MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Antar Budaya Dikawasan Ampel Surabaya).

MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Antar Budaya Dikawasan Ampel
Surabaya)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Per syar atan Memper oleh Gelar
Sar jana Fisip UPN “Veteran” J awa Timur

Oleh:
Ali Zainal Abidin
0843010239

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2013
i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

LEMBAR PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI
MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Antar Budaya Dikawasan Ampel
Surabaya)

Disusun Oleh :
ALI ZAINAL ABIDIN
NPM. 0843010239

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama

Drs. Kusnar to, MSi
NIP. 19580801 198402 1001

Mengetahui,


DEKAN

Dr a. Ec. Hj.Supar wati, M.Si
NIP. 19550718983022001

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

MODELKOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Antar Budaya Dikawasan Ampel
Surabaya)
Disusun Oleh :
ALI ZAINAL ABIDIN
NPM. 0843010239
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 31 Januari 2013


PEMBIMBING UTAMA

Drs. Kusnarto, MSi
NIP. 19580801 198402 1001

TIM PENGUJ I
1. Ketua

Ir . Didiek Tranggono, MSi
NIP. 19581225 1990011001
2. Sekretar is

Dr. Catur Sur atnoaji, MSi
NIP. 3 6804 94 00281
3. Anggota

Drs. Kusnar to, MSi
NIP. 19580801 198402 1001
4

Mengetahui

DEKAN

Dr a. Ec. HJ .Supar wati, M.Si
NIP. 19550718983022001

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Kata Pengantar

Puji Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat serta
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “
MODEL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA“ Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan petunjuk, koreksi, pinjaman buku
dan saran yang bersifat membangun pola pikir, daya kritis, dan memperluas ilmu pengetahuan
serta wawasan untuk penulis.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu menyusun dan menyelesaikan Skripsi ini diantaranya:
1.

Allah SWT dan Baginda Nabi Muhammad SAW yang selalu membantu Mencerahkan,
membimbing, serta menginspirasi penulis selama melaksanakan kuliah dan sampai
penulisan Skripsi ini terselesaikan.

2.

Keluarga besar penulis, terutama mama, mama yang selalu memberikan doa dan
semangatnya serta Alm. Aba yang spiritnya masih bisa dirasakan penulis sampai saat ini

3.

Dra.Hj. Suparwati, Msi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembengunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4.


Juwito, S.Sos, MSi, Ketua program studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5.

Dosen Pembimbing Skripsi Penulis, Drs. Kusnarto, MSi

6.

Semua dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu sehingga
bisa menjadi masukan-masukan dalam pembuatan proposal skripsi ini.
iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7.

Terima Kasih kepada bu ade atas pinjaman buku dan sarannya…


8.

Terima Kasih Kepada kak Mamad And family, all of u is the best…

9.

Dan untuk semua teman dan semua pihak yang ikut andil dalam terselesaikannya skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna dengan segala kerendahan,

kekurangan, serta keterbatasan penulis tidak menutup kemungkinan terdapat kesalahan. Oleh
karena itu penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya. Segala kritik dan saran sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dan untuk langkah yang lebih lanjut.

Surabaya, 22 Januari 2013

Penulis

v


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN J UDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
BAB I

PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................
1.2. Perumusan Masalah ..............................................................
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................


01
01
08
08
08

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA .................................................................
2.1. Model Komunikasi ...............................................................
2.1.1 Model-model Komunikasi ..........................................
2.2. Komunikasi Antarpribadi......................................................
2.3. Komunikasi Antarbudaya ....................................................
2.3.1.Hambatan Komunikasi Antarbudaya ........................
2.3.2.Cara mengatasi Komunikasi Antarbudaya ................
2.3.3. Identitas dalam Interaksi Antarbudaya ......................
2.3.4. Sisi Gelap Identitas .....................................................
2.4. Multirasialitas/Multikulturalitas ..........................................

10

10
13
22
28
30
32
34
36
39

BAB III

METODE PENELITIAN ..............................................................
3.1. Metode Penelitian .................................................................
3.2. Definisi Konseptual ..............................................................
3.2.1.Model Komunikasi ......................................................
3.2.2.Model Gudykunst dan Kim ........................................
3.3. Lokasi Penelitian ..................................................................
3.4. Informan atau narasumber ...................................................
3.5. Jenis Sumber Data ................................................................

3.6. Teknik Pengumpulan Data ...................................................
3.7. Teknik Analisis Data ............................................................

43
43
44
44
45
46
47
48
48
50

BAB IV. PENYAJ IAN DAN ANALISA DATA ..........................................
4.1. Ganbaran objek penelitian ....................................................
4.1.1 Gambaran kota Surabaya .............................................
4.2. Penyajian Data .......................................................................
4.2.1. Identitas Responden ....................................................
4.3. Analisa Data ...........................................................................

52
52
52
56
56
60

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 82
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 82
5.2. Saran ....................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 85

vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1

Daftar pertanyaan wawancara……………………..87

Lampiran 2.

Hasil wawancara Nar asumber 1-6……...………89-110

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK
ALI ZAINAL ABIDIN. MODEL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang model komunikasi antarbudaya dikawasan Ampel Surabaya)
.
Berangkat dari penelitian terdahulu tentang Model komunikasi lintasbudaya dalam
resolusi konflik berbasis pranata adat melayu dan Madura di Kalimantan Barat yang ditulis oleh
Yohanes Bahari (FKIP Universitas Tanjungpura) dan melihat minimya konflik yang terjadi
dikawasan Ampel meskipun didalamnya terdapat empat suku beda budaya dengan tingkat
derajat perbedaan yang cukup besar pula baik dari segi agama, ras, budaya, dan kebiasaan. Sukusuku tersebut adalah Jawa, Madura, Arab, dan Cina penulis tertarik untuk meneliti bagaimana
penerapan model komunikasi antarbudaya Gudykunst dan Kim pada empat suku berbeda budaya
yang tinggal dikawasan Ampel Surabaya
Menurut Gudykunst dan kim terdapat empat hal yang mempengaruhi proses komunikasi
antarbudaya, yaitu cultural (budaya), sosiocultural, psikocultural, dan faktor eksternal
lingkungan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis
penelitian yang berisi tentang paparan dengan tidak melibatkan kalkulasi angka (Kuncoro :
2003). Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik analisis domain ( mencari
gambaran umum informan ), taksonomi ( menjabarkan lebih rinci ), dan kultural ( mencari
hubungan yg relevan dengan judul ). Dimulai dari analisis berbagai data yang terhimpun dari
suatu penelitian, kemudian bergerak ke arah pembentukan kesimpulan kategori atau ciri-ciri
umum tertentu.
Hasil wawancara dengan enam narasumber yang merupakan anggota dari tiap suku
mayoritas yang tinggal dikawasan Ampel yakni Arab, Jawa, Cina, Madura dan dari penerapan
model gudykunst dan kim peneliti menemukan tiga faktor utama yang menyebabkan kerukunan
dikawasan Ampel yakni Agama, bahasa, dan saling berbagi kebaikan, Berdasarkan hasil analisa
data dapat disimpulkan pula bahwa model komunikasi antarbudaya Gudykunst dan Kim pada
empat suku beda budaya yang tinggal dikawasan Ampel Surabaya dapat berjalan dengan efektif
karena setiap orang dikawasan ini mampu menyesuaikan dirinya dengan budaya setempat. Filter
eksternal menurut Gudykunst dan Kim yakni lingkungan juga mendukung proses akulturasi
empat budaya tersebut. Penelitian ini masih jauh dari sempurna untuk memberikan gambaran
seutuhnya tentang keberagaman suku dan budaya dikawasan Ampel maka dari itu diharapkan
adanya penelitian selanjutnya untuk melengkapi dan penerapan model Gudykunst dan Kim ini
juga bisa diaplikasikan didaerah lain.
Kata Kunci

: Model Komunikasi, Suku, Ampel

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT
ALI ZAINAL ABIDIN. Inter cultural Communication Model
(Descriptive Study of qualitative about intercultural communication model at Ampel Surabaya
region)
.
Departing from previous research on cross-cultural communication model in conflict
resolution based on customary structures Melayu and Madurese in West Kalimantan, written by
Yohanes Bahari (FKIP Tanjungpura University) and see the less conflict of Ampel region though
inside there are four different ethnic cultures with the degree of difference big enough in terms of
religion, race, culture, and customs. The ethnic are Java, Madura, Arabic, and Chinese writers
interested in examining how the application of a model of intercultural communication
Gudykunst and Kim at four different ethnic cultures living Ampel Surabaya
regionAccording to Gudykunst and Kim there are four things that affect the process of
intercultural communication, the cultural, sosiocultural, psikocultural, and external
environmental factors.
The research method used is descriptive qualitative research, the type of research that
contains exposure by not involve calculations numbers (Kuncoro: 2003)Analysis statistically
file’s using Domain analysis ( looking for informant overview ), Taxonomy ( lays out more
detail ), and Cultural ( looking for a relation that relevant with the title ). Start from analysis
file’s gathered from a study research, and then move to category or general conclusions.
interviews with six informan that are members of each majority ethnic who living at
Ampel region the Arab, Javanese, Chinese, Madura and by the application of Gudykunst and
Kim models ,researchers found three main factors that caused harmony at Ampel region they are
religion, language, and share the goodness, Based on the analysis of the data can also be
concluded that the model of intercultural communication Gudykunst and Kim at four different
ethnic cultures live Ampel Surabaya region to be effective for everyone this region are able to
adapt themselves to the local culture. Filter by Gudykunst and Kim external environment that
supports the process of acculturation of the four cultures. This research is still far from perfect to
give the whole picture about ethnic and cultural diversity of the region Ampel therefore expected
that the further research and application of models to complement Gudykunst and Kim is also
applicable in other areas
Keywords:

- Model of Communication or communication model, ethnic,
Ampel

x

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kesadaran masyarakat akan perbedaan budaya memang dirasa
peneliti semakin baik namun masih saja terdapat berbagai konflik yang terjadi
dibeberapa daerah dan salah satu penyebabnya adalah perbedaan budaya. Akhirakhir ini saja kita sering mendengar isu negatif yang berbau suku, ras,dan agama
yang terjadi pada pemilihan gubenur Jakarta, cukup ironis mengingat Jakarta
adalah ibu kota Negara dan sering disebut sebagai kota termaju di Indonesia.
Sebuah kota maju yang masyarakatnya dianggap modern masih saja bisa
berkonflik. Beberapa konflik lain yang disebabkan oleh perbedaan budaya masih
sering terjadi di Indonesia, sulit untuk kita lupakan tragedi tahun 1998 yang
melibatkan pambantaian etnis tiongoa, perang Ambon, konflik antara suku dayak
dan Madura di Kalimantan,dan sampai saat ini masih terjadi konflik antar suku di
beberapa pedalaman Papua, dan konflik terbaru adalah konflik antar suku yang
terjadi di Sidoarjo.
Adanya istilah dikotomis yang sangat umum digunakan oleh masyarakat
Indonesia, yaitu etnis pribumi dan etnis non-pribumi. Etnis pribumi adalah semua
etnis yang ada di Indonesia di luar etnis tionghoa, sedangkan etnis non-pribumi
biasanya diasosikan dengan etnis tionghoa(Mendatu 2007).pemakaian isilah yang
dikotomis tersebut telah menciptakan banyak masalah besar, salah satunya adalah
semakin lebarnya jurang pemisah antara etnis tionghoa dan etnis lainnya yang ada
1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

di Indonesia, seperti hasil observasi yang dilakukan Tan (dalam susetyo,1999)
dikatakan memang terdapat kesan bahwa hubungan antara etnis tionghoa dan etnis
lainnya cenderung tegang dan saling curiga (Warnean dalam susetyo,1999)
Sejak jaman penjajahan Hindia-Belanda sampai sekarang, hubungan
antara etnis tionghoa dan etnis pribumi lainnya terus menerus diwarnai konflik,
mulai dari konflik terbesar yaitu politik ‘’memecah belah bangsa’’ (devide et
impera) yang sengaja dibuat oleh belanda untuk memecah belah bangsa
Indonesia, pemberontakan PKI tahun 1965, tragedi 1998, dan konflik-konflik
lainnya. Politik “memecah belah bangsa” merupakan munculnya gerakan-gerakan
anti cina. Hal ini disebabkan oleh pemberian kedudukan yang istimewa terhadap
etnis tionghoa dalam struktur kemasyarakatan pada saat itu, yaitu dibawah
belanda dan di atas pribumi. Posisi orang tionghoa ini menjadi wahana yang subur
bagi tumbuh kembangnya perasaan superior. Situasi ini telah memicu munculnya
prasangka pada golongan etnis tionghoa terhadap golongan etnis pribumi.
(Helmi,1991)
(reprository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19229/5/chapter%20l.pdf

- 10 Oct

2012, 13.10)
Masa-masa yang menguntungkan bagi etnis tionghoa tersebut kemudian
berakhir pasca pemberontakan PKI 1965 dan tragedi Mei 1998. Pada saat itu ,
orang tionghoa menjadi sasaran kemarahan massa, dan munculnya aksi-aksi anti
diskriminatif seperti kekerasan “anti cina”. Etnis tionghoa diduga turut
mendukung pemberontakan tersebut, akibatnya kekerasan massa anti-cina mulai
marak, dan pada tragedi Mei 1998, etnis tionghoa juga menjadi korban kemarahan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

massa. Perumahan dan pertokoan milih etnis tionghoa dibakar, dan perempuan
keturunan tionghoa diperkosa (Toer,1998). Tragedi ini merupakan representasi
paling nyata dari adanya prasangka terhadap etnis tionghoa (Gerungan,2002)
Sebuah artikel dari kompasiana.com yang ditulis oleh Daniel H.t. tentang
pengalaman pribadinya yang dia beri judul “kerusuhan Mei 1998, saya malah
“patroli” keliling kota” membuat sebuah wacana dan pertanyaan baru bagi peneliti
mengapa kota Surabaya yang merupakan kota metropolitan ke dua di Indonesia
bisa mempertahankan keamanannya dari isu ras dan perbedaan budaya?
Berdasarkan sejarah kota Surabaya pada zaman penjajahan HindiaBelanda juga menunjukan berlakuknya politik “memecah belah bangsa” atau
devide et impera yang dibuktikan dengan ditempatkannya secara terpisah tempat
tinggal masing-masing etnis seperti etnis Cina didaerah Kembang jepun dan
sekitarnya, etnis Arab di daerah Ampel serta etnis Jawa dan suku lain di Indonesia
di daerah Bubutan serta beberapa tempat lain.
Etnis atau suku jawa adalah suku bangsa mayoritas di Surabaya. Suku jawa
di Surabaya memiliki temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter dibanding
dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya
Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa. Meskipun Jawa
adalah suku atau etnis mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya juga menjadi tempat
tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%),
Tionghoa (7,25%), Arab (2,04%), dan sisanya merupakan suku bangsa lain atau
warga asing.(sumber: laporan Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Surabaya)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

Masyarakat asli Kota Surabaya mempunyai beberapa ciri khusus yang
mudah untuk dikenali. Salah satu ciri khas masyarakat asli Kota Surabaya yang
mudah dikenali adalah gaya bicaranya yang lugas. Masyarakat Surabaya juga
sangat ramah dan mudah bergaul dengan orang lain.
Berbicara tentang kehidupan bermasyarakat tentu Komunikasi merupakan
suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak pertama
manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi. Manusia
adalah makhluk sosial, artinya makhluk itu hidup dengan manusia yang lainnya
dan satu sama lain saling membutuhkan, untuk tetap melangsungkan
kehidupannya, manusia perlu berhubungan dengan manusia yang lainnya.
Hubungan antara manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik itu komunikasi
verbal maupun nonverbal.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari
kata latin yang bersumber dari kata communis yang artinya sama. Sama disini
maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy,2002:3).
Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi yang
diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan makna yang
hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik
secara langsung (lisan) ataupun secara tidak langsung (melalui media)
(Effendi,2005:5)
Dalam ranah komunikasi kita juga mengenal Komunikasi antarbudaya
yang bukan suatu hal baru karena Sejak awal peradaban, ketika manusia pertama

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

membentuk kelompok suku, hubungan antarbudaya terjadi setiap kali orang-orang
dari suku yang satu bertemu dengan anggota dari suku yang lain dan mendapati
bahwa mereka berbeda. Terkadang perbedaan ini, tanpa kesadaran dan toleransi
akan keberagaman budaya, menimbulkan kecenderungan manusia untuk bereaksi
secara dengki. Namun dalam mengejar sekutu politik, pengetahuan, atau
perdagangan komersil, perbedaan-perbedaan ini terkadang lebih diakui dan
terakomodasi. Alexander yang agung, misalnya dikenal dengan penghormatannya
kepada berbagai dewa yang ada didaerah yang ditaklukannya dan menyarankan
para pengikutnya untuk menikahi anak dari keluarga elit penguasa masyarakat
tersebut, sehingga menjamin tingkat loyalitas dan kestabilan politik. Kisah tentang
Alexandria menurut teks yang berhasil dikumpulkan, diperkirakan telah dimulai
pada abad ke-3 sebelum masehi. Rempah-rempah, sutera, teh, kopi, mengarahkan
mereka ke eropa dari cina, asia tenggara, dan timur tengah melalui rute
perdagangan jalur sutera. Senjata,obat-obatan dari barat bahkan roti dibawa oleh
pedagang

yang

berlayar

dari eropa barat

ke Negara-negara didaerah

timur.(Samovar,dkk,2010:2)
Tak dapat dibantah bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan
transportasi dewasa ini telah memungkinkan manusia diberbagai penjuru dunia
saling mengenal dan berhubungan dengan eratnya. Dalam waktu beberapa menit
saja orang bisa berhubungan antar negara via telepon. Dengan menggunakan
pesawat jet, sekian jam kemudian mereka bisa pula bertemu muka. Bahkan tanpa
bepergian keluar negeri pun kita orang Indonesia sering bertemu dengan orang
yang berbeda budaya, baik dalam arti ras, suku agama, jenis kelamin, jenis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, atau sekedar usia yang berbeda.
Orang yang pengelihatanya normal dan orang yang tunanetra, hingga derajat
tertentu juga berbeda budaya. Mereka semua boleh jadi adalah tetangga kita atau
sejawat kita dalam pekerjaan. Perkembangan jaringan komunikasi, ditambah lagi
dengan meningkatnya jumlah orang yang berkunjung dan menetap disuatu Negara
lain, baik untuk sementara ataupun untuk selamanya, telah menumbuhkan
kesadaran akan perlunya memahami budaya orang lain. Menurut Harris,Moran
dan Moran, dewasa ini hanya 10 persen Negara-negara didunia secara rasial atau
etnik homogen (Moodian, 2009:4)
Lalu apakah komunikasi antar budaya itu? Pertama, andrea L.Rich dan
Dennis M.ogawa menyatakan dalam bukunya Intercultural communications, A
Reader bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang
yang berbeda kebudayaannya, misalnya suku bangsa, etnik, ras, dan kelas
sosial.(Larry A.Samovar dan Richard E.Porter, 1966,)
Beberapa pengertian lain tentang komunikasi antar budaya membenarkan
sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya, bahwa semakin besar derajat
perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk
meramalkan suatu tingkat kepastian. Tampaknya tidak ada jaminan akurasi atas
interpretasi pesan-pesan, baik verbal maupun non verbal. Hal ini disebabkan
karena ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang
berbeda maka kita juga memiliki perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya derajat
pengetahuan, derajat kesulitan dalam peramalan derajat ambiguitas, kebingungan
dan suasana misterius yang tak dapat dijelaskan, tidak bermanfaat, bahkan tampak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

tidak familiar.(DR. Alo Liliweri, M.S. makna budaya dalam komunikasi
antarbudaya,2002, LKiS Yogyakarta.)
Seperti apa yang sebelumnya sudah peneliti jabarkan bahwa semakin
tinggi derajat perbedaan budaya maka peluang terjadinya kesalapahaman akan
semakin besar pula tidak jarang muncul konflik setelahnya baik konflik internal
maupun konflik masyarakat.
Berangkat

dari

penelitian

terdahulu

tentang

Model

komunikasi

lintasbudaya dalam resolusi konflik berbasis pranata adat melayu dan Madura di
Kalimantan Barat yang ditulis oleh Yohanes Bahari (FKIP Universitas
Tanjungpura) dan melihat minimya konflik yang terjadi dikawasan Ampel
meskipun didalamnya terdapat empat suku beda budaya dengan tingkat derajat
perbedaan yang cukup besar pula baik dari segi agama, ras, budaya, dan
kebiasaan. Suku-suku tersebut adalah Jawa, Madura, Arab, dan Cina penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana penerapan model komunikasi antarbudaya
Gudykunst dan Kim pada empat suku berbeda budaya yang tinggal dikawasan
Ampel Surabaya dengan menggunakan metode kualitatif
Beberapa tempat lain mungkin juga memiliki situasi yang sama dengan
kondisi yang disoroti peneliti namun peneliti memilih kawasan Ampel Surabaya
dikarenakan kawasan ini sudah berkembang sebelum Indonesia merdeka, bisa
dikatakan kawasan Ampel Surabaya adalah salah satu daerah yang merekam
sejarah keberagaman Indonesia mulai dari jaman Mojopahit hingga saat ini, dan
sampai sekarang kawasan ini masih aman dari isu konflik budaya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut : “ Bagaimana penerapan model
komunikasi antarbudaya Gudykunst dan Kim pada empat suku beda budaya yang
tinggal di kawasan Ampel Surabaya “khususnya dalam mempertahankan
kerukunannya.

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana “Bagaimana
penerapan model komunikasi antarbudaya Gudykunst dan Kim pada empat suku
beda budaya yang tinggal di kawasan Ampel Surabaya“ khususnya dalam
mempertahankan kerukunannya.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu mengeksplorasi khalayak khususnya
mahasiswa tentang bagaimanakah

“beradaptasi dengan lingkungan berbeda

budaya“. Dan hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menambah khasanah
kepustakaan dan bisa digunakan sebagai referensi pembanding, khususnya dalam
bidang Ilmu Komunikasi, bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan
penelitian yang berkaitan dengan topik yang sama.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

b. Secara Praktis
Sebagai media untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teori
yang pernah diperoleh di bangku kuliah dalam dunia kerja yang nyata sehingga
dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti di masa depan.

c. Secara Sosial
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk para
mahasiswa dan masyarakat Surabaya untuk tetap bisa mempertahankan kerukunan
yang sudah terjalin sekian lama ini serta diharapkan juga bisa memberikan
masukan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menghindari konflik
kedaerahan yang sering terjadi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Model Komunikasi
Model adalah representasi dari suatu fenomena dengan menonjolkan

unsur-unsur penting dari fenomena tersebut. Menurut Littlejohn, dalam pengetian
luas model menunjuk pada setiap representasi simbolis dari suatu benda, proses,
atau gagasan ide. Biasanya model dipandang sebagai analogi dari beberapa
fenomena. Dengan demikian model dapat berbentuk gambar-gambar grafis, verbal
atau matematika.
Perbedaan teori dan model menurut Litteljohn dan Hawes (1983) adalah
teori merupakan penjelasan (explanation) sedangkan model hanya merupakan
representasi. Dengan demikian model dapat diartikan sebagai representasi dari
suatu peristiwa komunikasi. Melalui model-model komunikasi dapat terlihat
faktor-faktor yang terlibat dalam poses komunikasi. Akan tetapi model tidak
berisikan penjelasan mengenai hubungan dan interaksi antara faktor-faktor atau
unsur-unsur yang menjadi bagian dari model, dimana penjelasannya didapatkan
dari teori.
Selain itu ada beberapa ahli yang mencoba mendefinisikan model antara
lain sebagai berikut:
1. B.Aubrey fisher
Mendiskipsikan model sebagai analogi yang mengabstraksikan dan
memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat, atau komponen yang
10
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

penting yang dijadikan model.
2. Warner J.Severin dan James W.Tankard,Jr
Model membantu merumuskan teori dan menyarankan hubungan.
Suatu model mengimplikasikan teori mengenai fenomena yang diteorikan.

Model dapat berfungsi sebagai basis bagi teori yang lebih kompleks, alat
untuk menjelaskan teori dan menyarankan cara-cara untuk memperbaiki konsep.
Sebagai alat dapat dipakai kata-kata, angka, simbol, dan gambar untuk
melukiskan model suatu objek, teori, atau proses.
Dalam ilmu komunikasi biasanya model-model komunikasi dirancang
dengan menggunakan serangkaian blok, segi empat, lingkaran, panah, garis,
spiral, dan lain-lain. Model menguji suatu temuan dalam dunia nyata, walaupun
tidak pernah final karena selalu diuji dengan penemuan model terbaru.
Menurut ahli komunikasi, Gordon Wiseman dan Larry Barker model
komunikasi mempunyai tiga fungsi yaitu :
1. Melukiskan proses komunikasi
2. Menunjukkan hubungan visual
3. Membantu

dalam

menemukan

dan

memperbaiki

kemacetan

komunikasi.

Sedangkan menurut ahli komunikasi lain, Deutsch, model mempunyai
empat fungsi yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

1. Mengorganisasikan
Model membantu kita mengorganisasikan suatu hal dengan cara
mengurut-urutkan serta mengaitkan satu bagian sistem dengan bagian
sistem lainnya sehingga kita memperoleh gambaran yang menyeluruh,
tidak sepotong potong.
2. Heuristik (menunjukkan fakta dan metode baru)
Artinya melalui model kita dapat mengetahui sesuatu hal secara
keseluruhan.
3. Prediktif
Melalui model kita dapat memperkirakan hasil atau akibat yang
akan dapat dicapai. Oleh karena itu dalam dunia ilmiah model sangatlah
penting
4. Pengukuran (mengukur fenomena yang diprediksi)

Kegunaan model jelas memberikan manfaat terutama kepada ilmuwan
Untuk memperjelas teori yang mereka kemukakan. Model juga memberikan
kerangka rujukan untuk memikirkan masalah yang mungkin timbul, memberi
peluang akan terbukanya problem abstraksi, dan memberi pengelihatan berbeda
atau lebih dekat. Model-model komunikasi memberikan gambaran tentang
struktur dan hubungan fungsional dari unsur atau faktor yang ada dalam suatu
sistem. Melalui model kita akan dapat memahami dengan lebih mudah dan
komprehensif mengenai struktur dan fungsi dari unsur/faktor yang terlibat dalam
proses komunikasi, baik dalam konteks individual, diantara dua orang atau lebih,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

kelompok atau organisasi maupun dalam konteks komunikasi ringan masyarakat
secara luas.(Marhaeni Fajar, ilmu komunikasi teori dan praktek,2009 :89-91)

2.1.2. Model-model komunikasi
Melihat latar belakang ilmu komunikasi yang besifat dinamis, model
Komunikasi tidaklah mudah untuk digambarkan. Sejuah ini talah terdapat
ratusan model yang dibuat para ahli komunikasi, yang masing-masing
mempunyai kekhasan yang dipengaruhi oleh latar belakang pembuat model, baik
latar belakang keilmuan, paradigma yang digunakan, kondisi teknologis, dan
zaman.(Marhaeni Fajar, ilmu komunikasi teori dan praktek,2009 :93)
Beberapa model komunikasi antara lain adalah :

Model Newcomb
Model ini memiliki pendekatan pada psikologi sosial mengenai interaksi
antar manusia. Interaksi manusia sederhana yang melibatkan dua orang yang
membicarakan satu topik, maka diantara ketiga unsur tersebut akan membentuk
suatu korelasi dan menbentuk empat orientasi (sikap) yaitu:
1. orientasi A terhadap X

2. orientasi A terhadap B

3. orientasi B terhadap X

4. orientasi B terhadap A

Orientasi yang terjadi bisa berupa ketertarikan positif atau negatif dan
tentang sikap senang atau tidak senang. Newcomb menambahkan bahwa semua
sistem memiliki keseimbangan daya dan setiap adanya perubahan orientasi
terhadap suatu bagian akan menimbulkan ketidakseimbangan dalm suatu sistem.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Komunikasi adalah suatu cara yang

lazim dan efektif yang

memungkinkan orang orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka.
Ini adalah model tindakan komunikatif dua orang yang disengaja. Model ini
mengisyaratkan bahwa setiap sistem ditandai oleh suatu keseimbangan atau
simetri,karena ketidakkeseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis
tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan
keseimbangan. ( Deddy Mulyana, 2005 )
Bisa digambarkan bila A dan B memiliki ketertarikan satu sama lain,
dan begitu pula yang terjadi terhadap X maka sistem tersebut akan seimbang
(simetri). Sebaliknya, bila A dan B saling menyukai namun mereka membenci X
atau mereka saling membenci tapi memiliki pendapat yang sama mengenai X
maka hal ini disebut asimetri. (Model-Komunikasi_files/scribd_options.js )

Model Komunikasi Tr ansaksional
Model ini dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970. Model ini
menggaris bawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara
terus-menerus

dalam

sebuah

episode

komunikasi.

Komunikasi

bersifat

transaksional adalah proses kooperatif: pengirim dan penerima sama-sama
bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi.
Model transaksional berasumsi bahwa saat kita terus-menerus mengirimkan dan
menerima pesan, kita berurusan baik dengan elemen verbal dan nonverbal.
Dengan kata lain, peserta komunikasi (komunikator) melalukan proses negosiasi
makna. ( Rose Lattini, 2010 )

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Model

komunikasi

transaksional

adalah

proses

pengiriman

dan

penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah episode
komunikasi. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu
hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang
dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Model
komunikasi transaksional berarti proses yang terjadi bersifat kooperatif, pengirim
dan penerima sama-sama bertanggung jawab dampak dan efektivitas komunikasi
yang terjadi. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah
komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Dalam model ini komunikasi merupakan upaya untuk mencapai kesamaan
makna. Apa yang dikatakan seseorang dalam sebuah transaksi sangat dipengaruhi
pengalamannya dimasa lalu.
Model komunikasi transaksional membangun kesadaran kita bahwa antara
pesan satu dengan pesan yang lain saling berhubungan, saling ketergantungan.
Asumsi model ini adalah ketika komunikasi terjadi terus menerus, kita akan
berurusan dengan elemen verbal dan non verbal, artinya para komunikator sedang
menegosiasikan makna. Ketika anda mendengarkan seseorang yang berbicara,
sebenarnya pada saat itu bisa saja anda pun mengirimkan pesan secara nonverbal
(isyarat tangan, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya) kepada pembicara
tadi. Anda menafsirkan bukan hanya kata-kata pembicara tadi, juga perilaku
nonverbalnya.
Dalam konteks ini komunikasi adalah suatu proses personal karena makna
atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Penafsiran

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

anda atas perilaku verbal dan nonverbal orang lain yang anda kemukakan
kepadanya juga mengubah penafsiran orang lain tersebut atas pesan-pesan anda,
dan pada gilirannya, mengubah penafsiran anda atas pesan-pesannya, begitu
seterusnya. Menggunakan pandangan ini, tampak bahwa komunikasi bersifat
dinamis. Pandangan inilah yang disebut komunikasi sebagai transaksi, yang lebih
sesuai untuk komunikasi tatap muka yang mungkinkan pesan atau respons verbal
dan nonverbal bisa diketahui secara langsung.
Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah bahwa
komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau
respons yang dapat diamati. Artinya, komunikasi terjadi apakah para pelakunya
menyengajanya atau tidak, dan bahkan meskipun menghasilkan respons yang
tidak dapat diamati. Berdiam diri, mengabaikan orang lain di sekitar, bahkan
meninggalkan

ruangan,

semuanya

bentuk-bentuk

komunikasi,

semuanya

mengirimkan sejenis pesan. Gaya pakaian dan rambut anda, ekspresi wajah anda,
jarak fisik antara anda dengan orang lain, nada suara anda, kata-kata yang anda
gunakan, semua itu mengkomunikasikan sikap, kebutuhan, perasaan dan
penilaian. Dalam model komunikasi transaksional, pengalaman untuk mencapai
kesamaan makna akan membuat komunikasi yang terjadi semakin efektif. (
model-komunikasi-transaksional_22_files/authorization.css )

Model Shannon dan Weaver (Model komunikasi linier)
Model komunikasi ini dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver
pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of Communication. Mereka

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi
radio dan telepon dan ingin mengembangkan suatu model yang dapat menjelaskan
bagaimana informasi melewati berbagai saluran (channel). Hasilnya adalah
konseptualisasi dari komunikasi linear (linear communication model) Pendekatan
ini terdiri atas beberapa elemen kunci: sumber (source), pesan (message) dan
penerima (receiver).
Model linear berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima
Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit terhadap partisipanpartisipan dalam proses komunikasi.
(http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/180/jiptiain--sabrinasil-8955-4-babiiri.pdf )
Model Interaksional
Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun
1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah diantara para
komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim
kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini
menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi
menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi
manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang
lain. Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima
mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model
interkasional adalah

umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

pesan. Model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun
1970. Model ini menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang
berlangsung secara terus-menerus dalam sebuah episode komunikasi. Komunikasi
bersifat transaksional adalah proses kooperatif: pengirim dan penerima sama-sama
bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi.
Model transaksional berasumsi bahwa saat kita terus-menerus mengirimkan dan
menerima pesan, kita berurusan baik dengan elemen verbal dan nonverbal.
Dengan kata lain, peserta komunikasi (komunikator) melalukan proses negosiasi
makna .
(http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/180/jiptiain--sabrinasil-8955-4-babiiri.pdf)

Model komunikasi Antar budaya Gudykunst dan kim

Model komunikasi Gudykunst dan kim ini sebenarnya merupakan model
komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari
budaya yang berlainan, atau komunikasi dengan orang asing (stranger). Model
komunikasi ini pada dasarnya sesuai untuk komunikasi tatap-muka, khususnya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

antara dua orang. Meskipun model itu disebut model komunikasi antarbudaya
atau model komunikasi dengan orang asing,
model komunikasi tersebut dapat mempresentasikan komunikasi antara
siapa saja, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai budaya,
sosiobudaya dan psikobudaya yang persis sama.Seperti model Tubbs, model
Gudykunst dan Kim ini mengasumsikan dua orang yang setara dalam
berkomunikasi, masing-masing sebagai pengirim dan sekaligus sebagai penerima,
atau keduanya sekaligus melakukan penyandian (encoding) dan penyandian-balik
(decoding). Karena itu, tampak pula bahwa
pesan suatu pihak sekaligus juga adalah umpan balik bagi pihak lainnya.
Pesan/umpan balik antara kedua peserta komunikasi dipresentasikan oleh garis
dari penyandian seseorang ke penyandian-balik orang lain dan dari penyandian
orang kedua ke penyandian-balik orang pertama. Kedua garis pesan/umpan balik
menunjukkan bahwa setiap kita berkomunikasi, secara serentak kita menyandi dan
menyandi-balik pesan. Dengan kata lain, komunikasi tidak statis; kita tidak
menyandi suatu pesan dan tidak melakukan apa-apa hingga kita menerima umpan
balik. Alih-alih, kita memproses rangsangan yang datang (menyandi-balik) pada
saat kita juga menyandi pesan. Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan
dan penyandian-balik pesan merupakan suatu proses interaktif yang dipengaruhi
oleh filter-filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya,
sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan. Lingkaran paling dalam, yang
mengandung interaksi antara penyandian pesan dan penyandian-balik pesan,
dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang mempresentasikan pengaruh budaya,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

sosiobudaya dan psikobudaya. Masing-masing peserta komunikasi, yakni orang A
dan orang B, dipengaruhi budaya, sosiobudaya dan psikobudaya, berupa
lingkaran-lingkaran dengan garis yang terputus-putus. Garis terputus-putus itu
menunjukkan

bahwa

budaya,

sosiobudaya

dan psikobudaya

itu

saling

berhubungan atau saling mempengaruhi. Kedua orang yang mewakili model juga
berada dalam suatu kotak dengan garis terputus-putus yang mewakili pengaruh
lingkungan. Lagi, garis terputus-putus yang membentuk kotak tersebut
menunjukkan bahwa lingkungan tersebut bukanlah suatu sistem tertutup atau
terisolasi. Kebanyakan komunikasi antara orang-orang berlangsung dalam suatu
lingkungan sosial yang mencakup orang-orang lain yang juga terlibat dalam
komunikasi. Seperti ditunjukkan di atas, pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya
dan psikobudaya itu berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyandi dan
menyandi-balik pesan. Filter tersebut adalah mekanisme yang membatasi jumlah
alternatif yang memungkinkan kita memilih ketika kita menyandi dan menyandi
balik pesan. Lebih khusus lagi, filter tersebut membatasi prediksi yang kita buat
mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi kita.
Pada gilirannya, sifat prediksi yang kita buat mempengaruhi cara kita menyandi
pesan. Lebih jauh lagi, filter itu membatasi rangsangan apa yang kita perhatikan
dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan tersebut ketika kita menyandi-balik
pesan yang datang. Gudykunst dan Kim berpendapat, pengaruh budaya dalam
model itu meliputi faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan
budaya, misalnya pandangan dunia (agama), bahasa, juga sikap terhadap manusia,
misalnya apakah kita harus peduli terhadap individu (individualisme) atau

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

berhadap kolektivis (kolektivisme). Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai,
norma dan aturan yang mempengaruhi perilaku komunikasi. ordering process).
Penataan pribadi ini adalah proses yang memberi stabilitas pada proses psikologis.
Faktor-faktor psikobudaya ini meliputi stereotip Pengaruh sosiobudaya adalah
pengaruh yang menyangkut proses penataan sosial (social ordering process).
Penataan sosial berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika polapola perilaku menjadi konsisten dengan berjalannya waktu. Sosiobudaya ini
terdiri dari empat faktor utama: keanggotaan dalam kelompok sosial, konsep diri,
ekspektasi peran, dan defenisi mengenai hubungan antarpribadi. Dimensi
psikobudaya mencakup proses penataan pribadi (personal dan sikap (misalnya
etnosentrisme dan prasangka) terhadap kelompok lain. Stereotip dan sikap
menciptakan pengharapan mengenai bagaimana orang lain akan berperilaku.
Pengharapan itu pada akhirnya mempengaruhi cara kita menafsirkan rangsangan
yang datang dan prediksi yang dibuat mengenai perilaku orang lain.
Etnosentrisme, misalnya, mendorong kita menafsirkan perilaku orang lain
berdasarkan kerangka rujukan sendiri dan mengharapkan orang lain berperilaku
sama seperti kita. Hal ini akan membuat salah penafsiran pesan orang lain dan
meramalkan perilakunya yang akan datang secara salah pula.Salah satu unsur
yang melengkapi model Gudykunst dan Kim adalah lingkungan.Lingkungan
sangat berpengaruh dalam menyandi dan menyandi-balik pesan. Lokasi geografis,
iklim, situasi arsitektural (lingkungan fisik), dan persepsi atas linkungan tersebut,
mempengaruhi cara menafsirkan rangsangan yang datang dan prediksi yang
dibuat mengenai perilaku orang lain. Oleh karena orang lain mungkin mempunyai

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

persepsi dan orientasi yang berbeda dalam situasi yang sama. Intinya, model
tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan dalam komunikasi
antarbudaya.(Marhaehi fajar,2008 : 105-106)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24729/4/Chapter%20II.pdf)

2.2 Komunikasi Antar Pr ibadi ( inter per sonal )
Komunikasi

merupakan

media

penting

bagi

pembentukan

atau

pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh
dan belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat,
menemukan kasih sayang, bermusuhan, membenci orang lain, dan sebagainya.
Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi diadik yang
melibatkan dua orang saja.
Komunikasi tidak lain merupakan interaksi simbolik. Manusia dalam
berkomunikasi lebih pada memanipulasi lambang-lambang dari berbagai benda.
Semakin tinggi tingkat peradaban manusia semakin maju orientasi masyarakatnya
terhadap lambang-lambang. ( Liliweri,1997 )
Beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu:
1. Arus pesan dua arah dan konteks komunikasi adalah tatap muka.
2. Tingkat umpan balik yang tinggi.
3. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi.
4. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.
5. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Perlu juga sebelum mendefinisikan komunikasi antarpribadi kita harus
memahami perbedaan komunikasi antarpribadi dan komunikasi non antarpribadi.
( Tamsil : 2005 )
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau
perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan
memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan
menyenangkan maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.
Komunikasi antarpribadi (interpersonal), yaitu komunikasi antara orangorang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Bentuk
khusus dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan
hanya dua orang saja. Setiap berkomunikasi dengan orang lain kita secara tidak
langsung membuat prediksi tentang efek dan prilaku komunikasinya. Menurut
Miller ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi,
yaitu:

tingkat

kultural,

tingkat

sosiologis,

dan

tingkat

psikologis.

(Komunikasi%20antarpribadi %20files/_files/script.js )
Analisis pada tingkat kultural. Untuk itu kita seharusnya menyamakan
pemahaman dulu tentang konsep kultur atau budaya. Budaya adalah akal budi
manusia, yang pada analisis ini individu tersebut berusaha menyamakan persepsi
pada tataran karya akal budi manusia yang terikat da