telah mengajak pacarnya untuk jalan-jalan dengannya. Akhirnya siswa tersebut kesal dan tidak dapat mengendalikan emosinya hingga langsung menendang mobil temannya. Dari kejadian yang terjadi pada siswa, dapat dikatakan di usianya yang penuh dengan badai dan topan, remaja melakukan kenakalan-kenakalan yang bisa merugikan dirinya dan orang lain. Pertengkaran atau konflik antarsiswa tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengarahan atau bimbingan bagi siswa yang sedang dalam masa remaja.


(14)

Fakta-fakta tersebut memperlihatkan kecerdasan intelektual bukan satu-satunya hal yang menentukan keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dan membina hubungan dengan orang lain. Sebagaimana yang diungkapkan Goleman (2000: 44) bahwa “IQ menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka 80 persennya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain.” Salah satu kekuatan-kekuatan lain itu merupakan kecerdasan emosional.

Beranjak dari pentingnya pencapaian kecerdasan emosional remaja seperti yang telah dikemukakan di atas, sudah seharusnya dilakukan tindakan baik berupa preventif maupun kuratif untuk menindaklanjutinya. Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa, dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perkembangan siswa. “Dasar penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan moral-spiritual)” (Depdiknas, 2008: 192). Berdasarkan 11 kompetensi kemandirian peserta didik Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2008: 254), dijelaskan bahwa peserta didik perlu memiliki kemampuan dalam hal ”mempelajari cara-cara menghindari konflik dengan orang lain, bersikap toleran terhadap ragam ekspresi perasaan sendiri dan orang lain, dan mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik.”

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan sebelumnya, pola asuh orang tua memiliki pengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk mengambil topik penelitian ”Profil Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua”. Gambaran mengenai kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan arah layanan bimbingan dan konseling di sekolah.


(15)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan kognitif murni individu. Namun demikian kecerdasan emosional tidak kalah penting dari kecerdasan akademik dalam menentukan kesuksesan bagi kehidupan individu. Goleman (2005: 512) menyatakan “banyak orang yang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah tetapi lebih unggul dalam keterampilan kecerdasan emosi.”

Rendahnya kecerdasan emosional siswa dapat memicu pertengkaran siswa dengan temannya. Ketidakmampuan siswa dalam mengelola emosinya menyebabkan siswa tidak mampu membina hubungan baik dengan teman dan orang lain. Nurnaningsih (2011: 2) mengungkapkan:

“di sekolah yaitu banyak siswa yang tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif, seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar atau memiliki konflik dengan teman, bergaul dengan anak-anak bermasalah, membandel di rumah dan di sekolah, sering mengolok-olok dan bertemperamen tinggi.”

Anak mendapat perlakuan dari orang tua ketika berada di lingkungan keluarga. Perlakuan orang tua di rumah merupakan manifestasi dari bagaimana pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak-anaknya di lingkungan rumah. Salah satu dimensi kecerdasan emosional yaitu kemampuan membina hubungan dengan baik. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional akan lebih mampu dalam membina hubungan baik dengan orang lain, khusunya dengan teman di kelasnya. Dengan demikian, agar siswa dapat membina hubungan baik dengan orang lain, siswa perlu memiliki kecerdasan emosinal dalam dirinya. Akan tetapi, yang terjadi dalam kehidupan remaja banyak yang tidak sesuai dengan harapan. Dalam mencapai kecerdasan emosional, remaja sering kali mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh dirinya sendiri maupun lingkungannya. Oleh karena itu, perlakuan orang tua yang ditujukan kepada anak merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosional siswa.


(16)

Pertanyaan umum sebagai arahan perumusan masalah dalam penelitian yaitu: bagaimanakah gambaran umum kecerdasan emosional siswa kelas XI SMAN 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua?

Dari pertanyaan umum, diturunkan menjadi empat pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seperti apa gambaran umum kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013?

2. Seperti apa gambaran umum pola asuh orang tua siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013?

3. Seperti apa gambaran umum kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua?

4. Adakah perbedaan antara kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang memiliki pola asuh orang tua authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive indifferent?

5. Bagaimana implikasi bimbingan dan konseling terhadap perbedaan kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tuanya?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran umum kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tuanya.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris tentang:

1. Gambaran umum kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

2. Gambaran umum pola asuh orang tua siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

3. Gambaran umum kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua.


(17)

4. Perbedaan antara kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang memiliki pola asuh orang tua authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive indifferent.

5. Implikasi bimbingan dan konseling terhadap perbedaan kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tuanya.

D. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang menggunakan analisis statistik atau angka-angka untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Metode penelitian adalah metode deskriptif yang ditujukan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu permasalahan yang sedang terjadi dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan dan menyimpukan data hasil penelitian yaitu data kecerdasan emosional siswa dan pola asuh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket yang mengungkap kecerdasan emosional siswa dan pola asuh orang tua.

E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis

Penelitian profil kecerdasan emosional berasarkan pola asuh orang tua dapat memperkaya hasil penelitian yang telah ada.

2. Secara Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, diantaranya:

a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling, memberikan informasi bagi guru BK mengenai gambaran kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua sehingga dapat dijadikan pedoman sebagai bahan


(18)

pertimbangan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling pada siswa, khususnya dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa.

b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian profil kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua dapat memberikan gambaran mengenai rangkaian penelitian yang dilakukan dan berguna untuk membuat layanan selanjutnya yang dapat diuji coba. Penelitian juga berguna untuk menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang ingin melakukan penelitian sekaitan dengan kecerdasan emosional siswa dan pola asuh orang tua.  

F. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I berisikan Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II merupakan Kajian Pustaka. Kajian pustaka mencakup konsep dasar kecerdasan emosional dan pola asuh orang tua.

Bab III merupakan Metode Penelitian. Bab III ini berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian termasuk komponen berikut: lokasi dan populasi/sampel penelitian, desain penelitian, definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap variabelnya, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta analisis data.

Bab IV adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari dua hal utama, yakni: (a) pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan penelitian; (b) pembahasan dan analisis hasil temuan.

Bab V meliputi Kesimpulan dan Saran. Bab kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(19)

41

METODE PENELITIAN  

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena peneliti melihat fenomena yang terjadi di sekolah remaja cenderung memiliki perilaku kurang mampu mengendalikan emosi sehingga mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang sering mengalami konflik dengan teman, melabrak teman, dan lain sebagainya. Selain itu pola asuh orang tua siswa di SMA Negeri 14 Bandung yang beragam sehingga peneliti ingin mengetahui gambaran kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung berdasarkan pola asuh orang tuanya, sehingga diketahui implikasinya bagi layanan bimbingan dan konseling.

Arikunto (2010: 173) menyatakan “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.” Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu “teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel” (Sugiyono, 2008: 68). Alasan pemilihan populasi dan sampel terhadap Kelas XI adalah sebagai berikut.

1. Siswa Kelas XI secara umum berada pada rentang usia remaja, di mana remaja merupakan masa puncak emosionalitas.

2. Siswa kelas XI memasuki pertengahan masa sekolah sehingga dianggap telah

banyak melakukan interaksi dan membina hubungan dengan teman di sekolah.

3. Belum ada yang meneliti mengenai kecerdasan emosional siswa berdasarkan

pola asuh orang tua di Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

Yang menjadi populasi dalam penelitian profil kecerdasan emosional berdasarkan pola asuh orang tua adalah siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Jumlah populasi dan sampel yang menjadi responden penelitian tersaji dalam tabel berikut.


(20)

Tabel 3.1

Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Siswa Kelas XI SMAN 14 Bandung Tahun Ajaran Kelas Jumlah

2012/2013

XI IPA 1 39 orang

XI IPA 2 34 orang

XI IPA 3 33 orang

XI IPA 4 17 orang

XI IPA 5 39 orang

XI IPS 1 35 orang

XI IPS 2 44 orang

XI IPS 3 40 orang

Jumlah Populasi 281 orang Sampel 281 orang

B. Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan meneliti populasi atau sampel tertentu untuk mendapatkan angka-angka secara numerikal yang digunakan untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tuanya.

Metode penelitian menggunakan metode deskriptif. Metode ini dipilih karena bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi mengenai kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tuanya. Selanjutnya dari hasil temuan tersebut dijadikan dasar untuk menentuan implikasinya bagi bimbingan dan konseling.

Berdasarkan pendekatan dan metode penelitian, maka dibuat desain penelitian sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian sebagaimana digambarkan pada bagan 3.1 berikut.


(21)

Bagan 3.1

Desain Penelitian Profil Kecerdasan Emosional Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua

Tahap I adalah tahap persiapan, meliputi: (a) penyusunan proposal skripsi, (b) penyusunan skripsi, (c) penyusunan instrumen penelitian, dan (d) pembuatan surat izin penelitian yang bertujuan untuk memenuhi kelengkapan administrasi penelitian sesuai dengan ketetapan yang berlaku. Tahap II yaitu pengumpulan data, dilakukan dengan cara menyebarkan angket kecerdasan emosional dan pola asuh orang tua kepada siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Tahap III yaitu pengolahan data, meliputi: (a) verifikasi data, (b) penyekoran data, (c) pengelompokkan data, dan (d) analisis data. Tahap IV merupakan tahap penyelesaian, meliputi penyusunan hasil-hasil pengolahan data dan menyelesaikan penulisan skripsi.

C. Definisi Operasional

Penelitian profil kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua terdiri dari dua variabel, yaitu kecerdasan emosional dan pola asuh orang tua. Definisi operasional variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kecerdasan Emosional

Secara konsep, “kecerdasan emosional atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain” (Goleman

Tahap II: Pengumpulan Data Tahap I: Persiapan

Tahap III: Pengolahan Data Tahap IV: Penyelesaian


(22)

2005: 512). Secara operasional, kecerdasan emosional yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 dalam mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, serta mampu mengelola perasaan tersebut sehingga dapat membina hubungan baik dengan orang lain. Kecerdasan emosional dalam penelitan ini dibagi menjadi lima wilayah utama, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

a. Mengenali emosi diri, dengan indikator sebagai berikut: 1) Mengenali perasaan pada saat perasaan itu terjadi

2) Memahami penyebab perasaan yang timbul

3) Waspada akan pengaruh perasaan terhadap tindakan

b. Mengelola emosi, dengan indikator sebagai berikut:

1) Mampu mengungkapkan perasaan dengan tepat

2) Mampu menghibur diri sendiri

3) Mampu bangkit dari perasaan yang menekan

4) Memiliki perasaan positif tentang diri sendiri dan orang lain

5) Dapat mengurangi kesepian dan cemas

c. Memotivasi diri sendiri, dengan indikator sebagai berikut:

1) Mampu mengendalikan diri

2) Bersikap optimis

3) Produktif dan efektif dalam hal apa pun yang dikerjakan d. Mengenali emosi orang lain, dengan indikator sebagai berikut:

1) Mampu mendengarkan orang lain

2) Mampu menerima sudut pandang orang lain.

3) Empati atau peka terhadap perasaan orang lain

e. Membina hubungan, dengan indikator sebagai berikut:

1) Memahami pentingnya membina hubungan dengan orang lain

2) Mampu berkomunikasi secara baik dengan orang lain

3) Dapat hidup selaras dengan kelompok

4) Mampu menyelesaikan konflik dengan orang lain


(23)

6) Memiliki keterampilan sosial yang bagus 2. Pola Asuh Orang Tua

Secara konsep, Baumrind (Slone et. al., 2011: 62) mengemukakan ‘pola asuh mengacu pada cara di mana orang tua mendukung, melatih, dan mengawasi anak-anak mereka yang dikonseptualisasikan ke dalam sikap responsif dan kontrol.’ Secara operasional, pola asuh orang tua dalam penelitian ini merupakan persepsi siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 mengenai perlakuan orang tua yang dirasakannya dalam upaya untuk mendukung, mendidik dan mengawasi anak yang relatif konsisten dari waktu ke waktu.

Terdapat empat macam pola asuh orang tua yang digunakan dalam penelitian ini, hal ini merujuk pada pendapat Baumrind (Santrock, 2003: 185), sebagai berikut.

a. Tipe Authoritative, dengan indikator sebagai berikut:

1) menunjukan kehangatan dalam pengasuhan;

2) melibatkan siswa dalam diskusi keluarga;

3) memberi kebebasan dalam batas-batas yang wajar kepada siswa;

4) saling berbagi dalam membuat keputusan;

5) membuat standar perilaku yang jelas bagi siswa;

6) mendorong siswa berpartisipasi dalam aktivitas keluarga; b. Tipe Authoritarian, dengan indikator sebagai berikut:

1) menuntut nilai kepatuhan yang tinggi;

2) mendesak siswa untuk mentaati peraturan yang ditetapkan sepihak oleh

orang tua;

3) mengatur perilaku siswa dengan standar mutlak yang telah ditetapkan;

4) mengontrol dan membuat pembatasan atau peraturan-peraturan untuk

mengendalikan perilaku;

5) cenderung lebih menggunakan hukuman;

6) tidak melibatkan siswa dalam mengambil keputusan;

c. Tipe Permissive Indulgent, dengan indikator sebagai berikut: 1) Selalu membolehkan atau kurangnya keterlibatan orang tua;


(24)

3) membiarkan siswa tanpa kendali atau pengawasan orang tua.

4) membiarkan siswa berkuasa di rumah.

5) tidak ada sanksi bagi siswa.

6) tidak membuat standar perilaku yang jelas.

d. Tipe Permissive Indiferent, dengan indikator sebagai berikut : 1) Menjauh dari siswa baik secara fisik dan juga psikis.

2) Tidak peduli terhadap kebutuhan, aktivitas, kegiatan belajar maupun

pertemanan siswa.

3) Hampir tidak pernah berkomunikasi dengan siswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat pengumpulan data penelitian ini berupa angket atau kuesioner yang mengungkap tingkat kecerdasan emosional dan kecenderungan pola asuh orang tua siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Mengacu kepada pendapat Sugiyono (2007: 162) “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.”

Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, yaitu responden diberi sejumlah pernyataan yang menggambarkan hal-hal yang ingin diungkapkan dari variable kecerdasan emosional dan pola asuh orang tua yang ada disertai dengan alternatif jawaban. Dalam angket tertutup ini, jawaban sudah disediakan sehingga responden tinggal memilih jawaban dengan memberikan tanda checklist () pada kolom yang telah disediakan.

1. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen a. Instrumen Kecerdasan Emosional

Kisi-kisi instrumen pengungkap data variabel kecerdasan emosional dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian merujuk pada pendapat Salovey (Goleman, 1999: 57-59) mengenai kecerdasan emosional yang berjumlah lima aspek, kemudian dijabarkan secara lebih rinci ke dalam indikator-indikator. Kisi-kisi instrumen variabel kecerdasan emosional disajikan dalam tabel berikut.


(25)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional Siswa

No Aspek Indikator Nomor Item

(+) (-) Վ 1. Mengenali

Emosi Diri

a. Mengenali perasaan pada saat perasaan

itu terjadi

1 2 2

b. Memahami penyebab perasaan yang

timbul

5 3, 4 3

c. Waspada akan pengaruh perasaan

terhadap tindakan

6,8 7 3

2. Mengelola Emosi

a. Mampu mengungkapkan perasaan

dengan tepat

9,10 11,12 ,

4

b. Mampu menghibur diri sendiri 13 14 2

c. Mampu bangkit dari perasaan yang

menekan

17.18 15,16 4

d. Memiliki perasaan positif tentang diri

sendiri dan orang lain.

19,21 20 3

e. Dapat mengurangi kesepian dan cemas 22,23 24 3

3. Memotivasi Diri Sendiri

a. Mampu mengendalikan diri 25,27 26,28 4

b. Bersikap optimis 29,30 31,32 4

c. Produktif dan efektif dalam hal apa pun yang dikerjakan

33 34,35 3

4. Mengenali Emosi

Orang Lain

a. Empati atau peka terhadap perasaan

orang lain

36,37, 38

39 4

b. Mampu menerima sudut pandang orang

lain.

40 41,42 3

c. Mampu mendengarkan orang lain 43 44 2

5. Membina Hubungan

a. Memahami pentingnya membina

hubungan dengan orang lain

46 45,47 ,48

4

b. Mampu berkomunikasi secara baik

dengan orang lain

51,52 49,50 4

c. Memiliki keterampilan sosial yang

bagus

53,54 55,56 4

d. Mampu menyelesaikan konflik dengan

orang lain

60 57 2

e. Memiliki perhatian terhadap

kepentingan orang lain

61 58,59 3

f. Dapat hidup selaras dengan kelompok 62,63 64 3


(26)

b. Instrumen Pola Asuh Orang Tua

Kisi-kisi instrumen pengungkap data variabel pola asuh orang tua dikembangkan dengan merujuk pada Baumrind (Santrock, 2003: 185), kisi-kisi instrumen variabel pola asuh orang tua disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orang Tua

No Aspek Indikator Nomor Butir Soal

(+) (-) Վ 1. Authoritative a. Menunjukan kehangatan dalam

pengasuhan.

1,2,3 3

b. Melibatkan siswa dalam diskusi

keluarga.

4,5,6 3

c. Memberikan kebebasan dalam

batas-batas yang wajar kepada siswa.

7,8 9 3

d. Saling berbagi dalam membuat

keputusan.

10,11 2

e. Membuat standar perilaku yang jelas

dan tegas bagi siswa.

12 13,14 3

f. Mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas keluarga.

15,16, 17

3 2. Authoritarian a. Menuntut nilai kepatuhan yang tinggi. 18,19,

20

3

b. Mendesak siswa untuk mentaati

peraturan yang ditetapkan sepihak oleh orang tua.

21,23 22 3

c. Mengatur perilaku siswa dengan

standar mutlak yang telah ditetapkan.

24,25, 26

3

d. Mengontrol dan membuat batasan

atau aturan untuk mengendalikan perilaku siswa.

27,28, 29

3

e. Cenderung lebih menggunakan

hukuman .

30,31, 32

3

f. Tidak melibatkan siswa dalam

mengambil keputusan.

33,35 34 3

3. Permissive Indulgent

a. Selalu membolehkan atau kurangnya

keterlibatan orang tua

36,37, 38

3

b. Membiarkan siswa untuk mengatur

diri sendiri semaunya.

39,40, 41

3


(27)

No Aspek Indikator Nomor Butir Soal (+) (-) Վ

orang tua. 44

d. Membiarkan siswa berkuasa di

rumah.

45,46, 47

3

e. Tidak ada sanksi bagi siswa. 48,49,

50

3

f. Tidak membuat standar perilaku yang

jelas.

51 52,53 3

4. Permissive Indifferent

a. Menjauh dari siswa baik secara fisik

maupun psikis.

54,55, 56,57

4

b. Tidak peduli terhadap kebutuhan,

aktivitas, kegiatan belajar, maupun pertemanan siswa.

58,59, 60

61 4

c. Hampir tidak pernah berkomunikasi

dengan siswa.

62,63, 64

65 4

Jumlah 65 E. Proses Pengembangan Instrumen

1. Uji Kelayakan Instrumen

Instrumen kecerdasan emosional dan pola asuh orang tua yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan instrumen. Uji kelayakan

instrumen dilakukan dengan cara menimbang (judgement) pada setiap butir

pernyataan yang telah dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan angket dari segi bahasa, materi, maupun konstruk. Penimbangan dilakukan oleh dosen ahli yakni dosen dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Penilaian oleh dosen ahli dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan bahwa item tersebut bisa digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau diperlukan revisi pada item tersebut. Penimbangandilakukan oleh Bapak Prof. Dr. H. Juntika Nurihsan, M.Pd, Ibu Dra. Hj. SW Indrawati, M.Pd, dan Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. Hasil judgment instrumen dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.4

Hasil Judgment Instrumen Kecerdasan Emosional


(28)

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 12, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 31, 34, 43, 44, 45,

47, 50, 51, 53, 54, 55, 58, 60, 62, 63

23

Dibuang 13, 30, 37, 48, 49, 65 6

Direvisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 18, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 42,

46, 52, 56, 57, 59, 61, 64

36

Tabel 3.5

Hasil Judgment Instrumen Pola Asuh Orang Tua

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 26, 27, 28, 29,

30, 32, 34, 36, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 51, 52, 53, 54, 57, 58, 59, 61, 62, 63, 64

36

Dibuang 11 1 Direvisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 19, 20, 23, 24, 25, 31,

33, 35, 37, 38, 42, 44, 49, 50, 55, 56, 60, 65 66

29

2. Uji Keterbacaan

Sebelum instrumen diuji validitas, instrumen tersebut di uji keterbacaan kepada sampel setara yaitu kepada lima orang siswa dari siswa SMA Negeri 14 Bandung. Uji keterbacaan bertujuan untuk mengukur sejauh mana instrument tersebut dapat dipahami oleh subjek penelitian. Setelah uji keterbacaan pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil uji keterbacaan tersebut, pada umumnya responden memahami dengan baik maksud kalimat dari seluruh item pernyataan sehingga seluruh item dapat digunakan sebagai alat pengumpul data dari responden.

3. Uji Validitas

Pengujian validitas yang dilakukan dalam penelitian melibatkan seluruh item yang terdapat dalam angket pengungkap kecerdasan emosional dan pola asuh orang tua. Arikunto (2008: 65) mengungkapkan “sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.” Semakin tinggi nilai

validasi maka menunjukkan semakin valid instrumen yang akan digunakan. Uji


(29)

secara bersama terhadap siswa yang menjadi sampel penelitian. Kemudian dilakukan analisis validitas dan reliabilitas data hasil uji coba untuk menentukan keterandalan instrumenpenelitian.

Pengujian validitas data menggunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut.

(Arikunto, 2008: 180)

Keterangan:

r

i = reliabilitas internal seluruh instrumen,

r

b = korelasi antara belahan pertama dan belahan kedua. Sebelum data dimasukan ke dalam rumus di atas, terlebih dahulu menghitung indeks korelasi antara dua belahan instrumen. Rumus yang digunakan yaitu:

(Arikunto, 2008: 72) Keterangan:

rxy = koefisien korelasi X dan Y X = skor belahan awal

Y = skor belahan akhir N = jumlah sampel

Semakin tinggi nilai validasi soal, menunjukkan semakin valid instrumen yang akan digunakan dalam penlitian. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan bantuan layanan SPSS 16.0 for windows. Validitas item dilakukan dengan menganalisis menggunakan prosedur pengujian Spearman-Brown.

Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 64 butir item pernyataan angket kecerdasan emosional siswa dan 65 item pernyataan dari angket pola asuh orang tua terdapat 61 dan 49 butir item pernyataan valid pada masing-masing variabel. Item yang dinyatakan valid


(30)

memiliki daya pembeda yang signifikan pada p > 0.01 dan p < 0.05. ini artinya terdapat 61 dan 49 butir item pernyataan yang dapat digunakan dalam penelitian di lapangan (hasil perhitungan validitas terlampir). Item-item pernyataan setelah validasi disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen Kecerdasan Emosional

Kesimpulan No. Item Jumlah

Valid 1,4,5,6,7,8,9,10,11,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23, 24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39, 40,41,42,43,44,45,46,47,47,48,49,50,51,52,53,54,55,

56,57,58,59,60,61,62,63,64

61

Tidak Valid 2, 3, 12 3

Tabel 3.7

Hasil Uji Validitas Instrumen Pola Asuh Orang Tua

Kesimpulan No. Item Jumlah

Valid 1,2,5, 8, 10,11, 15,16,17,18,19,20,21,

23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,35,36,37,38,39, 40,41,42,43,44,45,46,47,47,48,49,50,51,52,54,55,

56,57,58,59,60,61,62,63,64

49

Tidak Valid 1,4,5,8,9,11,12,13,15,16,19,22,34,36,52,53 16

4. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen menunjukkan sejauh mana instrumen yang digunakan tersebut dapat dipercaya atau derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Arikunto (2008: 86) mengungkapkan “reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.” Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan memanfaatkan program SPSS for windows versi 16.0.

Selanjutnya untuk mengetahui interpretasi dari realibilitas yang diperoleh menggunakan tabel interpretasi sebagai berikut.


(31)

Tabel 3.8

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen 0,800 ≤ r ≤ 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0,600 ≤ r ≤ 0,800 Derajat keterandalan tinggi 0,400 ≤ r ≤ 0,600 Derajat keterandalan cukup 0,200 ≤ r ≤ 0,400 Derajat keterandalan rendah

0,00 ≤ r ≤ 0,200 Derajat keterandalan sangat rendah (Arikunto, 2008:75)

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan terhadap item terpakai sebanyak 61 butir item yang valid pada angket kecerdasan emosional siswa dan 49 butir item yang valid pada angket pola asuh orang tua. Hasil pengujian menggunakan SPSS for Windows Versi 16.0 adalah sebagai berikut.

Tabel 3.9

Tingkat Reliabilitas Instrumen Kecerdasan Emosional

Cronbach's

Alpha N of Items

.829 61

Tabel 3.10

Tingkat Reliabilitas Instrumen Pola Asuh Orang Tua

Cronbach's

Alpha N of Items

.904 49

Berdasarkan pengolahan data, hasil perhitungan memperlihatkan bahwa dari ke-61 butir item, menunjukkan koefisien reliabilitas instrumen kecerdasan emosional siswa sebesar 0.829, sedangkan tingkat reliabilitas 49 item instrumen pola asuh orang tua adalah sebesar 0.904. Merujuk pada Tabel 3.6, reliabilitas instrumen dinyatakan sangat tinggi karena berada diantara 0,800 sampai dengan 1,00 artinya instrumen yang digunakan baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data.

F. Teknik Analisis Data 1. Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan untuk melakukan pemeriksaan terhadap data yang diperoleh dalam rangka pengumpulan data untuk menyeleksi atau memilih


(32)

data yang memadai untuk diolah. Berdasarkan hasil verifikasi diperoleh data yang diisikan responden menunjukkan kelengkapan dan cara pengisian yang sesuai dengan petunjuk, atau jumlah data sesuai dengan subjek dan keseluruhan data memenuhi persyaratan untuk dapat diolah.

2. Penyekoran

Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor sesuai dengan ketentuan. Instrumen pengumpul data menggunakan skala Likert yang menyediakan lima alternatif jawaban. Secara sederhana, setiap alternatif respons mengandung arti dan nilai skor seperti tertera pada tabel 3.11 berikut (Sugiyono, 2009:135).

Tabel 3.11

Alternatif Jawaban Instrumen Kecerdasan Emosional dan Pola Asuh Orang Tua

Alternatif Jawaban Bobot + -

Sangat Sesuai (SS) 5 1

Sesuai (S) 4 2

Kurang Sesuai (KS) 3 3

Tidak Sesuai (TS) 2 4

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 5

Pada instrumen atau alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 1 - 5 dengan bobot tertentu, sebagai berikut.

a. Untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS) memiliki skor 5 pada pernyataan positif atau skor 1 pada pernyataan negatif.

b. Untuk pilihan jawaban sesuai (S) memiliki skor 4 pada pernyataan positif atau skor 2 pada pernyataan negatif.

c. Untuk pilihan jawaban kurang sesuai (KS) memiliki skor 3 pada

pernyataan positif atau 3 pada pernyataan negatif.

d. Untuk pilihan jawaban tidak sesuai (TS) memiliki skor 2 pada pernyataan positif dan skor 4 pada pernyataan negatif.

e. Untuk pilihan jawaban sangat tidak sesuai (STS) memiliki skor 1 pada


(33)

3. Pengelompokkan Data

Data hasil responden akan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan kategorisasi jenjang kecerdasan emosional untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Responden dibagi ke dalam tiga tingkat kecerdasan emosional dengan menggunakan kategorisasi tinggi, sedang dan rendah. Ketiga kategori ini diperoleh melalui konversi skor mentah menjadi skor matang dengan menggunakan batas lulus ideal dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung skor total masing-masing responden

b. Menghitung rerata dari skor total responden (μ)

c. Menentukan standar deviasi dari skor total responden (ơ)

d. Mengelompokan data menjadi tiga kategori dengan pedoman sebagai berikut:

Tabel 3.12

Konversi Skor Mentah Menjadi Skor Matang dengan Batas Lulus Ideal Skala skor mentah Kategori Skor

X ≥μ + 1,0 ơ Tinggi

μ - 1,0 ơ < X < μ + 1,0 ơ Sedang X ≤ μ - 1,0 ơ Rendah

(Azwar, 2011: 109) Setelah dilakukan kategorisasi tingkat kecerdasan emosional, kemudian dilakukan perhitungan pencapaian aspek dan indikator kecerdasan emosional dengan menggunakan rumus:

(Sugiyono, 2010: 246) Keterangan:

Skor total : jumlah skor yang diperoleh

Skor ideal : skor maksimal x jumlah item x jumlah siswa

Untuk variabel pola asuh orang tua, pengelompokkan data dilakukan dengan mengubah skor mentah menjadi skor T dengan rumus sebagai berikut

x 100


(34)

Keterangan : X = skor testi = rata-rata

s = simpangan baku (Riduwan, 2008: 131)

Pengelompokkan data dilakukan dengan cara melihat skor T yang tertinggi dari keempat kelompok pola asuh orang tua pada setiap siswa sehingga dapat diketahui pola asuh orang tua mana yang dirasakan oleh setiap siswa.

4. Analisis Data

Pada penelitian ini dirumuskan empat pertanyaan penelitian. Secara beruntun, masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut.

a. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran umum kecerdasan emosional

siswa kelas XI di SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012-2013 dijawab dengan cara mengelompokkan kecerdasan emosional siswa ke dalam tiga kategori yaitu tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R). Deskripsi dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.13

Interpretasi Kategori Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa  

Rentang

Skor Kategori Interpretasi

≥ 244 Tinggi

Siswa pada kategori tinggi telah mencapai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi pada setiap aspeknya, yaitu memiliki kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Tingkat pencapaian kecerdasan emosional siswa pada kualifikasi tinggi ialah 67 sampai 100%.


(35)

Rentang

Skor Kategori Interpretasi

123 - 243 Sedang

Siswa pada kategori sedang tengah menuju pada penguasaan kecerdasan emosional yang tinggi. Artinya siswa pada kualifikasi sedang masih belum menunjukan konsistensi perilaku dalam menunjukan aspek-aspek kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Secara persentase, tingkat pencapaian kecerdasan emosional siswa pada kualifikasi tinggi ialah 34 sampai 66%.

≤ 122 Rendah

Siswa pada kategori rendah belum mampu dalam mencapai aspek kecerdasan emosional, yaitu belum mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan. Secara persentase, tingkat pencapaian kecerdasan emosional siswa pada kualifikasi rendah ialah 0 sampai 33%.

b. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran umum pola asuh orang tua siswa

kelas XI di SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012-2013 dijawab dengan cara menentukan apakah pola asuh orang tua siswa tersebut termasuk dalam kategori authoritative, authoritarian, permissive indulgent, atau permissive indifferent. Caranya yaitu dengan melihat skor T yang tertinggi dari keempat kelompok pola asuh orang tua pada setiap siswa sehingga dapat diketahui setiap siswa cenderung merasakan salah satu pola asuh yang dirasakannya.

c. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran umum kecerdasan emosional

siswa kelas XI SMAN 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan pola asuh orang tua dijawab dengan melihat gambaran umum kecerdasan


(36)

emosional siswa dan gambaran umum pola asuh orang tua dengan menunjukkan persentase kategori kecerdasan emosional siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dilihat dari pola asuh authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive indifferent.

d. Pertanyaan penelitian mengenai apakah terdapat perbedaan kecerdasan

emosional siswa dilihat dari pola asuh orang tua dijawab dengan melakukan uji statistik Independent Sample T-Test dengan dengan bantuan program SPSS for Windows versi 16.0 untuk menguji apakah terdapat perbedaan kecerdasan emosional pada pola asuh authoritative dengan authoritarian, authoritative dengan permissive indulgent, authoritative dengan permissive indifferent, authoritarian dengan permissive indulgent, authoritarian dengan permissive indifferent, dan permissive indulgent dengan permissive indifferent.

e. Pertanyaan penelitian mengenai implikasi bimbingan dan konseling terhadap profil kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua dijawab dengan rumusan program hipotetik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa.


(37)

96  

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012/2013 mengenai kecerdasan emosional siswa dilihat dari pola asuh orang tua, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara umum, siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012/2013 memiliki kecerdasan emosional pada kategori sedang dengan tingkat persentase 89% atau sebanyak 250 orang siswa dari 281 orang siswa yang menjadi sampel penelitian. Artinya siswa pada kategori sedang tengah menuju pada penguasaan kecerdasan emosional yang tinggi namun belum menunjukkan konsistensi perilaku baik dalam aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

2. Siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012/2013 cenderung merasakan pola asuh yang beragam yaitu authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive indifferent, Tetapi yang paling dominan pola asuh yang dirasakan oleh siswa adalah pola asuh authoritarian.

3. Secara umum, kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012/2013 dilihat dari pola asuh orang tua (authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive indifferent) memiliki tingkat kecerdasan emosional yang cenderung sama yaitu berada pada kategori sedang. Artinya tidak terdapat perbedaan pencapaian kategori kecerdasan emosional baik pada siswa yang memiliki pola asuh authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive indifferent.

4. Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa pada pola asuh authoritative dengan authoritarian,


(38)

authoritative dengan permissive indulgent, authoritative dengan permissive indifferent, authoritarian dengan permissive indulgent, permissive indulgent dengan permissive indifferent. Namun terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa pada pola asuh authoritarian dengan permissive indifferent.

5. Program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa Kelas XI SMA Negeri 14 Bandung disusun berdasarkan indikator yang paling rendah pada setiap aspek. Unsur-unsur program bimbingan meliputi rasional, deskripsi kebutuhan, tujuan program, sasaran program, komponen program, rencana operasional, pengembangan tema/topik, pengembangan satuan layanan, personel, serta evaluasi dan tindak lanjut.

B. Rekomendasi

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian, berikut dikemukakan rekomendasi hasil penelitian bagi pihak terkait.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung tahun ajaran 2012/2013 beragam, begitupun dengan pola asuh orang tua yang dirasakan oleh siswa. Berdasarkan gambaran kecerdasan emosional siswa berdasarkan pola asuh orang tua, siswa yang merasakan pola asuh authoritative memiliki kategori kecerdasan emosional tinggi paling banyak. Oleh karena itu dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling disarankan agar menunjukkan kehangatan kepada siswa dalam arti bersikap ramah kepada siswa, serta menjalin komunikasi yang baik dengan siswa guna mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Selain itu guru bimbingan dan konseling sebaiknya menghindari perlakuan yang mengabaikan siswa dimana guru bimbingan dan konseling harus memiliki kepedulian terhadap siswa, serta tidak membiarkan siswa tanpa memberikan perhatian dan pengawasan.


(39)

Kepada guru bimbingan dan konseling juga diajukan rumusan program sebagai bahan dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Rumusan program bimbingan pribadi-sosial yang dihasilkan dalam penelitian ini, dapat dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling disesuaikan dengan program yang ada di sekolah, Guru bimbingan dan konseling dapat melaksanakan program yang telah dibuat untuk mengetahui keefektifannya, sehingga dapat diketahui aspek mana saja yang perlu diperbaiki.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa yaitu sebagai berikut.

a. Langkah pertama, “Anda Suka Marah/Tempramen? Awas Bahaya Penyebab Stroke!”. Tujuan Langkah ini agar siswa mampu mewaspadai pengaruh perasaan terhadap tindakan sehingga tidak mudah marah.

b. Langkah kedua, “Tips Mengurangi Kesepian dan Cemas”. Tujuan langkah ini agar siswa mampu mengurangi kesepian dan cemas dalam menghadapi masalah.

c. Langkah ketiga, “Take and Give with My Friend”. Tujuan langkah ini agar siswa mampu mengendalikan dirinya sendiri ketika menemima kritik dan saran dari teman.

d. Langkah keempat, “Belajar dari Padi”. Tujuan langkah ini agar siswa mampu menerima sudut pandang orang lain agar dapat menghargai pendapat orang lain

e. Langkah kelima, “Teman Dulu, Baru Saya”. Tujuan langkah ini agar siswa memiliki kemampuan untuk memberikan perhatian terhadap kepentingan orang lain.

2. Pihak Sekolah

Pihak sekolah diharapkan memberikan dukungan dalam kegiatan bimbingan dengan mengupayakan penyediaan waktu khusus bagi kegiatan layanan bimbingan dan konseling serta mempersiapkan ruang bimbingan untuk memfasilitasi siswa dalam memperoleh layanan bimbingan dan konseling untuk


(40)

mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Selain itu, bentuk dukungan lain yang dapat diupayakan oleh pihak sekolah adalah dengan meningkatkan kerjasama dengan orang tua guna mendiskusikan pola asuh seperti apa yang sebaiknya diterapkan pada anak.

3. Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya yaitu sebagai berikut.

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional yang dihubungkan dengan variabel lain seperti dihubungkan dengan kematangan seseorang, kelompok teman sebaya, kondisi ekonomi keluarga, dan sebagainya.

b. Melakukan penelitian yang dapat mengukur tingkat kematangan kecerdasan emosional.

c. Melakukan penelitian tentang kecenderungan pola asuh permissive indifferent dan dampaknya bagi kecerdasan emosional siswa.


(41)

100

Ali, M & Asrori, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

_______________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta.

Azwar, Saifuddin. (2011). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Clark, Arthur J. (2010). “Empathy: An Integral Model in the Counseling Process.” Dalam Journal of Counseling & Development. [Online], Vol 88 (1), 348-356. Tersedia: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/j.1556-6678.2010.tb00032.x/pdf. [13 Februari 2013].

Cliffe, Joanne. (2011). Emotional Intelligence: A Study of Female Secondary School Headteachers http://ema.sagepub.com/content/39/2/205.full.pdf+html [5 Oktober 2011]

Depdiknas. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Durand, V M dan Barlow D H (a.b. Helly Prajitno Sutjipto dan Sri Mulyantini S. (2006). Psikologi Abnormal Edisi keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Efendi, Agus. (2005). Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung: Alfabeta.

Encyclopedia, Stanford. (2005). Postmodernism. [Online]. Tersedia: http://plato.stanford.edu/entries/postmodernism/ [13 Februari 2013].

Goleman, D (a.b. T. Hermaya). (1999). Kecerdasan Emosional (Mengapa EI lebih penting daripada IQ). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

________________. (2000). Kecerdasan Emosional (Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

________________. (2005). Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(42)

Hamalik, Oemar. (2003). Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Harris, J Rich. (1995). “Where Is the Child’s Environment? A Group Socialization Theory of Development.” Dalam Journal of Psychological Review. [Online], Vol 102 (3), 458-489.  Tersedia: http://faculty.weber.edu/eamsel/Classes/Child%203000/Lectures/3%20Chi ldhood/SE%20development/JudithHarris.html. [13 Februari 2013].

Helma. (2001). Pengembangan Alat Ukur Kecerdasan Emosi Siswa Sekolah Menengah. Tesis. Prodi BP PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan

Hurlock, Elizabeth. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Jannah, S Roudhotul. (2012). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Pembentukan Kepribadian. Dalam Jurnal Penelitian Pendidikan.

[Online], Vol 1 (1), 83-90. Tersedia:

www.stkippgrimetro.ac.id/.../Pengaruh-Pola-Asuh-Orangtua-terhadap-Pembentukan-Kepribadian.doc. [25 Februari 2013].

Kompas.com. (2012). Keberingasan Pelajar Kian Meresahkan. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/27/07414756/Keberingasan.Pelaj ar.Kian.Meresahkan. [26 September 2012].

Nurihsan, A J. (2007). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Nuryanto, Ayuningtyas. (2011). Profil Kepribadian Siswa Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua. Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak diterbitkan.

Parke, R D. & Gauvain, M. (2009). Child Psychology: A Contemporary Viewpoint (Seventh Edition). New York: Mc Graw Hill Companies.

Puspita, Dewi IV. (2011). Perbedaan Kecerdasan Emosional Anak Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Skripsi S1 PGPAUD FIP UPI: Tidak diterbitkan Rahayu, Sasmita. (2009). Pengembangan Model Sosiodrama untuk Meningkatkan

Keterampilan Pengelolaan Emosi Siswa SM. [Online]. Tersedia: http://library.um.ac.id/free-contents/download/pub/pub.php/37217.pdf [27 Oktober 2011]

Ratnaningrum, Eka. (2010). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA (Studi Pengembangan Program Hipotetik Bimbingan Sosial Pribadi untuk Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak diterbitkan.


(43)

Riduwan. (2008). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta: Bandung.

Rochmawati, Rina. (2010). Profil Kecerdasan Emosional Remaja dan Implikasinya bagi Layanan Bimbingan dan Konseling (Dikembangkan Berdasarkan Studi Deskriptif Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak Diterbitkan.

Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional Intelligence. [Online]. Tersedia: http://www.unh.edu/emotional_intelligence/EI%20Assets/Reprints...EI%2 0Proper/EI1990%20Emotional%20Intelligence.pdf. [5 Oktober 2011]

Santrock, John. W. (a.b. Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti). (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

_______________. (a.b. Sinto B. Adelar & Sherly Siragih). (2002). Remaja. Jakarta: Erlangga.

_______________. (a.b. Sinto B. Adelar & Sherly Siragih). (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (Edisi Keenam). Jakarta: Erlangga.

Slone, Michelle et al. “Parenting style as a moderator of effects of political violence Cross-cultural comparison of Israeli Jewish and Arab children.” Dalam International Journal of Behavioral Development. [Online], Vol 36

(1), 62-70. Tersedia: http://jbd.sagepub.com/content/36/1/62.full.pdf+html. [20 September

2012].

Stanford. Postmodernism. [Online], Tersedia:

http://plato.stanford.edu/entries/postmodernism/ [13 Februari 2013]

Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

________. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

________. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek (Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa). Bandung: Maestro. Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Susilawati. (2008). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMP (Dikembangkan Berdasarkan Studi


(44)

Deskriptif Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1O Bandung Tahun Ajaran 2007/2008). Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak diterbitkan.

Susilawati, Tri. (2012). “Peranan Pola Asuh Orang Tua dalam Menumbuhkan Kemandirian Remaja di Desa Nibung Lampung Timur.” Dalam Jurnal

Penelitian Pendidikan. [Online], Vol 1 (1), 1-15. Tersedia:

http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/JURNALPERAGUSTUS2012/TriSusilawati .pdf. [25 Februari 2013].

Tempo.com. (2012). 15 Menit Tawuran SMA 6 Vs SMA 70 Versi Polisi. [Online]. Tersedia: http://www.tempo.co/read/news/2012/09/25/064431669/15-Menit-Tawuran-SMA-6-Vs-SMA-70-Versi-Polisi [26 September 2012].

Wen, Xu and Stanley. (2012). “Parenting Style as a Moderator of the Association Between Parenting Behaviors and the Weight Status of Adolescents.”

Dalam Journal of Early Adolescence. [Online], Vol 32 (2), 17 halaman.

Tersedia: http://jea.sagepub.com/content/32/2/252.full.pdf+html [20 September 2012].

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, AJ. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

____________. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Zimbardo et al. (2000). Psychology (Third Edition). USA: Pearson Education Company.


(1)

Kepada guru bimbingan dan konseling juga diajukan rumusan program sebagai bahan dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Rumusan program bimbingan pribadi-sosial yang dihasilkan dalam penelitian ini, dapat dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling disesuaikan dengan program yang ada di sekolah, Guru bimbingan dan konseling dapat melaksanakan program yang telah dibuat untuk mengetahui keefektifannya, sehingga dapat diketahui aspek mana saja yang perlu diperbaiki.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa yaitu sebagai berikut.

a. Langkah pertama, “Anda Suka Marah/Tempramen? Awas Bahaya Penyebab Stroke!”. Tujuan Langkah ini agar siswa mampu mewaspadai pengaruh perasaan terhadap tindakan sehingga tidak mudah marah.

b. Langkah kedua, “Tips Mengurangi Kesepian dan Cemas”. Tujuan langkah ini agar siswa mampu mengurangi kesepian dan cemas dalam menghadapi masalah.

c. Langkah ketiga, “Take and Give with My Friend”. Tujuan langkah ini agar siswa mampu mengendalikan dirinya sendiri ketika menemima kritik dan saran dari teman.

d. Langkah keempat, “Belajar dari Padi”. Tujuan langkah ini agar siswa mampu menerima sudut pandang orang lain agar dapat menghargai pendapat orang lain

e. Langkah kelima, “Teman Dulu, Baru Saya”. Tujuan langkah ini agar siswa memiliki kemampuan untuk memberikan perhatian terhadap kepentingan orang lain.

2. Pihak Sekolah

Pihak sekolah diharapkan memberikan dukungan dalam kegiatan bimbingan dengan mengupayakan penyediaan waktu khusus bagi kegiatan layanan bimbingan dan konseling serta mempersiapkan ruang bimbingan untuk memfasilitasi siswa dalam memperoleh layanan bimbingan dan konseling untuk


(2)

99  

mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Selain itu, bentuk dukungan lain yang dapat diupayakan oleh pihak sekolah adalah dengan meningkatkan kerjasama dengan orang tua guna mendiskusikan pola asuh seperti apa yang sebaiknya diterapkan pada anak.

3. Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya yaitu sebagai berikut.

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional yang dihubungkan dengan variabel lain seperti dihubungkan dengan kematangan seseorang, kelompok teman sebaya, kondisi ekonomi keluarga, dan sebagainya.

b. Melakukan penelitian yang dapat mengukur tingkat kematangan kecerdasan emosional.

c. Melakukan penelitian tentang kecenderungan pola asuh permissive indifferent dan dampaknya bagi kecerdasan emosional siswa.


(3)

100

Ali, M & Asrori, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

_______________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta.

Azwar, Saifuddin. (2011). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Clark, Arthur J. (2010). “Empathy: An Integral Model in the Counseling Process.” Dalam Journal of Counseling & Development. [Online], Vol 88 (1), 348-356. Tersedia: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/j.1556-6678.2010.tb00032.x/pdf. [13 Februari 2013].

Cliffe, Joanne. (2011). Emotional Intelligence: A Study of Female Secondary School Headteachers http://ema.sagepub.com/content/39/2/205.full.pdf+html [5 Oktober 2011] Depdiknas. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan

Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Durand, V M dan Barlow D H (a.b. Helly Prajitno Sutjipto dan Sri Mulyantini S.

(2006). Psikologi Abnormal Edisi keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Efendi, Agus. (2005). Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung: Alfabeta.

Encyclopedia, Stanford. (2005). Postmodernism. [Online]. Tersedia: http://plato.stanford.edu/entries/postmodernism/ [13 Februari 2013].

Goleman, D (a.b. T. Hermaya). (1999). Kecerdasan Emosional (Mengapa EI lebih penting daripada IQ). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

________________. (2000). Kecerdasan Emosional (Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

________________. (2005). Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(4)

101  

Hamalik, Oemar. (2003). Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Harris, J Rich. (1995). “Where Is the Child’s Environment? A Group Socialization

Theory of Development.” Dalam Journal of Psychological Review. [Online], Vol 102 (3), 458-489.  Tersedia: http://faculty.weber.edu/eamsel/Classes/Child%203000/Lectures/3%20Chi ldhood/SE%20development/JudithHarris.html. [13 Februari 2013].

Helma. (2001). Pengembangan Alat Ukur Kecerdasan Emosi Siswa Sekolah Menengah. Tesis. Prodi BP PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan

Hurlock, Elizabeth. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Jannah, S Roudhotul. (2012). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Pembentukan Kepribadian. Dalam Jurnal Penelitian Pendidikan.

[Online], Vol 1 (1), 83-90. Tersedia:

www.stkippgrimetro.ac.id/.../Pengaruh-Pola-Asuh-Orangtua-terhadap-Pembentukan-Kepribadian.doc. [25 Februari 2013].

Kompas.com. (2012). Keberingasan Pelajar Kian Meresahkan. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/27/07414756/Keberingasan.Pelaj ar.Kian.Meresahkan. [26 September 2012].

Nurihsan, A J. (2007). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.

Nuryanto, Ayuningtyas. (2011). Profil Kepribadian Siswa Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua. Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak diterbitkan.

Parke, R D. & Gauvain, M. (2009). Child Psychology: A Contemporary Viewpoint (Seventh Edition). New York: Mc Graw Hill Companies.

Puspita, Dewi IV. (2011). Perbedaan Kecerdasan Emosional Anak Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Skripsi S1 PGPAUD FIP UPI: Tidak diterbitkan Rahayu, Sasmita. (2009). Pengembangan Model Sosiodrama untuk Meningkatkan

Keterampilan Pengelolaan Emosi Siswa SM. [Online]. Tersedia: http://library.um.ac.id/free-contents/download/pub/pub.php/37217.pdf [27 Oktober 2011]

Ratnaningrum, Eka. (2010). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA (Studi Pengembangan Program Hipotetik Bimbingan Sosial Pribadi untuk Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak diterbitkan.


(5)

Riduwan. (2008). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta: Bandung.

Rochmawati, Rina. (2010). Profil Kecerdasan Emosional Remaja dan Implikasinya bagi Layanan Bimbingan dan Konseling (Dikembangkan Berdasarkan Studi Deskriptif Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak Diterbitkan.

Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional Intelligence. [Online]. Tersedia: http://www.unh.edu/emotional_intelligence/EI%20Assets/Reprints...EI%2 0Proper/EI1990%20Emotional%20Intelligence.pdf. [5 Oktober 2011] Santrock, John. W. (a.b. Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti). (2007).

Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

_______________. (a.b. Sinto B. Adelar & Sherly Siragih). (2002). Remaja. Jakarta: Erlangga.

_______________. (a.b. Sinto B. Adelar & Sherly Siragih). (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (Edisi Keenam). Jakarta: Erlangga.

Slone, Michelle et al. “Parenting style as a moderator of effects of political violence Cross-cultural comparison of Israeli Jewish and Arab children.” Dalam International Journal of Behavioral Development. [Online], Vol 36

(1), 62-70. Tersedia: http://jbd.sagepub.com/content/36/1/62.full.pdf+html. [20 September

2012].

Stanford. Postmodernism. [Online], Tersedia:

http://plato.stanford.edu/entries/postmodernism/ [13 Februari 2013] Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

________. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

________. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek (Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa). Bandung: Maestro. Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Susilawati. (2008). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMP (Dikembangkan Berdasarkan Studi


(6)

103  

Deskriptif Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1O Bandung Tahun Ajaran 2007/2008). Skripsi S1 PPB FIP UPI: Tidak diterbitkan.

Susilawati, Tri. (2012). “Peranan Pola Asuh Orang Tua dalam Menumbuhkan

Kemandirian Remaja di Desa Nibung Lampung Timur.” Dalam Jurnal

Penelitian Pendidikan. [Online], Vol 1 (1), 1-15. Tersedia:

http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/JURNALPERAGUSTUS2012/TriSusilawati .pdf. [25 Februari 2013].

Tempo.com. (2012). 15 Menit Tawuran SMA 6 Vs SMA 70 Versi Polisi. [Online]. Tersedia: http://www.tempo.co/read/news/2012/09/25/064431669/15-Menit-Tawuran-SMA-6-Vs-SMA-70-Versi-Polisi [26 September 2012]. Wen, Xu and Stanley. (2012). “Parenting Style as a Moderator of the Association

Between Parenting Behaviors and the Weight Status of Adolescents.” Dalam Journal of Early Adolescence. [Online], Vol 32 (2), 17 halaman. Tersedia: http://jea.sagepub.com/content/32/2/252.full.pdf+html [20 September 2012].

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, AJ. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

____________. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Zimbardo et al. (2000). Psychology (Third Edition). USA: Pearson Education Company.