Gelombang Ekspresi.

(j)

-

KO~N~TEMPO

JI

-

I

~ '1,

I

II

:~'~
."


,'"

f!,
, ..

..

,r-

I

-.
f f.,

j

I

I
t


.-.
uisi itu berjudul Cahaya Jiwa.
Namun, ia tak muncul dalam
rangkaian kata saja, yang hanya dibaca orang dan dibayangkan sendiri dalam imajinasi. Oleh Tetet Cahyati, 44 tahun, untaian kata-kata itu dipindahkan lewat
goresan kuas pada lembaran kain sutera. Ada garis-garis horizontal yang' mewakili jiwa. Ada warna gelap-terang
yang me1ambangkan kehidupan.
Dalam kenyanya, Tetet meyakinkan
banyak orang bahwa kehidupan tak selalu ge1ap karena ada pelita. Hingga
yang terlihat dalam se1embar sutra itu
pun ada warna-warni, gelombang, dan
garis patah-patah. Maka seperti halnya
puisi, batik pun menunjukkan sebuah
ekspresi. Seperti ingin memberi semangat kepada kaum perempuan, ia memilih warna-warna cerah. "Ini lambang optimisme, dinamis, aktif, dan
pencerahan," ucapnya. Semua batik
kenyanya lahir dari puisi. Dia pun menyebut buah kenya lukisan abstrak
imajinatif itu sebagai batik kontemporer.

P


--------

~

-..

Puisi biasanya ia lahi1'kan ketika dalam keadaan sedih maupun senang.
"Tapi kebanyakan puisi saya lahir ketika saya sedih, ketika saya sendiri. Saya
memang mudah sedih dan jatuh iba,"
ujar ibu tiga anak ini. Ketika tanpa kawan itulah ia banyak merenung. Teringat anak peminta-minta yang papa,
terbayang-bayang perempuan tak berdaya. "Saya berkenya untuk perempuan dan bangsa," ia menegaskan.
Putri kelima seniman PbpO Iskandar
ini memiliki tekad kuat untuk membuat kaum Hawa bangkit. Dia selalu bersemangat terus berkreasi karena ingin
memberi pencerahan bagi kaumnya
untuk tak mudah menyerah dan terus
menghasilkan kenya. Tak hanya dalam
dunia seni ia mengajak wanita untuk

~~~


--- --- ~

-

i pin 9 Hum Q5 U n p Qd 2 00 9

berkiprah. Lewat sanggarnya-Sanggar Seni Tirtasari-di
Bandung, ia
menghimpun anak-anak dan ibu untuk
melakukan sesuatu. Anak-anak mampu maupun tak mampu duduk bersama
belajar seni. Ia memberi kemudahan
kepada anak jalanan sehingga pintar
berkreasi. Untuk para ibu, bahkan ia
mengajar memasak dan keterampilan
khusus lain.
Batik sebenarnya sebuah kreasi
anyar yang lahir dari tangannya. Barn
setahun ditekuni. Sedangkan melukis
telah melekat dalam dirinya selama 15
tahun. Berayahkan seorang .pelukis

membuatnya terlahir dalam dunia seni.
Ia mengaku melukis adalah pendidikan
keluarga, namun secara umum, ia belajar otodidak. Tetapi bagi Tetet kecil tak
hanya lukisan yang menarik. Ia pun
terpikat oleh permainan kata-kata. Sejak kelas V sekolah dasar dia mulai menelurkan karya fiksi dalam bentuk cerita pendek, kernudian beranjak ke puisi
dan novel. Sejumlah buku telah lahir
dari tangannya.
Tekadnya untuk bangkit juga membuatnya memilih bidang ekonomi. Setelah lulus dari Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung, ia
menjalani pendidikan S2 di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bandung.
Untuk mempertajam kemampuan memasarkan karya seni, ia pun meraih
doktor di bidang ekonomi dari Universitas Padjadjaran. Dalam disertasinya,
ia pun menelaah pernasaran seni. Ia
pun berkaca pernasaran seni di mancanegara. "Bukan lagi saatnya seni untuk
seni".
Rupanya, menikah muda tak menghalangi Tetet untuk terus melaju dalam
karier. Menikah saat berusia 18 tahun
dengan ternan kakaknya yang lebih tua
sembilan tahun, ia pun merasakan repotnya

mengurus rumah tangga
-~ sambil
-

kuliah. Namun, kini di usianya yang barn kepala empat, ia sudah' meraih banyak halo Anak pertamanya sudah bekerja. Dia pun sudah menuntaskan pendidikan hingga jenjang S3. Tak hanya
berkiprah di dunia seni, dia pun dalam
keseharian dikenal sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Pariwisata Bandung.
Belum lagi ia masih menjadi dosen di
dua perguruan tinggi dan tentunya bergumul dengan anak-anak dan ibu-ibu
di sanggarnya. Di sela-sela itu, perempuan ini pun masih gemar berdendang,
sehingga puisi-puisinya dimunculkan
sebagai syair lagu. Salah satunya dikemas dalam album musikalisasi puisi.
Benar-benar

segudang~

. RlTA.~ISWARI