MODEL PELATIHAN ENGLISH FOR SPECIFIC PURPOSES BAGI PENINGKATAN KECAKAPAN BERKOMUNIKASI PETUGAS FRONT OFFICE PADA JARINGAN HOTEL ASTON : Studi di Hotel Grand Aston Medan.

(1)

BAGI PENINGKATAN KECAKAPAN BERKOMUNIKASI

PETUGAS FRONT OFFICE PADA JARINGAN HOTEL

GRAND ASTON

(Studi di Hotel Grand Aston Medan)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

Promovendus

BUDI INDRA SYAHDEWA

0908863

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

BAGI PENINGKATAN KECAKAPAN BERKOMUNIKASI PETUGAS FRONT OFFICE PADA JARINGAN HOTEL GRAND ASTON

(Studi di Hotel Grand Aston Medan)

Oleh

Budi Indra Syahdewa Drs. USU Medan 1987

Master of Educational Administration, 1992

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Budi Indra Syahdewa 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Berkomunikasi Petugas Front Office Pada Jaringan Hotel Aston (Studi di Hotel Grand Aston Medan)

Kesalahpahaman dan ketidakpatutan dalam berkomunikasi dapat menimbulkan masalah yang mengakibatkan kerugian bagi pihak hotel maupun tamu hotel. Kesempatan para petugas di hotel untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi, khususnya berbahasa Inggeris, relatif sangat sedikit karena alasan pekerjaan. Kenyataannya para petugas Front office memiliki tingkat kecakapan berkomunikasi yang perlu ditingkatkan agar mampu memahami, memberikan respon yang tepat, dan menyampaikan informasi seputar kegiatan pelayanan pada tamu hotel. Pelatihan untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office dengan konsep yang tepat perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menge-tahui kecakapan berbahasa Inggeris para petugas bagian Front office di hotel Grand Aston Medan, 2) menemukan sebuah model pelatihan bahasa Inggeris yang seharusnya digunakan untuk petugas Front Office di hotel Grand Aston, dan 3) mengetahui efektifitas model pelatihan English for Specific Purposes untuk petugas Front Office di hotel Grand Aston Medan tersebut. Penelitian ini dirancang berdasarkan konsep-konsep Andragogy, ESP, dan Pelatihan dengan menempatkan pengalaman belajar dan kebutuhan praktis dalam pekerjaan. Konsep evaluasi menggunakan model Kirkpatrick dan untuk kecakapan berkomunikasi berdasarkan konsep komunikasi interpersonal dan komunikasi antar budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode riset dan pengembangan dengan subjek adalah petugas Front Office di Hotel Grand Aston Medan. Penelitian ini diawali dengan studi kasus, dilanjutkan dengan diskusi para ahli (teknik Delphi) dan eksperimen semu. Peserta pelatihan berjumlah 10 orang sesuai dengan kondisi di lapangan. Hasil penelitian pada eksperimen ujicoba konsep pembelajaran English for Specific Purposes menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berkomunikasi. Pengembangan model pelatihan ditekankan pada komitmen manajemen yang dituangkan secara tertulis dan diwujudkan melalui keterlibatan dalam pelatihan, penciptaan ruang pertumbuhan melalui pengembangan karier peserta pelatihan serta pemberian waktu belajar tanpa muatan kerja serta pengkomunikasian secara jelas sasaran dan strategi masa depan organisasi terkait dengan kunjungan para tamu asing. Hasil uji beda dengan t hitung menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pada tahap pertama dan tahap kedua. Hasil uji beda pada tahap pengembangan model menunjukkan perbedaan berdasarkan hasil tes soal percakapan dengan nilai t hitung 12.64 dan pada kriteria pilihan berganda 9.56. Pada uji implementasi model diketahui pelatihan memiliki pengaruh signifikan karena nilai tes kecakapan berkomunikasi menunjukkan nilai signifikansi 0.005 (lebih kecil dari 0.05). Kesimpulan penelitian adalah model pelatihan English For Specific Purposes memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris para petugas Front Office. Model pelatihan ini dapat direkomendasikan untuk digunakan di hotel-hotel lain dalam rangka peningkatan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggeris petugas Front Office.


(5)

ENGLISH FOR SPECIFIC PURPOSES TRAINING MODEL TO ENHANCE COMMUNICATION SKILLS OF ASTON HOTEL GROUP’S FRONT OFFICE STAFF

(A Case Study at Grand Aston Hotel Medan)

Misunderstanding and inappropriateness in communication between hotel employees and guests can lead to a risk for both of them. Due to their workload, hotel employees have relatively limited time and chance to enhance their communication skills in English in particular. In fact, they need to improve their communication skills in order to understand, appropriately respond to, and provide information about hotel services for the guests. It was therefore necessary to organize a proper training on communication skills improvement for the Front Office staff. This study aims at (1) identifying English language competence of the Front Office staff of Grand Aston Hotel Medan, (2) developing a training model of English for Specific Purposes necessarily provided for those hotel staff, and (3) identifying the effectiveness of the training model. It was designed on the basis of adult education, ESP and training concepts with a focus on in-service learning and practical needs. Evaluation process refers to Kirkpatrick’s model and the development of communication skills is based on interpersonal and intercultural communication concepts. Method applied in this study is Research and Development (R&D) and the subjects are Front Office staff of Grand Aston Hotel Medan. The study was initiated with a case study, followed with an expert discussion (Delphi technique) and quasi experiment. Ten employees attended the training organized in accordance with job conditions. The results of experimental study on the learning concept of English for Specific Purposes show that the staff’s communication skills have improved. The development of training model put an emphasis on the written commitment of the hotel management and was implemented through the staff involvement in the training, providing a space of career development for the trainees and allocating more workload-free training time and clearly communicating the future targets and strategies of the organization in relation to foreign guest visits. The t-test result indicates that communication skills are significantly different in the first and second stages. In the model development stage, the t-test reveals a different based on conversation test scores with 12.64 t-test score and 9.56 on multiple choice criteria. The differential test on the model implementation proves that the training has significant effects on communication skills at 0.005 (less than 0.05). It can be concluded that English for Specific Purposes training model has significantly affected English communication skills of the hotel front office staff. Other hotels are recommended to apply this training model to enhance the English communication skills of their front office staff. Keywords: Training, ESP, Communication Skills


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL DISERTASI ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian……… 1

B. Identifikasi Masalah………. 12

C. Rumusan Masalah ...………. 13

D. Tujuan Penelitian………... 13

E. Manfaat Penelitian ………... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

A. Hakikat Pelatihan ... 1. Konsep Pelatihan ... 2. Tujuan Pelatihan ... 3. Evaluasi Pelatihan ... 4. Teori Pelatihan ... 15 15 18 20 29 B. Hakikat Pelatihan English for Specific Purposes ... 30

C. Hakikat Kecakapan ... 1. Pengertian Kecakapan ... 2. Jenis-Jenis Kecakapan ... 40 40 40 D Hakikat Komunikasi ... 44


(7)

2. Fungsi Komunikasi ... 3. Etika Komunikasi ... 4. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 5. Komunikasi Antar Budaya ... 6. Komunikasi Antar Pribadi ... 7. Kecakapan Berkomunikasi ...

45 48 49 51 56 57 E. F. G. Komitmen ... Penelitian Yang Relevan ... Kerangka Berpikir ...

62 66 73

BAB III METODE PENELITIAN ... 81

A. Metode Penelitian……….………. 81

B. Desain Penelitian ………... 83

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... 89

D. Teknik Pengumpulan Data ……….……… 90

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... F. Teknik Analisis Data………... 93 95 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 101

A. Hasil Penelitian ...……….. 103

1. Tingkat Kecakapan Berbahasa Inggris Petugas Bagian Front Office di Hotel Grand Aston Medan ... 2. Model Konseptual Pelatihan Bahasa Inggris English for Specific Purposes untuk Petugas Bagian Front Office Hotel Grand Aston ... 3. Implementasi Model Pelatihan English for Specific Purposes untuk Petugas Front Office Hotel Grand Aston ... 4. Efektivitas Model Pelatihan English for Specific Purposes untuk Petugas Front Office di Hotel Grand Aston Medan ... 103 113 141 158 B. Pembahasan Hasil Penelitian ...……….. 172


(8)

Office di Hotel Grand Aston Medan ... 172

2. Pengembangan Model Konseptual Pelatihan Bahasa Inggris English for Specific Purposes untuk Petugas Front Office Hotel Grand Aston Medan ... 173

3. Implementasi Model Pelatihan Bahasa Inggris English for Specific Purposes untuk Petugas Front Office Grand Aston Medan ………... 179

4. Efektivitas Model Pelatihan English for Specific Purposes untuk Petugas Front Office Hotel Grand Aston Medan ... 170

183

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 188 A. Kesimpulan………. 188

B. Saran……….……….. 190

DAFTAR PUSTAKA……….………. 192

LAMPIRAN……… 199


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia memiliki sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan guna mendukung industri pariwisata. Daya tarik alam dan budaya yang beragam telah menarik wisatawan mancanegara berkunjung dan berwisata di Indonesia. Keanekaragaman hayati yang berbeda di tiap tempat menjadi ciri unik yang memiliki nilai jual tinggi bagi dunia pariwisata. Keanekaragaman budaya seperti rumah adat, tarian, dan hasil karya seni lain merupakan kekayaan potensi bangsa yang dapat ditata untuk mendukung sektor pariwisata. Sumber daya melimpah yang dimiliki oleh Indonesia mempengaruhi berkembangnya industri pariwisata.

Industri pariwisata membutuhkan dukungan industri jasa perhotelan. Industri pariwisata yang didukung oleh jasa perhotelan yang baik memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pendapatan negara. Dalam berita Suara Jakarta.com (diakses 2 Maret 2013) dijelaskan bahwa kontribusi sektor pariwisata terhadap GDP Nasional pada kisaran 6 (enam) persen. Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penerimaan negara keempat terbesar sehingga pengelolaannya harus lebih profesional termasuk infrastruktur yang mendukung tumbuhnya sektor pariwisata.

Salah satu industri pada sektor pariwisata yang berkembang seiring dengan meningkatnya industri pariwisata yaitu industri hotel. Persaingan dalam industri hotel sangat ketat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penyedia layanan hotel, promosi produk dan jasa yang ditawarkan serta meningkatnya kemampuan bersaing para penyedia layanan jasa hotel. Kondisi tersebut diungkapkan oleh Huei dan Easvaralingam (2011:125) bahwa: “The rapid growth of the hotel industry in the first decade of the 21st century forced hotel operators to critically acknowledge the importance of service improvement in order to gain competitive advantage”. Tingkat persaingan pada industri hotel semakin ketat.


(10)

Meningkatnya jumlah kunjungan para turis akan mendorong bertambahnya pendapatan negara pada sektor pajak. Kegiatan ekonomi akan tumbuh dan menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru pada sektor lain seperti makanan atau jasa layanan transportasi. Multifliyer effect yang terjadi pada sektor pariwisata dan industri hotel sangat menunjang tumbuhnya kegiatan ekonomi yang dapat mendorong meningkatnya pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang disebabkan oleh multifliyer effect sektor pariwisata yang ditandai dengan penyerapan tenaga kerja, produk masyarakat, dan devisa merupakan pertanda tumbuhnya ekonomi. Laju produk perkapita pada sektor pariwisata terutama pada perbaikan kualitas pengelolaan industri hotel yang lebih terintegrasi menunjukkan semakin pentingnya industri hotel bagi perekonomian masyarakat.

Perkembangan industri hotel telah mendorong meningkatnya permintaan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja. Kesesuaian antara kualifikasi yang dibutuhkan pihak hotel dengan kompetensi yang dimiliki para pencari kerja akan mendorong meningkatnya daya serap industri hotel. Penyerapan tenaga kerja tergantung pada tingkat permintaan dan kualifikasi atau kompetensi yang ditawarkan para pencari kerja kepada pihak hotel. Kualitas SDM yang dimiliki menjadi isu yang sangat strategis dalam industri hotel terutama pada tingkat operasional. Meningkatnya jumlah kunjungan para turis akan mendorong meningkatnya kebutuhan SDM pada industri jasa layanan hotel.

Industri hotel berkembang cukup pesat di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di kota Medan. Beberapa hotel tumbuh dan berkembang untuk memberikan layanan jasa terhadap para tamu asing dan tamu lokal. Kota Medan memiliki posisi strategis dan menjadi pintu masuk bagi para turis. Kota Medan memiliki daya tarik pariwisata seperti Danau Toba, bangunan bersejarah, dan kebudayaan daerah. Dengan demikian, industri hotel menjadi salah satu penggerak kegiatan perekonomian di kota Medan.

Berdasarkan data dari Kantor Imigrasi Kelas I Polonia Medan, hingga bulan September 2011 terdapat sebanyak 431.788 orang tamu asing dari 134 negara


(11)

yang berkunjung ke Sumatera Utara. Sementara data dari Dinas Pariwisata Kota Medan menunjukkan bahwa hingga bulan September tahun 2010 jumlah wisatawan asing ke Kota Medan cukup besar. Oleh sebab itu, pihak hotel harus sudah siap menyambut kedatangan para tamu terutama dalam menciptakan pelayanan yang memuaskan. Kesiapan hotel termasuk semua fasilitas dan SDM yang memiliki kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Persaingan industri hotel di Medan cukup tinggi. Manajemen sebuah hotel perlu merumuskan strategi yang tepat agar mampu bersaing. Sumber daya per-usahaan harus dikembang dan tingkatkan dalam rangka menciptakan kemampuan bersaing. Salah satu bidang yang terintegrasi dalam rumusan dan pelaksanaan strategi adalah bidang sumber daya manusia karena bisnis utama hotel adalah jasa yang sangat tergantung pada sumber daya mannusia. Pengembangan sumber daya manusia di lingkungan hotel diintegrasikan ke dalam rumusan strategi perusahaan hotel. Pengembangan kualitas SDM terutama pada tingkat operasional dalam rangka mendorong kinerja layanan harus didukung pihak manajemen hotel terutama dalam penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan bagi karyawan. Peningkatan kualitas SDM adalah upaya untuk meningkatkan daya saing di tengah persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini.

Usaha jasa yang dikembangkan pihak manajemen hotel perlu didukung oleh sumber daya manusia yang handal terutama karyawan yang langsung berinteraksi dengan para tamu. Karyawan yang cakap berkomunikasi dan mampu melayani para tamu akan meningkatkan rasa puas para tamu hotel. Kepuasan pelanggan akan berdampak positif pada loyalitas tamu hotel dan cenderung diikuti dengan pengulangan pembelian jasa atau produk yang ditawarkan. Para tamu hotel akan merekomendasikan hotel yang telah memuaskan mereka baik kepada rekan, keluarga maupun teman bisnis. Oleh sebab itu, upaya untuk meningkatkan kualitas layanan perlu dirancang dengan strategi pengembangan sumber daya manusia yang langsung berinteraksi dengan para tamu hotel. Implikasi dari pemberdayaan SDM yang mampu memberikan kepuasan kepada para tamu hotel akan meningkatkan daya saing perusahaan. Pemberdayaan


(12)

sumber daya manusia menjadi salah satu faktor penting agar daya saing perusahaan meningkat.

Salah satu fungsi pemberdayaan sumber daya manusia yang terintegrasi ke dalam rumusan dan pelaksanaan strategi perusahaan hotel adalah pelatihan dan pengembangan SDM. Pengelolaan sumber daya manusia melalui pelatihan merupakan langkah yang strategis di lingkungan industri hotel. Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di lingkungan hotel dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia pada tingkat operasional seperti para petugas Front Office. Dalam manajemen pemasaran, pihak manajemen hotel perlu mengendalikan bauran pemasaran agar mampu menarik minat pengunjung. Salah satu bauran pemasaran yang dikembangkan adalah bagaimana orang atau para petugas yang berinteraksi dengan para tamu hotel melakukan proses penciptaan nilai yang bermakna bagi para tamu hotel. Pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM diarahkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap kebutuhan para tamu.

Hasil penelitian lembaga survey Delloite (2012) menunjukkan bahwa hanya 26% para pelanggan yang selalu mengalami proses pembelian jasa yang mudah dan 27% menyatakan sering. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan dalam proses penggunaan jasa hotel memberikan arti penting bagi para tamu. Salah satu faktor yang mempermudah proses pembelian produk dan layanan jasa hotel adalah komunikasi yang didukung oleh kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Faktor kemampuan berkomunikasi para petugas bahasa menjadi salah satu hambatan bagi pihak manajemen hotel untuk memberikan kemudahan bertransaksi dan memahami kebutuhan para tamu. Sebagian besar para karyawan terutama yang langsung berinteraksi dengan para tamu kurang didukung oleh kemampuan menggunakan bahasa Inggris.

Pentingnya bahasa Inggris sebagai alat komunikasi internasional sangat dirasakan oleh para petugas di hotel khususnya yang bertugas di bagian Front Office. Petugas pada bagian Front Office adalah orang pertama yang akan menerima tamu yang masuk ke sebuah hotel dan berkomunikasi dengan para tamu. Bila tamunya berasal dari luar negeri atau tamu asing yang tidak dapat


(13)

berbicara dalam bahasa lokal, maka bahasa Inggris yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan para petugas di bagian Front Office. Seorang tamu asing disambut dengan ucapan selamat seperti “Good Morning”, dan “have a nice day”. Dengan demikian komunikasi dalam bahasa Inggris antara petugas Front Office dengan tamu hotel akan terjadi. Selanjutnya, kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris akan mempermudah penyampaian pesan dan meningkatkan pemahaman mengenai kebutuhan para tamu.

Hasil penelitian Delloite (2012) menunjukkan bahwa 39% menganggap kemampuan memahami kebutuhan pelanggan sebagai atribut penting yang harus dimiliki para peyedia jasa hotel dan 27% menyatakan sangat penting. Artinya bahwa sebagian besar menganggap bahwa kemampuan memahami kebutuhan para tamu sebagai atribut penting dalam industri hotel termasuk bagi hotel Aston. Kecakapan berkomunikasi diperlukan untuk memahami kebutuhan para tamu hotel. Penelitian Huei dan Easvaralingam (2011:133) menunjukkan bahwa kualitas dalam proses menciptakan nilai bagi pelanggan akan mendukung pelanggan yang loyal, seperti dikatakannya bahwa:

This shows that although initially service quality plays an important role in creating a positive image, once the customer has decided to frequent a hotel due to the positive image they have of the hotel, they will no longer pay that much attention to the quality of the services when considering whether to revisit or to recommend the hotel to others.

Upaya untuk menciptakan nilai dan menghantarkannya kepada para tamu hotel perlu didukung oleh kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Sebagian besar kegiatan di bagian Front Office menggunakan bahasa Inggris seperti menyambut para tamu. Bahasa Inggris juga digunakan dalam situasi-situasi seperti menawarkan produk atau fasilitas yang tersedia di hotel, memberikan informasi, dan bahkan menjawab keluhan para tamu jika hal tersebut terjadi. Para petugas perlu memiliki kemampuan berkomunikasi untuk mempermudah komunikasi dan memahami bagaimana kebutuhan para tamu. Secara profesional, kecakapan berbahasa Inggris yang dibutuhkan petugas Front


(14)

Office adalah kecakapan bahasa Inggris untuk tujuan-tujuan khusus atau English for Specific Purposes.

Berdasarkan hasil observasi terhadap para petugas yang berinteraksi secara langsung dengan para tamu ditemukan bahwa masalah utama dalam berkomunikasi adalah ketidakmampuan memahami bahasa Inggris pada saat berkomunikasi dengan para tamu. Bahkan dalam situasi tertentu petugas dapat merasa tertekan. Di sisi lain, tamu hotel pun akan merasa kecewa karena tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Konsekuensinya adalah para tamu asing tidak akan pernah kembali lagi ke hotel tersebut dan bahkan tidak akan me-rekomendasikannya sebagai sebuah tempat tinggal yang baik. Sayangnya, tamu hotel berasumsi bahwa semua petugas hotel tersebut tidak mampu berbahasa Inggris walaupun kenyataannya mungkin tidak demikian. Bisa jadi terdapat beberapa petugas yang memiliki kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang baik tapi tidak sedang bertugas pada saat itu. Hal ini terjadi tentu karena tidak meratanya pengetahuan dan kemampuan berbahasa Inggris para petugas hotel sehingga pihak hotel akan mengalami kerugian-kegugian seperti rendahnya pemesanan kembali jasa hotel akibat pelayanan yang kurang maksimal. Ketidakmampuan berkomunikasi para petugas dengan tamu akan berdampak pada kualitas jasa layanan dan berdampak negatif terhadap citra perusahaan di mata tamu asing. Para petugas semakin sulit memahami bahasa Ingrris yang digunakan para tamu karena beragam karakteristik bahasa yang berbeda. Bahasa Inggris yang dipelajari berbeda dengan bahasa yang digunakan para turis.

Para petugas Front Office merupakan bagian utama dari hotel, terlebih pada manajemen Hotel Aston. Berdasarkan struktur organisasi manajemen hotel Aston, para petugas yang melayani tamu disebut petugas Front Office. Para petugas Front office berperan untuk menjual kamar kepada tamu, memberikan layanan sesuai kebutuhan, dan memberikan informasi mengenai bentuk-bentuk layanan jasa yang diberikan kepada para tamu. Sebagai petugas yang berperan untuk menyampaikan informasi baik seputar layanan hotel atau kebutuhan para tamu harus mampu berkomunikasi dengan bahasa yang dipahami oleh para tamu


(15)

terutama para tamu asing. Sebagian besar komunikasi yang digunakan di lingkungan hotel dengan para tamu asing yaitu komunikasi verbal dalam bahasa Inggris. Kecakapan para petugas dalam berkomunikasi akan menunjukkan sejauh mana kemampuan dalam proses pelayanan yang dapat diberikan oleh pihak manajemen hotel.

Hasil observasi terhadap kegiatan pelayanan dan komunikasi yang terjadi antara para petugas dan para tamu menunjukkan bahwa kecakapan berkomunikasi para petugas perlu ditingkatkan. Para petugas sering kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan para tamu asing. Kondisi ini akan mengurangi kinerja layanan, meningkatkan ketergantungan terhadap petugas yang cakap dalam berkomunikasi, penggunaan komunikasi non verbal untuk memperjelas pesan verbal yang disampaikan terlalu dominan. Keadaan ini berdampak buruk bagi kinerja layanan serta persepsi para tamu terhadap profesionalisme manajemen dalam melayani tamu. Para petugas Front Office merupakan bagian terdepan dalam pelayanan jasa. Tanpa kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris maka para petugas sulit untuk memahami bagaimana pesan yang disampaikan para tamu atau informasi yang ingin diperoleh mengenai layanan hotel. Sebagian kecil para petugas Front Office yang menguasai kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris berada pada tingkat intermediate. Para petugas yang telah mendapatkan pendidikan bahasa Inggris masih perlu dikembangkan sesuai konteks pekerjaan. Berdasarkan hasil tes tulis bahasa Inggris pra-eksperimen diketahui bahwa hanya 5% dari sebanyak 88 orang petugas Front Office Hotel Aston yang memperoleh nilai di atas 50 dengan skala 1-100. Kondisi tersebut dipertegas oleh keterangan yang diberikan oleh karyawan senior pada bagian Front Office serta manajer Departemen Sumber Daya Manusia.

Tidak ada standar kecakapan berkomunikasi yang disusun pihak manajemen hotel secara formal. Bagi pihak manajemen tidak adanya keluhan mengenai kecakapan berkomunikasi petugas Front Office baik dari para tamu maupun manajemen diartikan bahwa tujuan berkomunikasi dengan para tamu telah


(16)

berhasil. Persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar. Tidak adanya keluhan mengenai kecakapan berkomunikasi lebih disebabkan karena keengganan untuk menyampaikan keluhan, teratasinya gangguan komunikasi dengan bahasa non verbal atau komunikasi hanya terjadi antara petugas yang cakap berkomunikasi sedangkan yang tidak cakap memilih untuk tidak berkomunikasi dengan para tamu. Kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris perlu dikembangkan, selain meningkatnya kebutuhan komunikasi dengan para tamu, komunikasi dalam bahasa Inggris yang cakap dan dilakukan oleh semua petugas Front Office menunjukkan sisi profesionalisme peran para petugas dalam melayani tamu.

Kecakapan berkomunikasi yang diperlukan oleh para petugas adalah kecakapan yang sesuai dengan konteks pekerjaan. Mengkomunikasikan dan menjelaskan harga jasa layanan perkamar, menyapa dalam bahasa Inggris, menerima pembayaran atau menjelaskan tujuan wisata merupakan bentuk-bentuk kecakapan yang harus dikuasai oleh para petugas dengan tetap memperhatikan bagaimana etika pelayanan terhadap para tamu.

Kecakapan berbahasa Inggris sering menjadi satu diantara syarat-syarat yang dibuat oleh perusahaan dalam proses seleksi penerimaan pegawai. Perusahaan mengharapkan akan mendapatkan pegawai yang siap kerja dengan kecakapan berbahasa Inggris yang baik dan berpengalaman. Pelamar dengan kualifikasi yang tinggi tentunya akan mengharapkan imbalan atau gaji yang tinggi. Kesanggupan perusahaan memenuhi harapan calon pegawai seperti ini sangat menentukan kesetiaannya pada perusahaan. Jika tidak, kemungkinan seorang pegawai tidak akan lama bertahan bekerja untuk perusahaan tersebut dan mencari pekerjaan yang lain. Perusahaan yang sudah mempunyai standar gaji untuk seorang pegawai tentunya akan menerima pegawai yang sesuai dengan kemampuan bayar mereka. Konsekuensinya adalah perusahaan akan menerima calon pegawai yang memiliki kecakapan berbahasa Inggris apa adanya. Dengan demikian harus diadakan pelatihan atau in-service training untuk pegawai baru atau pegawai lain yang masih membutuhkan. Para pegawai sebagai tenaga kerja baru yang telah menyelesaikan pendidikan formalnya pada program tertentu


(17)

ternyata masih membutuhkan tambahan pengetahuan atau keahlian tertentu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan satu diantara tugas-tugas pendidikan nonformal (PNF) yaitu “sebagai suplemen atau tambahan pelajaran karena mata pelajaran yang disajikan di sekolah terbatas” (Marzuki, 2010:141). Pendidikan non formal menjadi pendidikan pelengkap agar para pegawai memiliki kompetensi yang dipersyaratkan oleh perusahaan.

Setiap perusahaan seperti sebuah hotel tentulah membutuhkan sejumlah karyawan yang akan ditugaskan pada bagian-bagian tertentu. Banyaknya bagian dan petugas yang dibutuhkan berdasarkan besar atau kecilnya ukuran sesuatu hotel. Semakin besar ukuran sebuah hotel maka semakin banyak pula bagian dan petugas yang dibutuhkan. Begitu pun, setiap hotel mempunyai bagian yang disebut Front Office dan back office. Bagian Front Office mencakup doorman, reception, bell boy, house keeping, dan restoran. Sedangkan yang termasuk bagian back office adalah accounting, engineering, dan human resources. Semua bagian membutuhkan petugas-petugas yang terampil dalam bidangnya. Oleh sebab itu, manajemen hotel harus memberikan pelatihan untuk karyawan-karyawan barunya agar penampilan dan kinerja mereka sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.

Materi pelatihan harus disesuaikan dengan bidang kerja masing-masing petugas dan tingkat kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang dimiliki serta karakteristik bahasa Inggris yang umum digunakan para turis. Khusus untuk petugas di bagian Front Office yang akan berhubungan langsung dengan tamu hotel diperlukan kemampuan berkomunikasi yang baik, tidak hanya kemampuan berkomunikasi dalam bahasa lokal tapi juga bahasa internasional seperti bahasa Inggris. Kemampuan seseorang dalam berbahasa Inggris tidak sama. Hal ini dapat disebabkan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Seseorang dengan latar belakang pendidikan umum di Indonesia pada dasarnya sudah memiliki pengetahuan bahasa Inggris karena kurikulum pendidikan dasar telah mencantumkan pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Inggris yang diperoleh tersebut masih bersifat sangat dasar dan umum. Agar mampu


(18)

berkomunikasi dalam berbahasa Inggris dengan lancar dan benar maka perlu mendapatkan tambahan pengetahuan melalui sebuah pelatihan khusus bahasa Inggris dengan tujuan-tujuan yang khusus pula.

Pelatihan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang diselenggarakan di Hotel Garuda Plaza, misalnya, belum berhasil mencapai tujuan pelatihan. Tingkat reaksi karyawan terhadap komponen yang mempengaruhi keberhasilan dalam pelatihan cukup rendah. Para pelatih kurang memahami apa yang menjadi kebutuhan para petugas serta bagaimana memberikan pelatihan kepada orang dewasa. Materi kurang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta latihan. Dalam proses pelatihan, para karyawan tidak dapat berpartisipasi aktif dan hanya menjadi objek pembelajaran. Proses dan sistem evaluasi hasil pelatihan tidak memiliki hubungan. Proses pelatihan tidak mengarah kepada pencapaian tujuan serta memberikan kepuasan kepada peserta pelatihan.

Hasil pelatihan tersebut tidak signifikan berpengaruh terhadap kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris para petugas Front Office. Pihak manajemen kurang memberi dukungan terhadap keberadaan pelatihan. Bahkan pihak manajemen Hotel Garuda Plaza tidak diinformasikan secara jelas bagaimana dampak pelatihan terhadap organisasi. Pelatihan yang diselenggarakan pun kurang memperhatikan tujuan organisasi sehingga dukungan organisasi terhadap kegiatan pelatihan tidak terintegrasi sebagai bagian penting dalam pelatihan.

Daya dukung seluruh stakeholder sangat penting bagi keberhasilan pelatihan, seperti dijelaskan oleh Deale (2013:4) bahwa:

To function in this way, to continuously seek balance, sustainable tourism and hospitality development require the enlightened involvement of all participants, the establishment and nurturance of sound business plans based on well- grounded sustainability principles and practices, as well as effective political leadership to assure far-reaching engagement and consensus building among stakeholders

Pelatihan dan pengembangan kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office seharusnya dirancang sebagai bagian dari fungsi dan peran pengembangan


(19)

SDM sebagai mitra bisnis bagi organisasi. Edens dan Bell (2003:234) men-jelaskan bahwa : “it is important that both researchers and practitioners have a better understanding of the relationship between design and evaluation features and the effectiveness of training and development efforts”.

Pelatihan komunikasi dalam bahasa Inggris perlu diberikan kepada para petugas Front Office dengan rancangan yang sesuai kebutuhan dan terintegrasi dalam satu sistem pelatihan yang mendapatkan dukungan pihak manajemen hotel Aston. Pelatihan menjadi bagian dari sistem pembelajaran terus menerus di lingkungan hotel Aston agar para petugas Front Office memahami tugas dan perannya. Seperti dijelaskan oleh Abomeh (2012:7) tentang pendidikan pada industri hotel bahwa: “Education is commonly used term which has various meaning to various people, yet it is a very important concept to the society. There are cases where education is simple taken to mean knowledge, enlightenment or wisdom”. Pelatihan akan mendorong meningkatnya kesadaran terhadap makna pelatihan dan pembelajaran sepanjang hayat.

Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris merupakan langkah penting untuk menciptakan proses penciptaan dan penyampaian nilai bagi para tamu hotel dan menjadi bagian dari upaya pihak manajemen dalam mengelola lingkungan hotel. Hal ini ditegaskan Tesone dan Rcchi (2012:179) bahwa :

The practitioner participants in the study noted knowledge, skills, and attitudinal qualities that indicate worker success in the industry. More specifically dominant skills and abilities were noted in the areas of teamwork, communications (listening skills, verbal and writing skills, and empathy with others), and guest/customer services.

Dalam perspektif pelanggan, tercapainya nilai pelayanan atau jasa yang sesuai dengan harapan akan mendorong re-purchase jasa yang ditawarkan, meningkatkan ketahanan pelanggan terhadap brand image hotel dan rekomendasi pelanggan kepada rekan terdekat untuk menggunakan jasa hotel. Pihak manajemen hotel akan mencapai profitability yang tinggi dengan adanya pelanggan yang puas. Pelatihan dan pendidikan merupakan bagian dari fungsi dan


(20)

peran manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM serta menjadi mitra bisnis manajemen.

Hasil penelitian Dief and Xavier Font (2010:132) menjelaskan tentang pentingnya program pendidikan bagi karyawan pada tingkat operasional, seperti dinyatakan : “Policies and educational programs that foster the capability of hoteliers to use nonfinancial criteria as an element of their decision-making process may provide a contribution”. Program pelatihan komunikasi dalam bahasa Inggris akan meningkatkan kemampuan para petugas Front Office memahami kebutuhan para tamu dan menghantarkan keunggulan nilai bagi para tamu hotel.

Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi para pegawai hotel umumnya memiliki kelemahan terutama terkait mata diklat dalam pelatihan, seperti dijelaskan Kamau dan Waudo (2012:62) bahwa: “The hospitality industry and its curriculum seem not to be evolving in response to the industry and technological changes. The employees should be encouraged to have competitive skills in problem- solving, creativity and originality”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas bahwa petugas hotel masih lemah kecakapan berkomunikasinya dalam bahasa Inggris adalah karena beberapa faktor yang memiliki keterkaitan dengan lemahnya kecakapan berkomunikasi sebagai berikut :

1. Petugas Front Office akan menampilkan citra perusahaan dalam melayani tamu sehingga memerlukan pengetahuan bahasa Inggris khusus perhotelan. Satu dari sekian banyak pelayanan di hotel adalah memberikan salam hormat. Salam yang dapat diterima dan dipahami harusnya sesuai dengan bahasa yang dimengerti dan para tamu hotel tidak hanya memperoleh tidur dan istirahat. Para tamu memperoleh pelayanan yang memuaskan. Tanpa kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris sulit mewujudkan kebutuhan para tamu asing secara maksimal.


(21)

2 Pelatihan bahasa Inggris bagi para petugas Front Office tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk mengintegrasikan fungsi para petugas Front Office dalam sistem manajemen sumberdaya manusia yang handal dalam melayani para tamu asing yang berkunjung.

3 Pelatihan dan pengembangan kecakapan berkomunikasi para petugas Front office merupakan suatu cara untuk menawarkan keunggulan bersaing di tengah persaingan industri hotel yang semakin kompetitif. Kecakapan para petugas akan mendorong meningkatnya nilai perusahaan di mata pelanggan. 4 Pelatihan kecakapan berkomunikasi yang dilaksanakan terhubung dengan

sasaran strategi bisnis hotel yang mendapatkan dukungan dari organisasi, pelanggan dan masyarakat. Pencapaian tujuan perusahaan akan lebih mudah dicapai dengan adanya para petugas yang cakap dalam berkomunikasi. C. Rumusan Masalah

Mengingat banyaknya fakta-fakta tersebut maka penelitian ini dibatasi pada fakta, sehingga dapat dirumuskan masalahnya secara umum adalah model pelatihan English for Specific Purposes seperti apakah yang efektif untuk petugas bagian Front Office di Hotel Grand Aston Medan dalam upaya peningkatan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris .

Untuk mengarahkan penelitian ini maka disusun pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kecakapan berbahasa Inggris para petugas bagian Front Office di Hotel Grand Aston di Medan?

2. Bagaimana Pengembangan model konseptual pelatihan bahasa Inggris English For Specific Purposes untuk petugas Front Office Hotel Grand Aston?

3. Bagaimana implementasi model pelatihan kecakapan bahasa Inggris English for Specific Purposes untuk petugas Front Office Hotel Grand Aston

4. Bagaimana efektifitas model pelatihan English for Specific Purposes untuk petugas Front Office di Hotel Grand Aston Medan?


(22)

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu model pelatihan English for Specific Purposes yang efektif untuk petugas bagian Front Office di Hotel Grand Aston Medan dalam upaya peningkatan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kondisi objektif kecakapan berbahasa Inggris para petugas Front Office Hotel Grand Aston di Medan.

2. Merumuskan model konseptual pelatihan bahasa Inggris English for Specific Purposes untuk petugas Front Office Hotel Grand Aston.

3. Mengimplementasikan model pelatihan kecakapan bahasa Inggris English for Specific Purposes untuk petugas Front Office Hotel Grand Aston

4. Mengetahui efektivitas model pelatihan English for Specific Purposes untuk petugas Front Office di Hotel Grand Aston Medan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan dua manfaat, yaitu:

1. Secara teoritis penelitian ini merupakan sumbangan terhadap pengembangan teori tentang pelatihan dan kecakapan hidup yang terkait dengan komunikasi. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi pengembangan teori-teori pendidikan luar sekolah terutama pada pendidikan orang dewasa yang berhubungan dengan kecakapan hidup (life skill) pada aspek komunikasi di lingkungan kerja pada industri perhotelan. 2. Manfaat praktis

a. Bagi para peserta pelatihan dan pengguna model pelatihan English for Specific Purposes yaitu hasil penelitian dapat dijadikan pengalaman berharga untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pembelajaran dan pelatihan kecakapan berkomunikasi dalam rangka meningkatkan fungsi dan peran para petugas Front Office .

b. Bagi pihak manajemen hotel

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai landasan pengembangan peran dan fungsi pengelolaan sumber daya manusia yang terintegrasi ke dalam


(23)

rumusan strategi organisasi. Hasil pelatihan merupakan perwujudan dari upaya untuk memahami bentuk para tamu dan memenangkan persaingan dalam industri hotel. Hasil pelatihan dapat mendorong tumbuhnya kesadaran tentang pentingnya pelatihan berkomunikasi English for Specific Purposes bagi karyawan. Hasil penelitian dapat mendorong perwujudan pembelajaran sepanjang hayat di lingkungan hotel dalam rangka meningkatkan fungsi dan peran manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang dipilih adalah riset dan pengembangan. Penelitian ini akan menempuh tiga tahapan pokok sesuai dengan pendekatan metode Research and Development (R &D). Melalui pendekatan R&D maka diharapkan diperoleh sebuah model pelatihan kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office. Dalam penelitian ini dilakukan treatment atau perlakuan terhadap sampel sesuai dengan tujuan penelitian. Efektivitas model tersebut akan diketahui berdasarkan kecakapan berkomunikasi melalui serangkaian test kecakapan berkomunikasi.

Tiga desain penelitian yang disusun dalam penelitian ini, yaitu deskriptif untuk menjawab rumusan masalah pertama dengan melalui tes kecakapan berkomunikasi serta ditunjang dengan observasi dan wawancara. Penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus menggambarkan bagaimana kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office yang didefinisikan oleh manajemen hotel Grand Aston Medan.

Desain kedua adalah pengembangan model perlakuan terhadap sampel penelitian yang dikembangkan melalui teknik delphi dan diskusi. Teknik Delphi dilakukan dengan mengundang sejumlah praktisi dan pakar baik yang berada di manajemen Hotel Grand Aston Medan maupun para pakar yang menjadi pembimbing penelitian disertasi. Desain penelitian yang ketiga adalah desain penelitian eksperimen semu.

Menurut Borg dan Gall (1979:624) bahwa tujuan penelitian R & D dalam bidang pendidikan adalah lahirnya produk baru atau perbaikan terhadap produk lama untuk meningkatkan unjuk kerja pendidikan. R & D dalam bidang pendidi-kan merupapendidi-kan proses untuk mengembangpendidi-kan dan mengukur produk-produk pen-didikan.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Borg dan Gall (1979:627) mengenai beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu penelitian R&D dalam bidang


(25)

1. Apakah model yang ditawarkan dapat memenuhi kebutuhan dunia pendidikan?

2. Apakah rumusan model cukup efektif, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa pengembangan model hasil lebih baik dibandingkan dengan model yang sudah ada ?

3. Apakah peserta latihan cukup memiliki kemampuan, keterampilan dan pengalaman untuk mengembangkan model latihan ?

4. Dapatkah model yang dikembangkan dilaksanakan dengan waktu yang tersedia ?

Berdasarkan pertimbangan yang dinyatakan untuk penelitian R&D tersebut maka peneliti merumuskan model pelatihan kecakapan berkomunikasi bagi para petugas Front Office dalam bahasa Inggris terutama dengan para tamu asing yang berkunjung. Pengembangan model didasarkan pada konsep ESP yang dikemukakan Makrami (2010). Pengembangan dilakukan pada tahapan awal rancangan pelatihan yaitu meningkatkan komitmen organisasi dan karyawan terhadap pelatihan. Rendahnya komitmen organisasi terhadap pelatihan menjadi salah satu penyebab kurangnya efektivitas pembelajaran ESP.

Pengembangan model lebih didasarkan pada tahapan awal dalam pelatihan terutama yang terkait dengan manajemen. Kesulitan yang akan menghambat pelatihan adalah dinamika pekerjaan, persepsi manajemen terhadap pelatihan ESP serta kesesuaian kurikulum yang diberikan kepada para peserta. Pada tahapan awal identifikasi mengenai komitmen dari pihak manajemen sangat penting agar pelatihan mendapat dukungan dan pihak manajemen memberikan kesempatan kepada para petugas untuk mengikuti pelatihan tanpa adanya beban pekerjaan selama waktu pelatihan berlangsung.

Pengembangan dilakukan pada materi pelatihan. Karakteristik bahasa Inggris yang dipelajari adalah bahasa Inggris yang umum digunakan oleh para turis. Sedangkan pengembangan penilaian menggunakan pendekatan terpadu (pendekatan kuantitatif dan kualitatif) seperti digunakan oleh Barnawi (2011). Dari pendekatan kuantitatif dapat diperoleh gambaran mengenai feature program


(26)

hubungan antar variabel dalam program terutama fasilitas, kurikulum serta kompetensi fasilitator. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menilai sikap, pengalaman, kebutuhan dan keinginan para stakeholder (pihak manajemen). Dari penilaian kualitatif dapat diperoleh pemahaman mengenai sudut pandang para stakeholder terhadap pelatihan, bagaimana proses serta interaksi antara pembelajar dengan fasilitator.

B.Desain Penelitian

Desain penelitian adalah prosedur penelitian menjadi landasan pelaksana-an penelitipelaksana-an secara keseluruhpelaksana-an. Penelitipelaksana-an terbagi ke dalam tiga kelompok penelitian yang dilakukan secara terencana dan sistematis. Pada tahap awal penelitian peneliti mengukur bagaimana kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggeris para petugas Front Office, yaitu karyawan hotel Grand Aston yang terdiri dari seluruh para petugas yang berkomunikasi langsung dengan para tamu hotel termasuk para petugas di bagian House Keeping, Food and Beverage (F&B), dan Reception.

Pada tahap awal penelitian peneliti melakukan observasi dan sejumlah tes untuk mengetahui bagaimana tingkat kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office. Gambaran kecakapan berkomunikasi ditampilkan dalam bentuk kuantitatif yang didukung data kualitatif sesuai dengan hasil tes kecakapan berkomunikasi, observasi dan wawancara.

Prosedur penelitian yang dilaksanakan pada tahap awal adalah peneliti melakukan sejumlah tes kepada para petugas Front Office dengan desain penelitian deskriptif jenis studi kasus karena sampel yang digunakan kecil. Tes kecakapan dan observasi serta wawancara dilakukan guna memperoleh gambaran mengenai tingkat kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office secara lengkap terutama pada saat berkomunikasi dengan para tamu hotel. Langkah langkah yang direncanakan pada penelitian tahap pertama adalah:

1. Meningkatkan komitmen organisasi dan karyawan terhadap pelatihan. 2. Merumuskan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh gambaran


(27)

3. Menentukan unit–unit studi yaitu para petugas Front Office secara bergiliran agar tidak mengganggu pekerjaan. Sifat-sifat yang akan diteliti adalah kecakapan berkomunikasi serta perilaku para petugas dalam berkomunikasi dengan Bahasa Inggris terutama dengan para tamu asing. 4. Menentukan teknik pengumpulan data serta menentukan sumber data yang

tersedia.

5. Mengumpulkan data yang menggambarkan kecakapan berkomunikasi. 6. Melakukan analisis dan interpretasi data.

7. Menyusun laporan dan kesimpulan sebagai dasar untuk merencanakan desain penelitian selanjutnya yaitu desain penelitian dengan teknik Delphi untuk merancang model pelatihan kecakapan bahasa Inggris bagi petugas Front Office.

Pada tahap kedua adalah mendiskusikan hasil penelitian pada tahap pertama dengan para pakar yang terkait dengan pengembangan model yang akan dirumus-kan termasuk dengan para praktisi untuk memperoleh masudirumus-kan dan memberidirumus-kan pandangannya mengenai program model pelatihan kecakapan bahasa Inggris bagi para petugas Front Office. Menurut Sudjana (2011:83), teknik Delphi pada dasarnya adalah rangkaian pertanyaan yang bertahap dan berkelanjutan yang membutuhkan jawaban yang bersifat umum seperti tujuan program pelatihan, masalah dan pemecahannya. Diskusi dilakukan dengan para ahli pendidikan maupun praktisi perhotelan untuk memahami bagaimana konsep ESP yang secara teoritis sesuai dan secara praktis dapat dilakukan serta memberikan kontribusi bagi peningkatan kecakapan berkomunikasi para petugas.

Pada tahap ketiga peneliti melakukan penelitian eksperimen semu. Strategi manajemen pelatihan yang dikembangkan pada penelitian eksperimen mengacu pada strategi yang dikemukakan oleh Sudjana (2007:78) yaitu:


(28)

Tabel 3.1

Langkah-Langkah Pengelolaan dalam Pelatihan

No Tahapan Pelatihan Langkah-langkah

1 Analisis Internal (komitmen organisasi dan karyawan)

a. Melakukan pendekatan terhadap pihak manajemen dan memahami sudut pandang manajemen terhadap pelatihan ESP

b. Mengidentifikasi komitmen organisasi dan mendorong meningkatnya komitmen organisasi dan karyawan terhadap pelatihan c. Mengintegrasikan pelatihan ESP sebagai

bagian dari pengembangan SDM

2 Perencanaan Pelatihan a. Identifikasi kebutuhan, sumber-sumber dan kemungkinan hambatan pelatihan

b. Perumusan Tujuan Pelatihan c. Penyusunan Program Latihan

d. Penyusunan alat evaluasi awal dan akhir peserta latihan

e. Penyiapan pelatihan bagi para pelatih 3 Pelaksanaan Pelatihan a. Pelaksanaan evaluasi awal peserta pelatihan

b. Pelaksanaan program pelatihan

c. Pelaksanaan Evaluasi Akhir peserta pelatihan 4 Penilaian Program

Pelatihan (pendekatan kualitatif dan kuantitatif)

a. Penilaian terhadap proses pelatihan b. Penilaian terhadap hasil pelatihan c. Penilaian terhadap dampak (pengaruh

pelatihan)

d. Penilaian terhadap strategi pelatihan

Tahap selanjutnya adalah menguji rancangan program pelatihan untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi guna memperoleh data empiris dalam rangka memperbaiki model agar lebih baik. Disain eksperimen yang dipilih adalah disain pra-eksperimental yang disebut model eksperimen satu kelompok dengan pretes dan postes (one group pretest and posttest design ). Peneliti tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding.

Table 3.2

Desain Penelitian (Mc.Millan dan Schumacher 2001:454) Model pelatihan Kecakapan

bahasa Inggris

Pretest Perlakuan Post test

A (Subjek) 01 X1 02


(29)

Keterangan :

A : pemilihan sampel secara acak O1 : tes awal (pretes)

O2 : tes akhir (postes)

X1 : perlakuan 1 (Model Pelatihan Kecakapan Berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang dikembangkan )

Kelompok peserta pelatihan diamati baik sebelum maupun sesudah pela-tihan yang dikembangkan. Tes kecakapan berkomunikasi dilakukan secara berulang dengan menggunakan instrument tes kecakapan yang dianggap valid, memiliki daya pembeda yang baik, tingkat kesulitan yang diterima serta reliabi-litas. Instrumen tersebut diujikan kepada sampel yang bukan sampel pelatihan.

Guna mengurangi ancaman validasi internal dan eksternal selama pelatihan, peneliti melakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Sampel tidak sedang mengikuti kegiatan serupa

2. Sampel memiliki kemampuan kecakapan berkomunikasi yang homogen 3. Pelaksanaan pelatihan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat guna

menghindari faktor kematangan subjek karena bertambahnya usia 4. Tes kecakapan berkomunikasi dilakukan dengan proses yang sama

5. Peserta yang dilatih adalah peserta dengan kecakapan berkomunikasi dibawah rata-rata n. Bagi petugas Front Office yang memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik tidak disertakan sebagai peserta pelatihan

6. Peserta pelatihan bersedia mengikuti pelatihan sampai selesai dengan izin pihak hotel Grand Aston

7. Peneliti tidak ikut ambil bagian dalam proses perlakuan karena dikhawa-tirkan akan mempengaruhi hasil pelatihan karena adanya harapan peneliti terhadap hasil pelatihan.

Validasi eksternal dilakukan dengan cara memilih sampel sesuai tujuan pene-litian, menyusun kurikulum pelatihan yang sesuai dengan tujuan penepene-litian, dan memilih instruktur yang memiliki kompetensi sebagai pelatih model yang dikem-bangkan. Peserta pelatihan tidak diberitahu sedang menjadi sampel penelitian dan hanya diinstruksikan melalui manajemen hotel untuk mengikuti program pelatihan bahasa Inggeris.


(30)

Langkah penelitian secara keseluruhan mengikuti langkah–langkah peneli-tian Potensi dan Masalah- Pengumpulan data – Desain Produk – Validasi Desain – Revisi Desain – Ujicoba Produk – Revisi Produk – Ujicoba Pemakaian – Produksi Massal ( Borg & Gall dalam Sugiyono, 2010:298). Digambarkan alur penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1

Alur Kegiatan Penelitian Pada Pengembangan Model Pelatihan Potensi dan Masalah

Keadaan yang seharusnya Keadaan sebenarnya

Pengumpulan data

Desain model pelatihan

Validasi desain ( pakar dan Praktisi)

Revisi Desain

Uji Coba Model

Revisi Produk

Uji Coba model dengan sampel terbatas

Revisi Model


(31)

1. Penelitian ini dapat berangkat dari adanya potensi atau masalah yang terjadi antara kecakapan yang seharusnya dimiliki dengan kecakapan berkomunikasi yang dimiliki para petugas Front Office. Kesenjangan tersebut dapat diminimalisir melalui R&D sehingga dapat ditemukan suatu model pelatihan kecakapan berkomunikasi yang efektif.

2. Mengumpulkan Informasi dan Studi Literatur

Melalui studi literatur juga dikaji ruang lingkup produk yang akan dikembangkan, manfaat, kondisi-kondisi pendukung agar produk dapat digunakan atau diimplementasikan secara optimal dalam lingkup industri hotel, keunggulan dan keterbatasannya. Studi literatur dibutuhkan untuk mengetahui langkah-langkah yang paling tepat dalam pengembangan model pelatihan kecakapan berkomunikasi.

3. Desain Produk

Desain model pelatihan diwujudkan dalam gambar untuk menilai dan mempermudah pelaksanaan. Desain sistem ini masih bersifat hipotetik karena efektivitasya belum terbukti, dan akan dapat diketahui setelah melalui pengujian-pengujian secara empiris maupun teoritis.

4. Validasi desain

Validasi desain dilakukan oleh para pakar di bidangnya serta para pembimbing disertasi. Validasi desain adalah proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan model pelatihan secara rasional akan lebih efektif untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office terutama pada saat berbicara dengan para tamu asing.

5. Perbaikan desain

Perbaikan desain dilakukan setelah divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya agar model pelatihan yang dihasilkan dapat diminimali-sir kelemahannya.

6. Uji Coba Produk

Pengujian dapat dilakukan dengan ekperimen yaitu mengukur efektivitas model yang dikembangkan. Efektivitas dilakukan dengan menguji


(32)

signifikansi perbedaan kemampuan peserta latihan sebelum dan setelah uji coba

7. Perbaikan produk

Perbaikan dilakukan terhadap model yang dikembangkan dengan mengacu pada fakta empiris dan hasil pengujian efektivitas model. Evaluasi efektivitas model ditunjang dengan observasi terhadap proses uji coba model pelatihan. 8. Uji coba penggunaan produk dengan sampel terbatas

Setelah mendapatkan perbaikan, model diuji coba kembali untuk melihat hasil perbaikan dan efektivitas model secara keseluruhan terhadap peningkat-an kemampupeningkat-an berkomunikasi peserta latihpeningkat-an.

9. Revisi produk

Revisi produk dilakukan guna meningkatkan efektivitas model dan memini-malisir kekurangan. Revisi didasarkan pada fakta empiris yang ditemui dan diidentifikasi tidak sesuai dengan konsep pelatihan yang dikembangkan. 10. Penerapan model

Model pelatihan yang telah diuji coba dinyatakan efektif untuk dijadikan sebagai salah satu model pelatihan yang dapat digunakan oleh pihak hotel Grand Aston atau perusahaan lain yang bergerak di bidang pelayanan jasa perhotelan.

C.Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah Hotel Grand Aston Medan. Populasi penelitian pada penelitian desain pertama menggunakan sampel jenuh artinya seluruh populasi dijadikan sampel karena kurang dari seratus dengan pengambilan data tes kecakapan berkomunikasi bahasa Inggris dilakukan secara bertahap. Peneliti mempertimbangkan kondisi pekerjaan dan rutinitas kerja yang dilakukan. Pengambilan data melalui tes dilakukan pada saat yang bersangkutan bekerja dengan izin dari pihak Hotel Aston.

Subjek penelitian untuk mengetahui kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggeris dengan sampel para petugas Front Office. Untuk memperkuat hasil tes kecakapan ditunjang dengan observasi terhadap perilaku berkomunikasi


(33)

tamu hotel. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel insidental (tamu hotel yang ditemui sedang berkunjung ke hotel).

Pada tahap desain penelitian Delphi, peneliti menggunakan sumber data dari para pakar di bidang pendidikan terkait, para praktisi pelatihan, manajemen hotel Grand Aston Medan terkait dengan data-data yang diperoleh pada penelitian tahap satu. Data yang diperoleh dijadikan dasar untuk penyusunan konsep pelatihan serta pengembangannya.

Pada penelitian tahap kedua dirumuskan alasan perlunya dikembangkan model pelatihan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris berdasarkan data yang diperoleh. Penelitian pada tahap kedua ditujukan untuk memperjelas konsep model pelatihan yang akan dilaksanakan baik pada perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Objek lain pada penelitian tahap dua yang melibatkan para pakar dan praktisi adalah mengenai program pelatihan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara keseluruhan termasuk aspek-aspek permasalahan dan pemecahannya.

Pada tahap desain penelitian ketiga yaitu tahap perlakuan terhadap peserta pelatihan, teknik pengambilan sampel menggunakan sampel purposive. Beberapa pertimbangan yang diajukan adalah keberlangsungan pekerjaan, rutinitas kerja yang tidak bisa ditinggalkan, serta tujuan pelatihan. Keikutsertaan peserta latihan dilakukan secara bergiliran agar tidak mengganggu tugas untuk memberikan pelayanan kepada tamu hotel. Pertimbangan lainnya adalah kesediaan pihak hotel untuk memberikan izin bagi petugas Front Office mengikuti pelatihan. Berdasarkan wawancara dengan pihak hotel Aston bahwa keikutsertaan peserta pelatihan tidak mengganggu pekerjaan. Jumlah sampel yang dipilih untuk mengikuti pelatihan adalah 10 (sepuluh) orang petugas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pendekatan penelitian kualitatif pada desain penelitian pertama menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara tanpa peran serta. Tes kecakapan berkomunikasi dilakukan terhadap peserta pelatihan yang terdiri dari tes speaking dan writing guna menunjang hasil observasi. Basuki


(34)

(2006:105) menyatakan bahwa ” teknik pengumpulan informasi (data) menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3) dokumen, sedangkan alat-alat audiovisual penulis sebut sebagai alat bantu pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tahap satu adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Obervasi terhadap objek penelitian dilakukan untuk mendukung data yang diperoleh melalui angket sebagai instrumen utama penelitian yaitu hasil tes kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office. Nazir (2003:175) menyata-kan bahwa ”pengumpulan data dengan observasi langsung adalah cara pengam-bilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar untuk

keperluan tersebut”.

Teknik observasi terutama dilakukan pada situasi pekerjaan untuk melihat bagaimana kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office. Observasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu observasi nonperan-serta, artinya pengamat tidak melibatkan diri pada objek penelitian.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap para petugas Front Office untuk mengumpulkan data dan memperoleh informasi lengkap tentang segala hal yang dipikirkan dan dirasakan pada saat berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan para tamu hotel. Wawancara dilakukan terhadap para tamu yang ditemui untuk memperoleh gambaran mengenai kecakapan berkomunikasi para petugas terutama dalam menyampaikan pesan yang dibutuhkan oleh para tamu hotel dalam bahasa Inggris. Wawancara dilakukan secara terstruktur, baik terfokus maupun tidak terfokus. Wawancara dilakukan dalam suasana informal dan santai terutama pada saat berada di lobi hotel. Suasana akrab diciptakan oleh peneliti baik pada saat berkomunikasi dengan para tamu atau para petugas Front Office.

Hasil wawancara terhadap pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan dan observasi ditulis dalam lembar catatan lapangan. Catatan lapangan ini dibuat dalam bentuk catatan lapangan biasa, dan catatan harian.


(35)

3. Dokumentasi

Studi dokumentasi dilaksanakan guna menunjang hasil observasi, wawancara dan tes kecakapan berkomunikasi. Hasil wawancara terhadap pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan dan observasi ditulis dalam lembar catatan lapangan. Catatan lapangan yang menunjukkan hasil observasi dibuat dalam tiga jenis yakni catatan lapangan biasa, rekaman, dan catatan lapangan harian.

4. Test kecakapan berkomunikasi

Test kecakapan berkomunikasi meliputi aspek penilaian multiple choice dengan bobot penilaian sesuai dengan kondisi objektif pekerjaan yang lebih menekankan pada speaking. Instrumen penilaian tes kecakapan berkomunikasi yang digunakan akan diuji tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran instrument test. Tes kecakapan berkomunikasi diberikan untuk menge-tahui gambaran kemampuan peserta pelatihan dalam berkomunikasi.

Catatan mengenai kondisi objektif kemampuan berkomunikasi para calon peserta pelatihan, jawaban tertulis mengenai tujuan rencana, dan masalah pelatihan serta yang disampaikan para pakar dan praktisi merupakan bahan yang digunakan untuk melakukan pengembangan model pelatihan.

Hasil diskusi dengan para pakar di bidang komunikasi dalam industri perhotelan terutama dari pihak Aston, diskusi dengan pembimbing disertasi, dan hasil seminar yang terkait dengan materi pelatihan dicatat dan didokumentasikan sebagai dasar bagi refleksi pengembangan model pelatihan pada tahap penelitian selanjutnya.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian tahap ketiga adalah dengan menggunakan serangkaian tes kecakapan berkomunikasi baik secara tertulis maupun lisan. Instrumen yang digunakan sama seperti instrumen yang digunakan pada tahap pertama. Hasil tes akan diskoring dengan skala penilaian sangat baik, baik, kurang baik, buruk, buruk sekali.

Untuk menunjang hasil scoring maka teknik pengumpulan data pada tahap ketiga menggunakan observasi dan wawancara guna memperkaya hasil tes. Observasi dilakukan terhadap setting lokasi dimana para petugas bekerja melayani


(36)

hotel untuk mengetahui kecakapan berkomunikasi para peserta pelatihan setelah mendapatkan pelatihan kecakapan berkomunikasi.

E.Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya salah pengertian terhadap variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Peneliti menyusun definisi operasional penelitian sebagai berikut:

a. Kecakapan Berkomunikasi

Kecakapan merujuk pada seperangkat keterampilan dan kemampuan dalam melakukan suatu pekerjaan. Menurut KBBI (versi 1.1) kecakapan adalah sanggup melakukan sesuatu pekerjaan ; mampu; dapat. Kesanggupan dalam melakukan suatu pekerjaan perlu ditunjang oleh sejumlah kompetensi serta aspek psikis yang menyertainya seperti motivasi dan komitmen. Selain itu kesempatan dan lingkungan yang kondusif akan turut mempengaruhi bagaimana seseorang melakukan pekerjaannya

Komunikasi mengandung arti sebagai usaha menyampaikan gagasan, idea atau pendapat. Berkomunikasi adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Pesan yang disampaikan harus dapat diterima dan dipahami oleh komunikan. Komunikasi diartikan dengan memberi pesan, menyampaikan informasi baik secara formal maupun informal baik satu arah maupun dua arah. Inti dari komunikasi adalah pesan yang disampaikan, seperti diungkapkan oleh Lammers (2011:160) bahwa:

Message is a core concept in the discipline of communication”.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai kecakapan dan berkomunikasi maka pada penelitian ini kecakapan berkomunikasi dapat didefinisikan secara operasional sebagai seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang menunjang proses penyampaian pesan dan penerimaan pesan dengan para tamu asing dalam bahasa Inggris dalam konteks pelayanan di lingkungan hotel.


(37)

b. Model Pelatihan ESP ( English for Specific Purposes )

Model adalah contoh atau suatu pola yang dihasilkan. Model dapat menjadi standar dalam melakukan atau menghasilkan suatu produk. Model dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai suatu pola atau rancangan yang dapat dijadikan sebagai salah satu contoh. Sedangkan pelatihan adalah suatu pro-ses yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan cipta, rasa dan karsa.

Secara ontologis, pelatihan adalah upaya pembelajaran yang diselenggarakan oleh organisasi (instansi pemerintah, lembaga, swadaya masyarakat, perusahaan dan lain sebagainya) untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan organisasi (Sudjana, 2007:4). ESP (English for Specific Purposes) adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran berkomu-nikasi dalam bahasa Inggris yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembelajar, dibelajarkan dengan metode yang sesuai dengan kondisi objektif pembelajar dan didesain untuk pembelajar dewasa.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dirumuskan definisi operasional medel pelatihan ESP yaitu suatu pendekatan latihan untuk meningkatkan kecakapan berkomunikasi. dalam bahasa Inggris yang sesuai dengan kebutuhan praktis , kondisi pekerjaan serta kondisi objektif peserta latihan. c. Petugas Front Office

Istilah lain yang digunakan untuk menyebut Front Office adalah guest service area (area pelayanan tamu). Karyawan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi guest service area adalah guest service agent. dalam kaitannya dengan penelitian ini, definisi operasional petugas Front Office adalah karyawan hotel Aston yang berinteraksi langsung dalam melayani para tamu.

2. Kisi-kisi Penelitian

Kisi-kisi penelitian dirancang berdasarkan definisi operasional serta indikator penelitian yang dirancang berdasarkan konsep, teori serta kondisi empirik. Kisi-kisi penelitian dalam penelitian ini adalah :


(38)

a. Kecakapan berkomunikasi

Kecakapan berkomunikasi tidak hanya diartikan mampu menyampaikan pesan dalam bahasa Inggris maupun merespon pesan yang diterima. Mampu menyampaikan pesan dengan bahasa yang dipahami para tamu asing Merespon secara tepat pesan atau simbol bahasa yang diterima, sopan dan santun sesuai budaya keramahtamahan Hotel Aston.

b. Model ESP

Indikator model pelatihan ESP yang akan dirancang adalah pelatihan sesuai dengan pendidikan bagi orang dewasa serta sesuai dengan kebutuhan para petugas, kondisi objektif kemampuan kerkomunikasi, kepentingan dan tujuan manajemen hotel, dan pekerjaan.

c. Petugas Front Office

Indikator para petugas Front Office adalah memberikan pelayanan hotel ke-pada para tamu secara langsung, berkomunikasi dengan para tamu serta menjadi bagian dari fungsi dan peran SDM dalam pelayanan terhadap para tamu hotel.

Tabel 3.3

Variabel , Konsep, dan Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional

Dimensi Indikator

Kecakapan Berkomunikasi Kemampuan menyampaikan dan merespon pesan dalam bahasa Inggris secara tepat, sopan dan santun sesuai budaya keramahtamah-an hotel Aston.

Kecakapan sosial dalam berkomuni-kasi

1.Sesuai dengan tujuan komunikasi dengan para tamu

2.Memiliki pemaham-an mengenai budaya komunikasi

3.Memiliki etika dalam berkomunikasi

4.Mampu

berkomunikasi secara pribadi dengan tamu (empaty,

respon-siveness, terbuka, mendukung, sikap positif)

5.Mampu Berkomu-nikasi dengan tamu


(39)

Variabel Definisi Operasional

Dimensi Indikator

Model ESP Model pelatihan berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang dirancang dalam ruang lingkup industri jasa perhotelan Komitmen Organisasi Dukungan Organisasi Kebutuhan peserta

Sesuai dengan ke-butuhan peserta Bahasa Sesuai dengan

ke-lompok bahasa yang umum digunakan para tamu

Rancangan Pelatihan

Isi materi dan proses pelatihan seperti metode pelatihan, waktu, tujuan, pendekatan fasilitas sesuai dengan tujuan pelatihan

Evaluasi Kesesuaian silabi dengan peserta

Partisipasi peserta didik Perubahan sikap dan perilaku dalam pekerjaan

Hasil bagi organisasi Petugas Front Office Karyawan hotel yang memberi-kan pelayanan hotel kepada para tamu secara langsung dan berkomunikasi dengan para tamu Kecakapan Kesempatan Kemampuan Komitmen

1. Berinteraksi secara langsung dengan tamu

2. Mendapatkan izin dari manajemen Hotel untuk mengikuti latihan 3. Memiliki kecakapan

berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang rendah

4. Memiliki komitmen dan motivasi untuk mengikuti pelatihan.

3. Jenis –Jenis Instrumen

Guna memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian, instrumen yang digunakan adalah hasil tes kemampuan bahasa Inggris, catatan lapangan


(40)

(digunakan dalam studi kasus), lembar hasil diskusi dengan para pakar dan pihak manajemen hotel yang terkait dengan pelatihan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisis data yang dilakukan terbagi ke dalam tiga bagian sesuai dengan tahapan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan untuk desain penelitian studi kasus adalah teknik analisis data kualitatif. Beberapa prinsip analisis data kualitatif adalah data-data yang muncul bukan rangkaian angka tapi rangkaian kata-kata yang dilakukan berulang-ulang, berlanjut dan terus menerus sampai diperoleh gambaran mengenai kecakapan komunikasi para petugas Front Office tidak hanya pada kemampuan saat tes namun lebih ditekankan pada kecakapan berkomunikasi dengan para tamu hotel. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti dijelaskan Milles & Huberman (alih bahasa Rohidi, 1992:6) sebagai berikut: a) reduksi data, display data dan verifikasi data.

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan, reduksi data dilakukan secara terus menerus guna mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara tertentu hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Display data yaitu sekumpulan informasi yang terkumpul yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh. Penyajian meliputi berbagai jenis matriks, grafik, diagram yang dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam sesuatu yang padu dan mudah diraih. Menarik kesimpulan/ verifikasi yaitu upaya dengan mencari hal-hal yang penting. Kesimpulan disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami yang menggambarkan kecakapan berkomunikasi para calon peserta pelatihan.

Agar tercapai kredibilitas dalam penelitian pada tahap pertama maka cara yang dilakukan adalah :


(41)

1. Memperpanjang masa observasi. Pada saat melakukan observasi diperlukan waktu untuk betul-betul mengenal kondisi objektif Front Office terutama jenis kegiatan. Peneliti telah melakukan penelitian sebelum usulan penelitian diajukan dan berinteraksi dengan para petugas Front Office. Peneliti memperpanjang waktu penelitian dan memeriksa kebenaran informasi yang ada guna memperoleh data dan informasi yang valid yang diperlukan dalam penelitian.

2. Pengamatan yang terus menerus. Melalui pengamatan yang kontinu peneliti akan dapat memberikan deskripsi yang cermat dan terinci mengenai kecakapan berkomunikasi para peserta pelatihan.

3. Triangulasi, yaitu bertujuan memeriksa kebenaran data yang diperoleh tentang kecakapan berkomunikasi para petugas Front Office. Triangulasi berarti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Data hasil observasi dan wawancara diperiksa dengan data dari hasil tes kecakapan berkomunikasi.

4. Membicarakan dengan Orang Lain (peer debriefing). Pembicaraan ini bertujuan untuk memperoleh kritik, pertanyaan-pertanyaan tajam, yang menantang tingkat kepercayaan akan kebenaran penelitian. Pembicaraan dilakukan dengan pihak manajemen hotel Aston terutama bagian HRD.

5. Menggunakan bahan referensi. Peneliti menggunakan bahan dokumentasi yakni hasil rekaman wawancara dengan subjek penelitian atau bahan dokumentasi yang diambil dengan cara tidak mengganggu atau menarik perhatian informan, sehingga informasi yang didapatkan memiliki validitas yang tinggi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data.

6. Mengadakan Member Check. Tujuan member check ialah agar informasi yang penulis peroleh dan gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Bila terjadi ketidaksesuaian data maka akan dilakukan perbaikan sesuai dengan sumber data.

Tahap penelitian kedua dititikberatkan pada kajian konsep-konsep penelitian serta data yang diperoleh pada tahap pertama. Kesepakatan terhadap masalah yang


(1)

Marzuki, S. (2010). Pendidikan Non Formal. Bandung: Rosda

Milles, M. dan Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Alih bahasa Rohidi, Jakarta: UI Press.

Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya --- (2004). Komunikasi Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyana, R.D. (2010). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya Morisson, MA. (2010). Psikologi Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia

Myers, M. dan Myers, G. (1987). Teori-Teori Manajemen Komunikasi. Alih bahasa Ali. Jakarta: Bahana Aksa

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nebbel, E. (1991). Managing Hotel Effectively. New York:Van Nostand Reinhold

Noe, R. et al. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Alih bahasa Wijaya. Jakarta: Salemba

Rahmat, J. (2006). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya

Robbins, S. (2006). Perilaku Organisasi. Alih bahasa Molan. Jakarta: Indeks Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. Alfabeta

Sambodo, A. dan Bagyono. (2010). Dasar-Dasar Kantor Depan Hotel. Yogyakarta: Andi Offset

Schein, E. (1992). Organizational Culture and Leadership. San Fransisco. Jossey-Bass Publisher

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika Aditama Soenarno. (2010). Front Office. Jakarta: Ghalia

Sudjana, D. (2010a). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah

(2010b). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Rosda ( 2010c). Pendidikan Non Formal. Bandung: Falah

( 2011). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan. Bandung: Falah

Sugiyono. (2010). Metoda Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar. Bandung: Widya Aksara. Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan.Bandung . Remaja Rosdakarya


(2)

Vetter, A. dan Chanier, T. (2006). Supporting oral production for professional purposes in

synchronous communication with heterogenous learners. New york: Cambridge

University Press

Whitelaw, P.A. et al. ( 2009). Training needs for the hospitality industry . Australia: CRC for Sustainable Tourism Pty Ltd

Disertasi

Barnawi, O. (2011) Examining Formative Evaluation Of An English For Specific Purposes

Program. Indiana University of Pennsylvania UMI 3402118 Copyright 2010 by

ProQuest LLC.( diakses 20 Oktober 2013)

DeLuca, M. (2012) Using Professional Learning Communities to Provide Effective

Instruction for English Language Learners. Walden University UMI 3402118

Copyright 2010 by ProQuest LLC.( diakses 20 Oktober 2013)

Guerra, P. (2008) The Impact of Professional Staff Development on Instruction for English

Language Learners. Aurora University. Copyright 2009 by ProQuest LLC .( diakses 20

Oktober 2013)

Makrami, B. (2010) Motivation And Attitude Of Saudi University‟S Learners Of English For Specific Purposes. Department of Curriculum and Teaching and the Faculty of the Graduate School of Education of the University of Kansas. UMI 3402118 Copyright

2010 by ProQuest LLC.( diakses 20 Oktober 2013) Jurnal

Abomeh, S. O. (2012). Hospitality and Tourism Manpower Training and education in Nigeria. Afro Asian Journal of Social Sciences Volume 3, No. 3.4 Quarter IV 2012 ISSN: 2229 – 5313 diakses 28 Juli 2013)

Azeem, M.S. (2010) Job Satisfaction and Organizational Commitment among Employees in

the Sultanate of Oman. Psychology, 2010, 1, 295-299 doi:10.4236 /psych.2010.14038

Published Online October 2010 (http://www.SciRP.org/journal/psych

Bates, R. (2004). A critical analysis of evaluation practice: the Kirkpatrick model and the

principle of beneficience. Evaluation and Program Planning 27. (2004). 341–347.


(3)

Bardi, M. (2013) Developing Public Managers’ English Language Communication Skills –

Proposal for a Textbook Design and Evaluation Model. Administraţie Şi Management

Public 20 6-23

Baum, T. et al. (1997). Policy Dimensions Of Human Resource Management In The Tourism And Hospitality Industries. International Journal of Contemporary Hospitality

Management 9/5/6 [1997] 221–229 diakses 27 Juli 2013

Belcher, D. (2004). Trends In Teaching English For Specific Purposes. Annual Review of

Applied Linguistics (2004) 24, 165B186.

Beudian, P. (2009). Employee Retention. Building organizational commitment.

Recom-mendations for nonprofit organizations.Transylvanian Review of Administrative Sciences, 25E/2009 pp. 40-50

Chen, V.H.C.. & Indartono, S. C . (2011). Study of Commitment Antecedents: The Dynamic

Point of View. Journal of Business Ethics (2011) 103:529–541 _ Springer 2011 DOI 10.1007/s10551-011-0878-x

Deale, S.C. (2013). Sustainability Education: Focusing on Hospitality, Tourism, and Travel. Journal of Sustainability Education Vol. 4, January 2013 ISSN: 2151-7452

Dief dan Xavier, F. (2010). Personal and Organizational Values and Contextual Variables Determinants of Environmental Management in the Red Sea Hotels. Journal of

Hospitality & Tourism Research 2012 36: 115 originally published online

http://jht.sagepub.com/content/36/1/115 15 diakses 10 Juni

Dregde, D. et al. (2011) Crises, Conundrums and Curricula: A New Golden Age for Tourism,

Hospitality and Event Management Education. [email protected]

Edens, P.S. and Bell, S.T. (2003). Effectiveness of Training in Organizations: A Meta-Analysis of Design and Evaluation Features. Journal of Applied Psychology Copyright 2003 by the American Psychological Association, Inc. 2003, Vol. 88, No. 2, 234–245 Grenier, R. (2010). Adult Education Quarterly. 2010. 60:499 originally published online 14

July 2010.

Habtoor ,A.H. (2012) English for Specific Purpose Textbook in EFL Milieu: An Instructor’s

Perspective Evaluation International Journal of Linguistics 4.44-59 3


(4)

Research Symposium in Service Management Yogyakarta, INDONESIA diakses 15 Juni.

Jammeson, D. (2000). Reconceptualizing Cultural Identity and Its Role in Intercultural

Business Communication. Journal of Business Communication 2007; 44; 199 . tersedia

http://job.sagepub.com/ cgi/content/ abstract /44 /3/ 199

Jianchang, Z. (2011) Collaborative Instructors and Mixed Learners: An English for Specific

Purposes Teaching Model in China. Canadian Social Science Vol. 7, No. 5, 2011, pp.

144-150 (diakses 2 November 2013)

Johnson, D. dan Chang, H. (2000). Internal and External Communication, Boundary

Spanning, and Innovation Adoption: An Over-Time Comparison of Three Explanations of Internal and External Innovation Communication in a New Organizational form. Journal of Business Communication 2000 37: 23.

Kamau , W.S. ( 2013). Hospitality industry employer’s expectation of employees’

competences in Nairobi Hotels. Journal of Hospitality Management and Tourism Vol. 3(4), pp. 55-63, April 2012 Available online at http://academicjournals.org/JHMT

DOI: 10.5897/JHMT.11.022 ISSN 2141-6575 ©2012 Academic Journals diakses tgl 27 Juli.

Khamkhien, A. (2010) Teaching English Speaking and English Speaking Tests in the Thai

Context: A Reflection from Thai Perspective. English Language Teaching Vol 3 No.1

March 2010

Kleinnijenhuis, J. et al. (2011). Social Influence in Networks of Practice : An Analysis of

Organizational Communication Content. Communication Research 2011 38: 587

originally published online 20 October 2010 DOI: 10.1177/0093650210385225.

Klein, et al. (2010). Examining occupational self-efficacy, work locus of control and

communication as moderators of the job insecurity–job performance relationship.

Economic and Industrial Democracy 31(2) 231–247. tersedia http:// eid.sagepub.com Kumar, R. dan Eng., K.G. (2012) Perceived Organizational Commitment and its Impact to

the turn over Intention: Correlation Analysis. Journal OF Global Business and economic January Vol.4 no:1

Laborda, J. G. (2009). Using webquests for oral communication in English as a foreign


(5)

Lammers, J. (2011). How Institutions Communicate: Institutional Messages, Institutional.

Management Communication Quarterly 2011 25: 154. tersedia http://mcq.sagepub.com/content/

Madlock, P. (2008). The Link Between Leadership Style, Communicator Competence, and

Employee Satisfaction Journal of Business Communication 2008; 45; 61. DOI:

10.1177/. http://job.sagepub. com /cgi/conten t/abstract/45/1/61

Martin, L.J. (2002). What is Field Theory. Vol 4th, American Journal of Sociolog.

Meliou, E.1 dan Maroudas, L. (2010). Understanding tourism development: a Representational approach Tourismos: An International Multidisciplinary Journal Of

Tourism Volume 5, Number 2, Autumn 2010, pp. 115-127. http://mpra.ub.uni-muenchen.de/25318/ diakses 28 juli

Meyer dan Maltin, J (2010) Employee commitment and well-being: A critical review,

theoretical framework and research agenda. Journal of Vocational Behavior 77 (2010)

323–337

Prins, E, Toso,W.B. & Schafft, A.K (2009) It Feels Like a Little Family to Me'' : Social Interaction and Support AmongWomen in Adult Education and Family LiteracyAdult

Education Quarterly 2009 59: 335 http://aeq. sagepub. com/content/59/4/335 diakses 28 juli

Tharenou et al. (2007) A review and critique of research on training and organizational-level

outcomes. Human Resource Management Review 17 (2007) 251–273.

Sahoo, C (2011) Employee Empowerment: A Strategy towards Workplace Commitment. European Journal of Business and Management www.iiste.org ISSN 2222-1905 (Paper) ISSN 2222-2839 (Online) Vol 3, No.11, 2011

Slezzer, C. (2004). The Contribution of Adult Learning Theory to Human Resource

Development (HRD). Advances in Developing Human Resources 2004 6: 125.

http://adh.sagepub. com /content/6/2/125

Taylor, E. (2006). Making Meaning of Local Nonformal Education: Practitioner's

Perspective Adult Education Quarterly 2006 56: 291.

Tesone, D.V. dan Ricci, C.P. (2012). Hospitality Industry Expectations of Entry-Level

College Graduates: A Preference for Attitude over Aptitude European Journal of


(6)

Walter, P. (2009). Philosophies of Adult Environmental Education. Adult Education

Quarterly 2009 60: 3 http://aeq.sagepub.com/content/60/1/3

Whitton, N. (2010). Game Engagement Theory and Adult Learning. Simulation Gaming 2011 42: 596 originally published online 10 August 2010 DOI 10.1177/1046878110378587. http://mcq.sagepub.com/content/25/1/154

Yang, B. (2003) Toward A Holistic Theory Of Knowledge And Adult Learning. Human Resources Development Review Journal 2003 V0l. 2: 106. http://hrd.sagepub.com.content/2/2/106. 11 november )

Peraturan

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Internet

Delloite (2012) http://www.deloitte.com/us/ diakses 20 Mei 2013 Setiawan, Ebta. KBBI versi 1.1 diakses tanggal 10 November 2012

Skil net Ltd (http://www.skillnets.ie/sites/ skillnets.ie/ files/pdf / Measuring the Impact-Final Report.pdf diakses 29 Juli 2013)