PENEGAKAN HUKUM TERHADAP SAKSI YANG MEMBERIKAN KETERANGAN PALSU DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DIKAITKAN DENGAN PASAL 242 KUHP DAN KUHAP.

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP SAKSI YANG MEMBERIKAN
KETERANGAN PALSU DALAM PROSES PERADILAN PIDANA
DIKAITKAN DENGAN PASAL 242 KUHP DAN KUHAP
Almaria.D
110113080207
ABSTRAK
Proses pembuktian memegang peranan yang penting dalam proses pemeriksaan sidang
pengadilan. Salah satu alat bukti yang penting dalam hukum acara pidana adalah keterangan
saksi. Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan perkara
pidana, dimana keterangan saksi adalah alat bukti yang penting dalam rangka membuktikan ada
atau tidaknya suatu peristiwa hukum. Sebelum memberikan keterangan di persidangan saksi
diwajibkan untuk disumpah terlebih dahulu. Sehubungan dengan kewajiban saksi untuk
disumpah terlebih dahulu secara khusus diatur konsekuensi hukum apabila dilanggar oleh saksi
dalam pengertian saksi tersebut tidak memberikan keterangan dengan sebenarnya sebagaimana
lafal sumpah yang telah ia ucapkan, maka saksi tersebut dapat disangka memberikan keterangan
palsu diatas sumpah yang diancam pidana Pasal 242 KUHP. Saksi yang diduga memberikan
keterangan palsu diatas sumpah ditemukan dalam beberapa persidangan namun tidak diikuti
oleh langkah-langkah lebih lanjut untuk memastikan bahwa para pelakunya dapat dipersalahkan
telah melanggar Pasal 242 KUHP. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses penegakan
hukum terhadap saksi yang memberikan keterangan palsu dalam proses peradilan pidana dan
implikasi keterangan palsu dalam proses peradilan pidana.

Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yakni penelitian yang
dilakukan dengan mendasarkan kepustakaan atau data sekunder. Penelitian ini menggunakan
penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif yang tidak hanya pengumpulan atas sesuatu
hal tetapi juga dengan analisa terhadap hal tersebut menggunakan data sekunder.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses penegakan hukum saksi yang
memberikan keterangan palsu dalam proses peradilan pidana dapat dilakukan dengan cara hakim
terlebih dahulu menyatakan bahwa saksi telah memberikan keterangan palsu di persidangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 174 ayat (1) KUHAP atau pihak yang merasa dirugikan karena
ada bukti bahwa saksi telah memberikan keterangan palsu di persidangan perkara pidana dapat
langsung melaporkan kepada pihak kepolisian. Setelah adanya penetapan hakim tentang saksi
yang diduga memberikan keterangan palsu ataupun melalui pelaporan langsung kepada
kepolisian, proses selanjutnya seperti penanganan perkara pidana pada umumnya dari
penyidikan, penuntutan, dan persidangan untuk membuktikan apakah terdakwa telah memenuhi
unsur-unsur Pasal 242 KUHP yang didukung oleh alat-alat bukti yang terungkap di persidangan
guna mendapatkan putusan dan Implikasi saksi yang diduga memberikan keterangan palsu dalam
proses peradilan pidana yaitu akan terhambatnya proses pencarian kebenaran materiil dalam
proses peradilan perkara pidana sebelumnya, berubahnya status para pihak dalam proses
peradilan pidana, yang semula sebagai saksi berubah menjadi tersangka dalam perkara
memberikan keterangan palsu diatas sumpah, menimbulkan tindak pidana baru, menambah
beban aparat penegak hukum, dan memperpanjang proses peradilan pidana.