Pengaruh pembelajaran kooperatif type quick on the draw terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE QUICK

ON THE DRAW TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

VENNY MELVINA

NIM 1110017000062

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Venny Melvina (NIM:1110017000062). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Quick on The Draw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2015

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi relasi fungsi yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Quick on The Draw dan untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberikan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI 35 Serpong, pada semester genap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain Posttest Only (Two Randomized Subject Posttest Only). Subyek penelitian ini adalah 88 siswa yang terdiri dari 44 siswa kelompok eksperimen dan 44 siswa kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII dengan pokok bahasan relasi dan fungsi. Tes yang diberikan merupakan tes essay sebanyak 8 soal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan Quick on The Draw (kelas eksperimen) lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan ekspositori (kelas kontrol). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen adalah sebesar 75,05, sedangkan kelas kontrol hanya 65,07. Begitu juga dengan hasil hipotesis dengan thitung = 2,77 dan ttabel = 1,66 dan taraf signifikan 5% atau ( = 0,05) sehingga thitung = 2,77 > ttabel = 1,66. Dengan demikian, pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi dengan menggunakan Quick on The Draw berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

.


(6)

ABSTRACT

Venny Melvina (1110017000062). The influence of Cooperative Learning Quick On The Draw to the Student’s Communication Ability. “Skripsi” of Mathematic Education Department and Teacher Training Faculty, State Islamic University Jakarta.

The purpose of this research is to analyze communication’s ability to the student in relation and function subject with cooperative learning, Quick on The Draw and to analyze communication’s ability to the student with conventional learning, expository. This research held at SMP PGRI 35 Serpong in even semester. The method of this research is quasi experiment with Posttest only Design. The subjects of this research are 88 students in second grade junior high school, 44 students are included in experiment class and the rest of them are in control class. The subject is obtained with Cluster Random Sampling technique from the second grade student with the subject relation and function. That exercises had given to this sample was essay test with 8 questions.

The results of this research show that communication’s ability for the student who is learned by Quick on The Draw is higher than by expository. It can be seen from the result of the test. The experiment class had a mean 75,05 and the control class 65,07. It also can be seen from the hypothesis test, the hypothesis test result is ttest = 2,77 and ttable = 1,66 with significant level 5% ( = 0,05).

Because of the ttest = 2,77 is higher than ttable = 1,66 (2,77 > 1,66), than the

research of communication’s ability in relation and function subject with Quick

On The Draw was influence significantly


(7)

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan inspirasi tidak terhingga disetiap kata-kata yang penulis tulis di skripsi ini, serta juga kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengganti zaman kebodohan sampai zaman ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mengerti banyak sekali kekurangan dalam penulisan, proses penulisan, serta penelitian. Namun, berkat kerja keras, do’a, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta nasehat positif dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, sehingga penulis dapat mengatasi kesulitan dan hambatan yang dialami. Oleh sebab itu penulis ingin memberikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Femmy Diwidian, S.Pd, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyempatkan waktunya untuk melayani pertanyaan-pertanyaan penuh kebingungan dengan kesabaran dan senyuman dan senantiasa memberikan arahan dan titik terang untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi selama menulis.

5. Ibu Khairunnisa S.Pd, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan semangat selama perkuliahan.

6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta bimbingan selama mengikuti perkuliahan.


(8)

7. Kepala sekolah SMP PGRI 35 Serpong Bapak Ali Susanto, M.MPd., yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Seluruh dewan guru SMP PGRI 35 Serpong, khususnya ibu Isah Hernawati, S.Pd. yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta siswa-siswi SMP PGRI 35 Serpong, khususnya kelas 8.2 dan 8.3

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Mama dan Papa tersayang, Ayahanda Nawawi S.Pd. dan Ibunda Cut Meurah Intan yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberikan motivasi dengan senantiasa mengingatkan jika penulis mulai malas-malasan, serta seluruh keluarga yang mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa untuk adikku tercinta Zarah Aghnia Sativa yang selalu mengingatkan, memotivasi, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Teristimewa juga untuk Pamanku Teuku Banta Ali yang selalu mengingatkan, memotivasi, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Sahabatku tersayang Devi Intan Febrianti dan Zulfah Ubaidillah yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan tempat berbagi untuk segala cerita selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

13.Teman-teman Washabee yang selalu memberikan keceriaan dan kehangatan dalam perjuangan empat tahun kebersamaan.

14.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2010. Terima kasih atas dukungan dan doa yang kalian berikan kepada penulis. 15.Terimakasih juga untuk Ibu Astriani, S.Pd. dan Ibu Yustika Sari, S.Pd. yang

telah membantu penulis dalam membuat abstract.

16.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, semangat, informasi, masukan dan doa yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sangat penulis butuhkan demi pembelajaran penulis dikemudian hari. Penulis juga berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, April 2015


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK …….……….……….. i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Identifikasi Masalah ……….………. 6

C. Pembatasan Masalah ………. 6

D. Perumusan Masalah ………..………. 6

E. Tujuan Penelitian ………..………. 7

F. Kegunaan Penelitian ……….…………. 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ………..…… 8

A. Deskripsi Teoritik ………..… 8

1. Pembelajaran Matematika ……… 8

1.1. Konsep Matematika ………. 8

1.2.Teori Pembelajaran ……… 9

1.2.1. Teori Pembelajaran Kognitif ………. 9

1.2.2. Teori Pembelajaran Konstruktivisme ……… 12

1.3.Konsep Pembelajaran Matematika ……… 14

2. Kemampuan Komunikasi Matematis ………... 15

2.1.Kemampuan Komunikasi ………... 15

2.2.Komunikasi Matematik ……….. 17


(11)

3. Model Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika …………... 22

3.1.Pembelajaran Kooperatif ………... 22

3.2.Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif ……….. 23

3.3.Macam-Macam Pembelajaran Kooperatif ………. 25

3.4.Metode Quick On The Draw ……….. 26

3.5.Langkah-Langkah Metode Quick On The Draw ...………… 27

3.6.Kelebihan dan Kekurangan Metode Quick On The Draw …. 29 B. Kajian Hasil Penelitian Relevan ……… 30

C. Kerangka Berfikir ……….. 31

D. Hipotesis ……… 33

BAB III ……….. 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 34

B. Metode dan Desain Penelitian ………... 34

C. Populasi dan Sampel ………. 35

D. Desain Penelitian ………... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ……… 36

F. Instrumen Penelitian ………. 36

G. Uji Instrumen Penelitian ……… 38

1. Uji Validitas ………. 38

2. Uji Reliabilitas ……….. 39

3. Uji Taraf Kesukaran ………. 40

4. Daya Pembeda ……….. 41

H. Teknik Analisis Data ……… 43

1. Uji Prasyarat Analisis ………. 43

a. Uji Normalitas ………. 43

b. Uji Homogenitas ………. 44

2. Uji Hipotesis ……… 45

I. Hipotesis Statistika ……… 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 47


(12)

1. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen. 47 2. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol …... 50 B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis …………. 54

1. Pengujian Persyaratan Analisis ……… 54

a. Uji Normalitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ……. 54 b. Uji Homogenitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis …. 55

c. Hasil Pengujian Hipotesis ……….…. 56

C. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 57 1. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol ……….. 57

a. Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator Menyatakan Situasi, Gambar, Diagram, atau Benda Nyata kedalam Bahasa, Simbol, Ide, atau Model Matematik

……….……….

60 b. Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator

Menjelaskan Ide, Situasi, dan Relasi Matematika Secara

Lisan atau Tulisan ……….……… 62

D. Keterbatasan Penelitian ………. 63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ………... 64

A. Kesimpulan ………..……….. 64

B. Saran ……….. 65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ………... 36

Tabel 3.2 Indikator Soal ………..….. 37

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran ……….…. 37

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Butir Soal ……….... 39

Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ………... 41

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Daya Beda ………... 42

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Pengujian Instrumen ……… 42

Tabel 4.1 Hasil Penelitian Kelas Eksperimen ………... 47

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ………..………….. 48

Tabel 4.3 Deskripsi Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator …..……….. 49

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Kelas Kontrol ………..……… 51

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ………..……. 51

Tabel 4.6 Deskripsi Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator ………..…. 53

Tabel 4.7 Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ………..… 55 Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas ………... 56

Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis ……… 56 Tabel 4.10 Perbandingan Statistik Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ……….… 58

Tabel 4.11 Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator ………….


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Konsep Kemampuan Komunikasi Siswa ………... 32 Gambar 4.1 Distribusi Kelas Eksperimen ……….. 49 Gambar 4.2 Diagram Batang Nilai Rata-Rata Indikator Keampuan

Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ……….. 50

Gambar 4.3 Distribusi Kelas Kontrol ………. 52 Gambar 4.4 Diagram Batang Nilai Rata-Rata Indikator Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ……….……

53

Gambar 4.5 Kurva Uji Hipotesis Statistik ……….. 57 Gambar 4.6 Perbandingan Nilai Rata-Rata Indikator Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ………

60

Gambar 4.7 Jawaban Kelas Eksperimen pada Indikator Menyatakan …... 61 Gambar 4.8 Jawaban Kelas Kontrol pada Indikator Menyatakan …..……… 61 Gambar 4.9 Jawaban Kelas Eksperimen pada Indikator Menjelaskan ……... 62 Gambar 4.10 Jawaban Kelas Kontrol pada Indikator Menjelaskan ……….…. 63


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen .... 66

Lampiran 2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ….….. 86

Lampiran 3 Bahan Ajar ……….……….… 92

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa …….……….. 100

Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siswa ……….. 110 Lampiran 6 Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siswa … 111 Lampiran 7 Kunci Jawaban Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siswa ……….. 113 Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen …..……….. 119

Lampiran 9 Langkah-Langkah Penghitungan Uji Validitas ……….. 121

Lampiran 10 Hasil Uji Reliabilitas ……….. 122

Lampiran 11 Langkah-Langkah Penghitungan Uji Reliabilitas ………….. 124

Lampiran 12 Hasil Uji Taraf Kesukaran ……….. 125

Lampiran 13 Langkah-Langkah Penghitungan Uji Taraf Kesukaran ……. 127

Lampiran 14 Hasil Uji Daya Beda ………... 128

Lampiran 15 Langkah-Langkah Penghitungan Uji Daya Beda Soal ……... 130

Lampiran 16 Rekapitulasi Hasil Pegujian Instrumen ……….. 131

Lampiran 17 Kisi-Kisi Instrumen Post Test ……… 132

Lampiran 18 Instrumen Post Test ……… 133

Lampiran 19 Kunci Jawaban Post Test ……… 135

Lampiran 20 Nilai Post Test ……… 140

Lampiran 21 Penghitungan Distribusi Kelas Eksperimen ………... 142

Lampiran 22 Penghitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol …………. 145

Lampiran 23 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen ……… 148

Lampiran 24 Hasil Uji Normalitas Kelas Kontrol ………... 149

Lampiran 25 Penghitungan Uji Homogenitas ………. 150


(16)

Lampiran 27 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment ………. 153

Lampiran 28 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ……… 154

Lampiran 29 Tabel Nilai Kritis Distribusi Chi Square ……… 158

Lampiran 30 Tabel Distribusi T ……….. 160

Lampiran 31 Instrumen Prapenelitian ………. 163

Lampiran 32 Hasil Prapenelitian ………. 164

Lampiran 33 Surat Bimbingan Skripsi ……… 166

Lampiran 34 Lembar Uji Referensi ………. 168

Lampiran 35 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ……….. 171


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang tidak bisa dilepaskan oleh manusia. Setiap individu membutuhkan pendidikan untuk menjalani hidup. Tanpa adanya pendidikan, maka setiap individu akan kesulitan dalam menghadapi masalah di kehidupannya. Masing-masing individu telah ditakdirkan untuk menghadapi suatu masalah. Masalah yang datang pasti ada hikmah dibaliknya. Jika tidak ada pendidikan dan iman yang mendampingi, maka seseorang akan merasa stress dan keberatan dalam menghadapi masalah yang diberikan. Untuk itu pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan maka manusia akan belajar bagaimana menyelesaikan masalah.

Setiap orang ingin agar masalahnya dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu pendidikan yang baik sangatlah penting. Untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik, maka sistem pendidikan harus diperbaiki sesuai dengan kemajuan zaman yang semakin modern. Jika sistem pendidikan masih bertumpu pada sistem pendidikan tradisional, maka negara kita akan semakin tertinggal dari negara-negara maju lainnya.

Pendidikan yang baik dapat dilihat dari proses belajar mengajar di sekolah. Proses pembelajaran yang baik akan mengubah pendidikan menjadi lebih baik. maka dari itu, proses pembelajaran di sekolah sudah seharusnya diubah. Proses pembelajaran di sekolah yang didominasi oleh guru seharusnya diubah menjadi pembelajaran yang didominasi oleh siswa, sehingga siswa mengetahui maksud dari pembelajaran yang mereka jalani. Dengan melatih siswa memahami proses pembelajaran, mereka akan terpacu untuk memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan baru yang mereka dapat dari proses pembelajaran. Munculnya ide-ide baru ini melatih mereka untuk memberanikan diri menyampaikan ide yang mereka miliki. Maka dari itu, siswa diharapkan memiliki kemampuan komunikasi


(18)

yang baik. Dengan kemampuan komunikasi ini, siswa diajarkan untuk berani menyampaikan pendapat yang mereka miliki, karena dalam kehidupan nyata penyampaian pendapat ini dibutuhkan untuk mengumpulkan ide-ide positif yang akan membantu menyelesaikan suatu masalah dengan baik.

Pada kehidupan nyata, seseorang tidak dapat berdiri sendiri. Mereka membutuhkan orang lain untuk berbagi ide dalam menyelesaikan masalah. Dengan berbagi ide mereka belajar memberikan pendapat dan menerima pendapat orang lain. Untuk itu pembelajaran di sekolah seharusnya memfasilitasi siswa untuk memudahkan mereka dalam menyampaikan ide dan mengajarkan mereka untuk menerima pendapat orang lain agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan hasil yang memuaskan.

Pembelajaran di sekolah seharusnya dapat melatih kemampuan komunikasi siswa, karena kemampuan ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk memudahkan menyelesaikan suatu masalah. Begitu pula pada pembelajaran Matematika, siswa diharapkan dapat menyampaikan ide untuk melatih kemampuan berfikir logis karena Matematika merupakan pembelajaran yang melatih siswa berfikir logis, rasional, dan nyata. Siswa dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis jika siswa dapat mengekspresikan ide-ide mereka ke dalam grafik atau tulisan.

Komunikasi merupakan sebuah cara untuk berbagi ide dan mengklarifikasi sebuah pemahaman. Dengan komunikasi, sebuah ide menjadi objek refleksi, perbaikan, discusi, dan perubahan. 1Menurut NCTM, komunikasi matematis dapat dilihat dari: 2

1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual 2. Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide

matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.

1

NCTM, Principles ad Standards for School Mathematics, (United States: Library of Congress Catalouging,2000), h. 60

2

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2013, Jurusan Pendidikan Matematika, FITK UIN Jakarta (h.77)


(19)

3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notas-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Pada umumnya, siswa kurang paham untuk mengubah soal cerita menjadi ide-ide atau gagasan yang mudah dipahami. Untuk itu, peneliti mengarahkan siswa untuk mengasah kemampuan komunikasi siswa agar siswa lebih mudah memahami maksud dari suatu masalah sehingga mereka dapat memikirkan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Bukan hanya kemampuan yang harus ditingkatkan dalam proses pembelajaran untuk membuat sistem pendidikan lebih baik, namun juga harus didukung dengan suasana yang nyaman dan efektif untuk belajar. Jika siswa sudah merasa tidak nyaman dengan suasana yang tidak kondusif, maka siswa pun akan sulit untuk berkonsentrasi. Pada zaman modern ini, siswa tidak bisa didoktrin untuk memperhatikan guru saat pembelajaran, karena itu akan membuat siswa merasa bosan, untuk itu guru pun harus pandai mensiasati situasi kelas.

Tidaklah mudah untuk membuat proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien, khususnya untuk pelajaran Matematika karena Matematika sering dianggap mata pelajaran yang paling sulit untuk dipahami. Padahal Matematika merupakan salah satu ilmu yang tidak bisa diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Hakekat Matematika yang abstrak dan bernalar induktif formal menjadikan Matematika sebagai pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian besar siswa. Dengan tertanamnya pemikiran seperti itu, maka siswa akan tersugesti untuk menjadikan Matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit sehingga menyebabkan siswa malas untuk belajar Matematika. Oleh karena itu, guru Matematika seharusnya merancang strategi pembelajaran yang membuat siswa belajar Matematika dengan senang dan tanpa tekanan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh guru adalah memilih strategi yang membuat siswa lebih aktif.

Sebagian besar dari aktivitas siswa di sekolah menunjukkan ketidaktertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran Matematika. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan siswa seperti ada yang tidur, ada yang berbicara dengan


(20)

temannya dan tidak memperhatikan ketika guru menerangkan pelajaran. Selain itu pada saat diberikan tugas ada beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab dalam mengerjakannya. Kemampuan komunikasi siswa juga rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata siswa saat mengerjakan soal tes prapenelitian yang berbasis kemampuan komunikasi yang diberikan oleh peneliti. Setelah dilakukan pengujian, hanya beberapa siswa yang memahami soal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata satu kelas yaitu hanya 50,45 pada kelas eksperimen dan 50,07 pada kelas kontrol.

Guru harus memiliki strategi untuk menghadapi masalah tersebut yang membuat siswa tidak merasa bosan dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang selama ini diakukan oleh kebanyakan guru di sekolah yaitu dengan metode ekspositori. Pembelajaran ekspositori yang diterapkan membuat siswa merasa bosan karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru. Untuk menyelesaikan masalah ini, seharusnya guru mengganti pembelajarannya menjadi pembelajaran yang menarik sehingga membuat siswa bersemangat. Banyak sekali pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru yang dapat membuat siswa bersemangat dalam belajar, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berkelompok yang mengajak siswa untuk bekerja sama dengan kelompoknya tanpa memandang suku, ras, agama, dan lainnya. Pembelajaran ini mengajarkan siswa bahwa setiap manusia adalah sama. Dengan kooperatif ini siswa yang pintar dapat mengajarkan siswa yang kurang paham dengan materi yang dihadapi, sehingga hal ini akan mengajarkan siswa untuk saling berbagi ilmu dengan yang lain. Untuk itu peneliti ingin menggunakan pembelajaran kooperatif agar siswa dapat lebih bersemangat saat belajar matematika.

Pada pembelajaran kooperatif banyak metode yang sangat membantu guru untuk menyampaikan materi dengan mudah, salah satunya adalah dengan Quick On The Draw. Metode Quick on The Draw ini diharapkan dapat membuat siswa lebih semangat dalam pembelajaran Matematika. Metode pembelajaran Quick on The Draw dapat mendorong aktivitas belajar kelompok dan membuat siswa menyadari bahwa pembagian tugas lebih baik daripada menduplikasi tugas.


(21)

Metode ini memberikan pengalaman mengenai macam-macam keterampilan membaca yang didorong oleh kecepatan aktivitas, ditambah belajar mandiri dan kecakapan ujian yang lain seperti komunikasi. Dengan Quick on The Draw siswa dilatih untuk meningkatkan kemampuan komunikasi karena soal yang akan diberikan didalam kartu soal merupakan soal-soal komunikasi yang membimbing siswa mengubah situasi matematik menjadi model Matematik. Dengan metode ini siswa juga dapat berinteraksi dengan anggota kelompok untuk menyampaikan ide yang mereka miliki dan mengubahnya kedalam bentuk tulisan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh orang lain yang membacanya, sehingga kegiatan ini dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasinya. Penelitian Rezi Ariawan mengatakan bahwa kemampuan komunikasi siswa yang diberikan perlakuan Quick on The Draw lebih tinggi dibandingkan kelas yang tidak diberi perlakuan.3 Kegiatan ini juga membantu siswa untuk membiasakan diri belajar dari berbagai sumber selain guru.4

Metode Quick On The Draw ini telah diterapkan oleh pakar ilmu yaitu Paul Ginnis dan juga ada guru-guru di sekolah yang memakai metode ini dalam proses pembelajarannya. Dalam hasil proses mengajarnya, siswa tidak hanya dapat meningkatkan prestasi belajarnya namun juga menyeimbangkan kepedulian terhadap kinerja dengan pengembangan pemahaman tentang belajar. Pada metode ini siswa diharapkan dapat bekerjasama dengan anggota kelompok masing-masing dan dapat memunculkan sendiri pemahaman tentang materi yang diajarkan, karena guru tidak mendominasi pada metode ini, sehingga akan membuat siswa lebih berfikir kritis dan menjadi aktif untuk bertanya tentang hal yang belum mereka pahami.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka peneliti mengambil judul

“PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE QUICK ON THE DRAW TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA”

3

Rezi Ariawan, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Visual Thinging Disertai Aktivitas Quick on The Draw Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis

Siswa, (Skripsi pada UPI Bandung, 2013) tidak dipublikasikan

4


(22)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat didefinisikan masalah yang dihadapi siswa ketika belajar dikelas sebagai berikut:

1. Rendahnya motivasi siswa akibat rasa bosan sehingga berpengaruh kepada hasil belajar siswa yang rendah

2. Siswa tidak memperhatikan guru pada saat proses pembelajaran Matematika berlangsung.

3. Siswa tidak bertangung jawab terhadap tugas yang diberikan guru.

4. Ketidakmampuan siswa dalam menyampaikan ide matematis ke dalam lisan ataupun tulisan.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan pembahasan tidak semakin meluas, maka penelitian ini akan dibatasi sehingga penelitian akan terfokus pada satu masalah, maka dari itu penelitian ini dibatasi pada kemampuan komunikasi siswa menurut Utari Sumarmo. Kemampuan komunikasi yang akan diteliti adalah kemampuan siswa:

1. Menyatakan situasi, gambar, atau diagram ke dalam model matematik. 2. Menjelaskan ide dan situasi matematika secara tulisan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Quick On The Draw?

2. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan ekspositori?

3. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan metode Quick On The Draw lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan ekspositori?


(23)

E. Tujuan Penelitian

Dilihat dari uraian yang telah dijabarkan, maka dapat diketahui tujuan dari penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa dengan metode Quick On The Draw.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran konvensional.

3. Untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Quick On The Draw dengan kemampuan komunikasi siswa yang diberi model pembelajaran ekspositori.

F. Kegunaan Penelitian

Selain tujuan, penelitian ini pun diharapkan dapat memberi manfaat kepada semua pihak. Manfaat penelitian ini ialah:

1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan mengenai pembelajaran model kooperatif dengan tipe Quick On The Draw, sekaligus dapat mempraktekkan dan mengembangkannya dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi guru, dapat lebih berinovasi dalam mengembangkan metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan lebih mengembangkan kreatifitas guru dalam menerapkan pembelajaran pada siswa.

3. Bagi siswa, untuk memotivasi belajar Matematika agar siswa tidak merasa bosan, jenuh, dan takut saat belajar Matematika.

4. Bagi sekolah yang dijadikan tempat penelitian, agar sekolah dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu sekolah tersebut.

5. Bagi pembaca, agar dapat dijadikan kajian yang menarik dan bermanfaat untuk dijadikan penelitian lebih lanjut.


(24)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pembelajaran Matematika 1.1. Konsep Matematika

Matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Kata mathematike juga berhubungan dengan kata yang sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).1 Matematika lebih menekankan pada penalaran dari pada hasil eksperimen atau hasil observasi.

Banyak pakar yang mendefinisikan tentang Matematika. Menurut James dan James, Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.2 Jonson dan Rising mendefinisikan Matematika sebagai berikut: (1). Matematika adalah pola berikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis. (2). Matematika juga dapat diartikan dengan bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat, dengan symbol yang padat, (3). Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat atau teori yang dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah terbukti kebenarannya, dan (4). Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan atau ide, suatu seni yang keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.3

Menurut Russefendi, Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dali-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenaranya berlaku secara umum, sehingga matematika juga

1

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h.3 2

Ibid., h. 4 3

Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), cet. 1, h.152


(25)

disebut ilmu deduktif.4 Menurut Reys, matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.5Menurut penjelasan para pakar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Matematika merupakan ilmu abstrak yang memacu pola berpikir secara nalar, logis, dan dapat dibuktikan kebenarannya, juga merupakan bahasa, alat atau seni terhadap suatu jalan atau pola berpikir yang lebih menekankan kepada penalaran dari pada hasil eksperimen.

1.2. Teori Pembelajaran

Belajar merupakan perubahan individu baik berdasarkan pengetahuan atau tingkah laku. Belajar terjadi dengan bantuan proses yang disebut pembelajaran. Pada proses ini, individu akan diubah sikap dan tingkah lakunya dan ditambah wawasan dan pengetahuannya agar menjadi lebih baik. Banyak teori yang memberikan pendapat tentang pembelajaran, berbagai teori pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.2.1. Teori Pembelajaran Kognitif

Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi yang menganut aliran ini, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun di dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.6 Ada empat faktor yang mempengaruhi teori ini, yaitu lingkungan sosial, kematangan, pengaruh sosial, dan proses pengendalian diri. 7 Pengetahuan dapat diperoleh dari lingkungan sekitar peserta didik, lingkungan yang baik akan memberikan pembelajaran yang baik pula untuk peserta didik dan lingkungan yang kurang baik

4

Suwangsih, loc.cit. 5

Asep Jihad, loc.cit 6

Nurochim, Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 1, h. 21

7


(26)

akan memberikan pembelajaran yang kurang baik pula untuk peserta didik, namun dengan itu peserta didik akan mendapatakan informasi baru yang akan mereka pelajari. Dengan informasi yang mereka dapatkan, peserta didik dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dengan tingkat kematangan mereka. Peserta didik yang semakin matang akan semakin paham untuk mengolah informasi yang mereka dapatkan.

Pada teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Perilaku individu bukan semata-mata respon terhadap yang ada melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Teori kognitif menekankan belajar sebagai proses internal. Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.8 Proses belajar ini adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan. Proses belajar ini akan mengakibatkan tingkah laku seseorang ditentukan dari persepsi akan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dari pembelajarannya. Pendidikan menurut teori kogntif adalah :9

1. Pendidikan menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi

2. Kurikulum dirancang sehingga terjadi situasi yang memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan

3. Latihan memecahkan masalah dilakukan dengan cara belajar kelompok untuk menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari

4. Peserta didik diharapkan aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya

5. Guru hanya berperan sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi belajar menjadi kondusif sehingga terjadi konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik

8

Agus Suprijono,Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2013), cet. X, h. 22

9


(27)

Ciri-ciri teori kognitivistik adalah :10

1. Mementingkan apa yang ada pada individu 2. Mementingkan keseluruhan

3. Mementingkan peranan fungsi kognitif

4. Mementingkan keseimbangan dalam diri individu 5. Mementingkan kondisi saat ini

6. Mementingkan pembentukan struktur

David Ausubel mengembangkan teori bermakna yang menjelaskan bahwa bahan ajar akan lebih mudah dipahami jika bahan ajar yang diberikan kepada siswa dirasakan bermakna oleh siswa.11 Dengan bahan ajar yang dirasakan bermakna bagi siswa maka siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang baru mereka dapatkan. Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik.12 Inti dari teori Ausubel adalah belajar bermakna yaitu suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep yang sudah dipahami oleh siswa atau dengan konsep-konsep yang relevan.13 Menurut Ausubel proses belajar terjadi melalui tahapan-tahapan, yaitu tahapan memperhatikan stimulus yang diberikan, memahami makan stimulus, dan menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Ausubel mengaplikasikan teorinya dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:14

a. Menentukan tujuan intruksional b. Mengukur kesiapan peserta didik c. Memilih materi pelajaran

d. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik e. Menyajikan pandangan menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari

10

Ridwan Abdullah Sani, op.cit, h. 11

11

Ibid,. h. 15 12

Nurrochim, op.cit, h. 22 13

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan

Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2010), h.37 14


(28)

f. Menggunakan advance organizer dengan cara membuat rangkuman

g. Memfasilitasi peserta didik untuk memahami konsep dan prinsip dengan fokus pada hubungan antara konsep yang ada

h. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Pada pembelajaran kognitivistik siswa menjadi lebih kreatif dan mandiri, siswa lebih memahami bahan ajar secara mudah, namun sulit untuk dipraktekan khususnya untuk tingkat lanjut. Jadi, teori kognitivistik adalah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan cara megaitkan contoh atau bahan yang disediakan oleh pengajar sehingga siswa dapat menemukan konsep atau ide yang dimaksud dari contoh yang disediakan.

1.2.2. Teori Pembelajaran Konstruktivisme

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan.15 Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Pada teori konstruktivisme, siswa harus mendapatkan penekanan, mereka harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka. Mereka juga harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan ini secara aktif perlu dikembangkan karena kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Teori konstruktivisme memiliki prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan yaitu bahwa guru tidak hanya memberikan sekedar pengetahuan kepada siswa namun siswa juga harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya.16 Pada teori ini guru menjadi fasilitator untuk siswa, guru membantu siswa menemukan ide-ide mereka dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-ide mereka. Teori konstruktivisme yang terkenal adalah teori konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Lev Semenovich Vygotsky.

15

Op.cit,. h. 24 16


(29)

Vygotsky mengatakan bahwa pengetahuan dan perkembangan kognitif terjadi melalui proses internalisasi atau penguasaan proses sosial.17 Menurut konstruktivisme sosial, pengetahuan dibangun oleh peserta didik dan tidak dapat dipindahkan dari guru ke peserta didik melainkan dengan keaktifan peserta didik untuk menalar dan mengkonstruksi pengetahuannya. 18 Teori konstruktivisme sosial ini melandasi munculnya pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran kontekstual. Pada teori ini peserta didik akan berpartisipasi dalam kegiatan sosial sehingga akan muncul pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru juga perubahan pengetahuan, maka dari itu muncul pembelajaran kooperatif yang mendasarkan pembelajaran pada pengelompokan siswa sehingga terjadi interaksi antar siswa yang menimbulkan pemaknaan pengetahuan baru juga perubahan pengetahuan dalam diri siswa. Proses konstuksi pengetahuan dilakukan melalui bantuan berupa petunjuk atau contoh yang akan membuat siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka dari contoh yang diberikan.

Menurut konstrukstivisme, belajar adalah:

1. Proses aktif dan konstruktif yang terjadi di lingkungan kelas 2. Mengubah informasi menjadi proses mental

3. Membangun pengertian dan pengetahuan dari pengalaman pribadi 4. Mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama

5. Membangung pengetahuan baru dari fenomena lama 6. Proses kognitif untuk memecahkan masalah dunia nyata 7. Bersifat situasional, interaktif

8. Bekerja dengan teman dalam konstruksi sosial yang berarti bagi dirinya 9. Proses pribadi terus menerus untuk memonitor kemajuan belajar

17

Ridwan Abdullah Sani, op.cit, h. 19 18


(30)

1.3. Konsep Pembelajaran Matematika

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu system atau proses membelajarkan peserta didik yang didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. 19Banyak ahli mengatakan bahwa Matematika adalah ratu sekaligus pelayan semua ilmu pengetahuan.20 Sebagai ratu, Matematika seolah-olah menduduki tingkat paling utama dari semua ilmu dan sebagai pelayan, Matematika seolah-olah melayani ilmu-ilmu lainnya dalam penelitian dan pengembangan ilmu tersebut. Maka dari itu, jika ingin memasuki atau menguasai dunia ilmu pengetahuan, maka kita harus dapat mengenal Matematika.

Pendidikan Dasar mengemban dua tujuan utama, yaitu mempersiapkan lulusanya untuk dapat hidup dalam masyarakat dan mempersiapkan lulusannya yang berpotensi untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. 21 Pendidikan Matematika di semua jenjang berorientasi mathematics for all, artinya semua siswa wajib ikut pembelajaran matematika karena pembelajaran matematika lebih ditekankan sebagai wahana pendidikan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik. Potensi yang dikembangkan termasuk kemampuan bernalar, kreatifitas, kemampuan memecahkan masalah, kebiasaan kerja keras dan mandiri, jujur, disiplin, memiliki sikap social yang baik seta berbagai keterampilan dasar yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pembelajaran matematika diharapkan memiliki akhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif dan holistic tentang materi yang telah dipelajari. Pada pembelajaran Matematika, tidak hanya siswa yang berperan aktif, namun guru juga harus ikut berperan agar pembelajaran Matematika dapat berjalan dengan baik.

19

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, (Bandung: Refika Aditama, 2013), cet. 3, h. 3 20

Frans Susilo, Landasan Matematika, (Yogyakarta: Gaha Ilmu, 2012), cet. 1 21


(31)

2. Kemampuan Komunikasi Matematis 2.1. Kemampuan Komunikasi

Kata komunikasi merupakan terjemah dari bahasa Inggris Communication yang dikembangkan di Amerika Serikat. Definisi komunikasi dapat dilihat dari dua sudut, yaitu sudut bahasa dan istilah.

Dari sudut bahasa, komunikasi dalam “Ensiklopedi Umum” diartikan dengan “Perhubungan”, sedangkan yang terdapat dalam buku komunikasi berasal dari

perkataan latin yaitu: 22

1.) Communicare, yang berarti berpartisipasi ataupun memberitahukan 2.) Communis, yang berarti milik bersama ataupun berlaku dimana-mana 3.) Communis Opinion, yang berarti pendapat umum ataupun mayoritas 4.) Communico, yang berarti membuat sama

5.) Communication berasal dari kata lain Communicatio yang juga bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.

Kemampuan komunikasi merupakan inti dari kecerdasan intrapersonal, untuk itu dalam pembelajaran seharusnya dapat memberikan kontribusi untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa. 23Komunikasi menurut Hovland,

mengatakan bahwa komunikasi adalah “The process by which an individuals (the Communicator) transmits stimuli (usual Verbal Symbols) to modify the behavior of other individuals (Communicant)”. Yang berarti : “Proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang-orang lain (komunikan).24

22

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet. ke-1, h.19 23

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematik Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2012). Cet. ke-1, h. 29

24


(32)

Penguasaan komunikasi adalah kemampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan dengan cara atau bahasa sendiri. Seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bila ia telah dapat melakukan beberapa hal, yakni :25

1. Memberikan alasan terjadi atau tidak terjadinya sesuatu, baik secara induktif maupun deduktif.

2. Menafsirkan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.

3. Menyatakan ide atau gagasan, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan peragaan atau demonstrasi.

Pengertian komunikasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 26 1. Komunikasi adalah suatu proses.

2. Komunikasi melibatkan beberapa unsur. 3. Komunikasi bersifat transaksional.

4. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan.

5. Komunikasi menuntun adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelakunya.

6. Komunikasi bersifat simbiolis.

7. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu.

Dari definisi di atas, maka komunikasi adalah suatu proses mentransfer sebuah informasi dari satu orang ke orang lain. Informasi tersebut dapat berupa lisan dan tulisan. Orang yang menyampaikan sebuah informasi disebut komunikator dan yang menerima pesan disebut komunikan.

25

Suhenda, Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007).Cet ke-2

26


(33)

2.2. Komunikasi Matematik

Komunikasi adalah sebuah landasan untuk belajar matematik yang dapat digunakan untuk membaca dan sebagai seni bahasa. Dengan komunikasi, anak-anak membagikan pemikiran mereka dan meningkatkan alasan mereka melalui diskusi lisan, deskripsi tulisan, jurnal, tabel, skema, dan grafik.27 Komunikasi matematik merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam lingkungan pengalihan pesan matematik. 28 Komunikasi matematik merupakan komponen penting dalam pembelajaran matematika, karena komunikasi matematik merupakan sebuah alat bertukar idea dan mengklarifikasi pemahaman matematik. 29 Menurut Jazuli kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan untuk menyatakan suatu ide matematika melalui tulisan, bahasa, gambar, grafik dan bentuk-bentuk visual lainnya. Sehingga mampu memberikan suatu argumentasi untuk pemecahan suatu masalah.30 Greenes dan Schulman mengatakan bahwa komunikasi matematika merupakan:31 1. Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi

matematik.

2. Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik.

3. Wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendaoat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

27

Leonard M. Kennedy, Steve Tipps, Art Johnson, Guiding Children’s Learning of Mathematics, United States of America, p.21

28

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Tahun 2003, h. 311 29

Utari Sumarmo, Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika, Makalah Jurusan Pendidikan Matematika, h. 199

30

Akhmad Jazuli, “Berfikir Kreatif dalam Kemampuan Komunikasi Matematika”, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 92009, h. 217, tidak dipublikasikan

31

Gusni Satriawati, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan


(34)

Menurut Bistari dalam jurnalnya yang berjudul Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk Meningkatkan Komunikasi Matematik tahun 2010, komunikasi matematik adalah suatu kemampuan:32

(1) menafsirkan makna/ide;

(2) mengungkapkan ide matematika dan hubungannya; (3) membuat generalisasi melalui investigasi;

(4) membuat pengertian; (5) membuat model matematik; (6) memvisualkan ide;

(7) mengumpulkan dan menilai informasi; (8) menyajikan argumen yang meyakinkan.

Saat pembelajaran di kelas, komunikasi adalah kemampuan yang penting dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah. Dengan kemampuan komunikasi, maka siswa akan dengan mudah mengubah ide-ide matematik menjadi model matematika yang mudah dipahami oleh mereka sendiri atau pun temannya. Dengan mengubah suatu ide matematis maka mereka mulai belajar untuk mengembangkan ide-ide mereka. Guru memiliki peranan penting dalam membangun komunikasi siswa di dalam kelas karena guru merupakan perancang kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas seharusnya dapat mengasah kemampuan komunikasi siswa. Guru dapat menggunakan komunikasi lisan atau tulisan untuk mengasah kemampuan matematis siswa. Guru harus memberikan kesempatan siswa untuk berpikir, berargumentasi, menemukan notasi-notasi, menyusun penjelasan dan merefleksikan pemahaman mereka dengan ide yang mereka miliki. Peranan guru disini sangatlah penting untuk membantu siswa menemukan solusi dari ide yang mereka dapatkan.

32Bistari, “Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk Meningkatkan Komunikasi

Matematik”, Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA Vol. 1. No. 1. Januari 2010:11 -23, h. 19, tidak dipublikasikan


(35)

Menurut Gusni dalam jurnalnya yang berjudul Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP, ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa, diantaranya: 33

a. Pengetahuan Prasyarat (Prior Knowledge)

Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu saja bervariasi sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri. Jenis kemampuan yang dimiliki siswa sangat menentukan pembelajaran selanjutnya.

b. Kemampuan Membaca, Diskusi, dan Menulis

Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level.

c. Pemahaman Matematik (Mathematical Knowledge)

Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi menurut para ahli yang diguakan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu written text, drawing, dan mathematical expression. Seseorang dianggap memiliki kemampuan komunikasi matematika yang baik jika seseorang tersebut menguasai materi matematik secara kuat dan mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain secara sistematik, logis, kritis, tepat, cermat, dan akurat.34 Kemampuan komunikasi diharapkan muncul setelah siswa belajar matematika. Seseorang dapat dikatakan dapat berkomunikasi bila:35

1. Dapat memberikan argumen atas terjadi atau tidak terjadinya sesuatu. 2. Menafsirkan suatu hal berdasarkan yang telah diamati atau yang dialami. 3. Menyatakan ide melalui tulisan, lisan, maupun peraga

33

Gusni Satriawati, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan

Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP, h. 111

34

Suhenda, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) cet.2 h.7.19-7.20

35


(36)

Menurut pembahasan dari berbagai pakar dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk menjelaskan ide-ide matematis secara lisan maupun tulisan, memngembangkan ide-ide-ide-ide matematis, mengubah simbol, gambar, grafik, atau tabel menjadi sebuah penjelasan matematis yang dapat dipahami orang lain, mengubah situasi menjadi model matematis, dan membuat argumen secara logis. Kemampuan komunikasi sangat diperlukan untuk memudahkan siswa dalam memahami masalah matematis, namun banyak guru yang tidak memperhatikan kemampuan komunikasi matematis ini. Maka dari itu peneliti ingin meneliti kemampuan komunikasi matematis untuk mendalami kemampuan ini sehingga dapat dipakai untuk kegiatan pembelajaran yang lebih baik.

2.3. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator yang dikemukakan oleh Utari Sumarmo dalam bukunya Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan menyatakan bahwa kemampuan yang tergolong komunikasi matematik adalah sebagai berikut : 36

1. Menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik.

2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan. 3. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

4. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis.

5. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.

6. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

Menurut Jazuli dalam prosidingnya yang berjudul Berfikir Kreatif dalam Kemampuan Komunikasi Matematika tahun 2009, kemampuan komunikasi matematika meliputi : 37

36

Utari Sumarmo, Kumpulan Makalah “Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya”, (Bandung : UPI, 2013), h.128


(37)

a. kemampuan menyatakan suatu ide matematika melalui tulisan. b. kemampuan menyatakan suatu ide matematika melalui bahasa.

c. kemampuan menyatakan suatu ide matematika melalui gambar, grafik dan bentuk visual lain

Terkait dengan komunikasi matematik, dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) disebutkan bahwa standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut:38

1. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain

2. Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya.

3. Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.

4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika.

Dari indikator yang telah dijabarkan, indikator yang diambil oleh penulis ialah indikator menurut Utari Sumarmo, yaitu:

1. Menyatakan situasi, gambar, atau diagram ke dalam model matematik 2. Menjelaskan ide dan situasi matematika secara tulisan

Maka penelitian yang akan diteliti disini adalah kemampuan siswa untuk menyatakan grafik atau diagram atau situasi menjadi bahasa atau model matematika, menyatakan gambar, menjelaskan atau menuliskan suatu ide penyelesaian dari sebuah masalah, kemampuan siswa untuk menuliskan relasi matematika, dan kemampuan siswa untuk menjelaskan situasi matematika.

37Akhmad Jazuli, “Berfikir Kreatif dalam Kemampuan Komunikasi Matematika”,

Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009, h. 219, tidak dipublikasikan

38

NCTM, Principles and Standart for School Mathematics, (United States: Library of Congress Cataloguing, 2000).h. 60


(38)

3. Model Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika 3.1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa.39 Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan system pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). 40

Pembelajaran kooperatif memiliki dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif dan komponen struktur kooperatif. 41 Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pada pembelajaran ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.

Ada empat unsur penting yang harus dipenuhi dalam pembelajaran model kooperatif. Empat unsur itu adalah : 42

1. Adanya peserta dalam kelompok

Peserta yang dimaksud adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam kelompok belajar. Pengelompokkan siswa dapat dilakukan dengan mengelompokkan siswa berdasarkan minat dan bakat, latar belakang

39

David A. Jacobsen, Paul Eggen, dan Donald Kauchak, Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan

Belajar Siswa TK-SMA (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), h. 230

40

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. ke-9, h. 242

41

Ibid., h. 243 42


(39)

kemampuan, atau berdasarkan campuran antara minat dan bakat dan latar belakang kemampuan.

2. Adanya aturan kelompok

Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat. Misalnya pembagian tugas dalam kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan sebagainya.

3. Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok

Upaya belajar maksudnya adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan yang mereka miliki atau meningkatkan kemampuan baru, baik dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Aktivitas ini dilakukan dalam kelompok sehingga antar peserta bisa saling bertukar pikiran.

4. Adanya tujuan yang harus dicapai

Tujuan yang dimaksud disini adalah untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.

Dari uraian di atas, maka pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara berkelompok dengan anggota kelompok yang heterogen yang menciptakan suasana kerjasama antar kelompok, membuat siswa saling bertukar pikiran dan mengajarkan siswa untuk menghasilkan ide dari masing-masing individu.

3.2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada konsep kerja sama. Untuk itu pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran dilakukan dengan membuat kelompok-kelompok. Adanya kelompok, bukan berarti hanya satu orang yang aktif dalam kelompok tersebut, namun harus seluruh anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam kelompok, karena setiap anggota kelompok wajib


(40)

bertanggungjawab atas hasil diskusi kelompok. Terdapat lima prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu : 43

1. Prinsip Ketergantungan Positif (positive interdependence)

Pada pembelajaran kooperatif, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat bergantung pada usaha setiap anggota kelompok. Setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa penyelesaian tugas ditentukan oleh kinerja setiap masing-masing anggota. Terciptanya kelompok kerja yang efektif dikarenakan setiap anggota kelompok membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya dan disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan jika ada anggota yang tidak bias menyelesaikannya. Maka dari itu, anggota yang dapat menyelesaikannya, diharapkan dapat membantu anggota lain yang tidak bias megerjakan agar terjadi kerjasama yang baik pada masing-masing anggota.

2. Tanggung Jawab Perseorangan(individual accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip pertama. Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, untuk itu setiap kelompok harus memiliki tanggung jawab yang sesuai dengan tugasnya. Masing-masing anggota harus berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk kelompoknya. Tidak ada anggota yang berpangku tangan kepada anggota lainnya.

3. Interaksi Tatap Muka(face to face promotion interaction)

Kooperatif memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk berinteraksi secara langsung agar setiap anggota bias saling membagi ide, informasi, dan saling memberikan pembelajaran. Interaksi tatap muka memungkinkan setiap anggota untuk berbagi pengalaman yang berharga untuk bekerjasama, menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan

43

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 212


(41)

mengisi kekurangan pada masing-masing anggota. Agar terjadi interaksi yang baik, kelompok belajar kooperatif seharusnya dikelompokkan secara heterogen, baik dari budaya yang berbeda, latar belakang social yang berbeda, dan kemampuan akademik yang berbeda.

4. Partisipasi dan Komunikasi (participation communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini akan bermanfaat untuk kehidupan mereka sehari-hari. oleh karena itu, diharapkan guru dapat mengajarkan siswa dengan kemampuan komunikasi. Tidak semua siswa mempunyai kemampuan komunikasi, misalnya kemampuan berbicara dan mendengarkan. Maka dari itu guru diharapkan memberikan arahan terlebih dahulu agar siswa dapat melakukan partisipasi dan komunikasi. Misalnya, cara menyanggah pendapat orang lain dengan santun, tidak memojokkan, cara menyatakan ketidaksetujuan, dan cara menyampaikan pendapat atau ide-ide dengan baik.

5. Evaluasi Proses kelompok

Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

3.3. Macam-Macam Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki prinsip dasar yang tidak pernah berubah dan pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi untuk memudahkan guru memilih strategi yang tepat untuk pembelajaran yang akan dilakukan. Dari beberapa macam variasi yang ada, peneliti mengambil beberapa variasi dari pembelajaran kooperatif, diantaranya:


(42)

1. Numbered Heads Together

Pada model pembelajaran ini, siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok yang secara acak guru akan memanggil nomor dari siswa.

2. Cooperatif Script

Pada model ini siswa bekerja berpasangan dan secara lisan bergantian merangkum intisari dari materi yang dipelajari.

3. Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Pada model pembelajaran ini siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan kepada anggota lain sampai mengerti.

4. Quick on The Draw

Pada metode ini siswa beradu cepat untuk mengambil kartu-kartu yang sudah berisi soal, jika kartu pada meja sudah habis maka kelompok tersebut dijadikan pemenangnya.

3.4. Metode Quick On The Draw

Quick on The Draw adalah sebuah metode yang merupakan sebuah aktivitas riset dengan insentif bawaan untuk kerja tim dan kecepatan. 44Quick on The Draw adalah suatu pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas dan kerjasama siswa dalam mencari, menjawab dan melaporkan informasi dari berbagai sumber dalam sebuah suasana permainan yang mengarah pada pacuan kelompok melalui aktivitas kerja tim dan kecepatannya. Pada pembelajaran ini siswa akan diberikan kartu yang berisi pertanyaan, kemudian siswa menjelaskan cara menyelesaikan pertanyaan yang terdapat pada kartu dengan penjelasan yang mereka pahami. Pembelajaran ini akan mengajarkan siswa untuk membuat tahapan dan solusi dalam menyelesaikan soal sesuai dengan konsep yang mereka pahami.

44


(43)

Quick on The Draw pertama kali dikenalkan oleh Paul Ginnis yang menginginkan agar siswa bekerja sama secara kooperatif pada kelompok-kelompok kecil dengan tujuan untuk menjadi kelompok pertama yang menyelesaikan satu set pertanyaan. Dalam tipe ini siswa dirancang untuk melakukan aktivitas berpikir, kemandirian, fun, saling ketergantungan, multi sensasi, artikulasi dan kecerdasan emosional. Elemen yang ada dalam aktivitas ini adalah kerja kelompok, membaca, bergerak, berbicara, menulis, mendengarkan, melihat dan kerja individu.45

3.5. Langkah-Langkah Metode Quick On The Draw

Sintak pembelajaran kooperatif tipe Quick on The Draw terdiri dari 7 langkah, yaitu:46

(1) Menyiapkan satu tumpukan kartu soal, misalnya delapan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dibahas. Tiap kartu memiliki satu soal. Tiap kelompok memiliki satu tumpukan kartu soal yang sama, tiap tumpukan kartu soal memiliki warna berbeda. Misalnya, kelompok satu warna merah, kelompok dua warna biru dan seterusnya. Letakkan set kartu tersebut di atas meja.

(2) Membagi siswa ke dalam kelompok, tiap kelompok terdiri dari lima sampai enam orang, dalam satu kelompok masing-masing anggota diberikan nomor dari 1-6. Masing-masing kelompok menentukan warna tumpukan kartu yang disediakan sehingga mereka dapat mengenali tumpukan kartu soal mereka di meja guru.

(3) Memberi tiap kelompok bahan materi yang sudah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

(4) Menyampaikan aturan permainan.

45

Ibid. 46


(44)

a) Pada kata „mulai’, anggota bernomor satu dari tiap kelompok lari ke meja guru, mengambil pertanyaan pertama menurut warna mereka dan kembali membawanya ke kelompok.

b) Dengan menggunakan materi sumber, kelompok tersebut mencari dan menulis jawaban di lembar kertas terpisah.

c) Jawaban dibawa kegurunya oleh anggota bernomor dua. Guru memeriksa jawaban, jika ada jawaban yang tidak akurat atau tidak lengkap, maka guru menyuruh siswa kembali ke kelompok dan mencoba lagi. Jika jawaban akurat dan lengkap anggota bernomor satu kembali ke kelompok dan menyatakan bahwa dia telah berhasil menyelesaikan satu soal.

d) Pertanyaan kedua dari tumpukan warna kembali diambil oleh anggota bernomor dua dan seterusnya. Tiap anggota dari kelompok harus berlari bergantian.

e) Saat satu siswa dari kelompok sedang "berlari" anggota lainnya membaca dan memahami sumber bacaan, sehingga mereka dapat menjawab pertanyaan nantinya dengan lebih efesien.

f) Kelompok pertama yang menjawab semua pertanyaan dinyatakan sebagai pemenang.

(5) Guru kemudian membahas semua pertanyaan dengan cara menunjuk salah satu kelompok untuk menyampaikan jawaban dari kartu soal bernomor satu yang telah mereka jawab saat permainan, kemudian menunjuk salah satu kelompok lainnya untuk menyampaikan jawaban dari kartu soal benomor dua dan seterusnya.

(6) Guru bersama siswa membuat kesimpulan.

(7) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang dinyatakan menang dalam permainan.


(45)

Metode ini dapat diaplikasikan dalam pembelajaran Matematika dengan mengisi tiap kartu sebuah langkah dalam suatu rangkaian yang mengarah ke penyelesaian sebuah tugas yang lebih kompleks. Ini melatih siswa untuk mengecek bahwa tiap tahap dari suatu proses yang dikerjakan telah benar sebelum siswa bergerak pada tahap selanjutnya.47

3.6. Kelebihan dan Kekurangan Quick On The Draw

Menurut Ginnis Quick on The Draw memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan, antara lain adalah :48

(1) Aktivitas ini mendorong kerja kelompok, semakin efesien kerja kelompok, semakin cepat kemajuannya. Kelompok dapat belajar bahwa pembagian tugas lebih produktif daripada menduplikasi tugas.

(2) Memberikan pengalaman mengenai macam-macam keterampilan membaca yang di dorong oleh kecepatan aktivitas, ditambah belajar mandiri, membaca pertanyaan dengan hati-hati, menjawab pertanyaan dengan tepat, membedakan materi yang penting dan tidak.

(3) Membantu siswa membiasakan diri untuk belajar pada sumber, tidak hanya pada guru.

(4) Sesuai bagi siswa dengan karakteristik yang tidak dapat duduk diam. Sedangkan kelemahan dari quick on the draw, yaitu :49

(1) Saat kerja kelompok, siswa akan mengalami keributan jika pengelolaan kelas kurang baik.

(2) Guru sulit untuk memantau aktivitas siswa dalam kelompok.

47

Ginnis. Ibid., h. 164 48

Ibid. 49


(46)

B. Kajian Hasil Penelitian Relevan

Pembelajaran kooperatif model Quick On The Draw telah diteliti oleh: 1. Reiza Kusumowardhany (2013) dengan judul Pengaruh Aktifitas Quick On

The Draw Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Komunikasi Siswa (Studi Eksperimen Mata Pelajaran Geografi Pada Pokok Bahasan Dinamika Perubahan Hidrosfer Kelas X di SMA Negeri 1 Caringin Kabupaten Bogor). Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen pada siswa SMA Negeri 1 Caringin Kabupaten Bogor. Pada penelitian ini kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada siswa yang tidak diberi perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kelas eksperimen selama tiga kali pertemuan, yaitu 80,77 sedangkan pada kelas control rata-rata yang didapat adalah 67,23.

2. Rezi Ariawan (2013) meneliti metode Quick On The Draw dengan judul Penerapan Pendekatan Pembelajaran Visual Thinging Disertai Aktivitas Quick On The Draw Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa metode Quick On The Draw dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi siswa. Hal ini didasarkan pada perolehan rata-rata pada kelas yang diberi perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelas yang tidak diberi perlakuan.

3. Fitrina Marici, Husna, dan Anna Cesaria meneliti metode Quick On The Draw dengan judul “Pengaruh Penerapan Teknik Quick On The Draw Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VII SMPN 1 Lengayang Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajarkan dengan metode Quick On The Draw lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan metode konvensional. Dapat dilihat dari hasil nilai tertinggi pada kelas eksperimen yaitu 96 dan hasil tertinggi nilai pada kelas


(47)

kontrol 93, hal ini menunjukkan bahwa metode ini dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

C. Kerangka Berfikir

Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan untuk menyatakan suatu ide matematika melalui tulisan, bahasa, gambar, grafik dan bentuk-bentuk visual lainnya, sehingga mampu memberikan suatu argumentasi untuk pemecahan suatu masalah. Kemampuan komunikasi matematis siswa pada umumnya masih rendah, sehingga mereka sulit saat mengerjakan soal cerita. Untuk itu pembelajaran matematika sebaiknya mengarahkan siswa untuk mengasah kemampuan komunikasi mereka agar tidak kesulitan dalam membaca grafik atau memahami soal cerita.

Pembelajaran matematika juga dinilai membosankan bagi siswa. Untuk mengubah pandangan tersebut, maka pembelajaran Matematika dapat diubah menjadi pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan teknik Quick On The Draw. Pada metode ini siswa diajak untuk belajar secara berkelompok, aktif, dan sistematis. Pembelajaran ini dapat mengajarkan siswa untuk lebih mudah dalam berkomunikasi matematis dengan mengungkapkan ide-ide yang mereka pahami dari soal yang diberikan. Metode ini juga membimbing siswa untuk menyelesaikan soal matematika secara sistematis karena soal yang diberikan merupakan tahapan-tahapan dari suatu penyelesaian. Mereka juga akan belajar menemukan sendiri konsep matematika karena guru memberikan bahan ajar berupa rangkuman sehingga mereka akan menggali sendiri pemahaman mereka. Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat melalui peta konsep berikut.


(48)

Gambar 2.1

Peta Konsep Kemampuan Komunikasi Siswa

Maksud dari peta konsep diatas ialah kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa yang dapat dilihat dari hasil tes soal komunikasi pada siswa kelas 8. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, peneliti mencoba mengganti pembelajaran dari metode ekspositori menjadi kooperatif dengan tipe Quick on The Draw. Dengan pembelajaran Quick on The Draw siswa dilatih untuk dapat menyelesaikan duatu masalah dengan pemahaman yang mereka miliki dan mengkomunikasikannya dengan bahasa sendiri sehingga mereka memahami maksud soal dan dapat menjelaskan kepada orang lain.

Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Quick On The Draw

Kemampuan Komunikasi Siswa

Kemampuan Komunikasi Siswa Meningkat

Kurangnya Kemampuan Komunikasi Matematis


(49)

D. Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini adalah “Kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode Quick On The Draw lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode ekspositori.”


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah SMP PGRI 35 SERPONG yang dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 pada bulan Januari 2015. Penelitian ini dimulai pada tanggal 12 Januari 2015. Penelitian ini dilakukan sebanyak lima kali pertemuan. Dalam satu minggu terdapat dua kali pertemuan untuk masing-masing kelas. Penelitian ini selesai pada tanggal 30 Januari 2015.

B. Metode dan Disain Penelitian

Pada penelitian ini terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode Quick on The Draw sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi. Kelas eksperimen pada penelitian ini menggunakan metode Quick on The Draw sedangkan kelas kontrol menggunakan metode ekspositori.

Metode penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah metode quasi eksperimen. Penelitian quasi eksperimen adalah metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Jenis penelitian ini hampir mirip dengan jenis penelitian eksperimen klasik, namun lebih membantu peneliti untuk melihat hubungan kausal dari berbagai macam situasi yang ada.1 Tujuan quasi eksperimen adalah untuk memprediksi keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya, tetapi tidak ada pengontrolan atau manipulasi teradap seluruh variabel yang relevan. 2

Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah Two Group Post Test Only Design. Two Group Post Test Only Design serupa dengan penelitian static group comparison, namun pada static group comparison tidak diperlukan

1

Bambang dan Lina, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.162. 2

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. ke 1, h. 74


(51)

pemilihan anggota secara acak, sedangkan pada penelitian ini pemilihan anggota dilakukan secara acak.3

C. Populasi dan Sampel

Populasi menurut kamus riset karangan Drs. Komarudin adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel.4 Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP PGRI 35 Serpong pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.

Sampling atau sampel berarti contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian5. Pada penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Kelompok eksperimen, yaitu kelompok siswa yang mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran dengan metode Quick On The Draw. b. Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapatkan perlakuan

berupa pembelajaran dengan metode ekspositori.

Dari seluruh siswa di SMP PGRI 35 Serpong, maka peneliti mengambil dua kelas secara acak untuk dijadikan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Teknik cluster random sampling adalah teknik penarikan sampel dari beberapa kelompok. Jika dalam satu sekolah terdapat 10 kelas yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3, maka sampel yang diambil adalah sampel yang bersifat homogen, yaitu kelas satu saja, atau kelas dua saja, atau kelas tiga saja.

D. Desain Penelitian

Desain yang dipakai peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah Posttest Only (Two Randomized Subject Posttest Only). Dalam penelitian ini perlakuan hanya diberikan pada kelompok eksperimen, setelah itu kedua kelompok diukur variable terikatnya. Desain penelitian secara sederhana dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

3

Bambang dan Lina, loc.cit. 4

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara. 1995), h.53 5


(52)

Tabel 3.1 Desain Penelitian6

Kelompok Perlakuan Posttest

( R ) – E X O

( R ) – K - O

R = pemilihan subjek secara acak E = kelas eksperimen

K = kelas control

X = perlakuan peneliti dengan menggunakan metode Quick On The Draw O = tes akhir

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah berupa pemberian tes essay yang terdiri dari 10 soal sebelum divalidasi dengan bentuk soal yang sama. Setelah diuji validitas, terdapat 2 soal yang tidak valid, maka saat pengujian post test soal yang diberikan hanya 8 soal. Soal yang diberikan sesuai dengan indikator yang dipilih oleh peneliti yaitu indikator kemampuan komunikasi matematika.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipakai peneliti untuk penelitian ini adalah berupa soal essay yang akan dikerjakan oleh setiap kelas baik yang diberi perlakuan atau pun yang tidak diberi perlakuan untuk melihat apakah metode Quick On The Draw berpengaruh pada kemampuan komunikasi matematis siswa. Indikator yang akan dicapai dalam instrumen ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

6

M. Toha Anggoro, dkk., Metode Penelitian, Edisi 2, modul 3, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), cet. 5


(53)

Tabel 3.2 Indikator Soal

Indikator Komunikasi Indikator Instrumen Tes Kemampuan

Komunikasi Matematis Nomor Soal

Menyatakan situasi, gambar, atau diagram ke dalam model matematik.

Siswa dapat menerapkan konsep fungsi dalam menyatakan situasi matematis ke dalam model matematis

1, 2 Siswa dapat menentukan rumus fungsi dari

situasi yang diketahui 5, 8

Siswa dapat membuat pasangan berurutan

dari situasi yang diketahui 10

Menjelaskan ide dan situasi matematika secara tulisan.

Siswa dapat menjelaskan fungsi dan bukan

fungsi dari situasi matematis 3, 4

Siswa dapat menjelaskan situasi matematis

menggunakan diagram dan grafik 6,7, 9

Jumlah 10 soal

Tabel 3.37 Pedoman Penskoran

Skor Rubrik Penilaian

4 Jawaban pada hasil akhir tepat, konsep yang digunakan untuk menyelesaikan soal tepat

3

Jawaban secara umum benar, tetapi hanya terdapat sedikit kesalahan pada hasil akhir penyelesaian, dan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan soal sebagian besar tepat

2 Jawaban kurang tepat, terdapat banyak kesalahan perhitungan dan konsep yang digunakan kurang lengkap

1 Memberikan jawaban, tetapi jawaban yang diberikan salah, konsep yang digunakan sangat terbatas

0 Tidak ada respon/jawaban

Sebelum memberikan tes, instrumen ini harus diuji coba terlebih dahulu untuk menentukan validitas dan reliabilitasnya. Selain untuk menentukan validitas dan reliabilitas instrumen, instrumen ini juga harus diuji tingkat kesukaran dan daya pembedanya.

7

Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Open-ended untuk Meningkatkan

Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP”, Algoritma Jurnal Matematika


(54)

G. Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu derajat ketetapan intrumen, maksudnya apakah instrument yang digunakan betul-betul tepat untuk mengukur apa yang akan diukur. 8

Uji validitas digunakan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur.9Adapun uji validitas yang digunakan untuk mengukur validitas butir soal atau validitas item tes dalam penelitian ini yaitu korelasi product moment dengan angka kasar.10

√{ }{ }

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara variable X dan Y

X = Skor butir soal Y = Skor total

N = banyaknya siswa

Setelah diperoleh harga , dilakukan pengujian validitas dengan membandingkan harga dengan . Harga dapat diperoleh dengan terlebih dahulu menetapkan derajat kebebasannya menggunakan rumus df = n – 2

pada taraf signifikansi α = 0.05

Kriteria Pengujiannya:

Jika , maka soal tersebut valid Jika < , maka soal tersebut tidak valid

Setelah dilakukan pengujian validitas pada siswa kelas IX, terdapat 2 soal yang tidak valid karena r XY < r tabel sehingga soal ini tidak tidak valid dan tidak dipakai dalam pengujian post test. Hasil pengujian dapat dilihat dari tabel berikut

8

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. ke 1, h. 245

9

Dr. Husein Umar, S.E., MBA, M.M, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), cet ke-2, h,59

10

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet. ke 1, h.87


(55)

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Butir Soal

Nomor Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

r hitung 0.301 0.295 0.591 0.531 0.399 0.860 0.813 0.826 0.613 0.711

r tabel 0.339 0.339 0.339 0.339 0.339 0.339 0.339 0.339 0.339 0.339

Keterangan tidak

valid

tidak valid

Valid valid valid valid valid valid valid valid

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran.11 Suatu instumen dikatakan reliable jika selalu memberikan hasil yang sama jika diujikan pada kelompok yang sama pada waktu yang berbeda. 12Uji reliabilitas ini untuk menunjukkan apakah soal yang akan diberikan dapat memberikan hasil yang sama ketika soal diberikan pada kelompok yang sama dengan waktu dan situasi yang berbeda. Uji reliabilitas yang digunakan untuk alternatif jawaban yang lebih dari dua (uraian) adalah

menggunakan uji Cronbach’s Alpha. Rumus Cronbach Alpha sebagai berikut:13

dengan

Keterangan:

= Nilai reliabilitas instrumen

n = Banyak item pertanyaan

∑ = Jumlah varians butir = Varians total

= Skor tiap soal = Banyaknya siswa

11

Umar. op.cit. h.58 12

Zainal Arifin, op.cit, h. 248 13


(1)

Lembar Uji Referensi

Nama : Venny Melvina NIM : 1110017000062

Jur/Fak : Pendidikan Matematika/Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Quick on The Draw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe match mine terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa (quasi eksperimen di SMP Islam al-azhar)

11 106 89

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE QUICK ON THE DRAW (QD) PADA MATERI KESEBANGUNAN BAGI SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 2 PANCUR BATU.

2 8 21

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI PENERAPAN AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF.

0 0 62

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN VISUAL THINKING DISERTAI AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

2 6 77

PEMBELAJARAN QUICK ON THE DRAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN HABITS OF MIND SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kota Tangerang.

4 9 48

PENERAPAN AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW DALAM TATANAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

1 3 62

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PESISIR TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP | Karya Tulis Ilmiah

0 0 11

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PESISIR TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

0 0 6