PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DITERNAKKAN DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH.

PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DITERNAKKAN DI
DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH
Martini Hartawan 1), Ketut Suriasih 2), Ni Made Suci Sukmawati 3), I Nyoman Sucipta 4)
Universitas Udayana
ABSTRAK
Susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi,
menyehatkan, mencerdaskan bagi yang
mengkonsumsinya dan sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Sementara ini konsumsi susu
masyarakat Indonesia baru 7,5 kg/kapita/tahun, sangat kurang dibandingkan dengan negara-negara lain,
karena susu bagi sebagian besar orang Indonesia masih dianggap barang mewah dan mahal. Kambing
Peranakan Etawah (PE) selain dikenal sebagai kambing bertipe besar juga dikenal sebagai penghasil susu
yang cukup potensial, mampu menghasilkan susu sebanyak 0,45-2,2 liter perhari dengan panjang masa
laktasi 92-256 hari. Dengan demikian pengembangan kambing PE selain untuk meningkatkan populasi,
produksi dan produktivitas juga untuk produksi susu yang akan dapat membantu mengatasi masalah
penyediaan susu nasional. Produksi susu dari ternak dipengaruhi 30% oleh faktor dalam dan 70% oleh
faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan adalah dataran rendah dan dataran tinggi. Penelitian ini
betujuan untuk mengetahui produksi susu kambing PE yang diternakan di dataran tinggi dan dataran
rendah. Pada penelitian ini untuk dataran tinggi yaitu desa Sepang, Kabupaten Buleleng dan dataran
rendah desa Paksebali, Kabupaten Klungkung.Sebagai data pendukung untuk produksi susu adalah dari
ukuran tubuh kambing PE. Pengukurannya dilakukan pada tempat datar dengan mengatur posisi kedua
kaki depan dan kaki belakang berdiri tegak sehingga letak keempat kakinya merupakan segi empat.

Lingkar dada diukur dengan melingkarkan pita ukur melingkar tubuh tepat dibelakang siku (Oleoranon).
Tinggi pundak jarak tertinggi sampai tanah. Panjang badan mulai dari benjolan tulang bahu sampai
benjolan tulang tapis. Bobot badan diukur dengan mengangkat keatas timbangan selanjutnya bobot badan
diperoleh dengan mengurangi bobot total dengan bobot sipengangkat. Produksi susu diukur dari hasil
pemerahan.Ukuran tubuh dan produksi susu kambing PE di dataran tinggi : lingkar dada 91,6±5,4 cm,
tinggi badan 83,1±6,3 cm, panjang badan 74,5±2,9 cm, bobot badan 57,8±8,4 kg dan produksi susu 1,7 ±
0,2 liter/ekor/hari. Sedangkan di dataran rendah : lingkar dada 87,0±3,1 cm, tinggi badan 78,7±3,5 cm,
panjang badan 70,1±3,0 cm, bobot badan 51,1±5,5 kg dan produksi susu1,5 ± 0,1 liter/ekor/hari. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa produksi susu dan ukuran-ukuran tubuh kambing PE yang
dipelihara di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan yang dipelihara di dataran rendah.
Kata kunci : Produksi, susu, kambing, peranakan etawah, dataran tinggi, dataran rendah

PENDAHULUAN
Produksi susu kambing memberikan sumbangan sebesar 35% terhadap produksi
susu di dunia. FAO (1996) memperkirakan bahwa permintaan atau impor daging
kambing dunia akan meningkat rata-rata sekitar 2% pertahunnya, sehingga pada tahun
2000 jumlah kebutuhan sudah mencapai tidak kurang dari 10,9 juta ton. Sedangkan
jumlah yang diperdagangkan mencapai kurang lebih 1,4 juta ton. Dari seluruh jumlah
impor dunia, Australia, New Zealand, dan negara-negara maju lainya diperkirakan akan
memasok 1,1 juta ton. Dan sisanya diposok oleh


negara-negara berkembang yang juga

akan mengalami peningkatan produksi. Negara-negara berkembang yang selama ini

1

mengalami kemajuan pesat dalam perkembangan produksi ternak kambing adalah ;
Cina, Bangladesh, Pakistan, Maroko, Aljazair dan Nigeria. Sedangkan negara yang
berpotensi melakukan impor tinggi adalah ; Amerika Latin, Afrika Selatan, dan Timur
Jauh (kawasan Asia Pasifik dan Oceania). Hal ini disebabkan karena wilayah tersebut
merupakan daerah yang pertumbuhan ekonominya tergolong tinggi (Ditjen Peternakan
1999). Sedangkan di Indonesia produksi daging kambing rata-rata menurun 2,93%
pertahun dalam periode 1993-1997. Penurunan produksi terjadi

diseluruh Propinsi

kecuali di Jawa Barat, Jawa Timur, dI Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Nusa
Tenggara Timur. Sedangkan produsen utama daging kambing di Indonesia adalah Jawa
Timur dengan rata-rata sumbangan 34,07% pertahun, kemudian diikuti Jawa Tengah

14,17% pertahun dan Jawa Barat 11,46% pertahun. Propinsi lainnya rata-rata seperti
Bali hanya mampu menyumbang dibawah 5 % pertahun. Terkait dengan beberapa
persoalan diatas, sudah saatnya kita melakukan sesuatu yang mampu memberikan
sumbangan nyata bagi pembangunan sub-sektor peternakan dan langsung menyentuh
masyarakat kecil dengan kemampuan modal yang terbatas, usaha ternak kambing PE
rasanya sangat relevan dengan tujuan diatas karena memiliki beberapa karakteristik
pendukung seperti, modal awal yang dibutuhkan

lebih kecil dibandingkan dengan

ternak besar, teknik pemeliharaan lebih mudah, sederhana dan tidak membutuhkan
tempat yang luas, perkembang biakan lebih cepat dibandingkan dengan ternak besar.
Hodsgon (1973) menyatakan bahwa produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor
dalam (30%) dan bukan factor lingkungan (70%). Meskipun peternak dapat mengatasi
masalah makanan dan pengelolaan, namun masalah lingkungan masih perlu mendapat
perhatian, Muthalib (2002). Cekaman panas pada ternak di daerah tropis akan
mempengaruhi suhu dalam tubuh. Dalam kaadaan demikian ternak berusaha
mengeluarkan panas dari dalam tubuhnya (Smith, J.B. dan S.Mangkuwidjoyo. 1988).
Ternak akan mengurangi kegiatan makan sehingga jumlah konsumsi pakan berkurang,
sebaliknya konsumsi air minum meningkat (Carlson dan Hsieh, 1970). Jika hal ini

berlangsung cukup lama akan menyebabkan pertumbuhan ternak lambat, produksi
turun.
Berdasarkan uraian diatas usaha ternak kambing PE di dataran tinggi maupun
dataran rendah di Bali yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dan mampu
memproduksi susu lebih banyak dan lebih baik.

2

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan ukuran tubuh dengan
produksi susu kambing peranakan etawah yang diternakkan didataran tinggi dan dataran
rendah.

TINJAUAN PUSTAKA
Kambing PE
Kambing PE ( kambing etawah ) atau peranakan kambing etawa adalah kambing
perah yang sekarang banyak dikembangkan di Indonesia yang hasil susu kambing
etawanya dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit ganas, nama lain dari
peranakan kambing etawa sampai saat ini masih dikenal dengan nama kambing
Jamnapari dengan kehidupannya di daratan sungai Jamuna, dari distrik Etawah dan Utar
Pradesh di sebelah timur kota Delhi yang merupakan tempat asalnya kambing etawa.

Kambing etawa jenis Jamnapari tinggal di daerah subur sekitar daerah persungaian yang
sejuk dan hingga saat ini kambing etawa harganya pun sangat mahal

dibanding

kambing jenis lain, apa lagi hasil dari susu kambing Etawa mempunyai banyak manfaat
bagi kesehatan tubuh melawan berbagi penyakit dengan proses yang sangat alami.
Kambing etawa Jamnapari memiliki bentuk fisik lebih tinggi, leher jenjang dan
wajah tersenyum, dari struktur tubuh warna kambing etawa jamnapari adalah putih
bersih dan memiliki bulu yang pendek kecuali pada paha belakang hidung bengkok,
tanduk menjulang ke atas hingga 26 cm, kuping panjang dan melambai ke bawah karena
tidak ada tulangnya, ekor pendek,

cirri-ciri dari kambing etawa jamnapari tersebut

merupakan persyaratan ideal untuk kambing Etawa jamnapari yang berada di

negara

india. Tetapi untuk kambing Peranakan Etawa yang sudah merupakan keturunan dari

kambing Etawa Jamnapari tidak termasuk dalam kategori persyaratan diatas
dikarenakan sangat berbeda dari segi fisik, peranakan dari kambing etawa mungkin
lebih pas kalau katagori jenis lain karena kambing etawa Jamnapari mampu bertahan
hidup di tempat asal kambing Etawa Jamnapari dan tidak

dapat bertahan hidup

didaerah baru yang tidak mendukung. Di negara asalnya kambing Jamnapari mengalami
berbagai masalah dikarenakan beberapa sebab berikut ini :
1. Tidak ada tenaga ahli bidang peternakan ( dokter hewan ) yang bersedia
merawat serta mengontrol proses perkembangan hewan ternak secara kontinu

3

2. Kurangnya perhatian pemerintah dalam mengembangkan peternakan kambing
etawa
3. Pada musim tertentu ( kemarau ) sangat sulit mendapatkan makanan segar
4. Adanya serangan binatang buas atau yang lainnya
Kambing perah di Indonesia yaitu kambing Peranakan Etawa (PE), merupakan
keturunan kambing Etawa dari India, dibawa oleh Belanda pada jaman penjajahan,

dikawinkan dengan kambing kacang dan berkembang sebagai kambing penghasil susu,
sehingga bentuk tubuh, sifat dan ciri-cirinya berada di antara kambing Etawa dan
kambing Kacang, yaitu: bentuk kepala bagian hidung ke atas melengkung atau
cembung, telinga panjang menggantung ke bawah, bulu yang indah dan warnanya
beragam dari belang putih, merah coklat, bercak hitam atau kombinasi ketiganya, pada
bagian belakang memiliki bulu yang panjang dan tebal. Pengembangan ternak kambing
PE sebagai penghasil susu untuk meningkatkan populasi, produksi dan produktivitasnya
akan dapat membantu mengatasi masalah penyediaan susu dalam negeri, memenuhi
kebutuhan nasional melalui program pemerintah. Produksi susu segar dalam negeri
baru memenuhi 25% dari kebutuhan nasional yang sentra produksinya masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa (70%) dari produksi dalam negeri. Produksi susu tersebut
boleh dikatakan keseluruhan atau sebagian besar adalah dari ternak sapi perah, padahal
susu bukan hanya dapat dihasilkan dari ternak sapi perah, tetapi juga dapat dihasilkan
dari kambing perah yang pupulasinya di Indonesia cukup banyak yang masih dapat
dikembangkan untuk meningkatkan populasi, produksi dan produktivitasnya.
Bobot badan kambing PE
Dalam penelitiannya terhadap kambing Peranakan Etawah betina, Djegho
(1981) mendapatkan rata-rata bobot badan berturut-turut 14,69 ; 24,24 ; 25,59 dan
29,59 kg masing-masing pada gigi sari purmanen nol, dua, empat dan enam buah. Pada
penelitian


yang terhadap bobot badan kambing PE betina, Sudarisma (1987)

mendapatkan rata-rata bobot badan kambing berturut-turut 15,88 ; 26,83 ; 29,60 ; 32,11
dan 35,57 kg pada gigi seri permanen nol, dua, empat, enam dan delapan buah.
Sementara itu Singh et al, (1979) mendapatkan rata-rata bobot badan kambing Black
Bengal pada gigi sari permanen no1, dua, empat, enam dan delapan buah masingmasing 10,8 ; 13,0 ; 16,3 ; 16,9 dan 20,7 kg. Berdasarkan kelompok umur, rata-rata
bobot badan dan ukuran-ukuran badan kambing Peranakan Etawah untuk kedua jenis

4

kelamin meningkat dari sebelum disapih sampai mencapai gigi seri permanen empat
buah (Soewartono et.al., 1983).

Ukurun tubuh kambing PE
Steel dan Torrie (1980) memberikan batasan bahwa korelasi merupakan
hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya atau satu bagian dengan beberapa
bagian lainnya. Di dalam berbagai penelitian telah didapatkan hubungan positif dan
nyata antara bobot badan dengan ukuran-ukuran badan ternak seperti lingkar dada sapi
(Partama, 1984) dan pada kambing (Djegho, 1981). Lana et.al (1979) menyatakan

semua dimensi tubuh ternak berkorelasi terhadap bobot badan secara nyata dan positif
tetapi korelasi terbesar terjadi antara bobot badan dengan lingkar dada. Ukuran-ukuran
badan dapat digunakan untuk menduga produksi walaupun hasilnya beragam (Lush,
1969).
Mukherjee et.al.,(1982) mendapatkan korelasi sebesar 0,70 – 0,94 antara lingkar
dada dengan bobot badan kambing Grey Bengal. Sedangkan Singh et.al. (1979)
memperoleh nilai korelasi sebesar 0,74 antara bubot badan dengan lingkar dada pada
kambing Black Bengal. Demikian pula Valdez et. al. (1982) pendapatkan korelasi
antara bobot badan dengan lingkar dada kambing sebesar 0,90 serta korelasi multipel
antara lingkar dada, dan panjang badan denggn bobot badan sebesar 0,90. Djegho
(1981) mendapatkan nilai korelasi sebesar 0,72 sampai 0,87 antara bobot badan dengan
lingkar dada pada kambing PE betina untuk gigi sari permanen nol sampai gigi sari
permanen enam buah. Pada penelitian yang dilakukan-oleh Sudarisma (1987) diperoleh
nilai korelasi sebesar 0,74 sampai 0,92 antara bobot badan dengan lingkar dada kambing
PE, betina untuk gigi seri permanen nol sampai gigi seri permanen delapan buah.
Pertumbuhan ternak dinyatakan dengan perubahan-pelubahan dimensi tubuh seperti
bertambahnya tinggi badan dah bertambahnya ukuran lingkar dada. Pengukuran
terhadap panjang badan, lingkar dada dan tinggi pundak

dapat dilakukan untuk


manentukun bentuk dan tipe ternak (Bhinawa et al, 1985)
Pengukuran lingkar dada dapat dilakukan dengan melingkarkan pita ukur tepat
di belakang siku kaki depan pada saat ternak berdiri tegak pada tempat yang datar
dengan posisi kaki membentuk segi empat panjang serta posisi kepala normal (Wendra,
1966). Rata-rata lingkar dada kambing Peranakan Etawah betina yang didapatkan oleh

5

Djegho (1961) masing-masing 54,15; 65,35; 67,32 dan 76,65 cm pada gigi seri
permanen nol sampai gigi seri permanen enam buah. Demikian pula Sudarisma (1987)
mendapatkan rata-rata lingkar dada kambing Peranakan Etawah betina masing masing
64,23; 66,63; 66,65; 72,40 dan 74,43 cm untuk gigi seri permanen nol sampai gigi seri
permanen empat buah. Sedangkan Singh et.al, (1979) pada penelitiannya terhadap
kambing Black Bengal mendapatkan rata-rata lingkar dada masing-masing 53,3; 58,8;
60,2; 62,6 dan 64,7 cm untuk gigi seri permanen nol sampai empat buah. Salah satu cara
untuk mengetahui pertumbuhan ternak disamping lingkar dada adalah dengan mengukur
tinggi pundak, seperti yang dikemukakan oleh Lana et.al (1979) bahwa pertambahan
bobot badan ternak dibarengi oleh pertambahan lingkar dada, tinggi pundak, panjang
badan yang berjalan sesuai dengan umur ternak. Devendra dan Burns (1970)

mengklasifikasikan kambing berdasarkan tinggi pundak yaitu besar (diatas 65 cm),
sedang (51-65 cm). dam kecil (dibawah 50 cm).

METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Materi penelitian adalah kambing peranakan Etawah (PE) yang diternakkan di
dataran tinggi dan dataran rendah.
Alat Ukur dan Timbangan
Pita ukur mark “Butterfly” dengan‘ panjang 150 cm kepekaan 0,1 cm digunakan
untuk mengukur lingkar dada kambing. Tongkat ukur panjang 100 cm dengan kepekaan
0,1 om digunakan untuk mengukur tinggi pundak dan panjang badan ‘kambing.
Sedangkan bobot badan kambing ditimbang dengan timbangan model “Soenhnle”
Jerman kapasitas 120 kg dengan kepekaan 0,1 kg.
Data Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat pada penelitian untuk dataran tinggi yaitu di desa Sepang,
Kabupaten Buleleng dan dataran rendah di desa Paksebali, Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung dan datanya diambil dari data pada masing-masing lokasi.
Metode
Rancangan Penelitian. Pada penelitin ini kambing yang digunakan sebagai
sampel ditetapkan secara sengaja (Purposive Sampling) yang dikelompokkan
berdasarkan umur yaitu 18-30 bulan (belum terjadi pergantian gigi sari) dan umur 30 -

6

48 bulan , dengan perbedaan topografi yaitu dataran tinggi dengan ketinggian diatas 750
m, dataran sedang dengan ketinggian 250 – 750 m dan dataran rendah dengan
ketinggian 0-250 diatas permukaan laut (Soribasya, 1990).
Tempat dan Lama penelitian. Penelitian ini dilaksanakan didesa Sepang
Kabupaten Buleleng dan dataran rendah di desa Paksebali, Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan
daerah tersebut mempunyai populasi kambing PE, menurut laporan Dinas Peternakan di
dua Kabupeten tersebut . Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan yaitu direncanakan
bulan Juli sampai Nopember tahun 2015
Pelaksanaan penelitian pengukuran badan kambing PE dilakukan pada tempat
datar dengan mengatur posisi ternak agar kedua kaki depan dam belakang berdiri tegak
sehingga letak keempat kakinya merupakan segi empat. Pedoman pengukuran
dilaksanakan sebagai berikut :
Lingkar dada : diukur dengan melingkarkan pita ukur melingkar tubuh tepat di
belakang siku (Oleoranon).
Tinggi pundak : jarak tertinggi sampai tanah
Panjang badan : diukur mulai dari benjolan tulang bahu sampai benjolan tulang tapis
Bobot badan : Kambing diangkat keatas timbangan selanjutnya bobot badan diperoleh
dengan mengurangi bobot total dengan bobot sipengangkat.
Produksi susu dilakukan dengan cara pemerahan.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh sejak persiapan sampai pelaksanaan seleksi data yang
diperoleh yaitu mulai dari editing, cleaning, koding sampai tabulasi dimasukkan pada
file navigator program SPSS 13,0 for Windows. Rerata, simpang baku, rentangan dan
normalitas terhadap variabel bobot dan ukuran badan, ukuran ambing dan puting dan
produksi susu hasil pemerahan ditabulasi. Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
Test untuk melihat distribusi tiap variabel. Uji pengaruh perlakuan, dengan analisis
varians (One-Way ANOVA). Sedangkan hubungan antara ukuran-ukuran badan dengan
bobot badan, bobot badan dengan produksi susu dan ukuran ambing dan puting dengan
produksi susu

diduga dengan korelasi sederhana (bevariate) dan

Gambar grafik dengan sequence

7

regresi (linear)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ukuran tubuh kambing PE di dataran tinggi dan dataran rendah
Pengukuran badan kambing PE dilakukan pada tempat datar dengan mengatur
posisi ternak agar kedua kaki depan dam belakang berdiri tegak sehingga letak keempat
kakinya merupakan segi empat. Pedoman pengukuran dilaksanakan sebagai berikut :
Lingkar dada : diukur dengan melingkarkan pita ukur melingkar tubuh tepat di
belakang siku (Oleoranon). Tinggi pundak : jarak tertinggi sampai tanah Panjang badan
: diukur mulai dari benjolan tulang bahu sampai benjolan tulang tapis, Bobot badan :
Kambing diangkat keatas timbangan selanjutnya bobot badan

diperoleh dengan

mengurangi bobot total dengan bobot sipengangkat.
Tabel 1. Rerata, Simpang Baku dan Normalitas Bobot Badan dan Ukuran Badan
kambing PE di Dataran Tinggi dan Dataran Rendah
Karakteristik kambing PE

Rerata

SB

Rentangan

Z

p

Lingkar Dada (cm)

91,6

5,4

82,0-99,0

0,4

0,9

Tinggi Badan (cm)

83,1

6,3

73,0-80,0

0,5

0,9

Panjang Badan (cm)

74,5

2,9

69,0-78,0

0,6

0,8

Bobot Badan (kg)

57,8

8,4

42,8-66,7

0,5

0,9

Lingkar Dada (cm)

87,0

3,1

82,0-90,0

0,8

0,6

Tinggi Badan (cm)

78,7

3,5

70,0-82,0

0,7

0,7

Panjang Badan (cm)

70,1

3,0

65,0-75,0

0,7

0,7

Bobot Badan (kg)

51,1

5,5

43,4-58,3

0,6

0,9

Dataran Tinggi

Dataran Rendah

Z = Nilai Normalitas
SB = Simpang Baku

p = Tingkat Kemaknaan

Produksi susu kambing PE di dataran tinggi dan dataran rendah
Pengukuran produksi susu dilakukan dengan cara pemerahan. Data produksi
susu kambing PE yang dfipelihara di Desa Sepang, Kec. Busung Biu Buleleng dan Desa
Paksabali, Kec. Dawan, Kab. Kelungkung ditampilkan pada Tabel 2

8

Tabel 2 Rerata, Simpang Baku dan Normalitas Produksi Susu kambing PE di Dataran
Tinggi dan Dataran Rendah
Karakteristik kambing PE

Rerata

SB

Rentangan

Z

p

1,7

0,2

1,5-2,0

1,1

0,2

1,5

0,1

1,4-1,8

0,9

0,3

Dataran Tinggi
Produksi Susu (liter)
Dataran Rendah
Produksi Susu (liter)

Z = Nilai Normalitas;

SB = Simpang Baku;

p = Tingkat Kemaknaan

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Produksi susu kambing PE pada dataran tinggi 1,7 ± 0,2 liter dan pada dataran
rendah 1,5 ± 0,1 liter. Hubungan..
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas disarankan

agar dilengkapi data pendukung

seperti data lingkungan dan data pakan.

DAFTAR PUSTAKA
Bhinawa, I.G.N, IK Saka,IB Djagra, IB Mantra, IGG Putra dan IG Wenten, 1985.
Kambing dan Domba Bagian Skor Kondisi. Penuntun Ternak Potong dan Kerja
Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar
Carlson,L.D. and A.C.Lhsich, 1970. Control of Energy Exchange.Cooler
Mc.Milan,Ltd,London.
Devendra,C and Marca Burns, 1970. Goat Production in the Tropics. Commonewealth
Agricultural Bucks Bureaaux Farnham Royal Bucks, England
Djegho,J. 1981. Penafsiran Berat Badan Berdasarkan Lingkaran Dada pada kambing
Peranakan Etawah di dataran Tinggi Mbay Kabupaten Ngada Nusa Tenggara
Timur. Skripsi Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Denpasar
Hodgson,,R.E. 1973. That Fluid Called Milk. Jurnal Dairy Science, 56:500-505
Hafez,E.S.E, 1968. Adaption of Domestic Animal.les and Febiger,Philadhelpia
http://www.kolombloggratis.org/2013/06/asal-usul-sejarah-kambing etawa.
Lana,K;K. Ardika dan IM Nitis, 1979. Pengaruh Kosentrat terhadap Dimensi Tubuh
serta Korelasinya dengan Berat Badan Sapi Bali Jantan Kebiri yang
dikandangkan.Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan
Peternakan Bogor.
Lush,J.L, 1963. Animal Breeding plan. Iowa State University Press, Ames, Iowa.

9

Mukherjee,D.K,CSP Singh,HR Misra and S.Nath, 1982. Comparation of
Corelation Between Body Weight and Measurement in Grey Bengal Goat.
Muthalib, R.A. 2002. Kajian beberapa actor genetic dan non genetic terhadap
produktifitas kambing PE di Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi. Jurnal
Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. V0l 5(3): 112-119
Partama. G IB, 1984. Hubungan antara Lingkar dada dengan berat badan sapi Bali umur
0-4 bulan. Skripsi Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Udayana Denpasar
Singh,CSP,HR Misra,BD Sarma, DK Mukherjee and DK Singh, 1979. A note of body
Measurement of Black Bengal Coat.
Soewartono,H. Rahmat dan Kadarman, 1983. Bobot dan Ukuran-ukuran badan kambing
peranakan Etawah di Jambi media Peternakan.
Steel,RGD and JH Torrie, 1980. Principle and Procedures of Statistik Mc Graw Hill
Book Company Inc, New York.
Sudarisma,M, 1987. Hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada pada kambing
peranakan Etawah Betina. Skripsi Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Udayana Denpasar.
Smith, J.B. dan S.Mangkuwidjoyo. 1988. Pemeliharaan ,Pembiakan dan Penggunaan
Hewan percobaan di Daerah Tropis. Cetakan Pertama UI Press. Jakarta.
Valdez,C.A, DV.Fagan and IB Vicera, 1982. The Corelation of body to external
Messurement in Goast.
Wendra,K, 1985. Hubungan antara lingkar dada dengan berat badan sapi Bali Jantan
umur 4-8 bulan. Skripsi Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Udayana Denpasar

10