Peran Kepuasan Kerja Dalam Memediasi Pengaruh Burn Out Terhadap Komitmen Organisasional Guru.

(1)

PERAN KEPUASAN KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH BURNOUT TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL GURU

SKRIPSI

Oleh :

I GEDE AGUS WIRAJAYA NIM : 1215251029

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

ii

PERAN KEPUASAN KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH BURNOUT TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL GURU

SKRIPSI

Oleh:

I GEDE AGUS WIRAJAYA 1215251029

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Ketua : Dr. Made Subudi,SE.,M.Si ………

2. Sekretaris : Prof. Dr. I W G Supartha,SE.,SU ………

3. Anggota : Dr. Desak Ketut Sintaasih,SE.,M.Si ………

Mengetahui,

Ketua Jurusan Manajemen Pembimbing

(Dr. I Gst Ayu Ketut Giantari, SE.,M.Si) (Prof. Dr. I W G Supartha, SE.,SU)


(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diperoses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 9 Mei 2016 Mahasiswa,

I Gede Agus Wirajaya 1215251029


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Ida Shang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya , penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Burnout terhadap Komitmen Organisasional Guru.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE.,MS., Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas kesediaannya membantu penulis memenuhi segala administrasi mengenai kemahasiswaan.

3. Ibu Dr. I Gst Ayu Ketut Giantari,SE.,M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas waktu dan kesediaannya memberikan bimbingan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 4. Bapak Agoes Ganesha Rahyuda, SE.,MT.,Ph.D selaku Sekretaris Jurusan


(6)

vi

dan kesediaannya memberikan bimbingan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 5. Bapak Dr. Made Subudi SE.,M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas

petunjuk dan nasihat yang diberikan selama mengikuti kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

6. Bapak Prof. Dr. I W G Supartha, SE.,SU., selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan serta motivasi sehingga skripsi dapat terselesaikan.

7. Ibu Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si., selaku dosen pembahas atas waktu, bimbingan, masukan serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Kedua orang tua saya yang selalu menjadi penyemangat dan motivasi untuk Ayah I Ketut Sudana dan Ibu Ni Wayan Nurmini serta Kakak Ni Putu Sariani yang senantiasa mendukung dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Kepada Teman-teman semasa SMA saya I G Ngurah Arvin Rudy W, Fachri Setia P, Yogananda Kesawa, Aryyesvara Reza, Efatha Borromeu, Finty Udayani, Satriya Prabawa P yang senantiasa mendukung dan menyemangati.

10.Kepada Teman-teman dekat saya di kampus yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini I Gusti Ayu Puspita Dewi, Agus Adi Pratama P, Trisna Yuliawan, Mayun Narindara, Bagus


(7)

Grahadika, Diah Mentara Cahyani, Desak Sari Kusumadewi, Yanti Astika Dewi dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Kepada teman-teman GPS yaitu Made Aryawan, Made Widya Suraputra, Agus Resi Sumadi, Eka Surya Putra Ananta, Wahyu Langgeng Prasetya, Made Arly Dwi Cahya yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 9 Mei 2016


(8)

viii

Judul : Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Burnout terhadap Komitmen Organisasional Guru

Nama : I Gede Agus Wirajaya Nim : 1215251029

Abstrak

Komitmen organisasional merupakan sikap individu atau kekuatan organisasi dalam mengikat individu agar tetap berada di dalam organisasi. Komitmen organisasi pada guru menjadi kekuatan untuk menjalankan program sekolah. Komitmen guru yang tinggi terhadap sekolah akan mempermudah tercapainya tujuan-tujuan sekolah. Sehingga organisasi perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional agar guru memiliki rasa komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru.

Penelitian ini dilakukan pada guru SMAK Santo Yoseph. Sampel yang diambil sebanyak 46 guru. Teknik pengambilan sampel dengan sampling jenuh dimana seluruh populasi dijadikan sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang menggunakan skala Likert 5 poin untuk mengukur 28 item pertanyaan. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis jalur (path analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa burnout berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Kedua, burnout berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasioanl. Keempat, kepuasan kerja dinilai secara signifikansi memediasi hubungan antara burnout terhadap komitmen organisasional.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

1.5 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Burnout ... 9

2.1.1 Definisi Burnout ... 9

2.1.2 Dimensi – dimensi Burnout ... 10

2.1.3 Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional ... 11

2.2 Komitmen Organisasional ... 12

2.2.1 Definisi Komitmen Organisasional ... 12

2.2.2 Dimensi – dimensi Komitmen Organisasional ... 13

2.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional ... 14

2.3 Kepuasan Kerja ... 15

2.3.1 Definsi Kepuasan Kerja ... 15

2.3.2 Dimensi – dimensi Kepuasan Kerja ... 16

2.3.3 Hubungan Kepuasan kerja dengan Komitmen Organisasional ... 17

2.4 Kerangka Konsep ... 17

2.5 Hipotesis Penelitian ... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 21

3.2 Lokasi Penelitian ... 21

3.3 Obyek Penelitian ... 21


(10)

x

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 22

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 26

3.6.1 Jenis data ... 26

3.6.2 Sumber data ... 27

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Pengumpulan Sampel .... 27

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.9 Uji Instrumen ... 28

3.9.1 Uji Validitas ... 28

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 29

3.10 Teknik Analisis Data ... 31

3.10.1 Analisis deskriptif ... 31

3.10.2 Analisis faktor konfirmatori ... 31

3.10.3 Analisis jalur ... 33

3.10.4 Pengujian mediasi menggunakan Analisis Sobel ... 37

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum ... 40

4.2 Karakteristik Responden ... 43

4.3 Deskripsi Variabel Penelitian ... 45

4.4.1 Burnout ... 46

4.4.2 Komitmen Organisasional... 49

4.4.3 Kepuasan kerja ... 52

4.4 Hasil Analisis Data ... 55

4.5.1 Hasil analisis faktor konfirmatori ... 55

4.5.2 Hasil analisis jalur ... 58

4.5.3 Hasil pengujian mediasi ... 65

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR RUJUKAN ... 73


(11)

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas ... 29

3.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 30

4.1 Jumlah Guru SMAK Santo Yoseph ... 41

4.2 Karakteristik Responden ... 43

4.3 Jawaban Responden Tentang Burnout ... 46

4.4 Jawaban Responden Tentang Komitmen Organisasional ... 49

4.5 Jawaban Responden Tentang Kepuasan Kerja ... 52

4.6 Percentage of Variance ... 56

4.7 loading factor ... 57

4.8 Hasil Analisis Jalur 1 ... 59

4.9 Hasil Analisis Jalur 2 ... 59

4.10 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung serta Pengaruh Total Variabel ... 62


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 18

3.1 Model CFA Variabel Burnout ... 31

3.2 Model CFA Variabel Komitmen Organisasional... 32

3.3 Model CFA Variabel Kepuasan Kerja ... 32

3.4 Diagram Jalur Penelitian ... 35

4.1 Struktur Organisasi ... 42

4.2 Model Analisis Jalur ... 58


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Gambar Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 78

2 Tabulasi Data ... 83

3 Hasil Uji Validitas ... 85

4 Hasil Uji Reliabilitas ... 88

5 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 92

6 Hasil Uji Analisis Faktor Konfirmatori ... 104


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service profession) yang penuh tantangan (Maslach & Jackson, 1986, dalam Wardhani, 2012). Guru seharusnya peka dengan perkembangan terkini dalam proses kepemimpinan, manajemen, pengelolaan sumber, dan pencapaian tujuan pendidikan, oleh karena itu, dengan berbagai reformasi dalam pendidikan sudah pasti menjadikan peranan dan tanggungjawab guru-guru menjadi lebih menantang (Wardhani, 2012). Peran guru sangat penting dalam mentransformasikan input-input pendidikan. Tanpa perubahan mindset dan peningkatan kualitas guru dapat dipastikan di sekolah tidak akan terjadi perubahan atau peningkatan kualitas. Komitmen organisasional merupakan suatu kekuatan yang mengikat perorangan kepada suatu tindakan keterkaitan pada satu atau lebih target (Sunarno & Liana, 2015), komitmen guru menjadi kekuatan untuk menjalankan program sekolah. Komitmen guru yang tinggi terhadap sekolah akan mempermudah tercapainya tujuan-tujuan sekolah.

Sejalan dengan pentingnya komitmen organisasional bagi lingkup organisasi pendidikan, peneliti ingin melakukan penelitian di SMAK Santo Yoseph Denpasar. Sekolah yang berdiri pada 1 agustus 1964 terletak di jln. Serma kawi no.4 Denpasar. Sejak awal berdirinya, SMAK Santo Yoseph tumbuh menjadi intitusi pendidikan dengan kualitas terbaik (Akreditas ‘A’). Hingga kini SMAK


(15)

Santo Yoseph memiliki jumlah guru sebanyak 46 guru. Terpeliharanya kualitas dan terwujudnya visi SMAK Santo Yoseph menjadikan SMAK Santo Yoseph sebagai sekolah swasta yang berarti di wilayah Denpasar. Dari kesemuanya itu tak lepas dari dukungan para guru yang setia bekerja mengabadikan diri dalam periode yang cukup lama. Akan tetapi periode kerja yang panjang dikalangan guru belum tentu mencerminkan komitmen organisasional secara konsisten. Hasil observasi peneliti dari periode kerja yang panjang adalah beban kerja guru cenderung semakin bertambah tiap tahunnya dikarenakan kurikulum nasional yang sering berubah-ubah, sehingga adanya tambahan beban kerja seperti adanya tambahan jam mengajar , belum lagi tugas guru sebagai wali kelas, pekerjaan administratif lainnya. Selain itu dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, beberapa guru memiliki tingkat komitmen yang rendah dapat dilihat dari beban kerja yang dirasa berat oleh karena jam mengajar yang lama sekitar 8 jam, tambahan jam mengajar seperti bimbingan belajar bagi siswa membuat guru mengalami kelelahan fisik dan kelelahan mental. Mengahadapi siswa didiknya yang tidak serius, tidak mendengarkan guru membuat guru merasa tidak dihargai. Ini menyebabkan guru mengalami penurunan performa mengajar dikelas, guru merasa mudah tersinggung, kurang maksimal dalam bekerja, guru menjadi malas dalam mengajar, penuruan kepuasan kerja guru yang ditunjukan dari semakin rendah semangat kerja guru . Hal ini pun akan berdampak pada ikatan psikologis guru terhadap organisasinya, dengan terganggung ikatan psikologi guru terhadap organisasinya ini akan berdampak pada rendahnya komitmen guru pada tempat bekerjanya. Karena rendahnya komitmen organisasi guru dapat memberi dampak


(16)

3

pada turnover, tingginya absensi, meningkatnya kelambatan kerja dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai guru di organisasi tersebut, rendahnya kualitas kerja dan kurangnya loyalitas pada organisasi (Steers dalam Sopiah, 2008). Chughtai & Zafar (2006) berpendapat bahwa komitmen pada tenaga pengajar dapat mempengaruhi performa mengajarnya di dalam kelas, sehingga dengan kurangnya komitmen pada organisasi berdampak pada penurunan kinerja. Dampak dari komitmen organisasi kurang pada tenaga pengajar akibat dari kelelahan emosional yang tinggi menyebabkan kurang perhatiannya terhadap organisasinya (Babakus, 1999). Akibat dari kelelahan emosional yang tinggi pada tenaga pengajar menyebabkan tingkat stres kerja tinggi yang dialami oleh guru. Menurut Maslach (dalam Cooper et al, 1996). , stres yang dialami individu yang pekerjaannya berhadapan secara langsung dengan manusia sebagai penerima pelayanan disebut dengan istilah burnout.

Burnout merupakan faktor yang rentan terhadap profesi guru dan cenderung dialami setiap profesi pelayanan kemanusiaan seperti profesi guru. Penelitian yang dilakukan Chuan (2005) burnout merupakan suatu faktor yang juga berkaibat pada rendahnya komitmen organisasional. Hakanen et al, (2006) menunjukan bahwa profesi guru paling banyak menghasilkan burnout dibandingkan jenis profesi pelayanan publik maupun pekerjaan lainnya. Burnout juga dapat dikatakan sebagi kondisi kondisi emosional di mana seseorang merasa lelah dan jenuh secara mental ataupun fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat (Maslach, 1993). Gejala burnout tersebut muncul dalam bentuk seperti perasaan frustasi, sikap yang apatis terhadap pekerjaan, merasa terbelenggu oleh


(17)

tugas, sikap yang sinis terhadap siswa, dan tidak puas terhadap diri sendiri dan sering mangkir kerja dengan berbagai alasan (Purba dkk, 2007). Gejala-gejala burnout tersebut memberi dampak negatif bagi siswa didik maupun bagi instituisi pendidikan (Ceyanes, 2004). Beberapa studi yang dilakukan oleh Lee & Ashforth (1996) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara komitmen terhadap organisasi dengan burnout dan komitmen organisasi adalah penentu burnout (Ayub et al, 2011).

Kepuasan kerja identik dengan profesi guru. Hal ini mungkin terjadi karena profesu guru beresiko menghasilkan kepuasan kerja yang rendah akibat tuntutan profesionalitas dan dedikasi yang tinggi, tanpa selalu dibarengi oleh apresiasi dan kompensasi gaji yang memadai (Sutjipto, 2001). Kepuasan kerja seorang guru adalah berasal dari pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi, hubungan sosial, harga diri, dan aktualisasi bukan kebutuhan yang lebih rendah, apabila kepuasan seorang guru terpenuhi maka kinerjanya akan mengalami peningkatan (Pratiwi, 2013). Kepuasan kerja guru petut diperhitungkan demi kelancaran proses pendidikan itu sendiri. Jika stres yang diakibatkan burnout pada guru dalam jangka waktu yang panjang maka kemungkinan guru akan mengalami penurunan kepuasan kerja atau bahkan tidak puas dengan pekerjaannya (Pramudhita, 2011).Menurut penelitian Scholarios & Marks (dalam Malik et al., 2010) ketika karyawan diberikan kontrol untuk mengelola konflik potensial yang muncul antara tuntutan pekerjaan dan tuntutan di luar pekerjaan, hal ini dapat meningkatkan kepuasan kerja. Sebaliknya, kepuasan kerja dapat terhalangi oleh burnout. Kepuasan kerja ditemukan berhubungan dengan stres dan kelelahan, komitmen organisasi, komunikasi


(18)

5

dengan supervisor dan rekan kerja, otonomi, pengakuan, usia, tahun pengalaman, pendidikan, dukungan sosial, beban kerja, peran ambiguitas, dan depresi dan permusuhan (Hamaideh,2011). Griffin dan Ebert (1996) menunjukkan adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen dan produktivitas, bahwa bila dibandingkan dengan para pekerja yang tidak puas, karyawan yang puas lebih berkomitmen dan setia.Penelitian yang dilakukan Babakus (1999) serta Churiyah (2011) kepuasan kerja memiliki peran dalam memediasi pengaruh antara burnout dengan komitmen organisasi. Dalam kaitannya bahwa burnout berpengaruh secara langsung melalui kepuasan kerja, selanjutnya akan berpengaruh pada komitmen organisasi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai peran kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan masalah penelitia sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh burnout terhadap kepuasan kerja guru?

2. Bagaimana pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru? 3. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional

guru?

4. Bagaimana peran kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru?


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah.

1. Untuk menganalisis pengaruh dari burnout terhadap komitmen organisasional guru.

2. Untuk menganalisis pengaruh dari burnout terhadap kepuasan kerja guru. 3. Untuk menganalisis pengaruh dari kepuasan kerja terhadap komitmen

organisasional guru.

4. Untuk menganalisis peran kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru.

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris bidang ilmu manajemen sumber daya manusia. Khususnya tentang burnout yang dikaitkan dengan komitmen organisasional dan kepuasan kerja pada tenaga pengajar.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran dan bahan masukan bagi SMAK Santo Yoseph khusunya dalam masalah- masalah mengenai burnout, komitmen organisasional dan kepuasan kerja yang dihadapi oleh guru SMAK Santo Yoseph.


(20)

7 1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang disusun secara sistematis, dimana masing-masing bab berisikan hal-hal sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah dari penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam pokok permasalahan, juga dibahas mengenai tujuan dan kegunaan penelitian serta pada akhir bab ini dikemukakan mengenai sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka

Bab ini menguraikan mengenai teori-teori yang relevan yang mendukung pokok permasalahan terutama teori-teori mengenai burnout, komitmen organisasional dan kepuasan kerja atau konsep lainnya yang mendasari masalah dalam penelitian ini serta diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya dan disajikan juga mengenai dugaan sementara dari pokok permasalahan.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini disajikan mengenai metode penelitian yang mencakup berbagai hal, seperti lokasi dan obyek penelitian, identifikasi variabel, populasi dan sampel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam membahas permasalahan yang diteliti.


(21)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini disajikan data beserta pembahasan berupa gambaran umum wilayah penelitian dan pembahasan hasil dari model yang digunakan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.

Bab V Simpulan dan Saran

Bab ini menyajikan simpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan permasalahan serta saran yang dapat diberikan berdasarkan atas hasil penelitian.


(22)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Burnout

2.1.1 Definisi Burnout

Hubungan seseorang dengan pekerjaannya dan kesulitannya yang timbul ketika hubungan tersebut menjadi tidak baik, dan telah diakui sebagai suatu fenomena pada jaman modern saat ini (Maslach et al., 2001). Penggunaan istilah burnout untuk fenomena tersebut muncul pada tahun 1970 di Amerika Serikat dengan adanya beberapa peraturan, khususnya di antara orang-orang yang bekerja di human services. Seorang psikolog klinis bernama Herbert Freudenberger pada tahun 1974 menggunakan istilah burnout sebagai kondisi stres dan kelelahan luar biasa yang dialami oleh sukarelawan pada klinik gratis di new York yang bekerja menangani ketergantungan obat (Lailani dkk, 2005).

Maslach et al. (2001) mendefenisikan burnout ke dalam komponen yaitu kelelahan emosional, sinisme dan berkurangnya keberhasilan professional yang disebabkan oleh berbagi tuntutan kerja. Kelelahan emosional berkaitan dengan perasaan penat, frustasi dan tertekan pada pekerjaan sedangkan sinisme berkaitan dengan perilaku negative atas pekerjaan. Sedangkan Muslihudin (dalam Maharani dan Triyoga, 2012) kejenuhan kerja (Burnout) adalah suatu kondisi fisik, emosi dan mental yang sangat drop yang diakibatkan oleh situasi kerja yang sangat menuntut dalam jangka panjang.


(23)

Menurut Pines & Aronson (dalam Mariati, 2013) burnout adalah suatu bentuk ketegangan atau tekanan psikis yang berhubungan dengan stres yang dialami seseorang dari hari ke hari, ditandai dengan kelelahan secara fisik, mental, dan emosional. Etzion (dalam Mariati, 2013) mendefinisikan burnout sebagai ketegangan psikologis yang secara spesifik berkaitan dengan stress kronis yang dialami individu dari hari ke hari dan ditandai dengan kelelahan fisik, emosional, dan mental. Lebih lanjut Etzion mengemukakan bahwa proses terjadinya burnout berjalan dengan pelan dan tanpa disadari sehingga individu tiba-tiba merasa kelelahan.

2.1.2 Dimensi-Dimensi Burnout

Maslach (dalam Lailani dkk, 2005) sebagai pencetus maslach Burnout

Inventory-Human Service Survey (MBI-HSS) mengemukakan tiga dimensi

burnout yaitu :

1. Kelelahan Emosioanl (emotional exhaustion) yaitu habisnya sumber-sumber emosioanl dari dalam individu yang ditandai perasaan frustasi, putus asa, sedih, perasaan jenuh, mudah tersinggung, mudah marah tanpa sebab, mudah merasa lelah, tertekan dan perasaan terjebak dalam pekerjaan.

2. Depersonalisasi (depersonalization) yaitu kecenderungan individu untuk menjauhi lingkungan sosialnya, bersikap sinis, apatis, tidak berperasaan, tidak peduli terhadap lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Dimensi ini menggambarkan burnout secara eksklusif untuk pekerjaan di bidang pelayanan kemanusian (human service).


(24)

11

3. Rendahnya penghargaan atas diri sendiri (low personal accomplishment) yaitu suatu tendensi individu untuk mengevaluasi kinerjanya secara negatif. Individu yang menilai rendah dirinya sering mengalami ketidakpuasan terhadap hasil kerja sendiri serta merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

2.1.3 Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional

1) Hubungan Burnout dengan kepuasan kerja

Reinardy, Maksl & Filak (2009) melakukan penelitian terkait dengan hubungan antara burnout dengan kepuasan kerja penasehat sekolah jurnalistik di Amerika Serikat. Dari hasil penelitian tersebut dapat diperoleh bahwa kelealahan emosional dan pencapaian personal memiliki pengaruh yang berarti terhadap kepuasan kerja. Hubungan antara kepuasan kerja bernilai negatif yang berarti semakin tinggi kelelahan emosional maka kepuasan kerja dirasakan semakin rendah. Penelitian serupa dilakukan oleh Thuraya (2007) yang meneliti hubungan burnout dengan kepuasan kerja karyawan di Jabatan Agama Johor, hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa karyawan JAJ mengalami tingkat burnout rendah ketika kepuasan kerja tinggi dan terdapat hubungan signifikan antara burnout dengan kepuasan kerja. Dari hasil penelitian Reinardy,et al (2009) dan Thuraya (2007) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara


(25)

burnout dan kepuasan kerja. Apabila tingkat burnout yang dialami tinggi maka kepuasan kerja rendah, begitupun sebaliknya.

2) Hubungan Burnout dengan komitmen organisasional

Kalliath, O’Driscoll dan Gillespie (1997) melakukan kajian mengenai hubungan komitmen organisasi dengan burnout. Dari penelitian tersebut komitmen terhadap organisasi telah menjadi penentu ke burnout. Ditemukan bahwa komitmen pada perawat dengan sampel 197 menunjukan komitmen yang tinggi terhadap organisasi yang menunjukan efek langsung terhadap rendahnya tingkat kelelahan emosional dan rendahnya tingkat depersonalisasi. Pada penelitian ini komitmen organisasi memiliki suatu hubungan negatif yang signifikan terhadap burnout. penelitian serupa dilakukan oleh Salehi & Gholtash (2011) yang meneliti hubungan antara kepuasan kerja, burnout, komitmen organisasional dengan OCB antara staf pengajar faklutas , menyatakan bahwa job Burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat burnout maka semakin rendah tingkat komitmen organisasional, sebaliknya semakin rendah tingkat burnout maka semakin tinggi tingkat komitmen organisasional.

2.2 Komitmen Organisasional

2.2.1 Definisi Komitmen Organisasional

Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak terhadap tujuan-tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk mempertahankan


(26)

13

keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai ikatan psikologis individu dengan organisasi, yang dapat ditunjukan oleh berbagai indikator, seperti memiliki loyalitas terhadap organisasi, internalisasi tujuan organisasi, dan mendedikasikan diri pada tujuan organisasi (Crow et al., 2012). Komitmen organisasional membahas kedekatan karyawan terhadap organisasi dimana mereka berada, diman konsep komitmen organisasional memiliki tiga aspek yaitu percaya dan menerima tujuan/nilai organisasi; rela berusaha mencapai tujuan organisasi; dan memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi (Suwardi dan Utomo, 2011).

Sedangkan komitmen organisasional menurut Kreitner dan Kinicki (2014) adalah sikap kerja yang penting dikarenakan orang-orang yang memiliki komitmen diharapkan bisa menunjukan kesediaan untuk bekerja lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja di suatu perusahaan. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai organisasi, kemauan untuk bekerja keras dan memelihara keanggotannya dalam organisasi yang bersangkutan, yang berarti ada keinginan yang kuat dari anggota untuk tetap berada dalam organisasi atau adanya ikatan psikologis terhadap organisasi. (Arishanti, 2007)

2.2.2 Dimensi-Dimensi Komitmen organisasional

Mengacu pada Meyer & Allen, (1997) merumuskan tiga dimensi komitmen organisasional, yaitu :


(27)

1. Affective Commitment (Komitmen Afektif), mengacu pada kelekatan emosional, identifikasi dan keterlibatan para pekerja terhadap suatu organisasi. Pekerja dengan Affective Commitment bekerja pada sebuah organisasi karena mereka memang menginginkannya.

2. Continuance Commitment (Komitmen Kontinu), mengacu pada

kesadaran para pekerja akan kerugian yang mungkin ditanggung jika mereka meninggalkan organisasi tempat meraka bekerja. Pekerja dengan Continuance Commitment bekerja pada sebuah organisasi karena mereka membutuhkannya.

3. Normative Commtimen (Komitmen Normatif) mengacu pada rasa

kewajiban para pekerja terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Pekerja dengan Normative Commtimen bekerja pada sebuah organisasi karena merasa bahwa mereka berkewajiban demikian.

2.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional Sopiah (2008) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional antara lain :

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerja, dan tingkat pengedalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.


(28)

15

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dengan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

2.3 Kepuasan Kerja

2.3.1 Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Aziri (2011) Kepuasan kerja berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Menurutnya, sikap positif dan senang akan pekerjaan mengindikasi adanya kepuasan kerja. Sebaliknya sikap negatif dan tidak senang akan pekerjaan mengindikasikan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap yang menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannya secara keseluruhan maupun terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Hal inimenyangkut seberapa jauh seseorang menyukai (like) dan tidak menyukai (dislike) pekerjaannya, dengan demikian kepuasan kerja lebih mudah dipahami sebagai tingkat di mana seseorang menyukai pekerjaannya (Spector, 1997).

Robbins & Judge (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak atau hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja merupakan penilaian dan sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, hubungan antar teman kerja, dan hubungan sosial di tempat kerja. Setiap instutisi pendidikan perlu memperhatikan kepuasan


(29)

kerja guru. Menurut Luthans (2006) kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang menyenangkan atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.

2.3.2 Dimensi – dimensi Kepuasan Kerja

Dimensi kepuasan kerja dalam penelitian ini mengacu pada dimensi Herzberg (Teck-Hong and Waheed, 2011), yaitu :

1) Prestasi (achievement) merupakan suatu perasaan yang timbul dalam diri karyawan mengenai kepuasaan pribadi yang diperolehnya dari prestasi serta kontribusinya dalam perusahaan sehingga dihargai oleh perusahaan. 2) Pengakuan (recognition) merupakan suatu perasaan yang timbul dalam

diri karyawan terhadap penghargaan dan pengakuan yang diberikan dari rekan kerja, atasan, manajemen serta masyarakat umum atas penyelesaian tugas yang memadai di dalam pekerjaannya.

3) Pekerjaan itu sendiri (work it self) merupakan suatu pekerjaan yang timbul dalam diri karyawan terhadap pekerjaan yang diambil, apakah pekerjaan itu mendebarkan atau membosankan, serta apakah pekerjaan itu menantang atau menarik.

4) Pertumbuhan (growth) merupakan perasaan yang timbul dalam diri karyawan yang memungkinkan karyawan untuk tumbuh dan berkembang serta secara bersamaan dapat meningkatkan keterampilan dan kinerja karyawan.

5) Kemajuan (advancement) merupakan perasaan yang timbul dalam diri karyawan terhadap pekerjaan yang mementingkan kemajuan karirnya


(30)

17

daripada insentif moneter dari perusahaan serta perasaan karyawan yang merasa bahwa melalui bekerja karyawan dapat mempelajari keterampilan baru demi kemajuan karir.

2.3.3 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasional

Komitmen organisasi dan kepuasan kerja adalah sikap kerja yang terkait. Hal ini karena karyawan puas dalam kinerjanya biasanya tinggi kontribusinya terhadap produktivitas organisasi. Azeem (2010) melakukan penelitian terkait kepuasan kerja dan komitmen organisasional antara karyawan di Industri Oman menyatakan terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Semakin tinggi kepuasan kerja pada karyawan, semakin tinggi komitmen karyawan pada organisasinya. Penelitian serupa mengenai hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi pada 280 karyawan Iranian yang dilakukan oleh Eslami dan Gharakhani (2012) menunjukan bahwa kepuasan kerja memilik efek positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Temuan ini menyoroti peran penting kepuasan kerja di komitmen organisasi.

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep pada penelitian ini perlu adanya analisis terlebih dahulu dari penelitian sebelumnya mengenai peran kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru. Dalam penelitian yang dilakukan kanwar et al (2009) burnout memilki hubungan negatif terhadap kepuasan kerja. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Salehii & Gholtash (2011) terhadap hubungan burnout dengan komitmen organisasional memiki pengaruh negatif. Selain itu terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan


(31)

komitmen organisasional memiliki pengaruh positif dengan penelitian yang dilakukan oleh Churiyah (2011). Penelitian mengenai kepuasan kerja dalam memdiasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional. Babakus (1999) mengemukakan kepuasan kerja memediasi secara signifikan pengaruh burnout dengan komitmen organisasional. Berdasarkan hasil - hasil penelitian terdahulu dapat disusun suatu kerangka konsep sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

2.5.1 Pengaruh Burnout terhadap Kepuasan kerja

Kanwar et al. (2009) menyatakan bahwa burnout dan kepuasan kerja merupakan respon kerja yang efektif dan memiliki hubungan yang negatif artinya semakin rendah burnout maka kepuasan kerja semakin meningkat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Advija & Sudipto (2013) juga menemukan hal yang sama bahwa kelelahan emosional dalam dimensi burnout memilik efek negatif pada kepuasan kerja. Reinardy et al. (2009) menyatakan terdapat hubungan negatif signifikan antara burnout dengan kepuasan kerja. Ali & Ali (2014) dalam

Kepuasan Kerja (M)

Burnout (X) Komitmen

Organisasional (Y) H1 (-)

H2(-)


(32)

19

Sejalan dengan penelitian Wardhani (2012) pada guru SLB, kepuasan kerja berhubungan secara negatif dan signifikan dengan burnout. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H1 :burnout berpengruh negatif terhadap kepuasan kerja 2.5.2 Pengaruh Burnout terhadap Komitmen Organisasional

Menurut penelitian yang dilakukan Salehi & Gholtash (2011) menyatakan bahwa job Burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat burnout maka semakin rendah tingkat komitmen organisasional, sebaliknya semakin rendah tingkat burnout maka semakin tinggi tingkat komitmen organisasional. Penelitian tersebut sejalan dengan (Ayub et al, 2008) secara keseluruhan keputusan menunjukkan terdapat hubungan negatif di antara burnout dan komitmen terhadap organisasi dalam kalangan jururawat. Babakus (1999) dalam penelitiannya menyatakan kelelahan emosional dalam dimensi burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. Penelitian serupa dilakukan oleh Peng J et al, (2013) menyatakan bahwa job

burnout memiliki pengaruh negatif terhadap komitmen organisasional.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2 :Burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. 2.5.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional

Dalam penelitiannya Churiyah (2011) dapat diketahui jika kepuasan kerja guru mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara langsung dengan komitmen pada organisasi. Hal ini berarti bahwa kepuasan kerja guru secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap komitmen pada organisasi dan nilai kepuasan kerja guru yang meningkat akan dapdapat meningkatkan komitmen


(33)

mereka pada organisasi. Pernyataan ini mendukung penelitian dari Amilin &Dewi (2008) menyatakan memang ada hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja. Azeem (2010) dalam penelitiannya terdapat hubungan poistif signifikan kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Silvia (2006) dan Yousef (2002) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3 : Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. 2.5.4 Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Burnout terhadap

Komitmen Organisasional

Menurut hasil penelitian Churiyah (2011) kelelahan emosional dalam dimensi burnout tidak berpengaruh langsung terhadap komitmen pada organisasi namun melalui kepuasan kerja guru, sebagaimana telah diketahui kelelahan emosional berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan kerja guru dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap komitmen pada organisasi. Temuan ini sejalan dengan Babakus (1999) yang menyatakan bahwa Kepuasan kerja memediasi pengaruh dari kelelahan emosional pada komitmen afektif dan komitmen continuance dan pada komitmen normatif. Salehi & Gholthas (2011) dalam penelitiannya job burnout mempengaruhi komitmen melalui kepuasan kerja Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H4 : kepuasan kerja memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen


(1)

15

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dengan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

2.3 Kepuasan Kerja

2.3.1 Definisi Kepuasan Kerja

Menurut Aziri (2011) Kepuasan kerja berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Menurutnya, sikap positif dan senang akan pekerjaan mengindikasi adanya kepuasan kerja. Sebaliknya sikap negatif dan tidak senang akan pekerjaan mengindikasikan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap yang menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannya secara keseluruhan maupun terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Hal inimenyangkut seberapa jauh seseorang menyukai (like) dan tidak menyukai (dislike) pekerjaannya, dengan demikian kepuasan kerja lebih mudah dipahami sebagai tingkat di mana seseorang menyukai pekerjaannya (Spector, 1997).

Robbins & Judge (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak atau hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja merupakan penilaian dan sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, hubungan antar teman kerja, dan hubungan sosial di tempat kerja. Setiap instutisi pendidikan perlu memperhatikan kepuasan


(2)

16

kerja guru. Menurut Luthans (2006) kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang menyenangkan atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.

2.3.2 Dimensi – dimensi Kepuasan Kerja

Dimensi kepuasan kerja dalam penelitian ini mengacu pada dimensi Herzberg (Teck-Hong and Waheed, 2011), yaitu :

1) Prestasi (achievement) merupakan suatu perasaan yang timbul dalam diri karyawan mengenai kepuasaan pribadi yang diperolehnya dari prestasi serta kontribusinya dalam perusahaan sehingga dihargai oleh perusahaan. 2) Pengakuan (recognition) merupakan suatu perasaan yang timbul dalam

diri karyawan terhadap penghargaan dan pengakuan yang diberikan dari rekan kerja, atasan, manajemen serta masyarakat umum atas penyelesaian tugas yang memadai di dalam pekerjaannya.

3) Pekerjaan itu sendiri (work it self) merupakan suatu pekerjaan yang timbul dalam diri karyawan terhadap pekerjaan yang diambil, apakah pekerjaan itu mendebarkan atau membosankan, serta apakah pekerjaan itu menantang atau menarik.

4) Pertumbuhan (growth) merupakan perasaan yang timbul dalam diri karyawan yang memungkinkan karyawan untuk tumbuh dan berkembang serta secara bersamaan dapat meningkatkan keterampilan dan kinerja karyawan.

5) Kemajuan (advancement) merupakan perasaan yang timbul dalam diri karyawan terhadap pekerjaan yang mementingkan kemajuan karirnya


(3)

17

daripada insentif moneter dari perusahaan serta perasaan karyawan yang merasa bahwa melalui bekerja karyawan dapat mempelajari keterampilan baru demi kemajuan karir.

2.3.3 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasional

Komitmen organisasi dan kepuasan kerja adalah sikap kerja yang terkait. Hal ini karena karyawan puas dalam kinerjanya biasanya tinggi kontribusinya terhadap produktivitas organisasi. Azeem (2010) melakukan penelitian terkait kepuasan kerja dan komitmen organisasional antara karyawan di Industri Oman menyatakan terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Semakin tinggi kepuasan kerja pada karyawan, semakin tinggi komitmen karyawan pada organisasinya. Penelitian serupa mengenai hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi pada 280 karyawan Iranian yang dilakukan oleh Eslami dan Gharakhani (2012) menunjukan bahwa kepuasan kerja memilik efek positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Temuan ini menyoroti peran penting kepuasan kerja di komitmen organisasi.

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep pada penelitian ini perlu adanya analisis terlebih dahulu dari penelitian sebelumnya mengenai peran kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional guru. Dalam penelitian yang dilakukan kanwar et al (2009) burnout memilki hubungan negatif terhadap kepuasan kerja. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Salehii & Gholtash (2011) terhadap hubungan burnout dengan komitmen organisasional memiki pengaruh negatif. Selain itu terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan


(4)

18

komitmen organisasional memiliki pengaruh positif dengan penelitian yang dilakukan oleh Churiyah (2011). Penelitian mengenai kepuasan kerja dalam memdiasi pengaruh burnout terhadap komitmen organisasional. Babakus (1999) mengemukakan kepuasan kerja memediasi secara signifikan pengaruh burnout dengan komitmen organisasional. Berdasarkan hasil - hasil penelitian terdahulu dapat disusun suatu kerangka konsep sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

2.5.1 Pengaruh Burnout terhadap Kepuasan kerja

Kanwar et al. (2009) menyatakan bahwa burnout dan kepuasan kerja merupakan respon kerja yang efektif dan memiliki hubungan yang negatif artinya semakin rendah burnout maka kepuasan kerja semakin meningkat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Advija & Sudipto (2013) juga menemukan hal yang sama bahwa kelelahan emosional dalam dimensi burnout memilik efek negatif pada kepuasan kerja. Reinardy et al. (2009) menyatakan terdapat hubungan negatif signifikan antara burnout dengan kepuasan kerja. Ali & Ali (2014) dalam penelitiannya job burnout memiliki pengaruh negative terhadap kepuasan kerja.

Kepuasan Kerja (M)

Burnout (X) Komitmen

Organisasional (Y) H1 (-)

H2(-)


(5)

19

Sejalan dengan penelitian Wardhani (2012) pada guru SLB, kepuasan kerja berhubungan secara negatif dan signifikan dengan burnout. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H1 :burnout berpengruh negatif terhadap kepuasan kerja 2.5.2 Pengaruh Burnout terhadap Komitmen Organisasional

Menurut penelitian yang dilakukan Salehi & Gholtash (2011) menyatakan bahwa job Burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat burnout maka semakin rendah tingkat komitmen organisasional, sebaliknya semakin rendah tingkat burnout maka semakin tinggi tingkat komitmen organisasional. Penelitian tersebut sejalan dengan (Ayub et al, 2008) secara keseluruhan keputusan menunjukkan terdapat hubungan negatif di antara burnout dan komitmen terhadap organisasi dalam kalangan jururawat. Babakus (1999) dalam penelitiannya menyatakan kelelahan emosional dalam dimensi burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. Penelitian serupa dilakukan oleh Peng J et al, (2013) menyatakan bahwa job

burnout memiliki pengaruh negatif terhadap komitmen organisasional.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2 :Burnout berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. 2.5.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional

Dalam penelitiannya Churiyah (2011) dapat diketahui jika kepuasan kerja guru mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara langsung dengan komitmen pada organisasi. Hal ini berarti bahwa kepuasan kerja guru secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap komitmen pada organisasi dan nilai kepuasan kerja guru yang meningkat akan dapdapat meningkatkan komitmen


(6)

20

mereka pada organisasi. Pernyataan ini mendukung penelitian dari Amilin &Dewi (2008) menyatakan memang ada hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja. Azeem (2010) dalam penelitiannya terdapat hubungan poistif signifikan kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Silvia (2006) dan Yousef (2002) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3 : Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. 2.5.4 Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Burnout terhadap

Komitmen Organisasional

Menurut hasil penelitian Churiyah (2011) kelelahan emosional dalam dimensi burnout tidak berpengaruh langsung terhadap komitmen pada organisasi namun melalui kepuasan kerja guru, sebagaimana telah diketahui kelelahan emosional berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan kerja guru dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap komitmen pada organisasi. Temuan ini sejalan dengan Babakus (1999) yang menyatakan bahwa Kepuasan kerja memediasi pengaruh dari kelelahan emosional pada komitmen afektif dan komitmen continuance dan pada komitmen normatif. Salehi & Gholthas (2011) dalam penelitiannya job burnout mempengaruhi komitmen melalui kepuasan kerja Berdasarkan penelitian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H4 : kepuasan kerja memediasi pengaruh burnout terhadap komitmen