HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MELAKUKAN KONTROL LUKA ULKUS DIABETIK DI PUSKESMAS KUTA I KABUPATEN BADUNG.
i
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
KEPATUHAN PASIEN MELAKUKAN
KONTROL LUKA ULKUS DIABETIK
DI PUSKESMAS KUTA I
KABUPATEN BADUNG
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH
DON FRANSISKUS DVG
NIM. 1302115012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(2)
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Don Fransiskus DVG
NIM : 1302115012
Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Denpasar, Januari 2015 Yang membuat pernyataan
(3)
(4)
(5)
v
KATA PENGANTAR
Seluruh rasa syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Allah Yang Esa, karena hanya atas berkat penyertaan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Pasien Melakukan Kontrol Luka Ulkus Diabetik Di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian propsal ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M. Kes., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Udayana Denpasar.
2. Prof. dr. I Ketut Tirtayasa MS, AIF., sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar yang telah memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.
3. Ns. I Dewa Putrayasa, S.Kep.M.Kep.Sp.MB., sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ns. Putu Oka yuli Nurhesti,S.Kep.,MM.,M.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
(6)
vi
5. Kepala Puskesmas Kuta I yang telah memberikan kesempatan untuk mengambil data, melakukan studi pendahuluan dan penelitian di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung.
6. Semua teman-temanku, mahasiswa PSIK B Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Angkatan 2013 yang telah membantu memberikan saran, masukan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.
7. Keluarga tercinta Bapak, Mama dan Saudara-saudariku yang selalu memberi dukungan baik material maupun spiritual dan tidak henti-hentinya memberi pengertian, kasih sayang dan doa hingga skripsi ini terselesaikan.
Penulis membuka diri untuk menerima kritik, masukan dan saran dari semua pihak untuk bekal bagi penulis pada pembuatan skripsi penelitian selanjutnya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Denpasar, Juni 2015
(7)
vii ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Komplikasi dari Diabetes Melitus berupa komplikasi mikroangiopati dan makroangiopati. Komplikasi makroangiopati berupa kerusakan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada pasien DM adalah ulkus diabetik. Penderita DM yang mengalami ulkus diabetika kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan luka secara rutin, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi. Kepatuhan pasien untuk melakukan kontrol luka yang terus-menerus dapat mencegah memburuknya ulkus diabetik dan tindakan amputasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik. Rancangan penelitian ini cross sectional dengan populasinya pasien ulkus diabetik yang melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta yang memenuhi kriteria inklusi. Sampelnya 28 responden dengan concecutive sampling. Analisa data menggunakan uji “SpermanRho”. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien melakukan kontrol luka
ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I, berdasarkan tingkat signifikan ά≤0,05 didapatkan ρ=0,00 dan ρ≤ά. Kesimpulannya ada hubungan antara dukungan keluaga dengan kepatuhan pasien melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung.
Kata kunci : dukungan keluarga, kepatuhan, kontrol luka ulkus diabetik ABSTRACT
Diabetes Mellitus is one of the metabolic diseases that signed by increasing of blood glucose level (hyperglikemia). This condition caused by defect on insulin secretion, the action of the insulin or both of them. Complications of diabetes melitus are microangipathy and macroangiopathy. Macroangiopathy complications are the defect of perifer blood vessel and diabetic ulcer than often happen in diabetic patients. Diabetic patients who have diabetic ucer should do the routine control for preventing wound infection and amputation. The patient’s obidience for doing routine control can avoid the dibetic ulcer become worse and decrease the amputation rate. This research goal was to know the corelation between family support and patient obidience in doing diabetic ulcer routine control. The research design was cross sectional with the population were the diabetic patients who did their routine control in Puskesmas Kuta. The sample were 28 respondents with consecutive sampling. The data
analyse uses “Sperman Rho” test. The result of this research shows there is a significant corelation between family support and patient obidience in doing diabetic ulcer routine control in Puskesmas Kuta I. The p value is 0.000,
ά≤0,05.The corelation coefision is 0,772. It can be conclude that there is the
strong corelation between family support and patient obidience in doing diabetic ulcer routine control in Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung.
(8)
viii
(9)
ix
RINGKASAN PENELITIAN
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Komplikasi dari Diabetes Melitus berupa komplikasi mikroangiopati dan makroangiopati. Komplikasi makroangiopati berupa kerusakan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada pasien DM adalah ulkus diabetik. Penderita DM yang mengalami ulkus diabetika kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan luka secara rutin, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi. Kepatuhan pasien untuk melakukan kontrol luka yang terus-menerus dapat mencegah memburuknya ulkus diabetik dan tindakan amputasi. Dari penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Melakukan Kontrol Luka Ulkus Diabetik di Puskesmasn Kuta I Kabupaten Badung”.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik. Tujuan khususnya yaitu mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien melakukan kontrol luka ulkus diabetik. Mengidentifikasi kepatuhan pasien melakukan kontrol luka ulkus diabetik. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung.
Rancangan penelitian ini cross sectional dengan populasinya pasien ulkus diabetik yang melakukan kontrol luka ulkus diabetik. Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kuta I. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015.
(10)
x
Hasil analisa data menggunakan uji “Sperman Rho” menunjukkan adanya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien melakukan kontrol luka
ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I, berdasarkan tingkat signifikan ά≤0,05 didapatkan ρ=0,00 dan ρ≤ά. Kesimpulannya ada hubungan antara dukungan
keluaga dengan kepatuhan pasien melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung.
(11)
xi DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul...
Halaman Judul... i
Pernyataan Keaslian Penulisan... ii
Lembar Persetujuan... iii
Halaman Pengesahan... iv
Kata Pengantar... v
Abstrak ... vi
Abstract ... vii
Daftar Isi... viii
Daftar Tabel... x
Daftar Gambar... xi
Daftar Lampiran... xii
Daftar Singkatan... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1
1.2Rumusan Masalah... 4 1.3Tujuan Penelitian...
1.3.1 Tujuan Umum ... 1.3.2 Tujuan Khusus ...
4 4 4 1.4Manfaat Penelitian...
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 1.4.2 Manfaat Praktis ...
5 5 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Ulkus Diabetik ... 2.1.1 Pengertian ... 2.1.2 Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik ...
6 6 7
(12)
xii
2.1.3 Klasifikasi Ulkus Diabetik ... 2.1.4 Patofisiologi Ulkus Diabetik ... 2.1.5 Faktor Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik ...
7 8 9 2.2 Konsep Kepatuhan...
2.2.1. Pengertian ... 2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan... 2.2.3. Pengukuran Kepatuhan...
14 14 15 17 2.3 Konsep Keluarga...
2.3.1. Pengertian Keluarga ... 2.3.2. Dukungan Keluarga ... 2.3.3. Komponen Dukungan Keluarga ...
18 18 18 19 BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep... 21 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...
3.2.1. Variabel Penelitian ... 3.2.2. Defenisi Operasional ...
23 23 23 3.3 Hipotesis Penelitian... 25 BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian... 26 4.2 Kerangka Kerja... 27 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 27 4.4 Populasi, Sampel,dan Teknik Sampling Penelitian...
4.4.1. Populasi ... 4.4.2. Sampel ... 4.4.3. Teknik Sampling ...
28 28 28 29 4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data...
4.5.1. Jenis Data Yang dikumpulkan ... 4.5.2. Cara Pengumpulan Data ... 4.5.3. Instrumen Pengumpulan Data ...
30 30 30 32
(13)
xiii
4.6 Pengolahan dan Analisa Data... 4.6.1. Teknik Pengolahan Data ... 4.6.2. Analisa Data ...
34 34 35 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil penelitian ... 37 5.2Pembahasan Hasil Penelitian ... 5.3Keterbatasan Penelitian ... BAB VI PENUTUP
6.1Kesimpulan ... 6.2Saran ...
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
(14)
xiv DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1.3 Klasifikasi Ulkus Diabetik ... 7 Tabel 3.1. Defenisi Operasional Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Pasien Melakukan Kontrol Luka Ulkus Diabetik Di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung ...
24
Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada pasien ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I
38 Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan umur pada pasien ulkus
diabetik di Puskesmas Kuta I
39 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan
Keluarga pada apsien ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I
40 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kepatuhan pasien
ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I
40 Tabel 5.5 Hubungan dukungan keluarga dngan kepatuhan pasien
melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I
(15)
xv DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Pasien Melakukan Kontrol Luka Ulkus Diabetik Di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung ...
22
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Melakukan Kontrol Luka Ulkus Diabetik Di Puskesmas Kuta I Kabupaten Badung ...
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pengantar Pengumpulan Data
Lampiran 2 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 3 : Surat Persetujuan Menjadi responden
Lampiran 4 : Lembar Kuisioner
Lampiran 5 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data Lampiran 6 : Rencana Anggaran Biaya Penelitian
Lampiran 7 : Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 8 : Hasil Analisa univariat Lampiran 9 : Hasil Analisa Bivariat
Lampiran 10 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1 Lampiran 11 : Lembar Konsultasi Pembimbing 2
(17)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ADA : American Diabetes Association BBR : Berat Badan Relatif
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia DM : Diabetes melitus
FK : Fakultas Kedokteran
GD2JPP : gula darah 2 jam post prandial GDP : gula darah puasa
Hb : hemoglobin
HDL : High Density Lipoprotein IMT : Indeks Masa Tubuh
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mmHg : milimeter hidroginum
PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan RI : Republik Indonesia
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
TD : tekanan darah
UNUD : Universitas Udayana WHO : World Health Organization
(18)
1
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya {American Diabetes Association (ADA), 2004 dalam Smeltzer & Bare, 2008}. Diabetes Melitus dapat mengakibatkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh. Komplikasi DM dapat bersifat komplikasi metabolik akut dan komplikasi vascular jangka panjang. Komplikasi metabolik akut meliputi; ketoasidosis diabetik, hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik dan
hipoglikemia, sedangkan komplikasi vascular jangka panjang dapat berupa
mikroangiopati dan makroangiopati diabetik. Kerusakan mikroangiopati meliputi:
retinopati, nefropati dan neuropati. Adapun komplikasi makroangiopati
melitputi: penyakit arteri koroner, kerusakan pembuluh darah serebral dan kerusakan pembuluh darah perifer (Price, 2006).
Komplikasi makroangiopati berupa kerusakan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada pasien DM adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik merupakan adanya luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis, yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer, akibat hiperglikemi (Waspadji, 2006).
(19)
2
2
Prevalensi penderita ulkus diabetik di Amerika Serikat sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non-DM. Sedangkan prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetika merupakan penyebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk diabetes mellitus. Keadaan penderita DM pasca amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (Hastuti, 2008). Data rekam medik Puskesmas Kuta I bulan Januari 2015 menunjukkan terdapat jumlah pasien DM yang mengalami ulkus diabetik sebanyak 32 pasien.
Ulkus diabetik mudah berkembang menjadi luka infeksi akibat masuknya kuman atau bakteri serta adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Penderita DM yang mengalami ulkus diabetik jika tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan luka secara teratur, maka luka dapat dengan mudah menjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan tindakan amputasi. Kepatuhan pasien untuk melakukan kontrol luka yang terus-menerus dapat mencegah memburuknya luka ulkus diabetik yang dapat mengakibatkan tindakan amputasi. Menurut World Health Organisation (WHO) (2003) dalam Syamsiyah (2011) kepatuhan (adherence) didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup yang sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan.
(20)
3
3
Selama proses penyembuhan yang diajalani pasien ulkus diabetik, keluarga memainkan peran yang bersifat mendukung pemulihan klien. Menurut Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Dukungan yang diberikan keluarga kepada pasien dengan ulkus diabetik, sangat menunjang proses penyembuhan luka ulkus diabetik dengan cara mengingatkan pasien agar rutin melakukan kontrol luka. Dukungan keluarga yang diperlukan untuk mendorong pasien dengan menunjukkan kepedulian dan simpati, serta merawat pasien. Dukungan keluarga, yang melibatkan keprihatinan emosional, bantuan dan penegasan, akan membuat pasien tidak kesepian dalam menghadapi situasi serta dukungan keluarga dapat memberdayakan pasien selama melakukan kontrol luka dengan mendukung terus menerus, seperti mengingatkan pasien untuk rutin melakukan kontrol luka. Dukungan yang diberikan keluarga kepada pasien menunjukkan fungsi keluarga sebagai pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Fungtion) untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktifitas yang tinggi (Suparjito, 2004).
Penelitian pendukung oleh Pratita (2012), menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan pasangan dan health locus of control dengan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita diabetes mellitus tipe-2 dengan hasil penelitian menunjukkan R = 0.884 dengan nilai seginifikansi (sig = 0.000). Penelitian lain yang dilakukan oleh Kristianingrum (2011), menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan
(21)
4
4
kepatuhan minum obat pada pasien dengan diabetes melitus, dengan hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien sebesar r = 0,707 (p<0,01).
Data rekam medik Puskesmas Kuta I bulan januari 2015, menunjukkan dari 32 pasien yang dijadwalkan untuk melakukan kontrol luka ulkus diabetik, didapatkan 23 pasien yang melakukan kontrol luka diabetik sesuai jadwal dan sebanyak 9 pasien melakukan kontrol tidak sesuai jadwal. Hasil wawancara dengan lima orang pasien dengan ulkus diabetik didapatkan tiga orang pasien mengatakan datang ke puskesmas kadang-kadang diantar oleh keluarga, dua orang sering datang sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien melakukan kontrol luka di Puskesmas Kuta I”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I” ?
(22)
5
5 1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibagi menjadi 2 yakni : 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I.
b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I.
c. Menganalisa hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik di Puskesmas Kuta I.
1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi para peneliti, yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik.
(23)
6
6 1.4.2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi petugas kesehatan khususnya bagi perawat tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi anggota keluarga tentang perlunya dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien dalam melakukan kontrol luka ulkus diabetik.
(24)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KONSEP ULKUS DIABETIK 2.1.1. Pengertian
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus. Adanya luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2006). Menurut Tambunan (2006) dalam Hidayah (2012), ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati dari penyakit diabetes melitus sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi.
(25)
8
2.1.2. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik
Menurut Maryunani (2013), tanda dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat berdasarkan stadium antara lain;
a. Stadium I menunjukkan tanda asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan gringgingen).
b. Stadium II menunjukkan klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi pendek).
c. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat.
d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis, ulkus).
2.1.3. Klasifikasi Ulkus diabetik
Gambar 2.1.Klasifikasi ulkus diabetik menurut University of Texas Classification System.
Stage Grade
0 I II III
A Lesi pre atau post ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna
Lesi superfisial tidak sampai pada tendon kapsul atau tulang
Luka sampai pada tendon atau kapsul
Luka sampai tulang atau sensi
B Lesi pre atau post ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna, mengalami infeksi
Lesi superfisial tidak sampai pada
tendon, kapsul atau tulang, Mengalami infeksi Luka sampai pada tendon atau kapsul Mengalami infeks Luka sampai tulang atau sendi Mengalami infeksi
C Lesi pre atau post ulkus yang mengalami
Lesi superfisial tidak sampai pada
tendon, kapsul atau
Luka sampai pada tendon atau kapsul Luka sampai tulang atau sendi Mengalami
(26)
9
epitelisasi sempurna dengan iskemia
tulang Mengalami iskemia
Mengalami iskemia
iskemia
(sumber: Dexa Media, jurnal kedokteran dan farmasi, no. 3. Vol. 20, edisi juli-september 2007)
2.1.4. Patofisologi Ulkus Diabetik
Menurut Frykberg dkk., (2006) dalam Pramudito (2014), mendefinisikan patofisologi ulkus diabetik sebagai berikut:
1. Neuropati perifer
Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat merasakan luka merupakan faktor utama penyebab ulkus diabetik. Kurang lebih 45- 60% dari semua penderita ulkus diabetik disebabkan oleh neuropati, di mana 45% nya merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik. Bentuk lain dari neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer dibagi menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada kaki ulkus yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati sensorik yaitu hilangnya sensasi pada kaki, dan yang terakhir adalah neuropati autonomi yaitu berkurangnya sekresi kelenjar keringat yang mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga membuka pintu masuk bagi bakteri.
2. Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease atau PVD) jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat karena insufisiensi arterial. Gangguan
(27)
10
pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan penghantaran antibiotika ke bagian yang terinfeksi. Oleh karena itu penting diberikan penatalaksanaan iskemik pada kaki.
2.1.5. Faktor resiko terjadinya ulkus diabetik
Menurut Hastuti (2008), Purwanti (2013), dan Ferawati (2014), menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dapat mengalami ulkus diabetik apabila memiliki faktor resiko antara lain:
1. Umur ≥ 60 tahun
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.
2. Lama DM ≥ 10 tahun
Semakin lama seseorang mengalami DM, maka makin berisiko mengalami komplikasi. Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita selama 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
(28)
11
Penelitian Hastuti (2008) pada 72 pasien diabetes melitus menunjukkan hasil, pasien yang menderita DM ≥ 10 tahun beresiko mengalami ulkus diabetik.
3. Obesitas
Pada pasien obesitas dengan indeks masa tubuh atau IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan relatif (BBR) lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 µU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus diabetik.
4. Neuropati
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
5. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah (TD) > 130/80 mmHg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada
(29)
12
endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus diabetik.
6. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali. Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel.
Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika. Penelitian Kurniasari, 2007, menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian ulkus diabetik antara pasien DM yang rutin melakukan kontrol gula darah dengan yang tidak rutin melakukan kontrol gula darah dengan nila p=0,018, α=0,05.
7. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
(30)
13
8. Kolesterol Total, High Density Lipoprotein (HDL), Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (
highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar
trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian oleh Hastuti (2008), menunjukkan adanya adanya resiko terjadi ulkus diabetik pada pasien DM yang memiliki kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl.
9. Diet
Diet adalah pengaturan terhadap makanan yang dikonsumsi. Jenis diet yang dilakukan dapat bermacam- macam sesuai dengan tujuan dari diet (Wicak, 2009). Kepatuhan diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
(31)
14
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah. Penelitian Kurniasari (2007), menunjukkan ada perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien DM yang sesuai melakukan diet dengan yang tidak sesuai melakukan diet dengan nilai p=0,024, α=0,05. 10.Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang terkendali dapat mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Hasil penelitian Hastuti (2008), menunjukkan adanya adanya resiko terjadi ulkus diabetik pada pasien DM yang kurang melakukan latihan fisik.
11.Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur dapat mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian Kurniasari, 2007, menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien
Diabetes Melitus (DM) yang rutin melakukan perawatan kaki dengan yang tidak
rutin melakukan perawatan kaki dengan nilai p=0,024, α=0,05. 12.Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Pasien diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetik, terutama pada pasien DM yang mengalami neuropati.
(32)
15
2.2. KONSEP KEPATUHAN 2.2.1. Pengertian
Kepatuhan merupakan ketaatan klien melaksanakan tindakan terapi (Potter Perry, 2005). Kepatuhan adalah tingkat perilaku individu (misalnya; minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi atau kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindakan mengindahkan setiap aspek anjuran sampai mematuhi semua rencana terapi (Kozier, 2010). Kepatuhan
(adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang
mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003 dalam Syamsiyah, 2011). Kesimpulannya, kepatuhan merupakan tindakan pasien sesuai rekomendasi petugas kesehatan selama menjalani pengobatan atau perawatan.
Kepatuhan mengacu pada program-program yang mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan program-program yang berkaitan dengan promosi kesehatan, yang sebagian besar ditentukan oleh penyelenggara (Eraker dkk, 1984 dan Levanthal & Cameron 1987 dalam Bastable, 2002).
(33)
16
2.2.2. Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan
Menurut Carpenito (2000) dalam Maryati (2011) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :
1. Tingkat pendidikan.
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian Sulistiari (2013) menyimpulkan bahwa adanya pengaruh pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,001.
2. Kesakitan dan pengobatan.
Tiga elemen dari pengobatan; kompleksitas dari pengobatan, lamanya penyakit dan cara pemberi pelayanan, serta penyakit itu sendiri sangat berhubungan dengan kepatuhan pasien. Secara umum, semakin kompleks regimen pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mematuhinya (Astri,2006).
3. Keyakinan, sikap dan kepribadian.
Penelitian Setiadi (2014) tentang hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada lansia penderita DM tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ayali, menyimpulkan bahwa adanya hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,003.
(34)
17
4. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan. Hasil penelitian Pratita (2012) menyimpulkan bahwa adanya hubungan dukungan pasangan dan Health Locus of
Control dengan kepatuhan pasien diabetes melitus.
5. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan Hasbi (2012) menunjukkan jumlah responden yang tidak patuh lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (67,2%) dari jumlah responden berjenis kelamin perempuan (45,5%). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,026.
6. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan internalo dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik (Uno, 2007 dalam Nursalam, 2008). Hasil penelitian Indrawati
(35)
18
(2012) menyimpulkan bahwa adanya hubungan motivasi dengan kepatuhan diet pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,002.
2.2.3. Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan quesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Jadi, suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Di samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al Assaf, 2003).
Wardinin (2009) dalam Iswanti (2012), mengemukakan indikator kepatuhan pasien dilihat ketika pasien melakukan kontrol rutin setelah dirawat. Niven (1994) dalam Safitri (2013) mengemukankan indikator kepatuhan antara lain; tingkat pasien dalam menjalani pengobatan sesuai aturan yakni keteraturan minum obat dan tingkat pasien dalam menjalankan tingkah lakunya yang disarankan atau diperintahkan yakni kontrol ke fasilitas pelayanan secara teratur dan menjaga kebersihan. Indikator kepatuhan pasien melakukan kontrol adalah datang atau tidaknya pasien setelah dijadwalkan untuk kembali melakukan kontrol di
(36)
19
fasilitas pelayanan kesehatan (Snider dalam Aditama 1997, dalam Khoiriyah, 2005).
2.3.KONSEP KELUARGA 2.3.1. Pengertian Keluarga
WHO (1969) dalam Mubarak (2012) mendefinisikan keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak, 2012). Kesimpulannya, keluarga merupakan sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah, terikat akan hubungan darah atau diangkat menjadi keluarga, dan memiliki interaksi antara satu dengan yang lain.
2.3.2. Dukungan Keluarga
Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan. Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Smet (1994) dalam Christine (2010), dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
(37)
20
yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang -orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal -hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
2.3.3. Komponen Dukungan Keluarga
Sarafino (2002) mendefinisikan bentuk dukungan keluarga terdiri dari : a. Dukungan emosional
Dukungan emosional terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin terhadap seseorang. Dukungan dalam memberi semangat, kehangatan personal dan cinta ketika pasien mengalami stres, akan mengakibatkan pasien merasa nyaman, tentram, dan dimiliki serta dicintai.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada pasien yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara pasien dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan pasien yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan penghargaan akan sangat berguna ketika pasien mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. c. Dukungan fasilitas
(38)
21
Dukungan fasilitas merupakan dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau meringankan tugas pasien yang sedang stres.
d. Dukungan informasi
Dukungan informasi merupakan dukungan yang terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya pasien mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang bagaimana menjaga kebersihan luka.
(1)
2.2.2. Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan
Menurut Carpenito (2000) dalam Maryati (2011) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :
1. Tingkat pendidikan.
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian Sulistiari (2013) menyimpulkan bahwa adanya pengaruh pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,001.
2. Kesakitan dan pengobatan.
Tiga elemen dari pengobatan; kompleksitas dari pengobatan, lamanya penyakit dan cara pemberi pelayanan, serta penyakit itu sendiri sangat berhubungan dengan kepatuhan pasien. Secara umum, semakin kompleks regimen pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mematuhinya (Astri,2006).
3. Keyakinan, sikap dan kepribadian.
Penelitian Setiadi (2014) tentang hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada lansia penderita DM tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ayali, menyimpulkan bahwa adanya hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,003.
(2)
4. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan. Hasil penelitian Pratita (2012) menyimpulkan bahwa adanya hubungan dukungan pasangan dan Health Locus of Control dengan kepatuhan pasien diabetes melitus.
5. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan Hasbi (2012) menunjukkan jumlah responden yang tidak patuh lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (67,2%) dari jumlah responden berjenis kelamin perempuan (45,5%). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,026.
6. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan internalo dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik (Uno, 2007 dalam Nursalam, 2008). Hasil penelitian Indrawati
(3)
(2012) menyimpulkan bahwa adanya hubungan motivasi dengan kepatuhan diet pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,002.
2.2.3. Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan quesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Jadi, suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Di samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al Assaf, 2003).
Wardinin (2009) dalam Iswanti (2012), mengemukakan indikator kepatuhan pasien dilihat ketika pasien melakukan kontrol rutin setelah dirawat. Niven (1994) dalam Safitri (2013) mengemukankan indikator kepatuhan antara lain; tingkat pasien dalam menjalani pengobatan sesuai aturan yakni keteraturan minum obat dan tingkat pasien dalam menjalankan tingkah lakunya yang disarankan atau diperintahkan yakni kontrol ke fasilitas pelayanan secara teratur dan menjaga kebersihan. Indikator kepatuhan pasien melakukan kontrol adalah datang atau tidaknya pasien setelah dijadwalkan untuk kembali melakukan kontrol di
(4)
fasilitas pelayanan kesehatan (Snider dalam Aditama 1997, dalam Khoiriyah, 2005).
2.3.KONSEP KELUARGA
2.3.1. Pengertian Keluarga
WHO (1969) dalam Mubarak (2012) mendefinisikan keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak, 2012). Kesimpulannya, keluarga merupakan sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah, terikat akan hubungan darah atau diangkat menjadi keluarga, dan memiliki interaksi antara satu dengan yang lain.
2.3.2. Dukungan Keluarga
Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan. Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Smet (1994) dalam Christine (2010), dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
(5)
yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang -orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal -hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
2.3.3. Komponen Dukungan Keluarga
Sarafino (2002) mendefinisikan bentuk dukungan keluarga terdiri dari : a. Dukungan emosional
Dukungan emosional terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin terhadap seseorang. Dukungan dalam memberi semangat, kehangatan personal dan cinta ketika pasien mengalami stres, akan mengakibatkan pasien merasa nyaman, tentram, dan dimiliki serta dicintai.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada pasien yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara pasien dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan pasien yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan penghargaan akan sangat berguna ketika pasien mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. c. Dukungan fasilitas
(6)
Dukungan fasilitas merupakan dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau meringankan tugas pasien yang sedang stres.
d. Dukungan informasi
Dukungan informasi merupakan dukungan yang terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya pasien mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang bagaimana menjaga kebersihan luka.