PENERAPAN AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW DALAM TATANAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 20

E. Definisi Operasional ... 21

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kemampuan Penalaran Matematis ... 23

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 25

C. Model Pembelajaran Kooperatif ... 27


(2)

E. Aktivitas Quick on The Draw dan Tipe pada Model

Pembelajaran Kooperatif ... 33

F. Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan Pembelajaran Kooperatif ... 37

G. Pembelajaran Konvensional ... 40

H. Sikap Siswa ... 42

I. Penelitian yang Relevan ... 44

J. Hipotesis ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 48

B. Waktu, Lokasi, dan Subjek Penelitian ... 50

C. Instrumen Penelitian ... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ... 63

E. Teknik Analisis Data ... 64

F. Prosedur Penelitian ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 73

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 118

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 135

B. Implikasi ... 136

C. Rekomendasi ... 137


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 29

Tabel 3.1 Desain pretest-postest kelompok tanpa acak ... 49

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 52

Tabel 3.3 Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 53

Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 54

Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi ... 54

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55

Tabel 3.7 Daya Pembeda Soal Tes ... 55

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 56

Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 56

Tabel 3.10 Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 57

Tabel 3.11 Hasil Uji Coba Keterbacaan LKS dan Perbaikan yang dilakukan ... 62

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Awal Penalaran Matematis Siswa ... 75

Tabel 4.2 Nomalitas Kemampuan Awal Penalaran Matematis ... 76

Tabel 4.3 Kesamaan Kemampuan Awal Penalaran Matematis ... 77

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 79

Tabel 4.5 Nomalitas Peninkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 80 Tabel 4.6 Homogenitas Peningkatan Kemampuan


(4)

Penalaran Matematis ... 81 Tabel 4.7 Uji ANOVA Dua Jalur Peningkatan Kemampuan

Penalaran Matematis ... 83 Tabel 4.8 Uji Games-Howell Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis antarlevel Sekolah ... 84 Tabel 4.9 Rerata Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis antarlevel Sekolah ... 85 Tabel 4.10 Perbedaan Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 86 Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Kemampuan Awal Komunikasi

Matematis ... 88 Tabel 4.12 Nomalitas Kemampuan Awal Komunikasi

Matematis ... 89 Tabel 4.13 Perbedaan Kemampuan Awal Komunikasi Matematis ... 90 Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 91 Tabel 4.15 Nomalitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 92 Tabel 4.16 Uji ANOVA Dua Jalur Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 95 Tabel 4.17 Uji Games-Howell Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis antarlevel Sekolah ... 96 Tabel 4.18 Rerata Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis antarlevel Sekolah ... 97 Tabel 4.19 Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 98 Tabel 4.20 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika

pada Sekolah Level Tinggi ... 100 Tabel 4.21 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika

pada Sekolah Level Sedang ... 101 Tabel 4.22 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika


(5)

Tabel 4.23 Normalitas Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 104 Tabel 4.24 Kepositifan Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 104 Tabel 4.25 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran

pada Sekolah Level Tinggi ... 105 Tabel 4.26 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran

Sekolah Level Sedang ... 106 Tabel 4.27 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran

Sekolah Level Rendah ... 107 Tabel 4.28 Normalitas Sikap Siswa terhadap Pembelajaran ... 108 Tabel 4.29 Kepositifan Sikap Siswa terhadap Pembelajaran ... 109 Tabel 4.30 Distribusi Sikap Siswa terhadap Soal

Sekolah Level Tinggi ... 110 Tabel 4.31 Distribusi Sikap Siswa terhadap Soal

Sekolah Level Sedang ... 111 Tabel 4.32 Distribusi Sikap Siswa terhadap Soal

Sekolah Level Rendah ... 111 Tabel 4.33 Normalitas Sikap Siswa terhadap Soal ... 112 Tabel 4.34 Kepositifan Sikap Siswa terhadap Soal ... 113


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1.1 Contoh Soal TIMSS Tahun 2007 ... 6

Gambar 3.1 Bagan Pengambilan Sampel ... 51

Gambar 4.1 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ... 114

Gambar 4.2 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 116

Gambar 4.3 Jawaban Siswa Kelas Kontrol dalam Kemampuan Penalaran Matematis ... 124

Gambar 4.4 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen dalam Kemampuan Penalaran Matematis ... 125

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Kelas Kontrol dalam Kemampuan Komunikasi Matematis ... 129

Gambar 4.6 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen dalam Kemampuan Komunikasi Matematis ... 130

Gambar 4.7 Tanggapan Siswa terhadap Kegiatan Belajar Secara Berkelompok ... 132

Gambar 4.8 Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan Pembelajaran Kooperatif ... 133


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran A.1 Silabus ... 142

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 159

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa ... 188

Lampiran A.4 Kisi-kisi Kartu Pertanyaan ... 208

Lampiran A.5 Kartu Pertanyaan ... 225

Lampiran A.6 Alternatif Jawaban Kartu Pertanyaan ... 236

Lampiran A.7 Lembar Jawaban Kartu Pertanyaan ... 249

Lampiran B.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 250

Lampiran B.2 Naskah Soal Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 252

Lampiran B.3 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 254

Lampiran B.4 Lembar Jawaban Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 258

Lampiran B.5 Pedoman Penskoran ... 259

Lampiran C.1 Kisi-kisi Angket Skala Sikap Siswa ... 260

Lampiran C.2 Angket Skala Sikap Siswa ... 261

Lampiran C.3 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 264

Lampiran C.4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 266

Lampiran C.5 Catatan Harian Siswa ... 268

Lampiran D.1 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siswa Kelas Kontrol Sekolah Level Tinggi ... 269


(8)

Lampiran D.2 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siswa

Kelas Eksperimen Sekolah Level Tinggi ... 270 Lampiran D.3 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siswa

Kelas Kontrol Sekolah Level Sedang ... 271 Lampiran D.4 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siswa

Kelas Eksperimen Sekolah Level Sedang ... 272 Lampiran D.5 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siswa

Kelas Kontrol Sekolah Level Rendah ... 273 Lampiran D.6 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siswa

Kelas Eksperimen Sekolah Level Rendah ... 275 Lampiran D.7 Kemampuan Penalaran Matematis ... 277 Lampiran D.8 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 292 Lampiran E.1 Rincian Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika

Sekolah Level Tinggi ... 306 Lampiran E.2 Rincian Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika

Sekolah Level Sedang ... 308 Lampiran E.3 Rincian Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika

Sekolah Level Rendah ... 310 Lampiran E.4 Rincian Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan

Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam

Tatanan Pembelajaran Kooperatif Sekolah Level Tinggi ... 312 Lampiran E.5 Rincian Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan

Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam

Tatanan Pembelajaran Kooperatif Sekolah Level Tinggi ... 313 Lampiran E.6 Rincian Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan

Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam

Tatanan Pembelajaran Kooperatif Sekolah Level Tinggi ... 315 Lampiran E.7 Rincian Sikap Siswa terhadap Soal Penalaran

dan Komunikasi Matematis Sekolah Level Tinggi ... 317 Lampiran E.8 Rincian Sikap Siswa terhadap Soal Penalaran


(9)

dan Komunikasi Matematis Sekolah Level Tinggi ... 318

Lampiran E.9 Rincian Sikap Siswa terhadap Soal Penalaran dan Komunikasi Matematis Sekolah Level Tinggi ... 320

Lampiran E.10 Data Pengolahan Statistik Sikap Siswa Terhadap Aspek Pelajaran Matematika ... 322

Lampiran E.11 Data Pengolahan Statistik Sikap Siswa terhadap Aspek Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan Pembelajaran Kooperatif ... 324

Lampiran E.12 Data Pengolahan Statistik Sikap Siswa terhadap Aspek Soal-soal Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 326

Lampiran F.1 Hasil Observasi Aktivitas Guru secara Keseluruhan ... 328

Lampiran F.2 Aktivitas Guru Sekolah Level Tinggi ... 329

Lampiran F.3 Aktivitas Guru Sekolah Level Sedang ... 331

Lampiran F.4 Aktivitas Guru Sekolah Level Rendah ... 333

Lampiran F.5 Hasil Observasi Aktivitas Siswa secara Keseluruhan ... 335

Lampiran F.6 Aktivitas Siswa Sekolah Level Tinggi ... 336

Lampiran F.7 Aktivitas Siswa Sekolah Level Sedang ... 338

Lampiran F.8 Aktivitas Siswa Sekolah Level Rendah ... 340

Lampiran F.9 Gambaran Aktivitas Guru dan Siswa Kelas Eksperimen ... 342

Lampiran G.1 Surat Rekomendasi dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Riau ... 343

Lampiran G.2 Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Pekanbaru ... 344


(10)

(11)

Lampiran G.5 Surat Keterangan dari SMP Muhammadiyah 1

Pekanbaru ... 347 Lampiran G.6 Daftar SMP/MTs berdasarkan Jumlah Nilai

Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011


(12)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I menjelaskan tentang hal-hal yang menjadi landasan pelaksanaan penelitian, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Penjelasan lebih lanjut akan diuraikan dalam bentuk subbab-subbab berikut:

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan matematika adalah bagian dari pendidikan nasional yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang serba canggih pada saat sekarang ini. Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan. Matematika sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bernalar adalah suatu ilmu dasar dan salah satu disiplin ilmu yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pentingnya pembelajaran matematika sebagai bagian dari proses pendidikan telah dinyatakan secara tertulis oleh pemerintah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Depdiknas (2006: 345) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,


(13)

mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Tujuan pemberian mata pelajaran matematika tersebut dirinci untuk setiap jenjang pendidikan. Mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006: 346).

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa beberapa dari tujuan pembelajaran matematika yang diberikan pada siswa sekolah menengah pertama adalah agar siswa memiliki kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, serta sikap yang positif terhadap matematika. Sebagaimana dikemukakan oleh Wahyudin (2008: 36) bahwa kemampuan menggunakan penalaran sangat penting untuk


(14)

memahami matematika dan menjadi bagian yang tetap dari pengalaman matematik para siswa sejak pra-TK hingga kelas 12. Bernalar secara matematik merupakan kebiasaan pikiran, dan seperti semua kebiasaan lainnya, inipun mesti dibangun lewat penggunaan yang terus menerus di dalam berbagai konteks.

Kemampuan penalaran ini erat kaitannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Ketika siswa ingin pemikiran matematis yang dihasilkannya lewat bernalar dapat tersampaikan secara baik kepada teman dan gurunya, maka ia perlu memiliki kemampuan komunikasi matematis yang mendukung. Komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Proses komunikasi membantu membangun makna dan kelanggengan gagasan-gagasan serta agar gagasan-gagasan tersebut dapat diketahui publik. Saat para siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka itu pada orang lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk menjadi jelas dan meyakinkan (Wahyudin, 2008: 527).

Walaupun kemampuan penalaran dan komunikasi matematis penting untuk dimiliki oleh siswa, namun pada kenyataannya kedua kemampuan matematis tersebut belumlah memuaskan. Sumarmo (Siregar, 2011: 2) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam penalaran matematis masih rendah. Penemuan Wahyudin (Siregar, 2011: 2) turut menegaskan bahwa salah satu kelemahan yang ada pada siswa antara lain kurang memiliki


(15)

kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

Temuan rendahnya kemampuan siswa Indonesia tidak hanya diungkapkan oleh para peneliti nasional. Akan tetapi, diperlihatkan juga oleh hasil penelitian internasional seperti pada Programme for International Student Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk di akhir tahun pendidikan dasar (siswa berusia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk dapat berpartisipasi sebagai warga negara atau anggota masyarakat yang membangun dan bertanggung jawab, yang meliputi kemampuan literasi matematika, literasi membaca, dan literasi sains. TIMSS bertujuan untuk menguji kemampuan matematis siswa kelas empat Sekolah Dasar dan kelas delapan Sekolah Menengah Pertama yang meliputi kemampuan pengetahuan, penerapan, dan penalaran.

Wardhani dan Rumiati (2011: 1) menyatakan bahwa Indonesia mengikuti TIMSS pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011 dan PISA tahun 2000, 2003, 2006, dan 2009 dengan hasil tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaan. Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Prestasi pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rata-rata skor siswa kelas 8 kita menurun menjadi 405, dibanding tahun 2003 yaitu 411. Rangking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 menjadi rangking 36 dari 49


(16)

negara. Berikut ini adalah contoh soal terkait rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa Indonesia di ajang TIMSS dan PISA yaitu pada salah satu soal dalam TIMSS tahun 2007 (setelah diterjemahkan):

“Joe mengetahui bahwa harga sebuah pena 1 zed lebih mahal dari harga sebuah pensil. Temannya membeli 2 buah pena dan 3 buah pensil seharga 17 zed. Berapa zed yang dibutuhkan Joe untuk membeli 1 pena and 2 pensil?”

Soal ini berada dalam domain konten aljabar dan domain kognitif penalaran. Dalam soal ini siswa diminta untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan persamaaan linear dengan dua peubah. Kompetensi dasar yang dibutuhkan untuk menjawab soal ini telah dipelajari siswa di kelas VIII SMP Semester 1, yaitu “membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel” (KD 2.2) dan “menyelesaikan model matematika dari masalah matematika yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya” (KD 2.3). Soal tersebut cukup sulit, karena secara internasional hanya 18% siswa yang menjawab benar, dan bagi siswa Indonesia soal ini sangat sulit karena hanya 8% yang menjawab benar. Alasan bahwa soal ini sulit kemungkinan disebabkan soal ini menguji domain kognitif penalaran dengan kemampuan memecahkan masalah non rutin, bukan sekedar pengetahuan atau penerapan. Tampak bahwa mengubah kalimat biasa menjadi kalimat matematika, dan kemudian menafsirkannya kembali merupakan salah satu kerikil tajam dalam pembelajaran matematika.

Selain itu, berdasarkan hasil yang diperoleh siswa Indonesia di ajang TIMSS tahun 2007, terlihat bahwa siswa Indonesia masih lemah dalam hal


(17)

komunikasi matematis, sebagaimana yang terjadi dengan jawaban siswa pada soal berikut (setelah diterjemahkan):

Gambar 1.1 Contoh Soal TIMSS Tahun 2007

“Diagram diatas menunjukkan hasil survey dari 400 orang siswa tentang ketertarikannya pada grup music rock: Dreadlocks, Red Hot Peppers, dan Stone Cold. Buatlah sebuah diagram batang yang menggambarkan data yang tersaji pada diagram lingkaran diatas!”

Soal ini berada dalam domain konten data dan peluang, serta domain kognitif penerapan, yaitu menyatakan situasi matematis secara tertulis ke dalam bentuk diagram (komunikasi). Kemampuan yang diperlukan untuk menjawab soal tersebut semestinya telah dipelajari di Kelas VI SD Semester 2 yaitu “menyajikan data ke bentuk tabel dan diagram gambar, batang, dan lingkaran” (KD 7.1). Kemampuan itu kembali diperdalam di kelas IX, namun peserta TIMSS adalah kelas VIII, sehingga mereka belum memperdalam lebih lanjut. Namun mengingat bahwa soal cukup sederhana, mestinya jika kompetensi yang diperlukan benar-benar telah dikuasai di SD, maka hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi ternyata, masih banyak siswa Indonesia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Hanya 14% siswa peserta Indonesia yang mampu menjawab benar, sementara di tingkat internasional ada 27% siswa menjawab benar. Banyaknya


(18)

siswa yang tidak berhasil menjawab dengan benar kemungkinan disebabkan soal tersebut membutuhkan dua kemampuan sekaligus, yaitu kemampuan membaca data pada diagram lingkaran dan kemampuan untuk menyajikan data tersebut ke dalam diagram batang, sehingga ada dua langkah yang diperlukan. Guru di Indonesia sering sekali hanya memberikan persoalan seperti ini dalam satu langkah saja, misalnya hanya meminta siswa membuat diagram batang atau membuat diagram lingkaran saja.

Selain itu, berdasarkan hasil yang diperoleh siswa Indonesia di ajang PISA tahun 2000 dan TIMSS tahun 2003, maka dapat diketahui bahwa dibandingkan membaca soal yang disajikan dalam bentuk tabel, siswa Indonesia lebih mengalami kesulitan dalam membaca soal yang disajikan dalam bentuk grafik. Hal ini dapat dilihat dari persentase siswa menjawab benar. Untuk soal yang disajikan dalam bentuk tabel, siswa Indonesia yang menjawab benar sekitar 4%. Sementara itu, siswa Indonesia yang menjawab benar untuk soal yang disajikan dalam bentuk grafis jauh lebih rendah, yaitu hanya 1,15% saja.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu diadakannya suatu upaya untuk meningkatkan kedua kemampuan tersebut. Upaya-upaya peningkatan tersebut erat kaitannya dengan proses pembelajaran, seperti cara guru mengajar, kaitan materi dengan kehidupan sehari-hari, jenis soal yang biasa diberikan kepada siswa untuk diselesaikan, sejauhmana keterlibatan siswa dalam pembelajaran, dll.


(19)

Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis hanya akan dapat berkembang baik jika proses pembelajaran mendukung keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran, baik dalam melakukan penalaran terhadap pengetahuan yang telah diperolehnya maupun dalam mengkomunikasikan pemikiran hasil bernalarnya tersebut secara terbuka di kelas, hingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana Zakaria dan Iksan (2006: 35) mengemukakan bahwa kualitas pendidikan adalah apa yang disediakan oleh guru dan sangat bergantung pada apa yang guru lakukan di ruang kelas. Artinya, mempersiapkan siswa hari ini untuk menjadi individu yang sukses esoknya, guru sains dan matematika butuh untuk menjamin bahwa mereka mengajar dengan efektif. Guru harus memiliki pengetahuan bagaimana siswa belajar sains dan matematika dan bagaimana mereka mengajar dengan cara yang terbaik. Mengubah cara kita mengajar dan apa yang kita ajarkan dalam sains dan matematika adalah sebuah perhatian profesional yang berkesinambungan. Usaha yang dilakukan harus mempresentasikan pembelajaran sains dan matematika yang berjalan dari pendekatan tradisional ke pendekatan yang berpusat kepada siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, hendaknya kegiatan pembelajaran yang ditampilkan adalah guru lebih bersifat membimbing, mengarahkan, dan menyediakan, bukan menuntut atau menekan siswa melalui penyampaian informasi yang bersifat satu arah dari guru kepada siswa dan juga kental dengan dominasi guru. Namun, justru hal inilah yang kerap terjadi di berbagai Sekolah Menengah Pertama di Pekanbaru. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung


(20)

cenderung merupakan kegiatan rutin yang hanya sebatas transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Akibatnya, suasana belajar yang tercipta adalah suasana belajar yang kurang dapat merangsang kemampuan bernalar dan berkomunikasi siswa. Selain itu, guru juga jarang mengorganisasikan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok sehingga interaksi dan komunikasi antarsiswa dalam pembelajaran semakin kurang terlaksana dengan baik.

Dari uraian di atas, maka perlu diupayakan adanya suatu aktivitas pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang dapat mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui kegiatan bernalar serta meningkatkan komunikasi dan interaksi sesama siswa atau siswa dengan guru melalui kegiatan berdiskusi. Sebagaimana Kosko dan Wilkins (2010: 79) mengemukakan bahwa diskusi antarsiswa adalah kesempatan lain dalam memperdalam pemahaman konsep selain interaksi sosial. Hal ini memungkinkan siswa untuk merefleksi konsep selain interaksi dengan tautan yang lain dalam aktivitas yang sama, seperti halnya siswa dibiasakan akrab dengan cara bagaimana mereka menggambarkan matematika ketika mereka melakukan matematika, sehingga dapat meningkatkan kesempatan mereka untuk mengetahui lebih banyak.

Selain itu, siswa juga perlu diberikan sedikit tantangan untuk dapat membangkitkan motivasi belajar dan semangat dalam mengikuti pembelajaran, yaitu diantaranya dengan memberikan satu atau lebih pertanyaan dalam kegiatan


(21)

pembelajaran. Sebagaimana Djamarah (2002: 138) mengatakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi belajar adalah dengan mengarahkan perilaku anak didik dengan cara membangkitkan rasa ingin tahu. Dengan menyampaikan pertanyaan atau masalah, guru dapat menimbulkan suatu konflik konseptual yang merangsang anak didik untuk bekerja. Disini anak didik berusaha keras mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan itu dan berusaha memecahkan berbagai masalah dengan berbagai sudut pandang atau pendekatan yang berbeda.

Salah satu cara yang diduga dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Sanjaya (2007: 242) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran-pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, serta partisipasi dan komunikasi.

Sementara itu, Lie (2007: 31) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif


(22)

(keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya); (2) tanggung jawab perseorangan (merupakan dampak dari hubungan saling ketergantungan positif); (3) tatap muka (setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi); (4) komunikasi antaranggota (keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat); dan (5) evaluasi kerja kelompok (penjadwalan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif). Kelima unsur tersebut merupakan unsur-unsur yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, dengan berbagai keunggulan unsur-unsur dan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, sangat diharapkan terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa. Namun, dari hasil yang diperoleh dari penelitian, penerapan model pembelajaran kooperatif tidaklah selalu sebaik yang diharapkan. Sebagaimana yang dinyatakan Puspitasari (2010: 91) bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, perlu diadakannya suatu penerapan yang berbeda dari pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, salah satu caranya adalah dengan mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dengan metode lain yang dianggap sesuai dan memiliki harapan peningkatan prestasi belajar yang lebih baik.


(23)

Peneliti mengajukan aktivitas quick on the draw sebagai salah satu cara yang dapat dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini karena terdapat kesesuaian antara keduanya. Unsur-unsur yang terdapat pada model pembelajaran kooperatif juga terdapat di dalam aktivitas quick on the draw, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi tumpang tindih kegiatan pembelajaran atau bahkan saling kontras. Dengan menyisipkan aktivitas quick on the draw yang kental dengan kegiatan perlombaan, selain siswa memperoleh kesempatan bekerjasama dalam kelompok pada kegiatan yang terjadi dalam model pembelajaran kooperatif, siswa juga dapat melakukan aktivitas kerjasama tersebut sambil bermain namun tetap dalam kegiatan belajar, sehingga diharapkan kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan.

Ginnis (2008: 163-164) mengemukakan bahwa quick on the draw merupakan sebuah aktivitas riset untuk kerja tim dan kecepatan yang dapat mendorong kerja kelompok. Aktivitas ini berupa pacuan antar kelompok yang bertujuan mencari kelompok pertama yang dapat menyelesaikan satu set pertanyaan. Semakin efisien kerja kelompok, semakin cepat kemajuan kelompoknya. Aktivitas quick on the draw memiliki berbagai keunggulan, seperti: masing-masing anggota kelompok dapat belajar bahwa pembagian tugas lebih produktif daripada menduplikasi tugas, memberikan pengalaman belajar mandiri dan membantu siswa untuk membiasakan diri belajar kepada sumber, tidak hanya terbatas pada guru.


(24)

Selain itu, agar dapat menjadi tim pemenang yang menyelesaikan satu set pertanyaan dalam waktu yang paling singkat, maka perlu adanya saling ketergantungan positif dan komunikasi yang baik antaranggota kelompok. Setiap anggota kelompok juga harus aktif, bertanggung jawab pada tugas masing-masing, dan bertemu langsung untuk berdiskusi menjawab seluruh pertanyaan dalam kartu pertanyaan. Sementara itu, agar aktivitas dalam kelompok dapat berlangsung maksimal, maka perlu diadakan evaluasi atas kerja kelompok. Unsur-unsur seperti ketergantungan positif, komunikasi, bertemu langsung, tanggung jawab masing-masing, serta evaluasi kerja kelompok juga merupakan unsur-unsur dalam model pembelajaran kooperatif. Dengan kata lain, terdapat benang merah antara model pembelajaran kooperatif dengan aktivitas quick on the draw. Oleh karena itu, tidaklah sembarangan jika peneliti mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif sesuai bila dipadukan dengan aktivitas quick on the draw

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif dan aktivitas

quick on the draw merupakan kegiatan pembelajaran dalam setting kelompok

yang lebih mengutamakan keberhasilan kelompok mengerjakan tugas yang diberikan, sehingga dalam pelaksanaannya pasti memerlukan kerjasama dan aktivitas bertukar pendapat yang disertai dengan usaha individu dalam mempertahankan pendapatnya dengan memberikan alasan-alasan logis. Oleh karena itu, hal ini pasti memerlukan komunikasi yang baik dari setiap anggota kelompok, baik berupa komunikasi lisan dalam menyampaikan ide dan gagasan mereka, maupun komunikasi tertulis dalam mengkonversikan ide dan gagasan


(25)

tersebut dalam bentuk tulisan. Selain itu, kegiatan diskusi yang melibatkan aktivitas bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat dengan disertai alasan-alasan yang mendukung kebenaran jawaban masing-masing siswa, baik secara lisan maupun tertulis, tentu membutuhkan kemampuan penalaran matematis siswa dalam mengaitkan setiap ide yang ada, menganalisis dan menyusunnya dalam bentuk sebuah solusi yang diinginkan. Oleh karena itu, dengan selalu diasahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dalam interaksi kegiatan kelompok pada aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan kedua kemampuan tersebut, yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

Selain bahwa peningkatan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh cara guru mengajar, juga terdapat faktor lain yang turut berpengaruh, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti. Faktor internal yang dimaksud adalah tingkat kecerdasan siswa dan sikap siswa terhadap matematika. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2006: 9-12) bahwa dua diantara 5 hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah tingkat kecerdasan dan sikap positif siswa.

Berbicara tentang kecerdasan siswa, tingkat kecerdasan siswa beragam, ada yang pandai, sedang-sedang saja, dan lemah. Hal ini didukung oleh Galton (Ruseffendi, 2006: 113) yang mengemukakan bahwa dari sekelompok siswa yang


(26)

dipilih secara sebarang (tidak dipilih secara khusus), akan dijumpai siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang menyebar secara berdistribusi normal. Pada umumnya, siswa berkemampuan tinggi cenderung berada di sekolah level tinggi, begitu pula dengan siswa level sedang dan rendah akan cenderung berada di sekolah level sedang dan rendah. Selain itu, pengaruh pembelajaran tertentu akan memberikan hasil yang berbeda jika diterapkan pada siswa yang berkemampuan berbeda pula. Sebagaimana yang dikemukakan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Darhim (2004) pada siswa SD, bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran matematika kontekstual (PMK) lebih baik daripada pembelajaran matematika biasa (PMB) untuk kelompok siswa lemah, tapi untuk kelompok siswa pandai PMB lebih baik daripada PMK. Oleh karena itu, peneliti menilai bahwa pengaruh level sekolah terhadap prestasi belajar siswa merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

Tentang sikap siswa, berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh hubungan positif antara sikap siswa terhadap matematika dengan hasil belajar matematika. Setiap ada penambahan positif atas sikap siswa terhadap matematika, maka terjadi peningkatan hasil belajar matematika (Siskandar, 2008: 444). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Akinsola dan Olowojaiye. Akinsola dan Olowojaiye (2008: 10) mengemukakan bahwa metode pengajaran yang diterapkan dalam kelas matematika memegang peranan penting dalam perkembangan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran kelas matematika, domain sikap terkait erat dengan persepsi matematik siswa.


(27)

Pengalaman menyenangkan yang diperoleh dari pengajaran yang dilakukan guru benar-benar akan memfasilitasi peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika.

Mengingat adanya korelasi positif sikap siswa dengan pembelajaran matematika dan prestasi belajar, maka meningkatkan prestasi belajar siswa dapat dilakukan melalui pemilihan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan sikap positif siswa. Selama ini, pembelajaran yang berlangsung di sekolah menengah pertama di Pekanbaru cenderung secara konvensional, sehingga kurang memberi pengaruh yang lebih baik terhadap perkembangan sikap positif siswa. Apabila pembalajaran diubah, maka diharapkan dapat meningkatkan sikap positif siswa. Salah satunya adalah dengan penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif. Kegiatan pembelajaran dengan menerapkan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengajukan masalah dan menyelesaikan masalah tersebut serta diberikan kesempatan untuk turut serta berdiskusi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru, akan memungkinkan siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar. Bila hal ini benar-benar terjadi dalam proses pembelajaran, bukan tidak mungkin sikap positif siswa terhadap matematika akan tumbuh.

Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk mengkaji sikap siswa. Informasi yang lebih rinci tentang hal tersebut akan dapat diperoleh melalui skala sikap dan pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Selain


(28)

itu, untuk melihat kesesuaian rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun dengan realisasinya dalam kegiatan pembelajaran serta aktivitas apa saja yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk setiap pertemuan, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti aktivitas siswa dan guru di dalam kelas yang dapat ditunjukkan melalui lembar observasi.

Berkaitan dengan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka melalui penelitian ini peneliti mencoba menerapkan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif untuk melihat apakah terjadi peningkatan pada kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa untuk berbagai level sekolah (tinggi, sedang dan rendah). Di samping melihat aspek kognitif tersebut (penalaran dan komunikasi matematis), peneliti juga ingin melihat aspek afektifnya yaitu sikap siswa. Karena penelitian ini terfokus pada aktivitas quick on

the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika,

kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, maka sikap siswa yang akan diteliti juga terfokus pada sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka secara umum dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: “Apakah penerapan


(29)

aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa sekolah menengah pertama?”

Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang belajar menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, baik secara keseluruhan maupun per-level sekolah?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa gabungan kelas kontrol dan eksperimen antarlevel sekolah?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, baik secara keseluruhan maupun per-level sekolah?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa gabungan kelas kontrol dan eksperimen antarlevel sekolah?


(30)

6. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

7. Bagaimanakah aktivitas guru dan siswa pada kelas yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif?

8. Bagaimanakah sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang belajar menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, baik secara keseluruhan maupun per-level sekolah.

2. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa gabungan kelas kontrol dan eksperimen antarlevel sekolah.


(31)

3. Menganalisis pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, baik secara keseluruhan maupun per-level sekolah.

5. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa gabungan kelas kontrol dan eksperimen antarlevel sekolah.

6. Menganalisis pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

7. Mengetahui dan mendeskripsikan aktivitas guru dan siswa pada kelas yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif.

8. Mengetahui dan mendeskripsikan sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan aktivitas quick on the

draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(32)

1. Bagi siswa

Penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

2. Bagi Guru

Penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika oleh guru matematika sekolah menengah pertama untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

3. Bagi sekolah

Tindakan yang dilakukan dengan menerapkan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu cara yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi siswa. 4. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk menindaklanjuti suatu penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa penjelasan sebagai berikut:


(33)

1. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan siswa dalam: (1) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis; (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan; (3) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus

tertentu; (4) menyusun pembuktian langsung atau tak langsung; dan (5) memperkirakan jawaban dan proses solusi.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam: (1) memodelkan situasi-situasi dengan menggunakan tulisan, baik secara konkret, gambar, grafik, atau metode-metode aljabar; (2) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; (3) menjelaskan ide atau situasi matematis secara tertulis; dan (4) mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri.

3. Aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif adalah sebuah kegiatan pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokkan (tim kecil), yaitu antara empat sampai enam orang yang heterogen. Fase pembelajarannya yaitu: fase 1 (Menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, dan mengecek pengetahuan awal siswa); fase 2 (Menyajikan informasi); fase 3 (Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar); fase 4 (Membimbing kelompok bekerja dan belajar: pelaksanaan aktivitas quick on the draw menggunakan kartu pertanyaan yang disusun berdasarkan indikator kemampuan penalaran dan


(34)

komunikasi matematis yang ingin ditingkatkan); fase 5 (Evaluasi); dan fase 6 (Memberikan penghargaan).

4. Pembelajaran konvensional adalah kegiatan pembelajaran yang lazim digunakan saat ini, yaitu ceramah dan penugasan, dimana kegiatan pembelajaran yang berlangsung lebih didominasi oleh guru dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran.

5. Sikap adalah suatu tanggapan/respon untuk bertindak atau bereaksi secara sadar sebagai dampak dari pandangan atau keyakinan tentang suatu objek. Respon tersebut mendorong seseorang untuk menerima atau menolak objek atau ide tersebut sehingga berdampak pada perilakunya terhadap objek tersebut. Sikap siswa yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sikap

siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III menjelaskan tentang hal-hal yang terkait dengan metodologi penelitian, desain penelitian, waktu, lokasi, dan subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. Penjelasan lebih lanjut akan diuraikan dalam bentuk subbab-subbab berikut: A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dan desain pretest-postest kelompok tanpa acak. Pada penelitian ini ada dua kelas subjek penelitian, yaitu kelas eksperimen yang menerapkan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dan kelas kontrol yang melaksanakan pembelajaran secara konvensional. Kedua kelompok diberikan pretest dan posttest.

Sudjana dan Ibrahim (2009: 44) menyatakan bahwa penelitian kuasi eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang tidak terkontrol secara ketat atau penuh, pengontrolan disesuaikan dengan kondisi yang ada (situasional). Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, sedangkan variabel terikat adalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.


(36)

Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas dan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan aktivitas quick on the

draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif. Sedangkan pendekatan kuantitatif

digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

Desain kuasi eksperimen yang digunakan berlandaskan pada Sudjana dan Ibrahim (2010: 44), yaitu desain pretest-postest kelompok tanpa acak. Desain rencana penelitian untuk eksperimen sebagai berikut:

Tabel 3.1

Desain Pretest-Posttest Kelompok Tanpa Acak

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen Y1 X Y2

Kontrol Y1 - Y2

Keterangan:

Y1 : Pretest kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

Y2 : Posttest kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

X : Pembelajaran dengan menerapkan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif

B. WAKTU, LOKASI, DAN SUBJEK PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Pekanbaru, Riau pada bulan Februari sampai dengan Maret 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VII di Pekanbaru pada tahun ajaran 2011/2012. Dari seluruh SMP yang ada, dipilih tiga sekolah dengan teknik pengambilan sampel stratified sampling dan

purposive sampling yang masing-masing mewakili sekolah dengan level tinggi,

sedang, dan rendah. Pengelompokkan level sekolah didasarkan pada hasil Ujian Nasional tahun 2010/2011 untuk SMP. Dari 84 SMP Negeri dan Swasta


(37)

se-Pekanbaru, peringkat 1-28 dikategorikan sebagai sekolah level tinggi, peringkat 29-56 sebagai sekolah level sedang, dan peringkat 57-84 sebagai sekolah level rendah. Sekolah level tinggi diwakili oleh SMP Negeri A, level sedang diwakili SMP Negeri B, dan level rendah diwakili SMP Swasta C (nama sekolah bukan nama sebenarnya).

SMP Negeri A adalah sekolah yang terletak di pusat Kota Pekanbaru dan berada dalam kompleks sekolah dan perkantoran. Sekolah ini berada pada peringkat 6 dalam perolehan nilai Ujian Nasional SMP se-Pekanbaru yang selalu menjadi salah satu tujuan favorit bagi siswa tamatan SD dalam melanjutkan studi. Selain itu, sekolah ini juga memiliki sarana dan prasarana belajar yang sangat mendukung serta memiliki input siswa yang cenderung berkemampuan kognitif tinggi. Berbeda dengan SMP Negeri A, SMP Negeri B terletak di antara kompleks perumahan dengan lahan yang tidak seluas SMP Negeri A. Sekolah ini juga tidak memiliki sarana dan prasarana belajar yang selengkap SMP Negeri A, namun dapat dikatakan cukup untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa, serta memiliki input siswa yang cenderung dengan kemampuan kognitif sedang dan lebih beragam daripada SMP Negeri A. Pada urutan peroleh hasil Ujian Nasional, sekolah ini berada pada peringkat 32. SMP Swasta C terletak di daerah pertokoan yang berada dalam satu kawasan dengan SMA dan SMK di bawah satu yayasan yang sama. Sekolah ini cenderung memiliki input siswa dengan kemampuan kognitif menengah ke bawah dan berada pada peringkat 72 dalam perolehan hasil Ujian Nasional.


(38)

Dari tiap sekolah masing akan dipilih dua kelas yang masing-masing menjadi kelas kontrol dan kelas eksperimen. Melalui tiga sekolah ini, akan dibandingkan penerapan pembelajaran aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif (diterapkan pada kelas eksperimen) dan konvensional (diterapkan pada kelas kontrol) terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Untuk lebih jelasnya, teknik pengambilan sampel dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 3.1 Bagan Pengambilan Sampel

C. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah : 1. Instrumen tes penalaran dan komunikasi matematis

Data berdasarkan hasil Ujian Nasional

2010/2011

VII2 VII3 VII1 VII2 VII4 VII3

84 SMP di Pekanbaru

28 SMP level tinggi 28 SMP level sedang 28 SMP level rendah

SMP Negeri A Dipilih 1 SMP

SMP Negeri B Dipilih 1 SMP

SMP Swasta C Dipilih 1 SMP

Kelas VII Kelas VII Kelas VII


(39)

Tes penalaran dan komunikasi matematis dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) diberikan perlakuan yang berupa tes uraian. Materi yang diteskan adalah Himpunan dan Diagram Venn. Pada saat diadakan uji coba instrumen, secara keseluruhan instrumen tes penalaran dan komunikasi matematis terdiri dari tujuh soal yang masing-masing soal memuat dua atau tiga sub soal, sehingga bila dihitung persub, maka jumlah seluruh soal ada enam belas. Sembilan soal untuk menguji kemampuan penalaran matematis dan tujuh soal untuk menguji kemampuan komunikasi matematis. Pedoman penskoran yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran B.5.

Soal pretest maupun posttest yang diberikan haruslah memenuhi kriteria berikut :

a. Validitas

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2010: 121). Anderson (Arikunto, 2010: 65) menyatakan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Untuk menguji validitas tiap butir soal, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total. Interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam Tabel berikut.

Tabel 3.2

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

00 , 1 80

,

0 <rxy ≤ Sangat tinggi

80 , 0 60

,


(40)

60 , 0 40

,

0 < rxy ≤ Cukup

40 , 0 20

,

0 < rxy ≤ Rendah

20 , 0 00

,

0 ≤ rxy ≤ Sangat rendah

Sumber : Arikunto (2010: 75)

Perhitungan validitas butir soal pada uji coba dilakukan dengan bantuan Program Anates versi 4.0.7. Berdasarkan interpretasi validitas butir soal, rangkuman hasil perhitungan validitas soal yang telah diujicobakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3

Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

Kemampuan No Soal rxy Interpretasi

Penalaran

1a 0,413 Cukup

1b 0,637 Tinggi

2b 0,736 Tinggi

2c 0,775 Tinggi

3a 0,408 Cukup

3b 0,677 Tinggi

4 0,625 Tinggi

5a 0,676 Tinggi

5b 0,664 Tinggi

Komunikasi

2a 0,379 Rendah

6a 0,652 Tinggi

6b 0,746 Tinggi

6c 0,640 Tinggi

7a 0,724 Tinggi

7b 0,768 Tinggi

7c 0,536 Cukup

b. Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hasil penelitian yang reliabel terjadi jika terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2010: 121). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2010: 86). Jadi, reliabilitas harus mampu menghasilkan informasi yang


(41)

sebenarnya. Reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan suatu soal tes. Tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan penalaran dan komunikasi matematis didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 2005: 160) yang telah dimodifikasi yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Besarnya α Tingkat Reliabilitas

0,00

α

0,20 Kecil

0,20

<

α

0,40 Rendah

0,40

<

α

0,70 Sedang

0,70

<

α

0,90 Tinggi

0,90

<

α

1,00 Sangat tinggi

Sumber: Guilford (Ruseffendi, 2005: 160)

Perhitungan besarnya reliabilitas soal uji coba dilakukan dengan bantuan program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.5

Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

No r11 Interpretasi Kemampuan

1. 0,87 Tinggi Penalaran Matematis

2. 0,73 Tinggi Komunikasi Matematis

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2010: 211). Jika suatu soal dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi maupun siswa berkemampuan rendah, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa


(42)

baik siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menjawab dengan benar, maka soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda (Arikunto, 2010: 211). Daya pembeda uji coba soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematis didasarkan pada klasifikasi berikut ini:

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal

DP < 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP < 0,20 Jelek

0,20 < DP < 0,40 Cukup

0,40 < DP < 0,70 Baik

0,70 < DP < 1,00 Sangat baik

Perhitungan daya pembeda soal uji coba dilakukan dengan bantuan Program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan daya pembeda instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Soal Tes

Kemampuan No Soal Daya Pembeda Interpretasi

Penalaran

1a 0,22 Cukup

1b 0,50 Baik

2b 0,75 Sangat baik

2c 0,63 Baik

3a 0,25 Cukup

3b 0,34 Cukup

4 0,47 Baik

5a 0,50 Baik

5b 0,56 Baik

Komunikasi

2a 0,32 Cukup

6a 0,19 Jelek

6b 0,22 Cukup

6c 0,28 Cukup

7a 0,16 Jelek

7b 0,19 Jelek

7c 0,13 Jelek


(43)

Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arifin, 2009: 266). Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Arikunto (2010: 210) yang telah dimodifikasi, seperti Tabel berikut :

Tabel 3.8

Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Tes

Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

30 , 0 00

,

0 <IK ≤ Sukar

70 , 0 30

,

0 <IK ≤ Sedang

00 , 1 70

,

0 <IK < Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

Modifikasi Arikunto (2010: 210)

Perhitungan tingkat kesukaran soal uji coba dilakukan dengan bantuan Program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Instrumen Tes

Kemampuan No Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

Penalaran

1a 0,67 Sedang

1b 0,31 Sedang

2b 0,59 Sedang

2c 0,47 Sedang

3a 0,19 Sukar

3b 0,18 Sukar

4 0,39 Sedang

5a 0,25 Sukar

5b 0,28 Sukar

Komunikasi 2a 0,56 Sedang


(44)

6b 0,11 Sukar

6c 0,14 Sukar

7a 0,08 Sukar

7b 0,09 Sukar

7c 0,06 Sukar

Berdasarkan tabel validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, maka diperoleh kesimpulan yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.10

Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

NO SOAL ASLI

NO SOAL

ANATES KETERANGAN PERLAKUAN

1a 1 Layak Digunakan tanpa perbaikan

1b 2 Layak Digunakan tanpa perbaikan

2a 3 Tidak layak dari aspek

validitas tes

Digunakan dengan saran dari ahli

2b 4 Layak Digunakan dengan perbaikan

2c 5 Layak Digunakan tanpa perbaikan

3a 6 Layak Digunakan tanpa perbaikan

3b 7 Layak Digunakan tanpa perbaikan

4 8 Layak Digunakan tanpa perbaikan

5a 9 Layak Digunakan tanpa perbaikan

5b 10 Layak Digunakan tanpa perbaikan

6a 11 Tidak layak dari aspek

daya pembeda

Digunakan dengan saran dari ahli

6b 12 Layak Digunakan tanpa perbaikan

6c 13 Layak Digunakan tanpa perbaikan

7a 14 Tidak layak dari aspek

daya pembeda Tidak digunakan

7b 15 Tidak layak dari aspek

daya pembeda Tidak digunakan

7c 16 Tidak layak dari aspek

daya pembeda Tidak digunakan

Berdasarkan informasi pada Tabel 3.10, maka dilakukan perbaikan dan perubahan pada instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, yaitu:

1) Karena indikator yang digunakan sama, berada pada tingkat kesukaran yang sama, namun soal nomor 6 lebih baik persentase tingkat kesukarannya


(45)

daripada soal nomor 7, serta daya pembeda soal nomor 6 lebih baik dari soal nomor 7, maka soal yang digunakan adalah soal nomor 6, dan soal nomor 7 tidak digunakan.

2) Terjadi perubahan redaksi bunyi soal: hal yang diketahui pada soal nomor 2 tentang himpunan S ditambahkan keterangan bahwa S adalah himpunan semesta.

3) Soal nomor 2a tetap digunakan dengan pendapat bahwa soal ini layak untuk digunakan dengan asumsi bahwa materi pada kedua soal sangat penting untuk ditanyakan karena merupakan hal yang urgen dari materi “Himpunan dan Diagram Venn”, serta soal berada pada tingkat kesukaran sedang, bukan rendah ataupun tinggi

4) Soal nomor 6a tetap digunakan karena diasumsikan bahwa rendahnya daya pembeda karena siswa tidak dibiasakan untuk membuat atau menstimulus ide-ide yang murni berasal dari pemikiran mereka sendiri, sehingga mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang berupa membuat sebuah contoh permasalahan berkaitan dengan materi “Himpunan dan Diagram Venn”. Karena tetap digunakan, maka pada proses pembelajaran dalam kegiatan penelitian, siswa akan didorong untuk dapat mengeluarkan ide-ide mereka sendiri dalam kegiatan berdiskusi dan mengkomunikasikannya. 2. Lembar observasi siswa dan guru

Lembar observasi disusun berdasarkan penerapan aktivitas quick on the

draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif. Lembar observasi yang digunakan


(46)

kekurangan-kekurangan yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Angket skala sikap

Angket skala sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatatan pembelajaran kooperatif dalam aspek penalaran dan komunikasi matematis. Oleh karena itu, angket skala sikap ini hanya ditujukan kepada siswa yang berada pada kelas eksperimen saja, sedangkan siswa yang berada pada kelas kontrol tidak diberikan angket skala sikap. Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Arikunto (2009: 180) mengemukakan bahwa skala Likert disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respon yang menunjukkan tingkatan, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak berpendapat (TB), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam penelitian ini, kelima respon tersebut digunakan semuanya. Dalam menganalisis hasil skala sikap ini, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TB diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TB diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.

Angket yang dibuat bertujuan untuk mengukur sikap siswa terhadap tiga aspek, yaitu aspek sikap terhadap pelajaran matematika, pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, serta soal-soal


(47)

penalaran dan komunikasi matematis. Untuk mengetahui keterbacaan angket, maka dilakukan uji coba keterbacaan angket di salah satu SMP di Bandung. Sebatas pengamatan peneliti dalam memperhatikan siswa mengerjakan angket, tidak ditemuinya kendala pada siswa dalam memahami maksud dari pernyataan-pernyataan yang ada pada angket. Ketika peneliti menawarkan bantuan untuk menjelaskan maksud pernyataan yang ada pada angket jika mengalami kesulitan memahaminya, siswa menyatakan bahwa mereka tidak membutuhkan bantuan karena mereka masih dapat memahami maksud dari pernyataan-pernyataan tersebut. Waktu yang digunakan siswa untuk mengerjakan angket adalah sekitar 15-20 menit, suatu rentang waktu yang dianggap sesuai dalam mengisi angket yang terdiri atas 36 pernyataan. Namun, dalam uji coba pengisian angket ini, peneliti tidak melakukan pengolahan data atas jawaban siswa, karena tujuan uji coba adalah hanya sebatas pada keterbacaan angket bagi siswa SMP.

4. Silabus

Silabus dan sistem penilaian disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi. Sesuai dengan prinsip tersebut, maka silabus memuat komponen identifikasi sekolah: standar kompetensi, kompetensi dasar, uraian materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian yang meliputi jenis tagihan dan bentuk instrumen, serta alokasi waktu dan sumber/bahan/alat. 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP memuat komponen-komponen : standar kompetensi, kompetenesi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, model dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan


(48)

awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir, alat/bahan/sumber belajar, penilaian yang meliputi jenis tagihan dan bentuk instrumen..

6. Pengembangan Bahan Ajar

Soal-soal yang diberikan pada set kartu pertanyaan bersifat mengecek pengetahuan konsep yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan kelompok dalam mengerjakan LKS. Pertanyaan maupun pernyataan yang terdapat pada LKS dan set kartu pertanyaan disesuaikan dengan usaha peneliti untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu, permasalahan yang diajukan lebih bersifat problem solving, bukan hanya sekedar persoalan rutin biasa.

a. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Setiap pertemuan akan membahas satu lembar kerja siswa. Penyampaian konsep materi pembelajaran akan tertuang pada LKS yang dikerjakan siswa dan tidak dinilai melainkan diberi penguatan bagi yang berhasil dan diberi bimbingan bagi yang mengalami kesulitan. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk memastikan bahwa setiap siswa telah menempuh kegiatan menyelesaikan LKS yang diberikan dan tidak berada dalam kondisi bingung terhadap isi LKS. Hal ini karena ketuntasan siswa dalam mengerjakan LKS sangat menentukan keberhasilan mereka dalam menyelesaikan setiap soal pada set kartu pertanyaan.

Setiap lembar kerja siswa memuat wacana singkat mengenai materi yang dipelajari, alat/sumber yang digunakan siswa, langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, dan kesimpulan. Pada penelitian ini, pertanyaan, pernyataan, dan permasalahan yang terdapat pada LKS disusun dengan


(49)

memperhatikan indikator kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang ingin ditingkatkan. Untuk mengetahui keterbacaan LKS, maka diadakan uji coba keterbacaan LKS di salah satu SMP yang ada di Bandung. Berikut adalah hasil uji coba LKS dan perbaikan yang dilakukan:

Tabel 3.11

Hasil Uji Coba Keterbacaan LKS dan Perbaikan yang dilakukan

LKS TIAP

PERTEMUAN PERMASALAHAN PERLAKUAN

LKS – 1 Tidak ada Tidak ada perbaikan

LKS – 2

• Kurang terbaca pada sub bagian

“Hubungan antarhimpunan” karena penekanan inti materi kurang terlihat

• Kesalahan konsep pada himpunan

bagian dari himpunan kosong

•Memberi warna yang berbeda

pada penekanan inti materi yang dimaksud, sehingga mudah terbaca dan terlihat

•Perbaikan konsep bahwa

himpunan kosong memiliki satu himpunan bagian, yaitu himpunan kosong juga.

LKS – 3 Tidak ada Tidak ada perbaikan

LKS – 4 Tidak ada Tidak ada perbaikan

LKS – 5

• Kurangnya data pada persoalan 2

bagian “Menggambar Diagram Venn”

• Himpunan P dan Q pada bagian

“Membaca Diagram Venn” tidak seharusnya ada

• Untuk himpunan P dan Q,

perlu ditambahkan

keterangan bahwa P dan Q termasuk dalam himpunan bilangan bulat

• Himpunan P diganti dengan

himpunan A dan himpunan Q diganti dengan himpunan B

LKS – 6 Tidak ada Tidak ada perbaikan

Keterangan:

1. Dalam setiap pengisian LKS, ditekankan kepada siswa agar untuk menyesuaikan jawaban dengan pertanyaan, seperti:

• Pertanyaan yang menggunakan kata “Dapatkah… ?” harusnya dijawab dengan pilihan jawaban dapat atau tidak dapat.

• Pertanyaan yang menggunakan kata “Adakah …?” harusnya dijawab dengan pilihan jawaban ada atau tidak ada.

2. Dalam setiap pengerjaan LKS, siswa didorong untuk tetap menjawab ketika ditanyakan “Dapatkah kamu memberikan contoh lain dari … ?” dengan memberikan contoh yang sesuai, jangan sampai tidak diisi atau kosong.


(50)

b. Satu set kartu pertanyaan

Kartu pertanyaan berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa dalam masing-masing kelompok sebagai bentuk pemahaman terhadap materi pembelajaran sekaligus mengecek pengetahuan konsep yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan kelompok dalam mengerjakan LKS. Pada penelitian ini, pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada set kartu pertanyaan disusun dengan memperhatikan indikator kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang ingin ditingkatkan, yaitu dimulai dari pertanyaan yang menuntut kemampuan penalaran dan komunikasi matematis tingkat rendah, sedang, hingga tinggi, sesuai dengan kemampuan anak usia SMP.

c. Lembar jawaban kartu pertanyaan

Lembar jawaban kartu pertanyaan adalah lembar yang disediakan sebagai tempat untuk menuliskan jawaban kartu pertanyaan. Banyaknya lembar ini disesuaikan dengan banyaknya pertanyaan yang terdapat pada satu set kartu pertanyaan.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik observasi, teknik tes dan teknik angket. Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data yang terdapat pada lembar observasi. Lembar observasi diisi oleh pengamat selama proses pembelajaran berlangsung yang berguna untuk memperoleh data tentang aktivitas guru dan siswa.


(51)

Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa baik pretest maupun

posttest. Sedangkan teknik angket digunakan untuk mengumpulkan data yang

berkaitan dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika sebagai akibat penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dan hasil skor sikap siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16 dan Microsoft Excell 2007.

1. Data Tes

Hal yang pertama dilakukan dalam mengolah data tes adalah melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tentang pencapaian yang diperoleh siswa dalam kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang terdiri dari nilai maksimum, nilai minimum, rerata, dan deviasi standar. Kemudian dilakukan analisis terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dengan menggunakan uji perbedaan dua rerata dan uji ANOVA dua jalur.

Pretest adalah gambaran kemampuan awal siswa sebelum diberikannya

perlakuan dan postest adalah gambaran kemampuan siswa setelah diberikannya perlakuan. Peningkatan kemampuan dalam penelitian ini diperoleh dari selisih antara skor pretest dan postest serta skor ideal kemampuan penalaran dan


(52)

komunikasi matematis yang dinyatakan dalam skor gain ternormalisasi sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hake (Meltzer, 2002: 3), yaitu:

Gain ternormalisasi (N-Gain) =

Sebelum dilakukannya pengolahan data dengan menggunakan SPSS 16, maka terlebih dahulu perlu ditetapkan taraf signifikansinya, yaitu 5% atau α =0,05

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu perlu dilakukan uji normalitas distribusi data dan homogenitas variansi. Penjelasan uji normalitas dan homogenitas sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hal ini diperlukan untuk menentukan uji statistik apa yang akan digunakan pada analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Uji normalitas ini menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian: terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari α =0,05

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Pengujian ini dapat dilakukan jika data yang diuji berdistribusi normal. Hipotesis yang akan diuji adalah:


(53)

H0 : Variansi kelas kontrol dan kelas eksperimen sama

H1 : Variansi kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak sama

Uji homogenitas ini menggunakan statistik uji Levene. Kriteria pengujian: terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari α =0,05.

Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan statistik inferensial. Adapun uji statistik yang digunakan pada pengolahan data penelitian berupa data tes sebagai berikut:

a. Uji Kesamaan dan Perbedaan Dua Rerata

Pada dasarnya langkah-langkah uji kesamaan dan perbedaan sama, namun berbeda dari tujuan pengujian. Uji kesamaan digunakan untuk melihat kesamaan kemampuan awal kelas kontrol dan eksperimen, sedangkan uji perbedaan digunakan untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Uji ini digunakan tergantung dari hasil uji normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji kesamaan dan perbedaan dua rerata adalah uji dua pihak, yaitu:

H0 :

H1 :

Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak


(54)

variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak

berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney U yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat (Ruseffendi, 1993: 498-499). Kriteria penerimaan H0 untuk uji dua pihak yaitu

bila nilai signifikansi lebih dari α =0,05. b. Uji ANOVA Dua Jalur

Adapun hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA dua jalur antara lain: 1) Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis H0 :

H1 :

2) Pengaruh level sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

H0 : (semua sama)

H1 : ; (tidak semua sama)

3) Pengaruh interaksi faktor pembelajaran dan faktor level sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

H0 : tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor level

sekolah


(55)

Kriteria penerimaan H0 yaitu bila nilai signifikansi > 0,05 (Trihendradi,

2008: 170).

c. Uji Perbandingan Tiga Rerata

Uji ini dilakukan untuk membandingkan tiga level sekolah, yaitu sekolah level tinggi, sedang, dan rendah. Uji yang digunakan adalah uji Scheffe jika data berdistribusi normal dan homogen, dan uji Games-Howell jika data berdistribusi normal namun tidak homogen. Uji scheffe digunakan karena uji ini fleksibel, sederhana, berlaku untuk variabel yang saling bebas, serta untuk membandingkan kelompok yang banyak anggotanya berbeda (Ruseffendi, 1993: 419). Uji

Games-Howell digunakan jika variansi tidak homogen dengan ukuran sampel berbeda

antar kelompoknya (Spring, 2006: 1). Selain itu, uji ini juga digunakan untuk data yang tidak berpasangan. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : ; , 1, 2, 3

H1 : ; , 1, 2, 3

Uji homogenitas ini menggunakan statistik uji Levene. Kriteria pengujian: terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari α =0,05.

2. Data Hasil Skor Sikap Siswa

Data yang diperoleh melalui angket akan dianalisa dengan menggunakan cara pemberian skor butir skala sikap model Likert. Perhitungan skor sikap siswa dilakukan dengan memberikan skor pada setiap jawaban siswa. Skala likert ini merupakan skala dalam bentuk ordinal. Karena skor yang digunakan untuk operasi hitung adalah berupa skala interval, maka skala ini harus dikonversikan


(56)

terlebih dahulu dari skala ordinal ke skala interval dengan bantuan program Metode Succecive Interval (MSI) untuk transformasi data ordinal ke interval di bawah Ms. Excel.

Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan perumusan statistik deskriptifnya. Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap siswa memberi jawaban setiap pernyataan dengan skor sempurna, yaitu 5. Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah sikap positif siswa signifikan atau tidak. Sikap siswa dikatakan positif jika rerata skor sikap siswa lebih dari skor netral dan dikatakan negatif jika rerata skor sikap siswa kurang dari skor netral. Dalam hal ini, skor netral adalah skor yang telah ditetapkan sebagai skor tidak berpendapat (TB), yaitu bernilai 3 atau 60% dari skor ideal per-item pernyataan. Kriteria pengujian adalah terima H0 jika setengah

dari nilai signifikansi lebih dariα =0,05.Adapun hipotesis uji sepihak yang diuji adalah:

H0 : 3

H1 : % 3

Namun sebelum itu terlebih dahulu harus dilakukan uji normalitas, tanpa perlu melakukan uji homogenitas. Hal ini karena pada uji satu rerata tidak ada pembanding, berbeda dengan uji dua rerata. Jika data berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan uji One Sample t Test dan jika data tidak berdistribusi normal dilakukan dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan software SPSS 16.


(1)

3. Data Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa

Data hasil observasi merupakan data yang diperoleh dari pengisian lembar observasi dengan memperhatikan kondisi kenyataan di lapangan. Tujuannya adalah untuk melakukan refleksi dan perbaikan, sehingga pembelajaran yang berlangsung pada tiap pertemuannya terjadi peningkatan dari pertemuan sebelumnya dan sesuai dengan rencana yang telah disusun pada RPP. Pengolahan dilakukan dengan menghitung rerata persentase skor pada tiap pertemuan lalu dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, apakah terjadi peningkatan atau tidak. Semakin tinggi persentase, maka semakin baik pembelajaran yang berlangsung dan semakin sesuai pula dengan rencana yang telah disusun.

F. PROSEDUR PENELITIAN

Kegiatan penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini adalah:

a. Merancang instrumen penelitian (seperti: silabus, RPP, soal tes penalaran dan komunikasi matematis, LKS, set kartu pertanyaan, lembar jawaban kartu pertanyaan, papan nama kelompok, pembagian kelompok, lembar observasi, dan angket skala sikap) dan meminta penilaian ahli.

b. Melakukan uji coba instrumen penelitian dan dianalisis daya pembeda, tingkat kesukaran, validitas, dan reliabilitas instrumen tersebut.


(2)

c. Melakukan observasi terhadap aktivitas pembelajaran siswa dan guru sebelum dilaksanakannya pretest.

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan ini adalah:

a. Melaksanakan pretest untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan aktivitas quick on the

draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif untuk kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.

c. Melaksanakan posttest untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa setelah diberikan perlakuan.

3. Tahap Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data ini adalah: a. Melakukan analisis data dan melakukan pengujian hipotesis.

b. Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang meliputi analisis data, uji hipotesis, hasil observasi, dan hasil penilaian sikap.


(3)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi, yaitu:

A. KESIMPULAN

1. a. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on

the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dan siswa yang mendapat

pembelajaran konvensional secara keseluruhan.

b. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on

the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dan siswa yang mendapat

pembelajaran konvensional pada sekolah level tinggi dan rendah. Namun tidak terdapat perbedaan pada sekolah level sedang. Peningkatan pada sekolah level sedang lebih baik daripada sekolah level tinggi dan rendah. 2. Terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis yang berbeda pada

level sekolah yang berbeda. Peningkatan pada sekolah level sedang lebih baik daripada sekolah level tinggi dan rendah.

3. Terdapat pengaruh interaksi pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.


(4)

4. a. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan penerapan aktivitas

quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dan siswa yang

mendapat pembelajaran konvensional secara keseluruhan.

b. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan penerapan aktivitas

quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dan siswa yang

mendapat pembelajaran konvensional pada sekolah level tinggi dan sedang. Namun terdapat perbedaan pada sekolah level rendah. Peningkatan pada sekolah level sedang lebih baik daripada sekolah level tinggi dan rendah.

5. Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang berbeda pada level sekolah yang berbeda. Peningkatan pada sekolah level tinggi lebih baik daripada sekolah level sedang dan rendah.

6. Terdapat pengaruh interaksi pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

7. Siswa menunjukkan sikap positif terhadap pelajaran matematika, pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif, dan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis.

B. IMPLIKASI

Kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, memberikan implikasi bahwa:


(5)

1. Aktivitas quick on the draw lebih sesuai jika diterapkan untuk sekolah level sedang, dibandingkan dengan sekolah level tinggi dan rendah.

2. Pembelajaran dengan menerapkan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap matematika, pembelajaran, dan soal penalaran dan komunikasi matematis untuk sekolah level sedang dan rendah, namun tidak untuk sekolah level tinggi.

3. Fase keempat pada pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on the

draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif memberikan kontribusi yang

lebih daripada lima fase lainnya dalam peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

C. REKOMENDASI

1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada guru tentang pentingnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta pengembangannya dalam proses pembelajaran.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pelaksanaan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis melalui pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif untuk sekolah level tinggi dan rendah.


(6)

3. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan perilaku siswa pada sekolah level tinggi untuk dapat bekerjasama dalam kegiatan pembelajaran.

4. Perlu diberikan perhatian dan upaya yang lebih pada fase keempat dari pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan aktivitas quick on the draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif untuk dapat lebih meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Fase ini menyita sekitar 62,5% dari seluruh kegiatan pembelajaran.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pembelajaran kooperatif type quick on the draw terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong

2 7 193

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI PENERAPAN AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF.

0 0 62

PENERAPAN STRATEGI QUICK ON THE DRAW PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI SISWA POKOK Penerapan Strategi Quick On The Draw Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Komunikasi Siswa Pokok Bahasan Bangun Datar Segitiga (PTK Pem

0 3 16

PENERAPAN STRATEGI QUICK ON THE DRAW PADPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI SISWA Penerapan Strategi Quick On The Draw Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Komunikasi Siswa Pokok Bahasan Bangun Datar Segitiga (PTK Pembelajar

0 1 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

2 6 52

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN VISUAL THINKING DISERTAI AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

2 6 77

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP TO GROUP EXCHANGE (GGE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK.

0 0 57

PENERAPAN AKTIVITAS SCRAMBLED GROUPS DALAM MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTS.

0 0 74

PEMBELAJARAN QUICK ON THE DRAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN HABITS OF MIND SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Tangerang.

4 9 48

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI PENERAPAN AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF - repository UPI T MTK 1302373 Title

0 0 4