Peran Komitmen Organisasi Memediasi Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Intensi Keluar.
TESIS
PERAN KOMITMEN ORGANISASIONAL
MEMEDIASI PENGARUH STRES KERJA DAN
KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR
IRWANTO
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
ii
TESIS
PERAN KOMITMEN ORGANISASIONAL
MEMEDIASI PENGARUH STRES KERJA DAN
KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR
IRWANTO NIP. 139066 1047
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(3)
iii
PERAN KOMITMEN ORGANISASIONAL
MEMEDIASI PENGARUH STRES KERJA DAN
KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Udayana
IRWANTO NIP. 139066 1047
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(4)
iv
Lembaran Pengesahan
Tesis Ini Telah Disetujui Tanggal 24 Februari 2016
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. I Gede Riana, SE,MM. NIP. 19631127 198601 1 001
Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE, MS NIP. 19620717 198601 2 001
Mengetahui,
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si NIP. 19590801 198601 2 001
(5)
v
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 26 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. 355/UN14.4/HK/2016 Tanggal : 12 Januari 2016
1. Ketua : Dr. I Gede Riana, SE., MM Anggota :
2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MS 3. Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE.SU 4. Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si 5. Dr. Made Surya Putra, SE.,M.Si.
(6)
vi
SURAT PERSYARATAN BEBAS PLAGIAT
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat
Apabila di kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 24 Februari 2016
(IRWANTO)
NAMA : IRWANTO
NIM : 139066 1047
PROGRAM STUDI : Magister Manajemen
JUDUL TESIS : PERAN KOMITMEN ORGANISASIONAL
MEMEDIASI PENGARUH STRES KERJA DAN
KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI
(7)
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/ karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. I Gede Riana, SE, MM., sebagai pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister Manajemen, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MS. Sebagai pembimbing pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. Nyoman Mahendra Yasa SE. MSi. sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister.
(8)
viii
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si sebagai Ketua Program MM Universitas Udayana. Ungkapan terimakasih penuli ssampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE. SU dan Dr. Made Surya Putra. SE.,M.Si. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang tulus disertai penghargaan kepada semua guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Lisa Cooper, Orang tua yang telah mengasuh dan mendidik penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logis dan kreatif. Saudara Kandung, Juliani Esterlina yang tersayang, rekan mahasiswa dan mahasiswi Program Magister Manajemen, Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia Program Pasca Sarjana Universitas Udayana angkatan XXX dan rekan lainnya, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, 26 Januari 2016 Penulis
(9)
ix ABSTRAK
PERAN KOMITMEN ORGANISASIONAL MEMEDIASI PENGARUH STRES KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP
INTENSI KELUAR
Intensi keluar adalah suatu sikap atau keinginan yang timbul dari seseorang dalam sebuah organisasi. Intensi keluar disebabkan oleh stres kerja, kepuasan karyawan dan komitmen organisasional dalam melaksanakan pekerjaan di dalam sebuah perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran mediasi komitmen organisasional pada pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja dengan intensi keluar.
Penelitian ini dilakukan di Abalonne Restauran dengan menggunakan sampel jenuh yaitu 63 orang karyawan. Data dikumpulkan dengan melakukan interview dan penyebaran kuesioner. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis Partial Least Square.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap intensi keluar karyawan dan berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional karyawan. Kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen organisasional dan negatif signifikan terhadap intensi keluar, namun komitmen organisasional ditemukan berpengaruh negatif signifikan terhadap intensi keluar karyawan. Ditemukan pula bahwa komitmen organisasional memediasi stres kerja dan kepuasan kerja dengan intensi keluar. Implikasi penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja dan kepuasan kerja menjadi prediktor utama dari intensi keluar karyawan yang terjadi dalam perusahaan. Sehingga managemen atau perusahaan harus memperhatikan tingkat stres dan kepuasan kerja karyawan untuk menekan tingkat intensi keluar karyawan sehingga perusahaan tidak akan kehilangan karyawan dan perusahaan dapat berjalan dengan baik.
Kata kunci : Stres Kerja, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional, dan Intensi Keluar.
(10)
x ABSTRACT
ROLE OF ORGANIZATIONAL COMMITMENT MEDIATE
EFFECT OF WORK STRESS AND JOB SATISFACTION OF INTENTION TURNOVER
Turnover intention is an attitude or desire arises from a person in an organization. Turnover intention caused by job stress, employee satisfaction and organizational commitment in carrying out the work in a company. This study aimed to analyze the role of mediating effect of organizational commitment on job stress and job satisfaction and the turnover intention.
This research was conducted at Abalonne Restaurant using 63 samples of the employees. Datas were collected by conducting interviews and questionnaires. Subsequently collected data were analyzed using descriptive analysis and Partial Least Square.
Results of this study concluded that job stress has positive influence on the intention turnover employees and negatively affect organizational commitment of employees. Job satisfaction significant positive effect on organizational commitment and significant negative to the intention turnover, but organizational commitment found significant negative effect on the intention turnover employees. It was also found that organizational commitment mediates job stress and job satisfaction and the intention turnover. The implications of this study indicate that the job stress and job satisfaction be a major predictor of intentions out employees that occurred within the company. So that the management or the company must pay attention to the level of stress and job satisfaction of employees to reduce the level of intentions turnover of the employees so that the company would not lose the employee and the company can run well.
Keywords:Job Stress, Job Satisfaction, Organizational Commitment, And Turnover Intention.
(11)
xi
. DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ……….. i
PERSYARATAN GELAR ……… ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……….……… iv
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ……….….. v
UCAPAN TERIMA KASIH ………. vi
ABSTRAK ………. viii
ABSTRACT ………..………. ix
DAFTAR ISI ……….. x
DAFTAR TABEL ……….. xii
DAFTAR GAMBAR ………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………...……… 1
1.2 Rumusan Masalah ………...………... 7
1.3 Tujuan Penelitian ………...……… 8
1.4 Manfaat Penelitian ………...……….. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Turnover Intention ……….... 10
2.1.1 Pengertian Turnover Intention ……….…..…... 10
2.1.2 Faktor yang MempengaruhiTurnover Intention …...… 11
2.1.3 Jenis-Jenis Turnover…...……… 13
2.1.4 Indikasi Terjadinya Turnover Intention ………….…... 14
2.2 Organizational Commitment …………...……… 16
2.2.1 Pengertian Organizational Commitment..…………..… 16
2.2.2 Dimensi Organizational Commitment……….……….. 18
2.3 Stres Kerja ……….……… 19
2.3.1 Pengertian Stres Kerja ………….……….. 19
2.3.2 Faktor –Faktor Stres Kerja ………... 23
2.4 Kepuasan Kerja ………...……….………. 25
2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja ………..……….…… 25
2.4.2 Dimensi Kepuasan Kerja ………..………. 27
2.4.3 Faktor-Faktor mempengaruhi Kepuasan Kerja …….… 29
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian …………...…… 31
3.2 Hipotesis Penelitian………... 34
3.2.1 Pengaruh Stres Kerja Terhadap Intensi Turnover…... 34
3.2.2 Pengaruh Stres Kerja terhadap Komitmen Organisasi ... 34 3.2.3 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen
(12)
xii
Organisasional ……….. 35
3.2.4 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Intensi Keluar…. 36
3.2.5 Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Intensi Keluar………. 37
3.2.6 Peran Mediasi Komitmen Organisasional dalam Hubungan Stres Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Intensi Keluar ………. 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian ………… 41
4.1.1 Rancangan Penelitian ……….…..….. 41
4.1.2 Ruang Lingkup Penelitian ………... 41
4.2 Variabel Penelitian ………...…….. 42
4.2.1 Indentifikasi Variabel ………...……. 42
4.2.2 Definisi Operational Variabel ……… 42
4.3 Pengumpulan Data ………….………..……….. 47
4.3.1 Jenis Data ………..………. 47
4.3.2 Sumber Data ………..……… 47
4.3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………... 48
4.3.4 Instrumen Penelitian ……….. 4949
4.3.5 Cara Pengumpulan Data ………. 50
4.4.1 Analisis Deskriptif ……….………... 51
4.4.2 Analisis Inferensial ……… 51
4.4.3 Pengujian Peran Mediasi …...……… 56
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian………..……….……… 59
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 63
5.2 Karekteristik Responden ... 60
5.3 Deskripsi Variabel Penelitian... 62
5.3.1 Deskripsi Variabel Stres Kerja ... 63
5.3.2 Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja ... 65
5.3.3 Deskripsi Variabel Komitmen Organisasi ... 67
5.3.4 Deskripsi Variabel Intensi Keluar ... 68
5.4 Analisis Partial Least Square (PLS) ... 69
5.4.1 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)…………... 70
5.5 Hasil Uji Hipotesis...………..……….. 76
5.5.1 Analisis Partial Least Square(PLS)……….. 76
5.6 Pembahasan Hasil Penelitian ………..………… 82
5.6.1 Pengaruh Stres Kerja terhadap Intensi Keluar ……...…… 82
5.6.2 Stres Kerja terhadap Komitmen Organisasi ……….. 83
5.6.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi 84 5.6.4 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Intensi Keluar……… 85 5.6.5 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Intensi Keluar 86 5.6.6 Peran Mediasi Komitmen Organisasional dalam hubungan
(13)
xiii
Stres Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Intensi Keluar 87 5.7 Implikasi Penelitian ………. 88 BAB. VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ……… 90
6.2 Saran –Saran ……… 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
No. Nama Tabel Hal
1.1 Karyawan Keluar dari November 2013 – Februari 2015 3
4.1 Populasi dan Sampel Abalonne restauran ………... 48
5.1 Karakteristik Responden ………..…. 61
5.2 Deskripsi Variabel Stres Kerja (X1) ……….. 64
5.3 Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja (X2) ………..…. 65
5.4 Deskripsi variable Komitmen Organisasional (Y1) …... 67
5.5 Deskripsi Variabel IntensiKeluar(Y2) ………..….. 69
5.6 Hasil Uji Convergen Validity (Outer Loading) ………... 71
5.7 Hasil Uji Discriminant Validity (Outer Loading)………… 72
5.8 Hasil Pengujian Composite Reliability ………... 73
5.9 Hasil Uji Croanbach’s Alpha………... 73
5.10 Nilai R2 Variabel Endogen ………. 74
5.11 Nilai Loading Factor (Outer Loading) Variabel Penelitian 75 5.12 Hasil Uji Hipotesis ……… 77
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
2.2 Dimensi Organizational Commitment ………... 19
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………. 33
4.1 Diagram Alur Analisis ………. 52
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No Nama Lampiran Halaman
1 2
Daftar Pertanyaan Pengisian Kuesioner ……… 102
106 Data Turnover Karyawan Abalonne Restaurant …………... 3 Data Jumlah Karyawan Abalonne Restaurant……… 107
4 Reliabilitas Instrumen………. 108
5 Distribusi Frekuensi ………... 123
6 Rekapitulasi Uji Validitas ……….. 141
7 Hasil Output Partial Least Square (PLS) ………. 149
(17)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis dan pariwisata terkhususnya Bali berkembang sangatlah pesat saat ini. Fenomena yang dapat kita lihat sendiri adalah banyaknya pembangunan hotel-hotel, villa-villa dan restauran-restauran yang semakin banyak menuntut adanya persaingan yang ketat diantara ketiganya. Restauran sendiri yang tersebar di daerah Bali khususnya daerah selatan atau Kabupaten Badung jumlahnya sangat banyak. Berbagai macam jenis restauran ada disetiap sudut jalan dengan pangsa pasar dan ciri khas masing-masing yang mereka memiliki dalam mengait para wisatawan untuk dapat makan dan menikmati makan yang mereka sajikan.
Pengelolan bisnis yang baik disetiap perusahaan tentulah sangat diperlukan terlebih restauran yang berada di Bali yang hanya mengandalkan perkembangan pariwisata. Perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis dengan tujuan utama memperoleh laba yang semaksimal mungkin harus siap berkompetisi. Hal tersebut ditempuh dengan mengelola secara baik sumber daya yang ada dalam perusahaan. Satu-satunya sumber daya perusahaan yang memiliki nilai kompetitif ialah sumber daya manusia, dimana faktor sumber daya manusia ini memiliki peranan dalam membantu para manajer untuk membawa perusahaan mencapai tujuan yang diinginkan (Wulandari, 2011). Oleh sebab itu, sumber daya manusia dinilai sebagai faktor utama yang berdampak langsung pada kemajuan dan kesejahteraan
(18)
2
perusahaan. Pengolahan sumber daya manusia tidak berjalan dengan efektif, maka akan muncul berbagai masalah yang akan mengganggu kinerja perusahaan (Khoiroh, 2012).
Abalonne Restauran merupakan salah satu restauran berkelas yang berlokasi di daerah Bali selatan. Ciri khas dari restauran ini adalah masakannya yang mencirikhaskan masakan Cina atau Chinese Food. Pangsa pasar mereka sendiri tentunya adalah masyarakat Cina yang sedang berlibur ke Bali. Tempat ini selain menjual makanan saja, dalam restauran ini terdapat satu bar yang cukup lengkap dengan minuman-minuman baik mulai dari yang berbau alkohol sampai dengan jus. Restauran ini memiliki tempat yang cukup besar dan didukung oleh staf yang cukup banyak yaitu sekitar 63 karyawan dengan kemampuan dibidangnya masing-masing yang sudah memenuhi standar operasional sebuah restauran berkelas.
Semenjak didirikannya restauran ini di tahun 2013 turnover karyawan dapat dilihat cukup signifikan begitupun di bulan bulan berikutnya. Perekrutan karyawan pun dilakukan hampir setiap bulannya agar operasional restauran ini dapat berjakan dengan baik sehingga tidak berdampak bagi pelanggan restauran. Kondisi ini terus berulang sampai dengan tahun berikutnya dimana turnover masih terlihat cukup signifikan. Hal yang menjadi alasan dominan yang disampaikan karyawan adalah adanya ketikpuasan terhadap organisasi atau perusahaan ini khususnya penggajian atau upah.
Turnover karyawan merupakan masalah penting yang perlu memperoleh perhatian utama bagi manajemen di organisasi, perusahaan dan industri pariwisata.
(19)
3
Salah satu perusahaan yang mengalami ini adalah Abalonne Restauran Jimbaran Bali. Hasil pengamatan pendahuluan dan wawancara terhadap beberapa karyawan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan intensi keluar. Intensi keluar adalah indikator penting dari turnover sesungguhnya dimasa yang akan datang dan dengan angka turnover yang tinggi dapat menimbulkan kerugian yang nyata bagi perusahaan. Berikut ini adalah tabel data turnover karyawan yang terjadi pada Abalonne Restauran Jimbaran Bali.
Tabel 1.1
Karyawan Yang Keluar dari November 2013 – Februari 2015 No Bulan/Tahun Jumlah Keluar Jumlah Karyawan Turnover 1 Nov 2013- Jan 2014 3 64 4,68 % 2 Feb-Apr 2014 1 63 1,59 % 3 Mei-Jul 2014 4 64 6,25 % 4 Jul-Sept 2014 2 62 3,23 % 5 Okt-Dec 2014 3 62 4,84 % 6 Jan-Mar 2015 2 65 3,07 % Sumber : HRD Abalonne Restauran 2015
Hasil wawancara dengan 8 karyawan yang ada pada Abalonne Restauran memperlihatkan bahwa adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang diberikan, dimana gaji atau upah merupakan alasan yang utama mereka tidak mengalami kepuasan. Stres dari pekerjaan yang didapat juga menjadi salah satu alasan yang membuat karyawan merasa tidak nyaman, tekanan yang diberikan oleh atasan adalah menjadi salah satu alasan yang kuat dan beban pekerjaan yang mereka dapatkan
(20)
4
tidaklah sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kemampuan mereka. Karyawan pun memiliki keinginan untuk meninggal perusahaan apabila terdapat alternatif pekerjaan yang lebih baik.
Melihat tingkat turnover yang terjadi dari tahun 2012 sampai dengan Februari 2015 yang ada pada uraian Tabel 1.1, peneliti berusaha menganalisa pengaruh dari stres kerja dan kepuasan kerja melalu mediasi komitmen organisasi terhadap tingkat intensi turnover karyawan.
Berdasarkan data yang disajikan pada Table 1.1 serta hasil pengamatan dan wawancara terbatas terhadap beberapa karyawan, maka penelitian ini akan mengkaji hubungan antara intensi keluar karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran dengan beberapa variabel penyebabnya.
Turnover intention adalah kecenderungan niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Keputusan karyawan meninggalkan perusahaan inilah yang menjadi masalah besar bagi perusahaan (Mahdi dkk., 2012). Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti misalnya turnover karyawan, perusahaan melakukan berbagai cara agar tingkat turnover karyawan tidak tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Matti (2014) pada polisi di aman membuktikan bahwa stres kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap tingkat intensi turnover.
Robbins (2006) menyatakan stres adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya, yang hasilnya dipersepsikan sebagai ketidakpastian. Stres kerja
(21)
5
sangat sering dialami oleh karyawan dimana stres tersebut dapat berupa pekerjaan yang banyak dengan waktu yang sangat singkat (deadline) dan juga beban pikiran yang disebabkan terhadap individu yang tidak sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Tingkat stres yang dialami karyawan jika mencapai titik tertinggi dari individu itu sendiri tentunya akan dapat menyebabkan terjadinya intensi turnover. Akhir-akhir ini stres kerja telah menjadi masalah yang serius bagi menejemen perusahaan dalam dunia bisnis (Qureshi et al., 2013). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Matti (2014) pada polisi di aman membuktikan bahwa stres kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap tingkat intensi turnover.
Salah satu penyebab faktor penting penyebab tingginya tingkat intensi turnover karyawan adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja pada perusahaan merupakan salah satu variabel yang menjadi faktor yang mempengaruhi intensi keluar karyawan. Ditemukan korelasi yang kuat antara kepuasan kerja dengan turnover intention (Martin dan Gert, 2008). Salleh et al. (2012) menyatakan bahwa semua aspek kepuasan kerja yang meliputi promosi, pekerjaan itu sendiri, serta supervisi kecuali rekan kerja terbukti berpengaruh negatif pada turnover intention. Pengaruh negatif yang dibuktikan oleh penelitian tersebut berupaya menjelaskan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja, maka terdapat kecenderungan rendahnya niat untuk keluar dari perusahaan (Andini, 2006). Individu yang puas dengan pekerjaannya akan berupaya untuk bertahan dalam perusahaan, sementara individu yang kurang marasa puas dengan pekerjaannya akan memilih serangkaian upaya untuk keluar dari perusahaan. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh temuan Handaru
(22)
6
dan Nailul (2012) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja seorang karyawan berpengaruh negatif pada turnover intention.
Karyawan yang berkomitmen adalah hal yang dibutuhkan organisasi untuk menghadapi kompetisi, karena komitmen organisasi adalah keadaan psikologis yang mengikat karyawan untuk sebuah organisasi (Jafri, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Emdy dan Artha (2014), diketahui bahwa komitmen organisasi yang terdiri atas komponen afektif (keinginan), normatif (kewajiban) dan kontinuans (pertimbangan untung rugi) pada karyawan di sebuah industri proses yang menerapkan sistem tim kerja dan sedang mengalami perampingan organisasi menghasilkan skor komitmen afektif karyawan agak tinggi, sedangkan skor normatif dan kontinuan tergolong sedang. Ini berarti karyawan yang menjadi responden penelitian ini merasa ingin terikat dengan perusahaan, wajib dan butuh terikat dengan perusahaan. Akan tetapi ada kemungkinan jika ada tawaran yang lebih menarik dari perusahaan lain, karyawan tersebut akan keluar dari perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen yang kuat tehadap organisasi maka akan sangat susah untuk pergi meninggalkan organisasi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan stres kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada karyawan Abalonne Restauran Jimbaran. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan stres kerja, kepuasan dan komitmen karyawan dan niat berpindah pekerjaan yang terjadi pada karyawan Abalonne Restauran Jimbaran, serta
(23)
7
memberikan masukan kepada pihak manajemen perusahaan sebagai salah satu upaya untuk menekan angka turnover sebenarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berorientasi pada latar belakang masalah, dan identifikasi masalah dengan berbagai faktor yang mempengaruhi turnover karyawan pada industri jasa pariwisata, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh stres kerja terhadap intensi turnover karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
2. Bagaimana pengaruh stres kerja terhadap komitmen karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
3. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
4. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap intensi turnover karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
5. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap intent to leave karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
6. Apakah komitmen organizational memediasi hubungan antara stres dengan intensi keluar karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
7. Apakah komitmen organisational memediasi hubungan antara kepuasan kerja denga intensi keluar karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran?
(24)
8
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menganalisis pengaruh stress kerja, kepuasan kerja melalui komitmen organisasi terhadap intent to leave/turnover karyawan pada industri jasa periwisata khususnya karyawan Abalonne Restauran Jimbaran. Sejalan dengan permasalahan penelitian yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh stres kerja terhadap intensi turnover karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran.
2. Untuk menganalisis pengaruh stres kerja terhadap komitmen karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran.
3. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran.
4. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap intensi turnover karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran.
5. Untuk menganalisis pengaruh komitmen terhadap intent to leave/turnover karyawan Abalonne Restauran Jimbaran.
6. Mengetahui dan menganalisis peran mediasi stres kerja dengan komitmen organisasional dan intensi keluar karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran.
7. Mengetahui dan menganalisis peran mediasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasional dan intensi keluar karyawan pada Abalonne Restauran Jimbaran.
(25)
9
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan berupa bukti empiris tentang hubungan antara kepuasan kerja dan stres kerja dengan intensi keluar yang dimediasi oleh komitmen organisasi. Temuan yang diperoleh diharapkan menambah generalisasi hasil studi khususnya yang membahas hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti dan penelitian ini nantinya juga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia, terkait dengan stres kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan intensi keluar.
1.4.2 Manfaat Praktis
Bagi pihak manajemen khususnya Abalonne Restauran Jimbaran diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam upaya penanganan masalah turnover yang terjadi dalam perusahaan, serta dalam membuat kebijakan pengelolaan tenaga kerja untuk menekan terjadinya intent to leave/turnover.
(26)
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Turnover Intention
2.1.1 Pengertian Turnover Intention
Turnover Intention dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover menurut Robbins dan Judge (2009:38) adalah tindakan pengunduran diri secara permanen yang dilakukan oleh karyawan baik secara sukarela ataupun tidak secara sukarela. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi. Culpepper (2011) menyebutkan turnover intention merupakan prediktor terbaik untuk mengindentifikasi perilaku turnover yang akan terjadi pada karyawan suatu organisasi.
Keinginan berpindah kerja (turnover intention) pada karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor kepuasan kerja yang dirasakan di tempat kerja (Abdillah, 2012). Satu aspek yang cukup menarik perhatian adalah mendeteksi faktor-faktor motivational yang akan dapat mengurangi niat karyawan untuk meningggalkan organisasi, karena niat buntuk pindah sangat kuat pengaruhnya dalam menjelaskan turnover yang sebenarnya. Adanya karyawan yang keluar dari organisasi memerlukan biaya yang besar dalam bentuk kerugian yang besar akan tenaga ahli, yang mungkin juga memindahkan pengetahuan spesifik perusahaan kepada pesaing (Carmeli dan Weisberg, 2006). Penelitian oleh Suliman dan Al-Junaibi (2010) mengeksplorasi
(27)
11
hubungan antara dua komponen komitmen organisasi afektif dan keberlangsungan niat dan omset antara karyawan yang bekerja di industri minyak. Komitmen organisasi secara keseluruhan terbukti berkorelasi negatif dengan niat omset yang sebangun dengan penelitian sebelumnya. Berkenaan dengan dua komponen komitmen organisasi, kedua komponen tersebut berhubungan negatif dengan keinginan berpindah.
Robbins (2007) menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara sukarela (voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover). Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa manarik pekerjaan yang ada saat ini dan tersedianya alternative pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecetan menggambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention
Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Diantara faktor – faktor tersebut yang akan dibahas antara lain sebagai berikut (Novliadi, 2007: 10-12):
1) Usia
Tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena mereka memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui
(28)
12
cara coba-coba tersebut. Hal ini juga didukung oleh Cheng dan Chan (2008 : 272), bahwa turnover intention lebih kuat pada karyawan dengan masa kerja yang lebih pendek dan lebih kuat pada karyawan yang lebih muda daripada karyawan yang lebih tua.
2) Lama Kerja
Semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan turnover tersebut.
3) Tingkat pendidikan dan intellegensi
Menurut Handoyo, dikatakan bahwa mereka yang mempunyai tingkat intellegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah merasa gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa tidak aman. Sebaliknya mereka yang mempunyai tingkat intellegensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan-pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas, karena kemampuan intelegensinya yang terbatas pula.
4) Keterikatan terhadap perusahaan
Pekerja yang mempunyai rasa keterikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup serta gambarandiri positif.
(29)
13
Akibat secara langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.
2.1.3 Jenis-Jenis Turnover
Turnover atau tingkat keluar masuk karyawan merupakan proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Banyak organisasi menemukan bahwa turnover merupakan masalah yang merugikan. Jenis turnover menurut Mathis dan Jackson (2000: 125-126):
1)Turnover secara tidak sukarela dan Turnover secara sukarela (1). Turnover secara tidak sukarela
Pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja. Turnover secara tidak sukarela dipicu oleh kebijakan organisasional, peraturan kerja dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan.
(2). Turnover secara sukarela
Karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri. Turnover secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karier, gaji, pengawasan, geografi dan alasan pribadi/keluarga.
2) Turnover fungsional dan Turnover disfungsional (1). Turnover fungsional
Karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah, individu yang kurang dapat diandalkan, atau mereka yang mengganggu rekan kerja meninggalkan organisasi
(30)
14
(2). Turnover disfungsional
Karyawan penting dan memiliki kinerja tinggi meninggalkan organisasi pada saat yang genting.
3) Turnover yang tidak dapat dikendalikan dan Turnover yang dapat dikendalikan (1). Turnover yang tidak dapat dikendalikan
Muncul karena alasan diluar pengaruh pemberi kerja. Banyak alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi contohnya sebagai berikut:
Adanya perpindahan karyawan dari daerah geografis, karyawan memutuskan untuk tinggal didaerah karena alasan keluarga, suami atau istri yang dipisahkan dan karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi.
(2). Turnover yang dapat dikendalikan
Muncul karena faktor yang dapat dipengaruhi oleh pemberi kerja. Dalam turnover yang dapat dikendalikan, organisasi lebih mampu memelihara karyawan apabila mereka menangani persoalan karyawan yang dapat menimbulkan turnover.
2.1.4 Indikasi Terjadinya Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002: 2): “Turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi
(31)
-15
indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan.
1) Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2) Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya
4) Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
(32)
16
5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
2.2 Organizational Commitment
2.2.1 Pengertian Organizational Commitment
Organizational Commitmemt menurut William dan Hazer (1986) didefinisikan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik organisasional commitmen antara lain loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi. Menurut Blau dan Boal (1987) komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu (terhadap tujuan, nilai, dan kepentingan organisasi) serta berniat memilihara keangotaan dalam organisasi itu.
Susana (2011:139) mendefinisikan komitmen organisasional “An attitude which can adopt different forms and join the individual with a relevant course of action for a particular objective” yang bearti suatu pemikiran yang dapat menerima perbedaan bentuk dan bergabung dengan individu untuk tujuan yang tertentu. Definisi komitmen organisasional oleh Mowday (1982) dalam Alimohammadi (2013)
(33)
17
“Organizational commitment refers to accordance between the goals of the individual and the organization whereby the individual identifies with and extends attempt on representing the general goals of the organization”, artinya komitmen organisasional mengacu sesuai tujuan individu dan organisasi, dimana individu mengenali dan mengupayakan untuk mempresentasikan tujuan suatu organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyono dan Kompyurini (2008), menyimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja organisasi. Budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap perilaku para anggota organisasi, sehingga jika budaya organisasinya baik maka anggota organisasinya adalah orang-orang yang baik dan berkualitas pula. Dan apabila anggotanya baik dan berkualitas, maka kinerja organisasi akan menjadi baik dan berkualitas juga.
Sedangkan berdasarkan Luthan (2006), Organizational commitment didefinisikan sebagai:
1) Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu 2) Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi 3) Keyakinan terentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi
Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
(34)
18
Dapat disimpulkan bahwa organizational commitment adalah keadaan psikologis individu yang berhubungan dengan keyakinan, kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan tingkat sampai sejauh mana ia tetap ingin menjadi anggota organisasi.
2.2.2 Dimensi Organizational Commitment
Ada tiga dimensi komponen dari organizational commitment menurut Mayer dan Allen (1990), yaitu sebagai berikut:
1) Komitmen Afektif, yaitu keterikatan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan derajat komitmen afektif tinggi akan memilih tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya.
2) Komitmen kelanjutan, yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang mungkin akan muncul dengan keluarnya karyawan dari organisasi. semakin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka ‘investasikan’ di organisasi tersebut bertahun-tahun.
3) Komitmen normatif, yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang
(35)
19
harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain.
Gambar 2.2 Dimensi Organizational Commitment Sumber: Mayer dan Allen, 1991
2.3 Stres Kerja
2.3.1 Pengertian Stres Kerja
Stres sebagai suatu istilah paying yang merangkumi tekanan beban, konflik, keletihan, panik, perasaaan gemuruh, anxiety, kemurungan dan hilang daya. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk mengahadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri pada karyawan berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Orang-orang yang
(36)
20
mengalami stres kerja bisa menjadi gugup dan merasakan kekhawatiran khronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks atau menunjukkan sikap yan tidak kooperatif (Veithzal et al., 2009).
Siagian (2008) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak bisa diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketikmampuan orang beriteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luarnya. Artinya, karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang pada gilirannya berpengaruh pada prestasi kerja.
Gibson (1997:44) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
Kemunculan stres di tempat kerja akan mengarah pada meningkatnya ketidak puasan kerja. Meskipun ada penelitian empiris yang memberikan banyak temuan
(37)
21
yang menunjukkan bahwa stres kerja terkait dengan hasil organisasi yang tidak diinginkan, logika dasar di balik penelitian ini adalah bahwa saat karyawan merasa tidak puas lagi terhadap pekerjaannya, maka karyawan akan cenderung memilih untuk meninggalkan pekerjaannya saat itu atau absensi.
Stres di tempat kerja akhir-akhir ini telah menjadi masalah yang serius bagi manajemen perusahaan di dalam dunia bisnis (Qureshi et al., 2013). Karyawan sering dihadapkan dengan berbagi masalah dalam perusahaan sehingga sangat mungkin untuk terkena stres. Studi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paillé (2011) menunjukkan hasil bahwa stres kerja mampu menurunkan kondisi fisik seseorang di tempat kerja, meningkatkan tekanan psikologis di tempat kerja, mendorong kekerasan antar rekan–rekan dan menyebabkan kelelahan yang berlebihan. Stres kerja akan muncul apabila di suatu titik karyawan merasa tidak dapat lagi memenuhi tuntutan – tuntutan pekerjaan. Dalam jangka panjang, karyawan yang tidak dapat menahan stres kerja, karyawan tidak akan mampu lagi bekerja di perusahaan terkait. Pada tahap yang semakin parah, stres bisa membuat karyawan menjadi sakit atau bahkan akan mengundurkan diri (Manurung & Ratnawati, 2012).
Menurut Hasibun (2006), stres kerja adalah sejumlah aktifitas fisik dan mental yang dilakukan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan, maka dari itu bekerja merupakan salah satu bentuk beraneka ragam dari segala aktivitas hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan, dimana setiap orang akan melakukan produktifitas tinggi dengan mengharapkan pencapaian status, keadaan yang lebih baik serta mencapai kondisi yang memuaskan.
(38)
22
Stres kerja dapat menimbulkan kosekuensi pada individu pekerja. Baik secara fisiologis, psikologis, dan perilaku. Stres yang dialami secara terus menerus dan tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya burnout yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis dan emosi. Bagi organisasi stres di tempat kerja dapat berakibat pada rendahnya kepuasan kerja, kurangnya komitmen terhadap organisasi, terhambatnya pembentukan emosi positif, pengambilan keputusan yang buruk, rendahnya kinerja dan tingginya turnover. Stres di tempat kerja pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kerugian finansial pada organisasi yang tidak sedikit jumlahnya (Saragih, 2010).
Handoko (2010) mengemukakan bahwa stres ialah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi kondisi lingkungan. Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, kesimpulan stres kerja merupakan suatu gejala yang dapat mempengaruhi seseorang dalam beraktivitas dalam bekerja.
Menurut Luthans (2006) secara tradisional bidang perilaku organisasi membahas stres dan konflik secara terpisah. Secara konseptual stres dan konflik adalah sama. Interaksi individu, kelompok dan organisasi lebih berhubungan dengan konflik. Pada tingkat individu (intrapersonal), stres dan konflik dapat dibahas bersama. Stres didefinisikan sebagai respons adaptif tarhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Penting juga untuk menunjukkan bahwa:
(39)
23
a. Stres bukan hanya masalah kecemasan b. Stres bukan hanya ketegangan saraf
c. Stres bukan sesuatu yang selalu merusak, buruk, atau dihindari 2.3.2 Faktor-Faktor Stres Kerja
Hani Handoko (2008) menyatakan karyawan yang mengalami stress bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah, tidak dapat relaks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif, sehingga dapat menggangu pelaksanaan kerja mereka. Hani Handoko (2008) juga menyatakan ada beberapa kondisi kerja yang sering menyebabkan stres bagi para karyawan, diantaranya:
a. Beban kerja yang berlebihan b. Tekanan atau desakan waktu c. Kualitas supervisi yang jelek d. Iklim politis yang tidak aman
e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
f. Wewenang yg tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab g. Kemenduaan peranan (role ambiguity)
h. Frustasi
i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok
j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan k. Berbagai bentuk perubahan.
(40)
24
Mengenai penyebab stres, Robbins (2006) juga menyatakan bahwa ada banyak faktor organisasi yang dapat menimbulkan stres, di antaranya:
a.Tuntutan Tugas
Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik.
b. Tuntutan Peran
Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.
c. Tuntutan Antar Pribadi
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
d. Struktur Organisasi
Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan di mana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan
(41)
25
kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan contoh variabel struktural yang dapat merupakan potensi sumber stres.
e. Kepemimpinan Organisasi
Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial eksekutif senior organisasi. Beberapa manajer menciptakan budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut, dan kecemasan.mereka meberikan tekanan yang tidak realistis untuk berkinerja dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang sangat ketat, dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikuti.
f. Tingkat Hidup Organisasi
Organisasi berjalan melalui siklus. Didirikan, tumbuh, menjadi dewasa, dan akhirnya merosot. Tahap kehidupan organisasi, yaitu pada siklus empat tahap ini menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda bagi para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan sangat menimbulkan stres. Yang pertama dicirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidak pastian, sedangkan yang kedua lazimnya menuntut pengurangan, pemberhentian, dan serangkaian ketidakpastian yang berbeda. Stres cenderung paling kecil dalam tahap dewasa di mana ketidakpastian berada pada titik terendah.
2.4 Kepuasan Kerja
2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu perusahaan, kepuasan kerja di ukur dari bagaimana perusahaan memperlakukan
(42)
26
setiap karyawannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan masalah penting yang diperhatikan dalam hubungannya dengan produktivitas kerja karyawan dan ketidakpuasaan sering dikaitkan dengan tingkat tuntutan dan keluhan pekerjaan yang tinggi (Sutrisno, 2012).
Robbins dan Judge (2011) mendifinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak atau hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut. Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Koesmono (2005), Kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya”. Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa kepuasan kerja adalah merupakan suatu sikap dari seorang karyawan yang menggambarkan sikap terpenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhan mereka melalui kegiatan kerja atau bekerja. Darmawan (2013), kepuasan kerja sebagai suatu tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap segala hasil pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti gaji, lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan.
Jones dalam (Akehurst et al., 2009) bahwa seseorang dengan kepuasan kerja tinggi akan menyukai (satisfaction) pekerjaannya secara umum, dimana seseorang merasakan diperlakukan selayaknya dan percaya bahwa pekerjaan mempunyai banyak segi yang diinginkan. Hal tersebut menunjukan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kepuasan kerja seseorang. Sejalan
(43)
27
dengan hal tersebut George dan Jones (2008:82) menyatakan bahwa: the collection of feelings and beliefs that people have about their current jobs. Kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan (anggapan) yang dimiliki setiap individu tentang pekerjaannya saat ini. Dengan demikian, kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara harapan, kebutuhan atau nilai dengan apa yang menurut pandangan atau persepsinya yang telah dicapai melalui pekerjaannya. Jadi, seorang akan merasakan kepuasan (satisfaction) jika tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi, sebaliknya, apabila terdapat perbedaan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan, maka seseorang akan merasakan ketidakpuasan (dissatisfaction). Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang karyawan, baik yang menyenangkan (emosi positif) dan tidak menyenangkan (emosi negatif) tentang pekerjaannya.
2.4.2 Dimensi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang dalam organisasi apapun terhadap pekerjaannya. Dengan kata lain, bagaimana perasaan seseorang, berpikir, dan bertindak dalam hidup adalah faktor penentu pertama dan bagaimana seseorang akan berpikir serta merasakan tentang satu pekerjaan (Ghazawi, 2008:3). Luthans (2008:142) bahwa terdapat lima dimensi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri (the work itself), gaji (pay), promosi (promotions), pengawasan (supervision), kelompok kerja (work group), kondisi kerja (working conditions).
(44)
28
Robbins (2008:110) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor: pekerjaan itu sendiri, gaji, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja. Wexley dan Gary (2005:129) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor: gaji atau upah, kondisi kerja, pengawasan, rekan kerja, isi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi. George dan Jones (2008:82) memperkuat pendapat Wexley and Gary (2005 : 67) yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan meliputi: personaliti (personality), nilai (value), situasi pekerjaan (work situation), dan lingkungan sosial (social influence). Penjelasannya sebagai berikut:
a. Personality: merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi kerja, kemajuan, kreativitas kerja, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas.
b. Values: merupakan nilai-nilai kerja seseorang yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik, terdiri dari: imbalan, pengakuan, tanggungjawab, jaminan kerja, dan layanan sosial.
c. Value (nilai) adalah keyakinan tentang pekerjaan yang dihasilkan ketika menjalani pekerjaan dan bagaimana seharusnya bertindak di tempat kerja (George dan Jones, 2008:83). Temuan riset menunjukkan bahwa nilai adalah secara positif dihubungkan dengan kepuasan pekerjaan (Ghazzawi, 2008:3). Seorang karyawan, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji
(45)
29
merupakan alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan nilai intrinsiknya lemah George dan Jones (2005). Ini berarti, walaupun gaji merupakan alasan yang nyata seorang individu bekerja tetapi tidak berakibat negatif terhadap emosionalnya apabila seseorang memiliki nilai intrinsik yang kuat.
d. Work Conditions: merupakan situasi kerja yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan dan kondisi fisik, terdiri dari: wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.
e. Social Influence: merupakan pengaruh yang terbentuk karena rekan kerja, kelompok dan budaya organisasi, meliputi: aktivitas atau kegiatan, kebijakan perusahaan, rekan kerja, nilai moral dan status.
Menurut Sutrisno (2010) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia mengemukakan pendapat Yulk dan Wexley, bahwa kepuasan kerja merupakan sebagai perasahan seseorang terhadap pekerjaannya.
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Mengapa seseorang bisa puas terhadap pekerjaannya sementara orang lain tidak puas dari pekerjaanya, walaupun pekerjaan yang mereka lakukan adalah sama. Para ahli melihat banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan.
(46)
Faktor-30
faktor itu sendiri dalam peranannya memeberikan kepuasan kepada karyawan tergantung kepada pribadi masing-masing karyawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pada dasarnya dapat menjadi dua bagian yaitu:
1. Faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri seperti harapan dan kebutuhan individu tersebut.
2. Faktor ektrinsik, yaitu faktor yang berasal dari luar karayawan itu sendiri seperti kebijakan perusahaan, kondisi fisik lingkunag kerja, interaksi dengan karyawan lain, sistim pengajian dan sebagainya.
Secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya. Salah satunya menurut Hasuban (2006) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Balas jasa yang layak dan adil
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat-ringannya pekerjaan
4. Suasana lingkunagn pekerjaan
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya
(1)
kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan contoh variabel struktural yang dapat merupakan potensi sumber stres.
e. Kepemimpinan Organisasi
Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial eksekutif senior organisasi. Beberapa manajer menciptakan budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut, dan kecemasan.mereka meberikan tekanan yang tidak realistis untuk berkinerja dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang sangat ketat, dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikuti.
f. Tingkat Hidup Organisasi
Organisasi berjalan melalui siklus. Didirikan, tumbuh, menjadi dewasa, dan akhirnya merosot. Tahap kehidupan organisasi, yaitu pada siklus empat tahap ini menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda bagi para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan sangat menimbulkan stres. Yang pertama dicirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidak pastian, sedangkan yang kedua lazimnya menuntut pengurangan, pemberhentian, dan serangkaian ketidakpastian yang berbeda. Stres cenderung paling kecil dalam tahap dewasa di mana ketidakpastian berada pada titik terendah.
2.4 Kepuasan Kerja
2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu perusahaan, kepuasan kerja di ukur dari bagaimana perusahaan memperlakukan
(2)
setiap karyawannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan masalah penting yang diperhatikan dalam hubungannya dengan produktivitas kerja karyawan dan ketidakpuasaan sering dikaitkan dengan tingkat tuntutan dan keluhan pekerjaan yang tinggi (Sutrisno, 2012).
Robbins dan Judge (2011) mendifinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak atau hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut. Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Koesmono (2005), Kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya”. Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa kepuasan kerja adalah merupakan suatu sikap dari seorang karyawan yang menggambarkan sikap terpenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhan mereka melalui kegiatan kerja atau bekerja. Darmawan (2013), kepuasan kerja sebagai suatu tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap segala hasil pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti gaji, lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan.
Jones dalam (Akehurst et al., 2009) bahwa seseorang dengan kepuasan kerja tinggi akan menyukai (satisfaction) pekerjaannya secara umum, dimana seseorang merasakan diperlakukan selayaknya dan percaya bahwa pekerjaan mempunyai banyak segi yang diinginkan. Hal tersebut menunjukan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kepuasan kerja seseorang. Sejalan
(3)
dengan hal tersebut George dan Jones (2008:82) menyatakan bahwa: the collection of feelings and beliefs that people have about their current jobs. Kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan (anggapan) yang dimiliki setiap individu tentang pekerjaannya saat ini. Dengan demikian, kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara harapan, kebutuhan atau nilai dengan apa yang menurut pandangan atau persepsinya yang telah dicapai melalui pekerjaannya. Jadi, seorang akan merasakan kepuasan (satisfaction) jika tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi, sebaliknya, apabila terdapat perbedaan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan, maka seseorang akan merasakan ketidakpuasan (dissatisfaction). Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang karyawan, baik yang menyenangkan (emosi positif) dan tidak menyenangkan (emosi negatif) tentang pekerjaannya.
2.4.2 Dimensi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang dalam organisasi apapun terhadap pekerjaannya. Dengan kata lain, bagaimana perasaan seseorang, berpikir, dan bertindak dalam hidup adalah faktor penentu pertama dan bagaimana seseorang akan berpikir serta merasakan tentang satu pekerjaan (Ghazawi, 2008:3). Luthans (2008:142) bahwa terdapat lima dimensi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri (the work itself), gaji (pay), promosi (promotions), pengawasan (supervision), kelompok kerja (work group), kondisi kerja (working conditions).
(4)
Robbins (2008:110) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor: pekerjaan itu sendiri, gaji, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja. Wexley dan Gary (2005:129) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor: gaji atau upah, kondisi kerja, pengawasan, rekan kerja, isi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi. George dan Jones (2008:82) memperkuat pendapat Wexley and Gary (2005 : 67) yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan meliputi: personaliti (personality), nilai (value), situasi pekerjaan (work situation), dan lingkungan sosial (social influence). Penjelasannya sebagai berikut:
a. Personality: merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi kerja, kemajuan, kreativitas kerja, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas.
b. Values: merupakan nilai-nilai kerja seseorang yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik, terdiri dari: imbalan, pengakuan, tanggungjawab, jaminan kerja, dan layanan sosial.
c. Value (nilai) adalah keyakinan tentang pekerjaan yang dihasilkan ketika menjalani pekerjaan dan bagaimana seharusnya bertindak di tempat kerja (George dan Jones, 2008:83). Temuan riset menunjukkan bahwa nilai adalah secara positif dihubungkan dengan kepuasan pekerjaan (Ghazzawi, 2008:3). Seorang karyawan, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji
(5)
merupakan alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan nilai intrinsiknya lemah George dan Jones (2005). Ini berarti, walaupun gaji merupakan alasan yang nyata seorang individu bekerja tetapi tidak berakibat negatif terhadap emosionalnya apabila seseorang memiliki nilai intrinsik yang kuat.
d. Work Conditions: merupakan situasi kerja yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan dan kondisi fisik, terdiri dari: wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.
e. Social Influence: merupakan pengaruh yang terbentuk karena rekan kerja, kelompok dan budaya organisasi, meliputi: aktivitas atau kegiatan, kebijakan perusahaan, rekan kerja, nilai moral dan status.
Menurut Sutrisno (2010) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia mengemukakan pendapat Yulk dan Wexley, bahwa kepuasan kerja merupakan sebagai perasahan seseorang terhadap pekerjaannya.
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Mengapa seseorang bisa puas terhadap pekerjaannya sementara orang lain tidak puas dari pekerjaanya, walaupun pekerjaan yang mereka lakukan adalah sama. Para ahli melihat banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan.
(6)
Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memeberikan kepuasan kepada karyawan tergantung kepada pribadi masing-masing karyawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pada dasarnya dapat menjadi dua bagian yaitu:
1. Faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri seperti harapan dan kebutuhan individu tersebut.
2. Faktor ektrinsik, yaitu faktor yang berasal dari luar karayawan itu sendiri seperti kebijakan perusahaan, kondisi fisik lingkunag kerja, interaksi dengan karyawan lain, sistim pengajian dan sebagainya.
Secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya. Salah satunya menurut Hasuban (2006) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Balas jasa yang layak dan adil
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat-ringannya pekerjaan
4. Suasana lingkunagn pekerjaan
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya