DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR DAN PERTUMBUHAN UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI APLIKASI THRESHOLD MODEL.

DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR DAN
PERTUMBUHAN UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI
APLIKASI THRESHOLD MODEL

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan
Dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
J ur usan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan

Diajukan oleh :
AYU NURULITA
0811010033 / FE / EP

Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


SKRIPSI
DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR DAN
PERTUMBUHAN UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI
APLIKASI THRESHOLD MODEL
Disusun oleh :
AYU NURULITA
0811010033 / FE / EP
Telah dipertahankan di hadapan
Dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
J urusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada tanggal, 24 Oktober 2012
Pembimbing :
Pembimbing Utama

Tim Penguji
Ketua

Dr s. Ec. Arief Bachtiar, M. Si


Dr s. Ec. Arief Bachtiar, M. Si
Sekretaris

Dr s. Ec. Wiwin Priana, MT
Anggota

Dr s. H. M. Taufiq, MM
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur

Dr. H. Dhani Ichasanuddin Nur. MM
NIP. 196309241989031001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta

hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal skripsi
ini. Penyusunan proposal skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk
memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan. Dalam penulisan proposal skripsi ini penulis mengambil judul “Dampa k
Depresiasi Nilai Tukar Dan Pertumbuhan Uang Beredar Terhadap Inflasi: Aplikasi
Thr eshold Model”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan proposal skripsi ini masih
banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan
pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan bimbingan yang diterima dari
Bapak Drs.Ec.Arief Bachtiar,M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ketua Jurusan
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa
Timur.yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan
bimbingan kepada penulis, sehingga proposal skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan
dengan baik.
Atas terselesainya proposal skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Dr.Dhani Ichsanuddin Nur,MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.

Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur, yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu dan pelayanan akademik bagi
penulis.

4.


Ayah dan Bunda tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan penuh
kasih sayang baik moral, material, maupun spiritual.

5.

Keluarga serta kerabat disekeliling saya yang selalu memberi dukungan serta bantuan
demi tersusunnya skripsi ini.

Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat berguna bagi
pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah SWT memberikan
balasan setimpal.
Wassallamualaikum Wr.Wb

Surabaya, Oktober 2012

Peneliti

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR DAN
PERTUMBUHAN UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI:
APLIKASI THERSHOLD MODEL

Oleh:
AYU NURULITA

ABSTRAKSI
Adanya hasrat pemerintah yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan
adanya suatu kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih didorong oleh
tingkat konsumsi masyarakat, memberikan tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia
dalam penetapan target tingkat inflasi dan bagaimana pencapaiannya. Dalam kaitan
itu, menjadi suatu pertanyaan sejauh mana target inflasi yang telah ditetapkan sudah
memperhitungkan dua permasalahan tersebut.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Kota Surabaya dan Kantor Bank Indonesia
(BI) cabang Kota Surabaya yang diambil selama kurun waktu 19 tahun yaitu mulai
dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2011 untuk analisis menggunakan alat bantu

komputer dengan program E-Views (Econometrica Views) untuk mengetahui jangka
panjang dan jangka pendek antara variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X).
Berdasarkan analisis uji akar-akar unit dengan menggunakan tingkat
signifikan 5%. Hasil uji akar-akar unit menunjukan bahwa variabel Kurs, Jumlah
Uang Beredar, Tingkat Pengangguran secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
Inflasi. Hasil perhitungan uji akar-akar unit diketahui nilai t-tabel sebesar -3,487845
dengan t-hitung untuk variabel Kurs -5.175.468, variabel JUB -4.524.279, variabel
Pengangguran -2.794.224. Dengan hasil t-hitung > dari t-tabel terdapat pengaruh
signifikan variabel bebas secara parsial terhadap Inflasi namun disini variabel
Pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
Kata Kunci: Inflasi (Y), Kurs (X1), Jumlah Uang Beredar (X2), Pengangguran (X3)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................

i


DAFTAR ISI ............................................................................................

ii

DAFTAR TABEL ....................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

v

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................

7

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................

7

1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................

8

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu ...........................................................

9


2.2. Landasan Teori ..................................................................

13

2.2.1. Teori Paritas Internasional .......................................

13

2.2.2. Inflasi .....................................................................

21

2.2.2.1 Pengertian Inflasi .......................................

21

2.2.2.2 Macam – macam Inflasi .............................

22


2.2.2.3 Sebab – sebab Inflasi ..................................

25

2.2.2.4 Target Inflasi ..............................................

26

2.2.2.5 Kerangka Teori Pembentukan Infasi ...........

29

2.2.2.6 Pilihan Kebijakan Pengendalian Inflasi ......

32

2.2.2.7 Faktor – factor yang Mendorong Terlampauinya
Sasaran Inflasi ............................................

35

2.2.3. Menciptakan Target yang Kredibel ..........................

37

2.2.4. Multiplier Dalam Model IS – LM ............................

39

2.2.5. Kurs

...................................................................

40

2.2.5.1 Pengertian Kurs ..........................................

40

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.5.2 Valuta Asing ..............................................

41

2.2.5.3 Macam – macam Kurs Valuta Asing ..........

43

2.2.5.4 Keseimbangan Dalam Kurs Valuta Asing ...

44

2.2.6. Devisa .....................................................................

45

2.2.7. Investasi ..................................................................

46

2.2.8. Barang dan Jasa .......................................................

47

2.2.9. Uang Kuasi ..............................................................

48

2.3. Kerangka Pikir ....................................................................

51

2.4. Hipotesis .............................................................................

54

BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Devinisi Operasional dan Pengukuran Variabel ..................

55

3.2. Teknik Penentuan Data .......................................................

56

3.3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................

56

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis .......................................

56

3.4.1. Teknik Analisis ........................................................

56

3.4.1.1 Teknik Analisis Penurunan Model Dasar ....

56

3.4.1.2 Penurunan Model Dinamis .........................

58

3.4.2. Uji Hipotesis ............................................................

62

3.4.2.1 Aspek Dalam Pengujian Model Dinamis ....

62

3.4.2.2 Asumsi Klasik ............................................

69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian .................................................

72

4.1.1.

Keadaan Geografis ................................................

72

4.1.2.

Keadaan Iklim .......................................................

73

4.1.3.

Keadaan Penduduk ................................................

73

4.2. Perkembangan Perekonomian Indonesia ..............................

74

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian ...................................................

78

4.3.1.

Perkembangan Inflasi di Indonesia ........................

78

4.3.2.

Perkembangan JUB ...............................................

85

4.3.3.

Perkembangan Kurs Dalam Kurun Waktu .............

88

4.3.4.

Perkembangan Tingkat Pengangguran di Indonesia

93

iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.4. Analisis dan Pengujian Hipotesis .........................................
4.4.1.

96

Analisis Perilaku Data ...........................................

97

4.4.1.1 Uji Normalitas............................................

97

4.4.1.2 Uji Akar – akar Unit ...................................

97

4.4.2. Analisis dengan Pengujian Regresi Berganda ...........

98

4.4.3. Uji Linearitas ...........................................................

101

4.4.4. Uji Autokorelasi ......................................................

102

4.4.5. Uji Heterokedastisitas ..............................................

102

4.4.6. Uji Multikolinieritas ................................................

102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................

110

5.2. Saran .....................................................................................

111

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada 2010 perbankan Indonesia diharapkan dapat kembali meningkatkan
perannya sebagai lembaga intermediasi secara optimal dengan momentum
recovery dari krisis finansial. Banyak kalangan, khususnya kalangan dunia usaha
dan pemerintah mengharapkan kontribusi perbankan yang lebih besar dalam
menggerakkan perekonomian. Sepanjang tahun 2009, banyak kalangan menilai
perbankan kurang optimal dalam menjalankan fungsi intermediasi, hal tersebut
berdasarkan penilaian dari berbagai pihak bahwa perbankan menerapkan strategi
suku bunga yang tinggi untuk dapat mempertahankan tingkat keuntungan.
Sebelum menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap sektor perbankan, ada baiknya
kita melihat kondisi perbankan di tahun 2009 dan ekspektasi perbaikan
perekonomian di tahun 2010.
Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah
memberikan dimensi yang lebih fokus dan jelas mengenai tujuan yang ingin
dicapai oleh Bank Indonesia. Undang-undang dimaksud, sebagaimana tertuang
dalam Pasal 7, menegaskan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dapat diartikan dalam
dua pemahaman yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap nilai barang dan jasa di

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

dalam negeri yang tercermin dalam angka inflasi, dan kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang lain yang tercermin dalam angka nilai tukar/kurs.
Oleh karena sejak 14 Agustus 1997 pemerintah dan Bank Indonesia
menetapkan bahwa penentuan nilai tukar rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar
(free floating system), maka kestabilan nilai rupiah lebih banyak ditujukan kepada
rendah dan stabilnya laju inflasi. Bank Indonesia telah menempatkan .inflasi.
sebagai anchor/landasan dalam kebijakan moneternya, dengan menetapkan suatu
target inflasi sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan moneter Bank
Indonesia.
Sebagaimana telah kita ketahui, pada tahun 2000 Bank Indonesia telah
menetapkan target inflasi, diluar pengaruh kebijakan harga dan pendapatan
Pemerintah 3-5% dan untuk tahun 2001 berkisar antara 4-6%. Secara teoritis,
menempatkan Inflasi sebagai anchor memberikan manfaat diantaranya: (i) mudah
dipahami oleh masyarakat, karena masyarakat hanya akan melihat ukuran
keberhasilannya pada pencapaian laju inflasi. (ii) dapat menciptakan ekspektasi
yang rendah terhadap inflasi sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan tingkat
inflasi aktual (actual inflation) sesuai yang diinginkan. (iii) dapat menghindari
kemungkinan munculnya kebijakan-kebijakan yang dapat menimbulkan deviasi
terhadap pencapaian target inflasi (discretionary policy).
Sementara di sisi lain, terdapat dilema terutama antara pertimbangan
kepentingan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan laju inflasi yang rendah.
Dalam kondisi ekonomi yang sedang krisis, maka tentunya pemerintah akan
menerapkan kebijakan yang cenderung ekspansif guna mendorong terciptanya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun dampak dari kebijakan pemerintah
yang ekspansif cenderung memberikan tekanan-tekanan terhadap inflasi.
Persaingan perbankan khususnya dalam penyaluran kredit semakin ketat,
karena tekanan terutama dari pemerintah dan BI terkait dengan belum
bergeraknya sektor riil, mendorong terjadinya penurunan suku bunga kredit yang
menyebabkan pendapatan perbankan akan turun. Pendapatan perbankan yang
diperkirakan turun memaksa perbankan untuk meningkatkan dana murah dengan
cara meningkatkan sistem layanan perbankan berbasis teknologi. Sistem tersebut
terbukti

memberikan

manfaat

selain

untuk

memuaskan

nasabah,

juga

mengkonsolidasikan data secara cepat dan tepat, memperbesar perolehan fee
based oncome (FBI), dan mengurangi dan mencegah fraud yang juga berujung
pada peningkatan efisiensi perbankan.
Agresivitas investor bank asing dalam melakukan akuisisi bank lokal
makin terasa. Hal tersebut antara lain dipicu oleh menariknya bisnis perbankan
Indonesia. Selain pasar yang luas, margin bunga yang tinggi (NIM) dan aturan
kepemilikan yang liberal hingga 99%, membuat investor asing tergiur. Di tahun
2010, bank-bank dari India dan Korea Selatan memiliki niat untuk membeli bank
di Indonesia. Langkah tersebut dinilai tertinggal dibanding investor dari Malaysia
dan Singapura yang telah terlebih dulu menikmati manisnya bisnis perbankan.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, akuisisi bank asing terhadap bank kecil
juga bertujuan mendukung perdagangan negara tersebut di Indonesia terkait
dengan diberlakukannya liberalisasi perdagangan. Pelaku usaha yang melakukan
perdagangan dari dan ke negara tersebut merupakan target utama bank-bank asing

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

ke depan. Hal ini menyebabkan persaingan perbankan makin ketat terutama pada
bank menengah kecil. Bank asing dengan modal besar dapat memenuhi ketentuan
Basel II, sementara bank kecil sangat kesulitan.
Selain tantangan dari sisi perbankan sendiri, tantangan dari eksternal juga
masih menghadang di tahun 2010. Walaupun masa-masa terburuk ekonomi global
sudah terlampaui, namun krisis global tampaknya belum seratus persen hilang.
Ada beberapa perkembangan terakhir harus dicermati, krisis Dubai World dan
mulai bangkrutnya perbankan di Austria dan Yunani dikhawatirkan akan memicu
efek yang lebih besar bagi ekonomi global yang ujungnya akan berimbas pada
ekonomi domestik. Hal tersebut

menyebabkan perbankan belum dapat

menurunkan premi risikonya sehingga bersikap risk averse. Sementara di sisi lain,
sektor riil juga belum berani untuk bergerak atau cenderung bersikap wait and see
yang biasanya ditandai dengan masih terbatasnya permintaan kredit.
Sementara, di sisi lain bank sentral melalui penetapan inflation targeting,
cenderung mengarahkan kebijakannya untuk menciptakan inflasi yang rendah dan
stabil.
Selain itu, dalam situasi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi, yang
dirasakan telah terjadi sejak pertengahan 2009, pencapaian target inflasi yang
telah ditetapkan pada tingkat yang rendah memberikan tantangan tersendiri,
ditambah bahwa salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi adalah
berasal dari sisi permintaan masyarakat. Sementara di sisi lain, dengan masih
belum kondusifnya situasi sosial, politik dan keamanan, maka hal tersebut
tampaknya

masih

menimbulkan

keengganan

bagi para

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

investor

untuk

5

menanamakan dananya di Indonesia, sehingga menyebabkan pengembangan
sektor produksi masih sangat tersendat. Sebagaimana dikatahui peningkatan
konsumsi masyarakat tanpa diimbangi peningkatan produksi cenderung
memberikan tekanan-tekanan pada peningkatan harga secara umum.
Adanya hasrat pemerintah yang lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi dan adanya suatu kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
lebih didorong oleh tingkat konsumsi masyarakat, memberikan tantangan
tersendiri bagi Bank Indonesia dalam penetapan target tingkat inflasi dan
bagaimana pencapaiannya. Dalam kaitan itu, menjadi suatu pertanyaan sejauh
mana target inflasi yang telah ditetapkan sudah memperhitungkan dua
permasalahan tersebut.
Penelitian

ini menjelaskan secara teoritis bagaimana kaitannya antara

menetapkan target inflasi ditengah-tengah proses pemulihan ekonomi dengan
dorongan untuk menciptakan inflation shock sebagai dampak dari pemulihan
ekonomi. Sementara untuk tahun 2010 dan 2011, meskipun tingkat investasi telah
bertumbuh positif, namun ekonomi Indonesia dihantui oleh terus melemahnya
nilai tukar rupiah yang diikuti oleh meningkatnya kegiatan spekulasi di pasar
valuta asing. Selain itu, meningkatnya faktor risiko dan ketidakpastian yang
terjadi pada periode dimaksud telah mendorong masyarakat cenderung untuk lebih
berjaga-jaga dan meningkatkan portofolionya dalam memegang cash. Dalam
kondisi demikian tekanan-tekanan terhadap meningkatnya tingkat inflasi semakin
tinggi baik disebabkan oleh imported inflation maupun oleh demand driven
inflation lainnya. Sementara itu, tekanan dari sektor fiskal untuk menghilangkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

subsidi telah pula mendorong peningkatan inflasi. Dalam kondisi yang demikian,
upaya yang dilakukan oleh bank sentral untuk meredam meningkatnya laju inflasi
yang berlebihan adalah dengan mengendalikan jumlah uang beredar (uang primer)
dengan konsekuensi terhadap peningkatan suku bunga, serta didukung oleh upaya
sterilisasi valuta asing dalam mengendalikan jumlah uang beredar dimaksud.
Dengan menggunakan threshold model paper ini menguji apakah dampak
nilai tukar dan pertumbuhan uang beredar terhadap inflasi linear atau tidak.
Selanjutnya, akan diuji apakah terdapat nilai threshold, berapa banyak nilai
threshold yang dapat diidentifikasi, dan berapa berapa besar dampaknya.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pertumbuhan Jumlah Uang beredar di

berpengaruh terhadap

Volatilitas inflasi di Indonesia selama periode 2000 - 2011?
2. Apakah nilai tukar riil domestik berpengaruh terhadap Volatilitas inflasi di
Indonesia selama periode 2000 - 2011?
3. Apakah tingkat pengangguran berpengaruh terhadap di Indonesia selama
periode 2000 - 2011?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
untuk mengetahuinya ada atau tidaknya dampak dari :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

1. Pertumbuhan Jumlah Uang beredar

terhadap Volatilitas inflasi di

Indonesia selama periode 2000 – 2011.
2. Perubahan nilai tukar riil domestik terhadap Volatilitas inflasi di Indonesia
selama periode 2000 – 2011.
3. Perubahan tingkat pengangguran berpengaruh terhadap di Indonesia
selama periode 2000 – 2011.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini
adalah:
1. Sebagai informasi bagi pihak-pihak pengambil keputusan yang terkait
dengan pengendalian Inflasi pada pembangunan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian
yang berkaitan dengan masalah ini.
3. Sebagai Hasanah kepustakaan khususnyan bagi perpustakaan UPN
“Veteran” Jawa Timur.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
masalah yang dihadadapi sebagai dasar untuk melengkapi landasan teori;
a. Siagian, Victor (2004 Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta
Dalam

penelitiannya

yang

berjudul

“Analisis

Sumber-Sumber

Pertumbuhan Ekonomi Filipina Periode 1994 – 2003 ” menghasilkan
keimpulan sebagai berikut : Dalam jangka panjang, kontribusi positif dan
signifikan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Filipina diberikan
oleh variabel ekspor, impor, investasi dalam negeri, tabungan dan
pengeluaran pemerintah;

Kontribusi positif tetapi tidak signifikan

dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Filipina diberikan oleh
variable investasi asing; Variabel utang luar negeri dan utang dalam negeri
berdampak negative terhadap pertumbuhan ekonomi Filipina, namun tidak
signifikan.
b. M. Maula Al Arif dan Achmad,2006 “Peranan Kebijakan Moneter dalam
Menjaga

kestabilan

Perekonomian

Indonesia

dalam

Fluktuasi

Perekonomian dunia.”
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter merupakan lembaga yang
berwenang dalam menentukan kebijakan di Indonesia. Kebijakan dan
intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan dalam upaya
menjaga stabilitas perekonomian dan mencapai sasaran kebijakan yang

7

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

diinginkan. Peran bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter
melalui berbagai respon instrumennya terhadap stabilitas perekonomian
Indonesia, diharapkan dapat meredam berbagai gejolak yang timbul dari
perekonomian dunia. Dari uraian di atas dapat dirumuskan suatu
permasalahan, yaitu: (1) bagaimana pengaruh inflasi dan suku bunga dunia
terhadap fluktuasi ekonomi makro Indonesia; (2) seberapa besar pengaruh
variabel dunia dan domestik dalam menjelaskan fluktuasi ekonomi makro
Indonesia; dan (3) bagaimana efektivitas kebijakan Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter dalam merespon fluktuasi makroekonomi
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui pengaruh
inflasi dan suku bunga dunia terhadap fluktuasi ekonomi makro Indonesia;
(2) menganalisis seberapa besar pengaruh variabel dunia dan domestik
dalam menjelaskan fluktuasi ekonomi Indonesia; (3) mengetahui
efektivitas kebijakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam
merespon fluktuasi ekonomi makro Indonesia. Bagian ke-dua dari makalah
ini mendeskripsikan karakteristik perekonomian kecil terbuka dan fluktusi
makro ekonominya sebagai respon dari perekonomian global, serta
bagaimana peran kebijakan moneter dalam stabilitas makroekonomi
perekonomian kecil terbuka. Selain itu, pada bagian ini juga akan
dikemukakan mengenai penelitian sebelumnya. Pada bagian ketiga akan
dibahas deskripsi data, identifikasi variabel, serta teknik analisis data.
Selanjutnya,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

merupakan estimasi data dengan menggunakan model SVAR. Bagian akhir
merupakan simpulan.Hasil analisis respon kebijakan moneter terhadap
fluktuasi output menunjukkan bahwa pada periode observasi peran
kebijakan moneter sangat signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Secara garis besar kebijakan moneter pada periode observasi untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sebaliknya, ketika
kondisi ekonomi mengalami penurunan, peran kebijakan moneter
ditujukan untuk memperpendek masa resesi perekonomian. terlihat sangat
signifikan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Hal itu dapat dilihat
bahwa ketika siklus perekonomian mengalami perkembangan, kebijakan
moneter selalu di arahkan.

c. Farida Wijayanti (1999:UPN) dengan judul “Pengujian Kausalitas Efek
Fisher Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia”. Dalam pengujian
kausalitas Granger, signifikan (α) = 5 % terdapat dalam time Lag
(tenggang) selama satu bulan untuk tingkat inflasi terhadap tingkat suku
bunga (SBI) maupun tingkat suku bunga terhadap inflasi. Untuk tingkat
inflasi terhadap tingkat suku bunga atau tingkat inflasi sebagai variabel
bebas dan tingkat suku bunga (SBI) sebagai variabel terikat diketahui
Fhitung sebesar 253.969 sedangkan Ftabel sebesar 2.33 dengan df (6.41),
karena Fhitung lebih besar dari Ftabel maka hipotensi Ho ditolak yang artinya
terdapat pengaruh tingkat suku bunga terhadap tingkat inflasi. Dan dapat
diketahui juga thitung sebesar 2.059 sedangkan ttabel sebesar 1.645. Besarnya
pengaruh antara kedua variabel tersebut adalah (R²) = 97.4 %, sedangkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

untuk tingkat suku bunga (SBI) terhadap tingkat inflasi atau tingkat suku
bunga (SBI) sebagai variabel bebas dan tingkat inflasi sebagai variabel
terikat, diketahui Fhitung sebesar 80.376 sedangkan Ftabel sebesar 2.33
dengan df (6.41). Karena Fhitung lebih besar Ftabel maka hipotensi Ho
ditolak, artinya terdapat pengaruh antara tingkat inflasi terhadap tingkat
suku bunga. Dan dapat diketahui juga thitung sebesar -1.253 sedangkan ttabel
sebesar 1.645. Besarnya pengaruh antara kedua variabel tersebut adalah
(R²) = 92.2 %. Maka dapat disimpulkan secara umum bahwa Terjadi
kausalitas antara tingkat Inflasi dengan tingkat suku bunga di Indonesia.
Tingkat inflasi dalam mempengaruhi tingkat suku bunga signifikan,
sedangkan tingkat suku bunga secara signifikan memberikan efek yang
negatif bagi tingkat Inflasi, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat suku
bunga sebagai pendorong bagi kenaikan tingkat inflasi.

d. Budi Purnomo (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.16.No.2, 2001)
dengan judul “Kausalitas antara Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi”.
Bahwa hasil studi dengan menggunakan uji kausalitas model koreksi
kesalahan menunjukkan adanya pola kausalitas timbal balik (tingkat
ekspor riil mempengaruhi pendapatan nasional riil dan sebaliknya juga
tingkat pendapatan nasional riil mempengaruhi ekspor riil). Akan tetapi
pola kausalitas satu arah dari tingkat pendapatan nasional riil selama
periode

penelitian,

nampaknya

lebih

kuat

dan

lebih

signifikan

sebagaimana diperlihatkan oleh nilai koefesien error conection term
(ECM) dari nilai reaksi koefesien penyesuaian model koreksi kesalahan
serta hasil estimasi dengan menggunakan uji kausalitas Granger (1969)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

yang dipadukan dengan FPE. Dengan demikian hasil studi empiris ini
mendukung hipotesis bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri
mendukung ekspor (internally generated export). Berdasarkan hasil studi,
dapat dikemukakan bahwa sektor ekspor secara keseluruhan dipandang
dari kacamata ekonomi nasional tidak efisien dalam menopang
pembangunan ekonomi Indonesia karena ternyata strategi kebijakan
ekspor yang dilakukan tidak didukung oleh struktur ekonomi dalam negeri
yang kuat. Akibatnya, ekspor Indonesia samgat tergantung pada pasar
internasioanal. Oleh karena itu, sebagai titik permulaan pembangunan
ekonomi Indonesia yang semenjak pertengahan tahun 1997 bergelut
dengan krisis ekonomi, studi empiris ini merekomendasikan, pertama,
perlunya dipikirkan kembali strategi kebijakan ekspor yang diterapkan,
dalam hal ini kesinambungan kebijakan tersebut dikaitkan dengan tujuan
nasional pembangunan ekonomi Indonesia. Kedua, perlunya dilakukan
studi empiris yang lebih komprehensif dalam udaha memperkuat basisbasis perekonomian nasioanal dengan menjadikan pasar dalam negeri
sebagai penentu arah pertumbuhan ekonomi nasional dan bukan pasar luar
negeri.dari studi tersebut, diharapkan akan dapat diketahi komoditikomoditi mana yang perlu dikembangkan dan memberikan sumbangan
besar

bagi perekonomian Indonesia. Ketiga, penibgkatan ekspor

hendaknya dilakukan untuk komoditi yang benar-benar mempuntai
keunggulan komparatif dan kompetitif yang baik.
e. Hari Pratono dan Soedarjanto (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.3.No.2,
Juni 2001) dengan judul “Analisis Kausalitas antara Pertumbuhan
Ekonomi dengan Inflasi”. Analisis kausalitas dengan menggunakan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

data kuartalan menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara variabel
pertumbuhan ekonomi dengan variabel inflasi. Dari pendekatan Hsio
menunjukkan bahwa penentuan lag yang optimal sebesar 4 untuk
variabel pendapatan nasional dan 3 untuk inflasi sebagai controled
variable. Dengan demikian, inflasi akan dipengaruhi oleh pendapatan
nasional sampai pada kuartalan keempat. Dari hasil uji kausalitas
Granger, model yang bagus sebaiknya mengunakan pendekatan dua
variabel, yaitu dengan memasukkan controled vaeiable. Namun denikian
pengaruh controled variable-nya ternyata relatif jauh lebih kuat
dibandingkan variabel yang diuji pada dimensi pertama. Dengan kata
lain, laju inflasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi sebagai
indikasi memanasnya perekonomian relatif lebih lemah. Dengan
demikian, terdapat trade off antara otoritas moneter yang bertugas
mengendalikan inflasi sementara berbagai prpgram pemerintah maupun
bank dunia berusaha menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

2.2. Landasan Teori
2.2.1.Teori Paritas Internasional
Seberapa

besar

variabel-variabel

fundamental ekonomi

dalam

mempengaruhi fluktuasi kurs valas akan dikaji dengan beberapa model
kurs valas dengan pendekatan moneter yang telah dipakai oleh beberapa
peneliti sebelumnya dengan menggunakan dasar teori paritas daya beli
(purchasing power parity) dan paritas suku bunga (interest rate parity).
Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan kurs mata uang adalah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

teori Paritas Daya Beli (purchasing power parity). Teori kurs daya beli
ini menyatakan bahwa kurs mata uang antar negara harus mencerminkan
nilai perbandingan nilai mata uang satu negara terhadap negara lainnya
yang ditentukan oleh daya beli masing-masing negara.
3.

Teori paritas daya beli ini diperkenalkan oleh seorang ekonom

Swedia, Gustav Cassel, pada tahun 1918. Teori paritas daya beli ini
menghubungkan kurs valas dengan dengan harga-harga komoditi yang
dinyatakan dalam uang lokal di pasar internasional (Baile & McMohan,
1989:16-19). Hubungan antara kurs valas dan harga komoditi dalam doktrin
paritas daya beli yaitu kurs valas akan cenderung menurun dengan proporsi
yang sama dengan kenaikan harga. Teori paritas daya beli memiliki dua
bentuk yaitu paritas daya beli absolut dan paritas daya beli relatif. Paritas
daya beli absolut menyatakan bahwa keseimbangan nilai mata uang dalam
negeri terhadap nilai mata uang luar negeri merupakan perbandingan harga
absolut dalam dan luar negeri.
Teori paritas daya beli ini dapat dinyatakan:
S=P/P*
di mana S adalah nilai kurs valas, P adalah tingkat harga, dan tanda (*)
menunjukkan variabel luar negeri. Paritas daya beli absolut ini selanjutnya
menghasilkan hukum satu harga (law of one price) yang menyatakan bahwa
untuk satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga harus sama.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2. Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa kurs valas merupakan suatu
prosentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap
luar negeri. Paritas daya beli relatif ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar
komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional,
penentuan harga, dan informasi. Asumsi ini selanjutnya menyatakan
bahwa (Kuncoro, 1996: 182): (1) Semua barang merupakan barang yang
diperdagangkan di pasar internasional (tradable goods) dan tidak ada
biaya transportasi; (2) Tidak ada restriksi-restriksi dalam perdagangan
internasional; (3) Barang dalam negeri dan luar negeri bersifat homogen
sempurna untuk masing-masing barang; (4) Terdapat kesamaan indeks
harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya beli mata uang asing
dan domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen indeks harga.
3. Paritas suku bunga (interest rate parity) merupakan teori yang paling
dikenal dalam keuangan internasional. Doktrin paritas suku bunga ini
mendasarkan nilai kurs berdasarkan tingkat bunga antar negara yang
bersangkutan. Dalam negara dengan sistem kurs valas bebas, tingkat
bunga domestik (i) cenderung disamakan dengan tingkat bunga luar negeri
(i*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata uang negara
yang bersangkutan terhadap negara lain (Baile dan McMohan, 1986:20-

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26). Teori paritas suku bunga terdiri dari dua bentuk yaitu paritas suku
bunga tertutup (covered interest rate parity) dan paritas suku bunga tidak
tertutup (uncovered interest rate parity). Paritas Suku Bunga Tertutup
(Covered Interest Rate Parity) menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara kurs spot, kurs forward, dan variabel suku bunga. Paritas suku
bunga tertutup ini menjelaskan hubungan yang erat antara suku bunga
dengan pergerakan kurs spot dan kurs forward mata uang tertentu
khususnya mata uang keras (hard currency) seperti dolar Amerika dan
Yen Jepang. Paritas suku bunga tertutup dipandang sebagai dasar yang
lebih relevan untuk menjelaskan kurs valas.
Penjelasan mengenai bekerjanya mekanisme paritas suku bunga
tertutup, yaitu dengan menggunakan hubungan dua negara dengan nilai
mata uang dan suku bunga masing-masing negara, dengan asumsi terdapat
keterbukaan antar negara. Pelaku pasar di suatu negara memiliki dua
alternatif untuk membelanjakan kekayaannya yaitu dengan membeli surat
berharga baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil dari surat
berharga dalam dan luar negeri akan berbeda tergantung dari tingkat
bunga. Hasil satu periode mendatang dari surat berharga dalam negeri
adalah (1+i) dalam satuan domestik. Sedangkan hasil surat berharga luar
negeri dalam satuan luar negeri adalah (1+i*)/S, di mana i adalah
prosentase suku bunga, S adalah kurs spot, dan tanda bintang (*)
menunjukkan variabel luar negeri. Apabila kurs ekspektasi atau kurs yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

diharapkan pada masa datang adalah F (kurs forward), maka hasil yang
diperoleh dari pembelian surat berharga luar negeri adalah:

Keseimbangan paritas suku bunga tertutup akan terjadi bila hasil surat
berhaga sama dengan suku bunga-nya (i) (Krugman dan Obstfeld,
1991:63).
karena 1+i*≈1, maka keseimbangan:

Keseimbangan di atas dapat terjaga bila F dan S mengalami pergerakan
secara proporsional. Bila pergerakan F dan S tidak proporsional maka
yang terjadi adalah apresiasi atau depresiasi kurs valas.
4. Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity)
juga digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas
suku bunga tidak tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada
masa yang akan datang (Syafrudin, 1994:53).

di mana Et adalah harapan informasi yang tersedia pada waktu t, sehingga
paritas suku bunga tidak tertutup mengimplikasikan pelaku pasar dapat
memiliki posisi terbuka pada pasar spot yang didasarkan pada harapan
nilai kurs forward.
Et(St+1)=Ft
Kurs forwad diharapkan menjadi penentu kurs spot masa datang secara
efisien, yaitu mencakup seluruh informasi yang tersedia yang relevan pada
tahun ke-t.
5. Model Frenkel-Bilson
Model harga fleksibel (fleksible price model) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara suku bunga dengan kurs valas (teori suku bunga riil
terhadap kurs). Teori ini dikenal dengan teori Chicago karena memuat
asumsi harga fleksibel. Asumsi ini menimbulkan konsekuensi bahwa suku
bunga nominal harus mencerminkan perubahan tingkat inflasi yang
diharapkan. Penjelasan model harga fleksibel terhadap kurs dengan
memakai doktrin paritas daya beli adalah:
S=P/P*
Log S=Log P-LogP*
S=P-P*

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

dimana S adalah kurs spot, P dan P* adalah tingkat harga dalam dan luar
negeri.
Fungsi Permintaan Uang dari Cagan (Frenkel, 1976:611).
• Dalam negeri:

karena a dapat diabaikan, maka:
α bersifat elastis
β bersifat semi elastis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Persamaan di atas diturunkan oleh Jakob A. Frenkel (1976) dan John F.O.
Bilson (1976) dengan dasar teori Ricardo. Dasar teori Frenkel tersebut
menyatakan bahwa kurs akan mencapai keseimbangan bila terdapat stok
uang dua negara yang ingin dipegang. Karena itu, harga relatif mata uang
kedua negara harus dinyatakan dalam bentuk penawaran dan permintaan,
Persamaan di atas memiliki tingkat perkiraan yang cukup terkenal, yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

menyatakan bahwa kenaikan x% dari penawaran uang domestik akan
menyebabkan depresiasi kurs sebesar x%. Dengan kata lain sifat kurs
adalah homogen pada derajat satu terhadap permintaan uang (LLewellyn
& Miler, 1979: 79). Kenaikan pendapatan nominal domestik relatif
terhadap luar negeri akan menimbulkan apresiasi kurs valas, di mana
harga-harga dalam negeri akan turun relatif terhadap harga luar negeri, (S)
akan turun. Pendapat ini berlawanan dengan teori pendekatan neraca
pembayaran terhadap kurs valas yang menyatakan bahwa hubungan
tingkat pendapatan nominal dengan kurs valas adalah positif. Pengaruh
tingkat pendapatan dalam keadaan pasar kurs harga fleksibel menekankan
pada fungsi permintaan uang. Kenaikan pendapatan suatu negara akan
meningkatkan permintaan uang. Jika doktrin paritas daya beli berlaku dan
jumlah uang beredar konstan, maka kurs akan mengalami apresiasi untuk
menyeimbangkan permintaan uang riil terhadap penawaran uangnya
(Frankel, 1976:201). Kenaikan tingkat bunga relatif dalam negeri terhadap
luar negeri akan menyebabkan depresiasi mata uang (kenaikan kurs valas
atau kenaikan nilai kurs luar negeri), sehingga akan ada hubungan positif
antara selisih tingkat suku bunga dengan nilai kurs valas. Kurs valas
diprediksi akan melemah nilainya akibat adanya inflasi dan kenaikan suku
bunga. Naiknya suku bunga domestik berarti akan terjadi kenaikan tingkat
harga dalam negeri.

2.2.2.

Inflation Targeting Framewor k

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Menyikapi Pasal 7 UU No. 23 tahun 1999, tampaknya Bank Indonesia
telah

menempatkan

.inflasi.

sebagai

anchor/landasan

dalam

kebijakan

moneternya, dengan menetapkan suatu target inflasi sebagai acuan dalam
pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia. Sebagaimana telah kita ketahui,
pada tahun 2000 Bank Indonesia telah menetapkan target inflasi, diluar pengaruh
kebijakan harga dan pendapatan Pemerintah 3- 5% dan untuk tahun 2001 berkisar
antara 4-6%. Secara teoritis, menempatkan Inflasi sebagai anchor memberikan
manfaat diantaranya: (i) mudah dipahami oleh masyarakat, karena masyarakat
hanya akan melihat ukuran keberhasilannya pada pencapaian laju inflasi. (ii) dapat
menciptakan ekspektasi yang rendah terhadap inflasi sehingga pada akhirnya
dapat menghasilkan tingkat inflasi aktual (actual inflation) sesuai yang diinginkan.
(iii) dapat menghindari kemungkinan munculnya kebijakan-kebijakan yang dapat
menimbulkan deviasi terhadap pencapaian target inflasi (discretionary policy).
Sementara di sisi lain, terdapat dilema terutama antara pertimbangan kepentingan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan laju inflasi yang rendah. Dalam kondisi
ekonomi yang sedang krisis, maka tentunya pemerintah akan menerapkan
kebijakan yang cenderung ekspansif guna mendorong terciptanya pertumbuhan
ekonomi yang cepat. Namun dampak dari kebijakan pemerintah yang ekspansif
cenderung memberikan tekanan-tekanan terhadap inflasi. Sementara, di sisi lain
bank sentral melalui penetapan inflation targeting, cenderung mengarahkan
kebijakannya untuk menciptakan inflasi yang rendah dan stabil. Selain itu, dalam
situasi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi, yang dirasakan telah terjadi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

sejak pertengahan 1999, pencapaian target inflasi yang telah ditetapkan pada
tingkat yang rendah memberikan tantangan tersendiri, ditambah bahwa salah satu
mesin pendorong pertumbuhan ekonomi adalah berasal dari sisi permintaan
masyarakat.
Sementara di sisi lain, dengan masih belum kondusifnya situasi sosial, politik dan
keamananmaka hal tersebut tampaknya masih menimbulkan keengganan bagi
para investor untuk menanamakan dananya di Indonesia, sehingga menyebabkan
pengembangan sektor produksi masih sangat tersendat. Sebagaimana dikatahui
peningkatan konsumsi masyarakat tanpa diimbangi peningkatan produksi
cenderung memberikan tekanan-tekanan pada peningkatan harga secara umum.
Adanya hasrat pemerintah yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan
adanya suatu kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih didorong
oleh tingkat konsumsi masyarakat, memberikan tantangan tersendiri bagi Bank
Indonesia dalam penetapan target tingkat inflasi dan bagaimana pencapaiannya.
Dalam kaitan itu, menjadisuatu pertanyaan sejauh mana target inflasi yang telah
ditetapkan sudah memperhitungkan dua permasalahan tersebut.
Penelitian ini menjelaskan secara teoritis bagaimana kaitannya antara menetapkan
target inflasi ditengah-tengah proses pemulihan ekonomi dengan dorongan untuk
menciptakan inflation shock sebagai dampak dari pemulihan ekonomi. Makalah
ini akan terdiri dari empat bagian. Bagian kedua makalah ini menjelaskan
bagaimana dasar berpikir pemerintah (termasuk bank sentral) dan masyarakat
dalam pelaksanaan inflation targeting. Pada bagian ketiga, sejauhmana
pemerintah/bank sentral menghadapi godaan untuk menciptakan surprise

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

inflation. Bagian ketiga menjelaskan model-model penetapan inflation targeting
sekaligus bagaimana mengakomodir dampak dari proses pemulihan ekonomi
terhadap model inflation targeting.

2.2.5. Kerangka Teori Pembentukan Inflasi
Barro & Gordon (1983) menggambarkan mekanisme pembentukan inflasi
sebagai sebuah interaksi antara preferensi pemerintah dengan preferensi
masyarakat. Barro & Gordon merepresentasikan preferensi pemerintah dengan
suatu fungsi matematik yang menggambarkan sejauh mana pemerintah dapat
meminimalkan kerugian yang ditimbulkan dari inflasi yang disebut government.s
loss function. Government.s loss function menggambarkan kerugian yang
diperoleh pemerintah dari surprise inflation yang diciptakannya, yang secara
matematis diterjemahkan menjadi:
Zt = (a/2) (pt)2 - b (pt -pt
e)...............(1)
keterangan :
pt = inflation rate, pt
e= expected inflation rate, a dan b = constant
dimana (a/2) (pt)2mencerminkan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah
oleh adanya inflasi. Biaya tersebut bersifat meningkat (increasing rate) artinya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

apabila terdapat peningkatan inflasi (pt) maka akan menimbulkan biaya yang
lebih besar dari peningkatan inflasi itu sendiri. Dalam kenyataan sehari-hari
memang dirasakan bahwa apabila terdapat peningkatan inflasi maka akan
menimbulkan tuntutan terhadap peningkatan Gaji PNS, tuntutan peningkatan
Upah Minimum Regional (UMR) dan sebagainya. Sementara fungsi
b ( pt - pte) adalah manfaat yang diperoleh pemerintah dengan menciptakan
inflation shock/ surprise inflation. Inflasi yang diciptakan pemerintah baik melalui
kebijakan fiskal maupun moneter dianggap dapat memberikan rangsangan bagi
peningkatan kegiatan ekonomi sehingga diharapkan dapat menekan tingkat
pengangguran. Apabila manfaat yang diperoleh dari menciptakan surprise
inflation lebih besar dari biayanya, maka nilai Zt akan negatif yang secara teoritis
akan menggoda pemerintah untuk mengenakan surprise inflation. Sementara
preferensi masyarakat diwakili oleh persamaan philip yang secara matematis
disimbolkan sebagai berikut:
U=Un - a (pt - pte )..............(2)
dimana Un adalah normal unemployment rate
Apabila terdapat peningkatan actual inflation (pt) sebagai akibat dari keberadaan
surprise inflation yang diciptakan oleh Pemerintah/bank sentral, maka unexpected
inflation,
(pt - pte ), menjadi semakin tinggi yang akhirnya dapat menekan tingkat
pengangguran (U).
Kekuatan tarik menarik antara preferensi pemerintah dan preferensi masyarakat
akan membentuk suatu tingkat inflasi dan tingkat pengangguran tertentu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Sementara itu, di dalam preferensi pemerintah itu sendiri terdapat kekuatan tarik
menarik antara pertimbangan biaya inflasi dan manfaat dari inflasi. Apabila
pemerintah berpikir bahwa manfaat dari surprise inflation yang diciptakannya
akan memberikan manfaat yang lebih besar dari biaya yang ditimbulkan maka
dorongan untuk menciptakan surprise inflation sangat tinggi. Selain itu, dorongan
dari masyarakat kepada pemerintah untuk menekan tingkat pengangguran yang
tinggi sebagai akibat resesi ekonomi serta untuk memberikan tingkat kehidupan
yang lebih baik dan sebagainya juga telah memberikan tekanan kepada
pemerintah dalam menciptakan surprise inflation.Dalam pengantar teori ini telah
disebutkan bahwa upaya memulihkanperekonomian dapat dilakukan melalui
kebijakan fiskal seperti melakukan kebijakan defisit spending dengan terus
mendorong pengeluaran pemerintah yang lebih besar dari penerimaan, atau
dengan melakukan kebijakan moneter dengan mendorong peningkatan jumlah
uang beredar. Kebijakan-kebijakan tersebut, timing dan magnitutnya tidak diduga
sebelumnya oleh masyarakat, akan menimbulkan surprise inflation atau
unexpected inflation..
c. Pilihan Kebijakan Penegendalian Inflasi
Kebijakan-kebijakan .discretion. yang bertujuan untuk menciptakan surprise
inflationpada awalnya seolah-olah dianggap dapat memberikan manfaat bagi
decision maker (bank sentral atau pemerintah) apalagi dari kebijakan
meningkatkan inflasi dapat diperoleh seignorage. Namun, apabila dikaji lebih
jauh, kebijakan-kebijakan discretion tersebut dapatmemberikan kerugian bagi
decision maker. Barro & Gordon (1983), Francesco Lippi (1999) telah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menca