PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR BUDAYA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis Jawa dan etnis Madura di kab Sampang Madura).

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR
BUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis
Jawa dan etnis Madura di kab Sampang Madura)

SKRIPSI

Oleh:
Har isul Akbar
0843010202

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2013

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR BUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis
Jawa dan etnis Madura di kabupaten Sampang Madura)
Oleh :
Harisul Akbar
NPM. 0843010202
Harys_el_barca86@yahoo.com
Telah di pertahankan dan deterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Ilmu politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur
Pada Tanggal 31 Januari 2013
PEMBIMBING

TIM PENGUJ I
1. Ketua

Dr s.Saifuddin Zuhri,M.Si
NPT. 3 700694 0035 1


J uwito,S.Sos.M.Si
NPT.3 6704 9500 361
2. Sekertaris

Dr s.Saifuddin Zuhri,M.Si
NPT. 3 700694 0035 1
3. Anggota

Z.Abidin Achmad,S.Sos.M.Si.M.Ed
NPT. 373 039 901 701
Mengetahui
DEKAN

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Dra. Hj. Suparwati, M.Si

NIP. 195 0718 9830 22001
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat serta
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “
Perilaku Komunikasi dalam Akulturasi Antar Budaya “ Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan petunjuk,
koreksi, pinjaman buku dan saran yang bersifat membangun pola pikir, daya kritis, dan
memperluas ilmu pengetahuan serta wawasan untuk penulis.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu menyusun dan menyelesaikan skripsi ini diantaranya:
1.

Allah SWT dan Baginda Nabi Muhammad SAW yang selalu membantu
Mencerahkan, membimbing, serta menginspirasi penulis selama melaksanakan kuliah
dan sampai penulisan Skripsi ini terselesaikan.

2.

Keluarga


besar

H.Abd.Sakur,

Penulis,

Ebes,,,

Hj. Mofarrohah

H.Fauzi,

H.bustomi

Hj.Mokarromah,

H.Moh.Sholeh

dan juga sahabat dan temen2q di


antaranya

,

Albi,Merys,Yudik,Antok,Yuda,aldi,Tanti,Nadia,fadli,Karsa,Eza,Herlinur,Farug,Anas,
lukman,Ijonk,Wadis,Opang,Khumaidi,Sulton,H.takim,danTemn2kos

diantaranya

Andi,A2ng,Dandul,Agung,To2k,Tole,Andrean,dll. Dan Saudara/Saudari Penulis yang
telah Banyak memberikn SUPPORT terhadap penulis, Bambang Aripurwanto,
Salamet Aryadi, Hlmi Yahya, Imroatussholiha,Silatur,
3.

Dra.Hj. Suparwati, Msi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembengunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.

Juwito, S.Sos, MSi, Ketua program studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5.

Dosen Pembimbing Skripsi Penulis, Drs.Saifuddin Zuhri, Msi

6.

Semua dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu sehingga
bisa menjadi masukan-masukan dalam pembuatan skripsi ini.

7.

Dan untuk semua teman dan semua pihak yang ikut andil dalam terselesaikannya
skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna dengan segala

kerendahan, kekurangan, serta keterbatasan penulis tidak menutup kemungkinan terdapat
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya. Segala kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dan untuk langkah yang lebih
lanjut.

Surabaya, 07 Januari 2013

Penulis

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN J UDUL ..................................................................................


i

HALAMAN PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI ......................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN UJ IAN SKRIPSI ........................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................

BAB I

BAB II

x

PENDAHULUAN ..................................................................... 01
1.1.


Latar Belakang Masalah .................................................. 01

1.2.

Perumusan Masalah ......................................................... 07

1.3.

Tujuan Penelitian ............................................................ 07

1.4.

Manfaat Penelitian ........................................................... 08

TINJ AUAN PUSTAKA ............................................................ 09
2.1.

Perilaku ........................................................................... 09


vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.1.1Perilaku Komunikasi ................................................ 10
2.2.

Akulturasi Budaya ............................................................ 12

2.3.

Komunikasi Antarpribadi ................................................. 20

2.4.

Komunikasi Antarbudaya ................................................ 21
2.4.1.Hambatan Komunikasi Antarbudaya ...................... 24
2.4.2.Cara mengatasi Komunikasi Antarbudaya ............... 26
2.4.3. Identitas dalam Interaksi Antarbudaya .................... 28


BAB III

2.5.

Karakteristik Suku Jawa ................................................... 29

2.6.

Karakteristik Suku Madura ............................................... 35

2.7.

Budaya Madura ................................................................ 37

METODE PENELITIAN ......................................................... 46
3.1.

Metode Penelitian ............................................................ 46

3.2.

Definisi Konseptual ......................................................... 47
3.2.1. Perilaku Komunikasi .............................................. 47
3.2.2.Difusi dan Akulturasi Budaya ................................. 48
3.2.3. Hambatan akulturasi budaya ................................... 49

3.3.

Lokasi Penelitian ............................................................. 52

3.4.

Informan ......................................................................... 53

3.5.

Jenis Sumber Data ........................................................... 55
vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.6.

Teknik Pengumpulan Data .............................................. 55

3.7.

Teknik Analisis Data ....................................................... 57

BAB 4 . PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
4.1

Gambaran Objek Penelitian .............................................. 58
4.1.1 Gambaran Umum Madura ....................................... 58

4.2

Penyajian Data ................................................................. 59

4.3

Analisa Data..................................................................... 63

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 94
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 94
5.2 Saran..................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 96

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Guide Interview ..................................................................... 98
Lampiran 2

......................................................................................... 99-122

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK
HARISUL AKBAR, PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI BUDAYA
(Studi deskriptif kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis
Jawa dan Madura di kabupaten Sampang)
Adanya pendatang yang tinggal di Sampang Madura tentunya membawa budaya baru
dan tanpa disadari telah terjadi akulturasi budaya, sebagai pendatang terbanyak maka suku
Jawa punya peran besar dalam percampuran budaya ini. sifat orang Madura yang lebih
egaliter dan terbuka, berbeda dengan sifat orang Jawa yang “ewuh pakewuh”. Sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku komunikasi dalam akulturasi antar etnis
Jawa dan Madura di Sampang Madura.
Akulturasi adalah proses pembelajaran bagaimana hidup dalam budaya baru yang
diawali dengan adanya difusi budaya ke suatu tempat, menurut harper (dalam bukunya
Samovar,dkk,2010:479-482) terdapat tiga strategi yang akan mempercepat atau menghambat
proses akulturasi yaitu bahasa, ketidakseimbangan, dan etnosentrisme. Pengukuran 4 tahap
derajat perilaku komunikasi Berlo yakni (1) sekedar berbicara ringan ,(2) saling
ketergantungan (3) tenggang rasa , (4) saling interaksi
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis
penelitian yang berisi tentang paparan dengan tidak melibatkan kalkulasi angka (Kuncoro :
2003 ).
Hasil wawancara telah menunjukkan adanya akulturasi, seluruh narasumber telah
melewati 4 tahap perilaku komunikasi Berlo dengan baik, beberapa hal yang menghambat
proses tersebut adalah perbedaan bahasa, perbedaan budaya dan stereotip masyarakat Madura
yang kasar, namun seiring berjalannya waktu kedua belah pihak dapat menyesuaikan diri
dengan perbedaan yang ada dan waktu juga mengurangi stereotip suku tersebut sehingga
tahap berikutnya dapat berjalan dengan baik.
Kata Kunci : Akulturasi, Jawa, Madura.
ABSTRACT
HARISUL AKBAR, CULTURE ACCULTURATION IN COMMUNICATION BEHAVIOR
(Qualitative descriptive study of the behavior of the communication in acculturation between the
Javanese and Madurese districts Sampang)
Settlers living in Sampang Madura certainly bring a new culture and unwittingly
acculturation has occurred, as the majority of Javanese migrants had a major role in this
cultural mix. Madurese nature a more egalitarian and open, in contrast to the nature of the
Javanese "ewuh pakewuh". So the researchers are interested in studying how the behavior of
the communication in acculturation between Javanese and Madurese ethnic at Sampang
Madura.
Acculturation is the learning process how to live in a new culture that begins with
cultural diffusion to some place,according to Harper (in his book. Samovar, et al,2010:479482) there are three strategies that will accelerate or retard this process of acculturation that
is, language, imbalance, and ethnocentrism. Measuring 4 degrees phase ie communication
behavior by Berlo (1) just spoke lightweight (only talk), (2) interdependence
(interdependent), (3) tolerance (empathy), (4) mutual interaction (interactive).
The research method used is descriptive qualitative research, the type of research that
contains exposure by not involve calculations numbers (Kuncoro: 2003).
The results have demonstrated the existence of acculturation interviews, all
informants had passed four stages of communication behavior Berlo well, some things that
hinder the process are language differences, cultural differences and stereotypes of Madurese
were rough, but over time both parties can adjust to the differences existing and also reduce
the time the tribal stereotypes that the next stage can be run well.
Keywords: Acculturation, Java, Madura.
x

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Madura adalah nama pulau yang terletak di sisi utara Jawa Timur. Pulau
Madura ini besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil dari pulau Bali),
dengan penduduk sebanyak 4 juta jiwa. Madura dibagi menjadi 4 kabupaten,
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Bangkalan berada di ujung paling barat pulau Madura dan saat ini telah
dibangun jembatan terpanjang di Indonesia, jembatan Suramadu (SurabayaMadura), merupakan salah satu kawasan perkembangan Surabaya, serta
tercakup dalam Gerbangkertosusila. Dan uniknya Sumenep yang merupakan
salah satu kabupaten di Madura selain terdiri dari wilayah daratan, terdiri pula
dari kepulauan yang berjumlah 126 pula, Sedangkan Sampang di kenal
sebagai penghasil tembakau terbaik dan mempuyai kekayaan alam seperti
minyak Bumi dan garam.
Meski kebanyakan wilayah yang termasuk kawasan Madura adalah
kepulauan, namun Madura tetap memiliki kebudayaan tersendiri. Budaya
Madura berbeda dengan budaya Jawa. Kebudayaan Madura yang bersumber
dari kraton, sedikit banyak terpengaruh oleh kebudayaan kraton Jawa. Baik
dalam bidang seni, tari, macopat, bahasa, ataupun gending-gending gamelan.
Namun hal ini bukan berarti Madura tidak memiliki akar budaya sendiri.
Perbedaan yang cukup mencolok dapat terlihat dalam kehidupan keseharian,

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

sifat orang Madura yang lebih egaliter dan terbuka, berbeda dengan sifat orang
Jawa yang mempunyai sifat “ewuh pakewuh”.
Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance) merupakan tingkatan
sejauh mana seseorang merasa terancam oleh ketidakpasatian. Dalam budaya
yang amat menghindari ketidakpastian, ada kebutuhan besar akan aturanaturan dan formalitas untuk menstruktur hidup. Hal ini tercermin dalam
kebiasaan mereka untuk mencari kebenaran dan keyakinan terhadap pendapat
orang lain.
Apabila sikap menghindari ketidakpastiannya tinggi, maka masyarakat
budaya tersebut akan memiliki toleransi yang rendah untuk ketidakpastian dan
ambigu. Sehingga perilaku agresif akan diterima dan cenderung menunjukkan
emosi. Sedangkan jika menghindari ketidakpastiaannya rendah, mereka akan
memandang orang yang berubah atau apa pun adalah sesuatu yang biasa saja,
dan mereka tidak ambil pusing dengan perubahan itu.
Masyarakat Madura termasuk orang-orang yang uncertainty avoidancenya tinggi. Mereka lebih menyukai hal-hal yang pasti, jika ada sesuatu yang
dinilai tidak pasti mereka akan mencari tahu tentang hal itu hingga akhirnya
mereka mendapatkan sesuatu itu menjadi pasti. Masa depan bukanlah sesuatu
yang hanya bisa diterima begitu saja atau pasrah akan keadaan, akan tetapi
masa depan itu harus diperjuangkan. Emosi dan perasaan dalam hati pun tidak
segan-segan untuk mereka ungkapkan. Berbeda dengan orang Jawa yang
cenderung memendam perasaannya. Dan dalam menerima perubahan pun
tidak semua perubahan bisa langsung diterima, masih akan ada pengkajian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

ulang untuk perubahan itu. Jika perubahan itu tidak menyimpang dari ajaran
agama Islam, maka perubahan itu dapat diterima. Dan sejak dulu, masyarakat
Madura dalam melakukan sesuatu memang sudah termotivasi karena adanya
aturan dalam kehidupan mereka, dan hingga kini pun hal tersebut masih tetap
mereka pegang.(Lontarmadura.com/perilaku-antar Madura)
Seiring perputaran jaman yang terus berjalan masyarakat Madura yang
kental dengan budayanya kini telah berubah secara bertahap meskipun tidak
sepenuhnya berubah, faktor perubahan tersebut karena adanya difusi dari
budaya lain sehingga terjadi akulturasi budaya terhadap masyarakat sampang
Madura. Adanya pendatang dari berbagai suku yang tinggal dikawasan
sampang Madura tentunya menjadi peneyebab utama masuknya atau difusi
budaya baru ke daerah ini.
Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk
budaya yang ada, misalnya tradisi melamar sebelum berlangsung suatu
pernikahan, hampir setiap kultur ada tradisi melamar. ini menunjukkan telah
terjadi interaksi yg di bentuk oleh suatu budaya. bentuk individu sedikit
berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua
hal: pertama,ada pengaruh-pengaruh lain di samping Budaya yang membentuk
individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang
mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun memiliki sifat
yang berbeda-beda
Seperti yang telah di kemukakan, proses difusi itu terjadi dalam sistem
sosial. Budaya(inovasi) itu masuk ke masyarakat ,di terima oleh seluruh atau

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

sebagian besar anggota sistem sosial, biasanya ada pemuka pendapat yang
bertindak sebagai penyaring.
Budaya mempengaruhi banyak hal, budayalah yang menentukan waktu
dan

jadwal

peristiwa-peristiwa

antarpribadi,

tempat-tempat

untuk

membicarakan topik tertentu, jarak fisik yang memisahkan antara seorang
pembicara dengan orang lain, nada suara yang sesuai untuk membicarakan hal
tertentu. Budaya meliputi hubungan antar apa yang di katakan dan apa yang di
maksudkan, seperti “tidak” maksudnya “mungkin” dan “besok” maksudnya
“tidak pernah.” Budaya juga menentukan apakah suatau hal, misalnya suatu
kontrak tertentu, harus di diskusikan antara dua orang atau di diskusikan
dalam hal pertemuan seharian penuh yang mengikut sertakan empat atau lima
orang dari stiap pihak dan mungkin dengan bantuan pelayan yang
menyuguhkan kopi.
Interaksi dapat terjadi setiap saat, baik melalui komunikasi maupun
melalui isyarat verbal dan nonverbal. Kemanapun kita berpaling, kita melihat
proses interaksi simbolik yang sedang berlangsung. Seperti bulu-bulu unggas
yang di pakai di kepala atau strip-strip pada lengan dapat di jadikan lambang
kepangkatan meliter, kancing-kancing, gigi-gigi, pita,gaya rambut atau tato
dapat menjadi lambang afiliasi-afiliasi sosial. (Ahmad sihabudin,2011: 60-61)
Berbicara

tentang

kehidupan

bermasyarakat

tentu

Komunikasi

merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
sejak pertama manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan kegiatan
komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya makhluk itu hidup

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

dengan manusia yang lainnya dan satu sama lain saling membutuhkan, untuk
tetap melangsungkan kehidupannya, manusia perlu berhubungan dengan
manusia yang lainnya. Hubungan antara manusia akan tercipta melalui
komunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal
dari kata latin yang bersumber dari kata communis yang artinya sama. Sama
disini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy,2002:3).
Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi
yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan
makna yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap,
pendapat atau perilaku baik secara langsung (lisan) ataupun secara tidak
langsung (melalui media) (Effendi,2005:5)
Perilaku komunikasi juga berarti tindakan responden dalam mencari dan
menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang ada di dalam jaringan
komunikasi masyarakat setempat
Dalam ranah komunikasi kita juga mengenal komunikasi antarbudaya dan
untuk memahami interaksi antarbudaya,terlebih dahulu kita harus memahami
komunikasi manusia memahami komunukasi manusia berarti memahami apa
yang terjadi,apa yang dapat terjadi,akibat-akibat dari apa yang terjadi dan
akhirnya

apa

yang

dapat

kita

perbuat

untuk

memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

mempengaruhi

dan

6

Komunikasi antarbudaya, terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain.
Komunikasi antar budaya antar orang-orang yang berbeda budaya (baik
dalam arti ras,etnik ataupun perbedaan sosioekonomi)

(Tubbs dan Moss,

1996:236 Dalam Ahmad sihabudin,2011:hal13-14)
Penggolongan kelompok-kelompok budaya tidak bersifat mutlak. Para ahli
tidak sepakat mengenai entitas, mana yang layak di sebut suatu kelompok
budaya, semuanya adalah kelompok budaya dalam batas batas tertentu.Oleh
karena itu, kita akan membahas hubungan antar komunikasi, budaya, dan
komunikasi antarbudaya.
Dari batasan tersebut, sesungguhnya komunikasi dalam hal ini interaksi
antarbudaya sulit dielakan kapan pun terjadi peristiwa komunikasi
antarbudaya. Komuniksi dapat terjadi di dalam rumah dan di luar rumah,
misalnya antara anak dan orang tuanya, guru dengan muridnya, direktur
dengan stafnya, reporter dengan nara sumbernya, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai orang yang tinggal dikawasan
Sampang Madura, terdapat beberapa suku pendatang yang tinggal di daerah
ini diantaranya adalah Jawa, Arab, Cina, dan pendatang lainnya. Masyarakat
Jawa adalah pendatang terbanyak yang bermigrasi ke pulau madura karena
pulau Madura memang berbatasan langsung dengan pulau Jawa, salah satu
contoh akulturasi budaya yang terjadi khususnya didaerah Sampang yang
diakibatkan masuknya budaya Jawa terlihat pada penggunaan selingan bahasa
Jawa dalam percakapan antar suku, dan berdasarkan pengalaman peneliti pula

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

kadar emosi orang Madura bisa dikatakan lebih halus, mungkin hal ini adalah
adaptasi dari akulturasi budaya yang terjadi.
Seperti apa sebelumnya sudah peneliti jabarkan bahwa adanya pendatang
yang tinggal dikawasan Sampang Madura tentunya membawa budaya baru
dan dalam kurun waktu yang tidak disadari telah terjadi percampuran budaya
(akulturasi budaya), sebagai pendatang dengan jumlah terbanyak maka
masyarakat suku Jawa punya peran besar dalam percampuran budaya ini.
Dengan semua percampuran budaya yang terjadi khususnya diantara
masyarakat Madura dan masyarakat Jawa membuat peneliti tertarik untuk
meneliti bagaimana perilaku komunikasi dalam akulturasi antar entis Jawa
dan etnis Madura dikawasan Sampang Madura.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut : “Bagaimana perilaku komunikasi
dalam akulturasi budaya antar entis Jawa dan etnis Madura dikabupaten
Sampang Madura.

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana “bagaimana perilaku
komunikasi dalam akulturasi budaya antar entis Jawa dan etnis Madura
dikabupaten Sampang Madura.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu mengeksplorasi khalayak khususnya
mahasiswa tentang bagaimanakah

“berkomunikasi dengan masyarakat

berbeda budaya khususnya yang tinggal ditempat yang sama.“. Dan hasil dari
penelitian ini diharapkan bisa menambah khasanah kepustakaan dan bisa
digunakan sebagai referensi pembanding, khususnya dalam bidang Ilmu
Komunikasi, bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan penelitian yang
berkaitan dengan topik yang sama.
b. Secara Praktis
Sebagai media untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teori
yang pernah diperoleh di bangku kuliah dalam dunia kerja yang nyata sehingga
dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti di masa depan.
c. Secara Sosial
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk para
mahasiswa dan masyarakat Madura khususnya maupun Jawa Timur pada
umumnya untuk bisa berkomunikasi dan beradaptasi secara bijak dengan semua
perbedaan budaya yang ada serta diharapkan juga bisa memberikan masukan bagi
seluruh masyarakat Indonesia untuk menghindari konflik yang sering terjadi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Perilaku
Dari segi biologis Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia. itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas Masing-Masing sehingga
yang dimaksud dengan perilaku Manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau
aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain Berbicara, berjalan, Menangis, Tertawa, Bekerja, Kuliah, Menulis,
Membaca dan sebagainya dari uraian ini dapat di simpulkan bahwa yang di
maksud perilaku (Manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik
yang dapat di amati langsung, maupun yang tidak dapat di amati oleh pihak luar
(notoatmodjo, 2003)
Menurut skinner, (1997) seseorang ahli psikologis mengatakan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar) di lihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat di
bedakan menjadi 2 :
1. Perilaku terutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek (practice) yang dengan mudah dapat di amati atau di lihat oleh orang lain
(noto atmodjo. 2003)
(http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=hig
h&fname=/jiunkpe/s1/hotl/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-33404088-12103
food_safety-chapter2.pdf - 12 Januari 2013,20.30)
2.1.1. Perilaku Komunikasi
Berdasarkan pada definisi perilaku yang telah di ungkapkan sebelumnya,
perilaku komunikasi diartikan sebagai tindakan atau respon dalam lingkungan dan
situasi komunikasi yang ada. Atau dengan kata lain, perilaku komunikasi adalah
cara-cara berfikir, berpengetahuan dan berwawasan, berperasaan dan bertindak
atau melakukan tindakan yang di anut seseorang, keluarga atau masyarakat dalam
mencari dan menyebarkan informasi. Perilaku komunikasi juga berarti tindakan
responden dalam mencari dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran
yang ada di dalam jaringan komunikasi masyarakat setempat,
Jika mengikuti pengertian komunikasi dari model-model linier, maka
perilaku komunikasi berarti tindakan atau respon terhadap sumber dan pesan.
Sedangkan jika mengikuti model-model transaksional, maka perilaku komunikasi
berarti tindakan perilaku seseorang sebagai pelaku komunikasi (komunikan),
karena disini komunikasi di artikan sebagai saling berbagai pengalaman atau the
sharing of experience (Tubbs dan silvia ,1993:342).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Rogers (1993:258-261) mengungkapkan ada tiga peubah perilaku
komunikasi yang sudah teruji secara empiris signifikan yaitu pencarian informasi,
kontak dengan penyuluh dan keterkaitan pada media massa . peubah yang
pertama, yaitu pencarian informasi perlu didampingi dengan penyampaian
informasi, sesuai dengan model komunikasi transaksional yang bersifat saling
menerima dan memberi informasi secara bergantian. Sedangkan model linier
hanya bersifat memberi saja bagi sumber atau komunikator atau menerima saja
khalayak sasaran.
Dalam mencari dan menyampaikan informasi, sebaiknya tidak sekedar
mengukur frekuensi (kuantitas) komunikasi. Menurut Berlo (1983:106-132)
mendeskrifsikan level komunikasi adalah mengukur kedalam (derajat) dalam
mencari dan menyampaikan informasi, yang meliputi (1) sekedar berbicara ringan
(only talk), (2) saling ketergantungan (interdependent), (3) tenggang rasa
(empathy), (4) saling interaksi (interactive).
Only talk di tunjukkan dengan pembicaraan yang masih bersifat umumumum saja. Interdependent di tunjukkan dengan pembicaraan yang lebih intensitif
dan serius. Empathy ditunjukkan dengan kemampuan untuk menyampaikan saransaran atas materi yang sedang di bicarakan. Dalam berkomunikasi,seseorang tidak
harus memulai dari level pertama. Bisa saja langsung pada level kedua, ketiga dan
empat.
Perilaku mencari dan menyampaikan informasi perlu dijelaskan dengan
teori “situasional”,teori situasional mengisyaratkan bahwa komunikasi, kognisi,
sikap dan perilaku dapat di jelaskan secara lebih baik dengan peubah situasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Terutama, kapan dan bagaimana orang berkomunikasi tentang masalah khusus
yang situasional (Grunig,1992 : 166-167)
(pustaka.unpad.ad.id/wpcontent/uploads/2009/03/perilaku_komunikasi_sadar_pan
gan_dan_gizi.pdf—12 januari,21.00)
2.2.

Akulturasi Budaya
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu

kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari
suatu kebudayaan asing. Dan kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan
diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur
kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti
proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah
kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan
mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi
Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu
kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi
dikarenakan

adanya

Deviasi

Sosiopatik

seperti

mental

disorder

yang

menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan
lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas
masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan
terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan
masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing
memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi
karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang
mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk
maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan.
(http://dickaerlangga.blogspot.com/2012/03/akulturasi-budaya.html--13 januari
09.00)
Pada hakikatnnya tidak ada kebudayaan yang statis, setiap kebudayaan
Memiliki dinamika dan mobilitas atau gerak. Gerak dari kebudayaan tersebut
sebenarnya tidak lain merupakan gerak dari manusia yang hidup dalam
masyarakat tadi.
Gerak manusia tersebut terjadi karena hubungan dengan manusia-manusia
lainnya, ataupun karena terjadinya hubungan antar kelompok-kelompok manusia
di dalam masyarakat kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri. (koentjaraningrat, 1982:49).
Selanjutnya, Smith dan Ferry dalam koentjaraningrat (1987:119)
mengemukakan teori bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman
purbakala pernah terjadi peristiwa difusi yang besar yang berpangkal di Mesir,
yang bergerak ke arah timur dan meliputi jarak yang jauh, yaitu ke daerah-daerah
sekitar lautan tengah, ke Afrika, India, Indonesia, Polinesia, dan Amerika Serikat.
Teori ini sering di sebut Heliolithic Theory.
Sehubungan dengan hal tersebut dapat di asumsikan bahwa persebaran
budaya dalam suatu masyarakat itu pasti terjadi. Proses persebaran bervariasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

tergantung karakteristik masyarakat. Dari konsep difusi (penyebaran) kebudayaan
berdasarkan urain di atas, timbul permasalahan faktor apakah yang mempengaruhi
terjadinya hubungan antar budaya.?
Roger dan shoemaker berpendapat, dalam riset difusi biasanya lebih
memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku yang tampak (over
behavior), yaitu menolak atau menerima ide (budaya) baru dari pada hanya
sekedar pengetahuan dan sikap saja. Difusi adalah suatau tipe khusus komunikasi
(Rogers dan shoemaker, 1971:13).
Difusi, difusionisme adalah istilah yang di berikan kepada beberapa teori
perkembangan kebudayaan dengan memberi tekanan pada difusi. Menurut
kroeber dalam garna (1992:73) diffusion is process,usually not necessarily
gradual by which element or system of culture are spead ; by which an inention or
a new instituion adopted in neighboring areas and in some cases continues to be
adapted in adjacent ones, until in may spread over the whole earth.
Kroeber dengan menggunakan pendekatan antropologi, yang berbeda
dengan pendekatan evolusioner dan struktural fungsional, Mengemukakan bahwa
difusi itu cendrung menjelang tentang perubahan dalam suatu masyarakat dalam
masyarakat yang lain. Difusi adalah suatu proses yang unsur-unsur atau sistemsistem budaya disebarkan
Dengan demikian, difusi sebagai suatu proses yaitu proses penyebaran
unsur-unsur budaya (yang baru bagi masyarakat penerima) adalah merujuk kepada
pengembangan atau growth dan tradisi sebagai suatu proses merujuk pada
pemeliharaan. Merujuk Tylor dalam Soekanto (1982:51), kebudayaan adalah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum
adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang di dapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Artinya, kebudayaan mencakup semua yang dapat di pelajari oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang di
pelajari oleh pola-pola perikelakuan yang normatif, yaiitu mencakup segala caracara berpikir, merasakan dan bertindak objek kebudayaan itu bisa berupa rumah,
jembatan alat komunikasi, dan sebagainya.
Mengenai terjadinya hubungan antar dua budaya, Hall dan Whyte
(1990:40) menyatakan bahwa hubugan antar dua budaya di jembatani oleh
perilaku-perilaku komunkasi antara administrator yang mewakili suatu budaya
dan orang-orang yang mewakili budaya lain .
Dari pendapat pendapat di atas di hubungkan dengan proses difusi
kebudayaan,

dapat

disimpulkan

bahwa

difusi kebudayaan

mengandung

pengertian, tersebarnya suatu kebudayaan atau masuknya unsur budaya
masyarakat kedalam masyarakat lain melalui interaksi sosial. Bentuk kongkret
dari interaksi itu adalah komunikasi.(ahmad sihaudin,2011:53-55)
Akulturasi seperti yang anda ketahui merupakan proses pebelajaran
bagaimana untuk hidup dalam budaya yang baru. Berry menjelaskan akulturasi
sebagai “ proses dari perubahan budaya dan psikologis yang terjadi sebagai akibat
dari hubungan antara dua atau ebih kelompok budaya dan anggotanya. Dalam
tahap individual, hal ini melibatkan perubahan dalam perilaku seserang proses
penesuaian ini merupakan proses panjang

yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

membutuhkan banyak

16

pengetahuan mengenai budaya baru.
Seperti yang anda lihat di sepanjang buku ini, pengetahuan mengenai
budaya yang lain dapat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang kelihatan sampai
yang tidak kelihatan. Misalnya, terbukti bahwa belajar bahasa akan menghasilkan
hasil yang positif sekarang marilah beralih pada isu dan strategi yang akan
mempercepat dan memfasilitasi proses adaptasi ini. Pertama kali, kita akan
membahas isu bahasa, ketidak seimbangan, dan etnosentrisme.
Bahasa, jelaslah bahwa seseorang yang hidup dalam budaya yang baru
“harus menghadapi tantangan terhadap rintangan bahasa, kebiasaan serta praktik
yang tidak biasa, dan variasi budaya dalam gaya komunikasi verbal dan nonverbal dalam rangka mencapai pemahaman. Mengutip kesulitan ini, Ralpd Waldo
Emerson menuliskan, “ tidak ada orang yang seharusnya bepergian sampai ia
mengerti bahasa Negara yang di tujunya. Kalau tidak, ia akan membuat dirinya
sendiri menjadi bayi besar – tidak memiliki harapan dan tampak konyol”
Masalah ini sering dilihat diantara pengunjung jangka panjang dan imigran di
Amerika Serikat yang tidak menguasai bahasa inggris. Mereka mengalami isolasi
sosial, dan seperti yang dinyatakan oleh leong dan chou, di paksa “ke dalam
lingkungan tidak begitu membutuhkan kemampuan bahasa inggris dan sedikit
interaksi interpersonal”
Ketika kami berbicara mengenai masalah yang di asosiasikan dengan
bahasa yang baru, kami sedang berbicara mengenai dua hal: pemerolehan bahasa
dan cara berbicara yang unik dalam budaya baru. Kedua hal ini dapat menunda
proses adaptasi. Harper menyimpulkan pandangan ini dalam tulisannya,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

“keterbatasan bahasa merupakan penghalang yang besar dalam penyesuaian dan
komunikasi budaya yang efektif, di mana kurangnya pengetahuan berkaitan
mengenai cara berbicara kelompok tertentu akan mengurangi tingkat pemahaman
yang dapat kita capai dengan rekan kita” orang-orang berusaha untuk
menyusuaikan diri dan berinteraksi dengan budaya baru harus menghadapi
tantangan yang berhubungan tidak hanya dengan belajar bahasa tambahan, namun
juga dengan pola budaya yang unik yang di temukan dalam setiap bahasa. Variasi
dalam penggunaan bahasa dapat berarti banyak, mulai dari penggunaan idiom,
aturan yang berbeda mengenai giliran berbicara, sampai pada aspek linguistik
untuk menunjukkan rasa hormat, jika anda tidak dapat belajar bahasa budaya tuan
rumah, kemudian anda harus paling tidak mencoba untuk menguasai dasardasarnya, seperti cara menyapa, bagaimana memberi respons yang tepat dan
sopan, serta kata-kata yang berhubungan dengan transportasi umum dan
berbelanja makanan dan kebutuhan yang lain.
Ketidakseimbangan, Adaptasi yang sukses membutuhkan sejumlah
pengetahutuan

mengenai budaya tuan rumah dan bagaimana Anda membuat

pilihan yang tepat menyangkut pengetahuan tersebut. Pilihan tersebut dapat
termasuk dalam berbagai hal mulai dari belajar cara menyapa yang tepat (seperti
menunduk, menjabat tangan atau memeluk) sampai pada keputusan mengenai
perlatan makan (seperti sumpit, pisau, dan sendok atau dengan tangan). Menurut
Kim, pengunjung adalah, “paling tidak untuk sementara, berada dalam ketidak
seimbangan yang termanifestasi dalam keadaan emosional yang tidak pasti,
kebingungan, dan kegelisahan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

Ketidakseimbangan ini diasosiasikan dengan adptasi yang melahirkan dua
isu yang saling bertentangan: (1) preferensi relatif untuk mempertahankan
kebudayaan asli serta identitas seseorang, dan (2) preferensi relatif untuk
berhubungan dengan anggota budaya tuan rumah. Isu yang bertentangan ini
mengarah pada empat cara seorang pengunjung berpindah ke budaya yang baru.
Hal ini mencakup menerima budaya baru secara keseluruhan samapai
menolaknya. Pertama asimilasi, terjadi ketika imigran tidak ingin lagi
mempertahankan identitas budaya asli mereka dan memilih bergabung dengan
masyarakat tuan rumah. Kedua, pemisahan yang terjadi ketika imigran memegang
teguh nilai budaya aslinya, menolak interaksi dengan budaya tuan rumah, dan
berpaling hanya pada budaya mereka sendiri. Bentuk ketiga, integrasi terjadi
ketika pengunjung sedikit tertarik untuk mempertahankan budaya aslinya selama
interaksi sehari-hari dengan orang dari budaya tuan rumah, dalam situasi ini,
beberapa nilai budaya asli dipertahankan, dan pada saat bersamaan mencoba
untuk berfungsi sebagai anggota integral dari jaringan sosial budaya tuan ruamah.
Bentuk paling akhir adalah marginalisasi yang terjadi ketika ada sedikit
kemungkinan untuk mempertahannkn warisan budaya asli seseorang (kadang
berakhir dengan kehilangan budaya) atau sedikit rasa tertarik untuk berhubungan
dengan orang lain (kadang untuk alasan pengecualian atau diskriminasi). Seperti
yang anda dapat lihat, tiga cara yang pertama merupakan pilihan si imigran.
Strategi marginalisasi, bagaimanapun, berada diluar pilihan seseorang dan
merupakan akibat dari kekuatan eksternal yang tidak dapat di kontrol
Etnosentrisme. Halangan akulturasi kadang tumbuh karena entnosentrisme

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

yang mengarah pada prasangka yang pada gilirannya mengakibatkan kecurigaan,
permusuhan, bahkan kebencian. Apa yang menarik mengenai etnosentrisme
adalah bahwa hal tersebut mempengaruhi baik imigran maupun budaya tuan
rumah. Menurut gouttefarde, anggota budaya tuan rumah juga mengalami banyak
gejala adaptasi yang di asosiasikan dengan pengunjung: rasa gelisah, ketakutan,
depresi, kecerobohan, dan kelelahan hal ini mengarah pada penilaian angota
budaya tuan rumah terhadap orang yang berusaha untuk beradaptasi tidak dapat
atau tidak akan, menghilangkan budaya aslinya. Kunci dari adaptasi yang efektif
adalah kedua belah pihak untuk mengenali pengaruh etnosentrisme dan usaha
untuk mengawasinya.
Dinamika stres-Adaptasi pertumbuhan. Dalam penelitian yang terakhir,
kim telah mengembangkan model teoritas yang menunjukkan proses penyesuaian
budaya yang lebih kompleks dibandingkan model kurva-U dan model kurva-W
yang telah kita bahas sebelumnya. Ia memandang penyesuaian sebagai proses
“stress-adaptasi-pertumbuhan.” Dari perspektif ini, ketika memasuki budaya baru,
seseorang mengalami stress sebagai akibat dari hilangnya kemampuan untuk
berfungsi secara normal. Jadi. Ia menjadi stress ketika berhadapan dengan cara
yang baru dan berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengurangi stres, ia
mulai mengembangkan dan menggabungkan norma budaya baru yang dibutuhkan
untuk dapat berfungsi secra normal, sehinga mulai beradaptasi dengan lingkungan
yang baru. Melalui pengalaman yang berkelanjutan dari adaptasi stress, perspektif
seseorangpun semakin luas, sehingga menghasilkan pertumbuhan pribadi. Tiga
komponen stress-adaptasi-pertumbuhan membentuk sebuah proses yang dinamis.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

Menurut kim:
Dinamika stress-pertumbuhan berperan tidak hanya dalam deret linear
yang mulus, namun dalam sebuah representasi” mundur-untuk-melompat-maju”
yang berkelanjutan dari hubungan antara stress, adaptasi, dan pertumbuhan yang
terjadi sekarang. Orang asing merespons setiap pengalaman stress tersebut
dengan”mundur,” yang pada gilirannya mengaktifkan energi untuk menolongnya
mengatur dirinya sendiri dan”melompat maju”. proses ini berlangsung selama ada
tantangan lingkungan yang baru.
2.3 Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia.
Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi.
Sebagian besar kegiatan komunikasi berlangsung dalam situasi komunikasi antar
pribadi. Komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui
komunikasi antar pribadi, kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain, kita
dapat mengetahui dunia luar, bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna, bisa
memperoleh hiburan dan menghibur orang lain dan sebagainya.
Untuk memahami definisi komunikasi antar pribadi ada tiga perspektif,
yaitu :
1. Perspektif komponensial, yaitu melihat komunikasi antar pribadi dari
komponen-komponennya:
2. Perspektif perkembangan, yaitu melihat komunikasi antar pribadi dari proses
pengembangannya;

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

3. Persepektif relasional,

yaitu

melihat komunikasi antar pribadi dari

hubungannya.
Joseph A. devito dalam bukunya” the interpersonal communication
Book” mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai: “proses pengiriman dan
penerimaan pesan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orangorang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”
Berdasarkan definisi itu, komuniksi antar pribadi dapat berlangsung
antara dua orang dalam suatu pertemuan.
Pentingnya situasi komunikasi antar pribadi ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis, dimana selalu lebih baik dari pada
secara monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi di mana
seorang berbicara, yang lain mendengar-kan jadi tidak terdapat interaksi .
Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukkan adanya
interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda,
masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.(Marhaeni
fajar,2009:77-78)
2.4.

Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat

dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan terletak pada variasi
langkah dan cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau
kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik
secara verbal maupun non verbal yang secara alamiah selalu digunakan dalam
semua konteks interaksi. Pusat perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

meliputi bagaimana menjajaki makna, pola-pola tindakan, dan bagaimana makna
serta pola-pola itu diartikulasi dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya,
kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang
melibatkan interaksi antar manusia.
Lalu apakah komunikasi antarbudaya itu? Pertama,Andrea L.Rich dan
Dennis M.Ogawa mengatakan dalam buku intercultural communications, A
reader bahwa komunikasi antar budaya adalah komunikasi antara orang-orang
yang berbeda kebudayaannya misalnya antara suku bangsa,etnik,ras,dan kelas
sosial.(Larry A.Samovar dan dan Richard E.porter (1976,hlm 25)
Kedua, samovar dan porter juga menyatakan komunikasi antar budaya
terjadi diantara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang
kebudayaannya berbeda (1976,hlm 4)
Ketiga, Charley H.Dood mengungkapkan komunikasi antarbudaya
meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antar pribadi, atau kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang
kebudayaan yang mempengaruhi peilaku komunikasi para peserta (1991,hlm 5)
Keempat, komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi yang
simbolik, interpretatif, transaksional, dan konsektual yang dilakukan oleh
sejumlah orang-yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan –
memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang
disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan
(Lusting dan Koester,1993)
Kelima “intercultural communications” yang disigkat “ICC” mengartikan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

komunikasi antarbudaya sebagai interaksi antar pribadi, antara seseorang anggota
dengan kelompok yang berbeda.
Keenam, Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa
komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik
yang membimbing perilaku manusia, dan membatasi mereka dalam menjalakan
fungsinya sebagai kelompok selanjutnya, komunikai antar budaya itu dilakukan
(1) dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya
yang membahas suatu tema ( penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak dengan sendirinya mempunyai makna, tetapi dia
dapat berarti dalam satu konteks. Dan makna-makna itu dinegosiaskan atau
diperjuangkan. (2) melalui pertukaran sistem simbol yang terganung dari
persetujuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat
untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama. (3) sebagai
pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena
mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita. (4) menunjukkan fungsi sebuah
kelompok sehingga kita dapat membedakan dari kelompok lain – dinamika
identitas dan perbedaan kerja tatkala itu terjadi, membentuk satu kelompok dan
mengidentifikasikannya dengan berbagai cara.
Setelah membaca beberapa pengertian komunikasi antarbudaya di atas,
dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi antarbudaya merupakan interaksi
antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang
yang memiliki l