PEMBINAAN PENGRAJIN DALAM UPAYA PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF TENUN IKAT GEDOGAN: Studi Kasus Di Sukarara Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat.

PEMBFNAAN PENGRAJIN DALAM UPAYA

PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN
DESAIN MOTIF TENUN IKAT GEDOGAN

(Studi Kasus Di Sukarara Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat)
Tesis

Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis Pada Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian
Syarat Memperoieh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Konsentrasi Pelatihan

Oleh:

I Wayan Winantra
MM 989523

PROGRAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2000

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan
"PEMBINAAN

PENGRAJIN

DALAM

UPAYA PELESTARIAN

judul
DAN

PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF TENUN IKAT GEDOGAN" (Studi Kasus


Di Sukarara Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat), beserta seluruh isinya adalah
benar-benar karya saya sendiri. Dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan ciri-ciri yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan

kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan

dan karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2000
Yang Membuat Pernyataan

\JJ7 ,f

WAYAN WINANTRA
NIM. 989523

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING


PROF. DR. H. ISHAK ABDULHAK

Pembimbing I

W'l.
PROF. DR. RUSLI LUTAN

Pembimbing II

in

ABSTRAK

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini ialah usaha pelestarian dan

pengembangan desain motif tenun ikat gedogan melalui pembinaan yang
dilakukan kepada pengrajin di perusahaan tenun dan pengrajin yang dibina pada
keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pembinaan keterampilan
pengrajin yang dilakukan melalui proses pembelajaran keterampilan dalam

magang. Dengan demikian pengrajin yang memiliki keterampilan ini bertambah
banyak dan pengkaderan terhadap warisan budaya yang mengandung nilai-nilai
yang luhur dapat dilestarikan pada generasi berikutnya.
Penelitian ini didukung oleh teori humanisme yang dalam
pembelajarannya memberikan pengalaman belajar yang dirasakan manfaatnya,
dan teori lain yang berhubungan dengan proses pembelajaran keterampilan dalam
magang pada pendidikan luar sekolah.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode
kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara, studi
kepustakaan dan studi dokumentasi serta foto kegiatan di lapangan. Subyek
penelitian sebanyak enam orang pengrajin serta informan lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan usaha pertenunan tradisional. Data yang
dikumpulkan berkenaan dengan: pertama, data tentang proses pembelajaran pada

lokasi magang tempat kerja, atau latihan. kedua, dampak pembinaan pada
peningkatan keterampilan, ketiga data tentang faktor-faktor yang mendukung dan
menghambat upaya pembinaan pengrajin dalam pengembangan desain motif
Hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut: pertama, proses
pembelajaran keterampilan di lokasi magang tempat kerja atau latihan,

berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan magang, yaitu pengarajin
yang dibina dengan melibatkan pengrajin yang telah terampil/ahli sebagai nara
sumber untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan nilai-nilai seni dan
budaya dalam membuat desain motif. Tahapan proses pembelajaran keterampilan
pada pembuatan desain motiftenun ikatgedogan biasa melalui lima tahapan yaitu
ngompoq-ompoq (memintal benang), «ga«e(merapikan benang lungsi), isiq suri
(memasukkan benang ke dalam sisir atau suri), menggulung dan membuat desain
motif. Pembuatan desain motif pada tenun ikat gedogan yaitu memintal benang,
melangkah (pembeberan benang lungsi), menggambar pola motif pada benang
lungsi, mengikat dan proses pencelupan. Kedua, dampak pembinaan terhadap
pengrajin adalah peningkatan keterampilan pada tahapan kegiatan pengembangan
desain motif, kemandirian. memperluas peluang berusaha dan kesejahteraan
pengrajin serta terjaminnya upaya pengkaderan. Ketiga, hal-hal yang mendukung
adanya lingkungan masyarakat yang memegang teguh adat dan tradisi menenun
serta dukungan dari berbagai pihak dalam mengembangkan tenun Sukarara.
Kepada praktisi di bidang pelatihan dan pendidikan luar sekolah, hedaknya
memilih program pelatihan dengan metode yang tepat sesuai dengan tujuan
program yang ingin dilatih atau dikembangkan dalam proses pembelajaran. Bagi
para perencana pedidikan luar sekolah di lapangan agar menindaklanjuti
pembinaan yang telahdilakukan sesuai dengan tradisi yang ada di masyarakat.

iv

DAFTAR ISI
Halaman

PERNYATAAN

U

LEMBARAN PERSETUJUAN

iii

ABSTRAK

iv

KATAPENGANTAR

v


UCAPAN TERIMA KASIH

vii

DAFTARISI

x

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv


BAB

I

BAB II

PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang Masalah

1

B.

Identifikasi Permasalahan

7


C.

Perumusan Masalah dan Fokus Penelitian

9

D.
E.
F.
G.

Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
Definisi Operasional
Kerangka Penelitian

10
10
11

17

LANDASAN TEORETIS

20

A. Proses Pembelajaran Keterampilan

20

1. Proses Pembelajaran

20

2. Proses Pembelajaran Keterampilan

25

B. Magang
1. Tujuan Magang


2. Pembelajaran Keterampilan dalam Magang
3. Kedudukan Magang dengan Pelatihan dan PLS
C. Pembinaan Keterampilan Pengrajin dalam Magang
1. Pembinaan Pengrajin
2. Peningkatan Perilaku Baru Pengrajin
3. Prosedur Pembinaan Pengrajin
4. Faktor Penghambat dan Pendukung Pembinaan
Pengrajin
x

28
28
30

35
40
40
42
44
47

BAB III

BAB IV

D. Pelestarian dan Pengembangan Budaya Tenun Tradisional ...

48

PROSEDUR PENELITIAN

54

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

54

B.
C.
D.
E.
F.

56
58
59
64
66

Alat Pengumpul Data/7 Instrumen Penelitian
Subyek Penelitian
Teknik Pengumpulan Data

Tahap-Tahap Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

HASIL PENELITIAN

70

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

70

1. Keadaan Umum dan Data Kependudukan Desa Sukarara
dan Desa Puyung
2. Keadaan Umum Kerajinan Tenun Tradisional Sukarara...
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subyek Penelitian
2. Proses Pembelajaran Keterampilan Pengrajin dalam
Pengembangan Desain Motif Tenun Ikat Gedogan
3. Dampak Pembinaan Pengrajin dalam pelestarian
dan Pengembangan Desain Motif Tenun Ikat Gedogan ...
4. Faktor-faktor Penunjang dan Penghambat dalam
Pembinaan Terhadap Pengrajin
C. Pembahasan

70
78
83
83

98

114
124
129

1. Pembinaan Pengraj in pada Proses Pembelajaran
Keterampilan Mengembangkan Desain Motif Tenun
IkatGedogan
130
2. Dampak Pembinaan terhadap Pengrajin dalam Pelestarian
Dan Pengembangan Desain Motif Tenun Ikat Gedogan ... 136
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Upaya

BAB

V

Pembinaan Pengrajin

141

D. Temuan Hasil Penelitian

142

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

146

A. Kesimpulan

146

B.

148

Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

152

LAMPIRAN

156

XI

DAFTAR

TABEL

Tabel

Halaman

4. 1. BATASWILAYAH DESA SUKARARA

70

3. 2. KEADAAN PENDUDUK DESA SUKARARA MENURUT
GOLONGAN USIA DAN JEMS KELAMTN
TAHUN 1999/2000

72

4. 3. TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK DESA SUKARARA

TAHUN 1999/2000

72

4.4. BATAS WILAYAH DESA PUYUNG

75

4.5. KEADAAN PENDUDUK DESA PUYUNG TAHUN 1999/2000 ...

76

4. 6. KUALITAS ANGKATAN KERJA DESA PUYUNG MENURUT
TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN 1999/2000

77

Xll

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.1

4.1.

Halaman

BAGAN LATIHAN KETERAMPILAN PADA PENELITIAN
PEMBINAAN PENGRAJIN DALAM UPAYA

PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF
TENUN IKAT GEDOGAN SUKARARA

18

PETA WILA YAH DESA SUKARARA DAN DESA PUYUNG
TEMPAT LOKASI PENELITIAN

82

Xlll

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

halaman

01.

Instrumen Penelitian

02.

Foto Kegiatan Pengrajin pada TempatKerjadalam Magang
dan Inventarisasi Desain Motif Tenun Ikat Gedogan

03.

04

157

Sukarara

168

Surat Rekomendasi dan Ijin Penelitian serta
Surat Keterangan Selesai Penelitian

183

Daftar Riwayat Hidup

188

XIV

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangannya, kerajinan tenun merupakan bagian dari

peradaban masyarakat dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan gunamelindungi

anggota tubuh atau badan dari unsur lingkungan alam seperti panas atau dingin,
disamping untuk memenuhi unsur estetika dan norma yang berlaku dalam

masyarakat. Karena itu, usaha membuat kain pada awalnya masih sangat
sederhana dari bahan-bahan yang tersedia dan mudah diperoleh dari lingkungan
sekitarnya. Usaha membuat kain itu terus berkembang dari zaman kezaman,

sementara setiap daerah berusaha membuat dan mengembangkan desain yang
khas, sesuai dengan budaya daerahnya, dengan menggunakan peralatan yang
sederhana.

Pengaruh suatu daerah yang satu terhadap daerah lainnya, dalam
pengembangan kain tenun tidak lepas dari adanya hubungan antar daerah, melalui
kontak dagang atau kontak antara para penjaja barang tenunan kain tradisional.
Dengan demikian terjadi suasana saling mempengaruhi dalam aspek tertentu dari

kebudayaan manusia, yang mengakibatkan terjadinya perubahan budaya, namun

dilain pihak suatu daerah

berusaha mempertahankan adat dan istiadatnya,

disamping juga menerima pengaruh yang dianggap baik dari daerah lainnya. Kain
tenun tradisional Sukarara, hingga kini tetap digunakan dalam kegiatan adat

istiadat, seperti upacara perkawinan dan kegiatan ritual lainnya serta kehidupan

sehari-hari, sehingga kerajinan tenun ini dapat bertahan dan

bahkan

dikembangkan sesuai dengan kemajuan kain yang sejenis, sehingga dapat diterima
masyarakat luas.

Pengembangan kain tenun sebagai aspek budaya, selanjutnya berkembang
menjadi kegiatan yang bermotif ekonomi, sehingga menjadi

sumber mata

pencaharian.

Kerajinan tradisional seperti yang terdapat di Nusa Tenggara Barat,

khususnya di Lombok banyak dipengaruhi oleh latar belakang etnografis, seperti
lingkungan hidup, sejarah, sistem mata pencaharian, sistem kekerabatan, sistem

kemasyarakatan dan relegi. Hal ini wajar karena maksud pengrajin menciptakan

barang-barang adalah sebagai tanggapan terhadap tantangan lingkungannya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan masyarakatnya. Barang-barang yang
mereka buat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian peranan
kerajinan tradisional adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga
dan masyarakat serta melestarikan kebudayaan (Depdikbud, 1992 : hal. 351).
Pendapat tersebut menekankan bahwa pada mulanya usaha tenun ini

merupakan usaha

dalam sektor informal yang dilakukan

terbatas untuk

pemenuhan kebutuhan sendiri dan masyarakat di sekitarnya. Usaha ini merupakan

kerajinan tradisional sesuai dengan lingkungan dan latar belakang etnis itu berada,
sistem kekerabatan dan mata pencahariannya, serta sistem relegi pada
masyarakatnya.

Dalam sektor informal, banyak usaha industri kecil dapat dikembangkan,

termasuk industri kerajinan tradisional seperti tenun ikat gedogan Sukarara, sektor

ini akan dapat menampung tenaga kerja dan membuka lapangan kerja bagi
masyarakat sekitarnya. Dalam pembuatan kain tenun ikat gedogan, ada dua tahap

yang dilakukan yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap
persiapan, kegiatan ini adalah pembuatan desain motifatau ragam hias tenun dan

pembuatan pola serta penerapan polanya. Pada tahap pelaksanaan, yaitu menenun
kain dengan alat tenun dengan peralatan tenun berdasarkan desain motif atau
ragam hias yang telah dibuat.

Dalam perkembangannya, kain tenun ikat gedogan sangat pesat karena

adanya kegiatan pariwisata yang menarik para wisatawan untuk secara langsung
datang ke tempat usaha kerajinan tersebut, sehingga memacu pengrajin untuk

membuat desain-desain yang lebih diminati oleh konsumen. Pengembangan
dilakukan dengan membandingkan desainnya sendiri dengan desain daerah lain
yang jauh lebih maju. Dalam kegiatan menenun, masyarakat sekitar telah
menguasai keterampilan tersebut, akan tetapi untuk membuat desain motif kain

tenun ikat gedogan, tidak banyak orang yang mampu membuatnya, sehingga
hanya dikuasai oleh beberapa keluarga saja.

Untuk melatih keterampilan membuat desain motif kain tenun ikat gedogan
tidaklah mudah, karena memerlukan waktu dan ketelitian yang sangat tinggi, serta

ada hal-hal yang hams dipenuhi dalam proses pembuatan desain motifnya.

Latihan pembuatan desain motif tenun ikat gedogan, dilaksanakan langsung pada
pekerjaan sesungguknya. Kesabaran dan ketekunan sangat diharapkan, agar
nantinya dapat meniru serta kemudian dapat mengembangkan motifsesuai dengan
langkah-langkah yang harus dilakukan.

Pelestarian nilai-nilai budaya daerah, termasuk kain tenun ikat gedogan
yang memiliki ciri khas tersendiri. yang akan membedakan dengan ciri kain

daerah lain tetap dipertahankan. Hal ini dilaksanakan agar daerah memiliki jati

diri, dan mudah dikenali, dibandingkan dengan produk lainnya yang sejenis.
Sehubungan dengan hal tersebut, Oka A.Yoeti (1985, hal. 45) mengatakan bahwa,
pelestarian seni-seni tradisional dapat mendukung pengembangan wisata budaya

di Indonesia. Tetapi dilihat dari kepentingan bangsa, usaha pelestarian itu
bertujuan agar bangsa Indonesia tidak kehilangan ciri-ciri kebudayaan dalam
gejolak perlombaan teknologi untuk mencapai dan menggapai pembangunan yang
sedang digalakkan pemerintah. Pelestarian yang dimaksud adalah untuk

mempertahankan identitas, atau agar tidak kehilangan ciri-ciri budaya bangsa
Indonesia. Pendapat lain mengemukakan, bahwa kebudayaan merupakan cara
yang lazim untuk memecahkan suatu masalah , yang diwariskan dari suatu
generasi (Krech, dkk, 1962). Seperangkat cara diadopsi dan mungkin berbeda

pada generasi berikutnya (Rusli Lutan, 1986, hal. 208). Pelestarian dapat
dilaksanakan dengan pewarisan dan cara mengadopsi dari luar agar dapat
berkembang.

Pengembangan budava tradisional sangat diperlukan agar budaya yang
telah diwariskan dapat lebih bermanraat bagi kehidupan. Oka A. Yoeti (1985, hal.

47) mengatakan bahwa, meningkatkan kreativitas para seniman dan dapat
membawa perubahan sikap mental terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini berarti

bahwa seniman bukan sajadapat menekuni kebudayaan yanghidup dalam budaya
masyarakat, tetapi juga setiap saat ia dapat memperkaya kebudayaan tersebut

dengan penciptaan-penciptaan atau penemuan-penemuan baru. Upaya lain yang
tidak kalah pentingnya ialah usaha merintis penyesuaian dan keseimbangan nilai

keindahan yang telah ada dengan nilai-nilai baru, sehingga membuka peluang bagi
masyarakat untuk ikut menghormati hasil-hasil karya baru.

Pembinaan perilaku pengrajin melalui latihan keterampilan pengembangan
desain motif dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

sikap dalam upaya pelestarian dan pengembangan kain tenun ikat gedogan agar
dapat diwariskan dari generasi ke generarasi

berikutnya dengan tidak

menghilangkan ciri khas daerah masing-masing, serta mengembangkannya sesuai
dengan kemajuan dan tuntutan pasar yang ada. Perkembangan tersebut akan dapat

membantu menciptakan lapangan kerja. Dengan adanya lapangan kerja yang
tersedia, maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya
tenaga terampil atau terlatih dalam membuat desain motif, merupakan modal
dasar dalam upaya pelestarian disamping akan terjamin kemampuan mencetak

desain-desain motif yang lebih berkembang sesuai dengan permintaan pasar dan
peningkatan kualitas kain tenun ikat gedogan.

Menurut Asip Adipranata, dalam buku "Membela Mengangkat Tekstil
Tradisional" (1998: hal. 47) ada tiga mental negatif yang pengrajin kita, yaitu :

Pertama, budaya kerja keras belum tumbuh merata di semua etnik
Indonesia. Baru kasuistik. Yang kuat budaya kerjanya baru ada pada orang dan
etnik tertentu saja. Penyebabnya adalah pemanjaan alam dan lingkungan orang
tua. Alam yang subur dan lingkungan yang tidak terlalu menuntut, menyebabkan

pengrajin kita lembek budaya kerjanya.

Kedua, disiplin yang rendah. Mereka tampak berdisiplin kalau ada yang
mengawasi. Kalau dibiarkan tanpa pengawasan, mereka cendrung bekerja

seenaknya. Padahal, disiplin yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan produk

berkualitas dan tepat waktu, sesuai yang dibutuhkan oleh pelanggan global.
Ketika pasar global menghendaki datangnya produk yang berkualitas, dalam
jumlah yang relatif banyak , dengan variasi produk yang beragam, dan dalam

waktu yang tepat, seringkali pengrajin kita tidak dapat memenuhi pesanan itu.
Ketiga, adalah pendalaman keterampilan sampai pada tingkat juru ahli,

sampai pada terbentuknya pengrajin yang memiliki kemampuan tinggi
berdasarkan spesialisasi tertentu. Biasanya, keterampilan para pengrajin kita
sedang-sedang saja. Mereka juga dihinggapi oleh perasaan serba tahu dan serba

bisa. Padahal orang yang serba bisa disebut kuli, karena dijamin pasti ia tidak
memiliki keahlian yang mendalam.

Dari latar belakang inilah maka latihan pembuatan desain motif yang telah

diwariskan dan dilaksanakan akan memberikan perubahan sikap dan perilaku
seseorang melalui peningkatan keterampilan perajin dalam upaya melestarikan

dan mengembangkan

kain tenun tradisional dengan kreativitas para perajin.

Bagaimana upaya pembinaan yang dilakukan agar pengrajin terampil membuat

desain motif ini diangkat menjadi kajian penelitian yang berjudul "Pembinaan
Pengrajin dalam upaya Pelestarian dan Pengembangan Desain Motif Tenun

Ikat Gedogan : Studi Kasus di Sukarara Lombok Tengah Nusa Tenggara
Barat

B. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terungkap bahwa

upaya pembinaan terhadap industri kecil termasuk industri kerajinan tenun ikat,

kurang mendapat perhatian baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Dalam
keadaan ekonomi yang sulit sekarang ini,

industri kerajinan dapat bertahan

karena bahan dan peralatan yang digunakan sebagai bahan baku, tidak

menggunakan bahan yang langsung diimport dari luar negeri, sehingga biaya

produksi tidak bertambah. Dengan demikian produk kerajinan tenun ini dapat
bersaing dan harga jualnya menjadi kompetitif.

Ditinjau dari kemajuan produksi yang dicapai hasilnya masih belum

maksimal disebabkan oleh beberapa faktor seperti etos kerja yang masih rendah,
dan beberapa keterbatasan sepertijumlah pengrajin yang khusus membuat desain,
serta manajemen pemasaran. Dalam pengembangan desain motif tenun tradisional
masalah transfer keahlian atau keterampilan pengrajin masih belum memuaskan,
karena proses pengembangan desain itu memerlukan kreativitas, ketekunan,
ketelitian, dan apresiasi seni yang semuanya memerlukan waktu.

Pembuatan desain motif tenun ikat pada perusahaan tenun, dilakukan oleh
pengrajin

yang

khusus

mengerjakannya,

di

bawah

bimbingan

pengusaha/permagang, begitu juga halnya dalam pembuat desain motif yang
bekerja di rumah, yang dibimbing oleh anggota keluarga yang telah memiliki
keahlian dalam mengembangkan motif tersebut.

Peningkatan keterampilan

mengembangkan motif tertentu tersebut, tidak saja menyangkut hal skill, tapi juga

unsur-unsur pemahaman yang diperlukan memiliki hal lain yang menentukan,
antara lain

1. Bagaimanakah latar belakang pendidikan, status sosial ekonomi dan hubungan
dalam konteks kekerabatan antara para pengrajin yang dibina dengan
pelatih/permagang dalam pengembangan desain motif?

2. Bagaimanakah

proses

pembelajaran

keterampilan

pengrajin

dalam

pengembangan desain motif kain tenun ikat gedogan ditinjau dari beberapa
aspek;

a. Tujuan

program

pembelajaran,

karakteristik

pelatih/permagang,

metodologi pembelajaran, penilaian hasil kerja, dan sumber belajar yang
tersedia.

b. Respons pengrajin dan tempo belajar terhadap keterampilan dan desain
baru yang diajarkan.

c. Tahap-tahap pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan keterampilan
baru bagi pengrajin.

d. Suasana saling membelajarkan dalam pengembangan desain motif.
e. Suasana lingkungan (atmosfir) belajar dalam proses pembelajaran
keterampilan dalam pengembangan desain motif tenun gedogan.

3. Bagaimana hasil/ dampak

proses pembelajaran terhadap perilaku baru

pengrajinyangdibina dalam pengembangan desain motif, yang mencakup:
a. Peningkatan keterampilan dan kreativitas pengrajin.
b. Perluasan peluang yang lebih luas untuk berusaha.

c. Penularan keterampilan yang telah diperoleh kepada pengrajin yang belum
menguasai dalam pembuatan dan pengembangan desain motif tenun ikat
gedogan.

4. Faktor-faktor apakah yang menunjang dan menghambat dalam pembinaan
keterampilan pengrajin melalui magang dalam upaya pengembangan desain
motif tenun ikat gedogan ?

5. Desain motif kain tenun apa saja yang telah dilestarikan sesuai keterampilan
yang telah diwariskan secara turun-temurun ?

6. Jenis motif apa saja yang telah dikembangkan setelah mengikuti latihan
dalam pengembangan desain kain tenun ikat gedogan ?

C. Perumusan Masalah dan Fokus Penelitian

Identifikasi permasalahan yang telah diuraikan secara terinci di atas akan

dirumuskan ke dalam tiga rumusan pertanyaan masalah yang menjadi fokus
penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses pembelajaran keterampilan pengrajin dalam upaya
pelestanan dan pengembangan desain motif tenun ikat gedogan Sukarara 9
2. Bagaimanakah hasil/ dampak pembinaan terhadap peningkatan keterampilan

pengrajin dalam pengembangan desain motif tenun ikat gedogan ?

3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat apa saja yang ditemui dalam
pembinaan keterampilan pengrajin pada magang agar dapat mengembangkan
desain motif tenun ikat gedogan Sukarara ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini

maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
a. Mengungkapkan proses pembelajaran keterampilan kepada pengrajin

dalam upaya pembinaan melalui magang yang dilakukan untuk dapat
melestarian dan mengembangan desain motif

tenun ikat gedogan

Sukarara.

b. Mengungkapkan gambaran dampak perubahan perilaku baru terhadap
peningkatan keterampilan pengrajin melalui proses pembelajaran magang
dalam upaya pelestarian dan pengembangan desain motif tenun ikat
gedogan.

c. Mengungkapkan faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung
dalam pembinaan

keterampilan pengrajin dalam upaya pelestarian dan

pengembangan desain motif tenun ikat gedogan Sukarara.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
konseptual teoretis, maupun secara praktis di lapangan.

Secara teoretis hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pada

penyusunan konsep pembelajaran dalam rangka peningkatan sumber daya
manusia, memperkaya dan menunjang konsep pendidikan luar sekolah.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman

program pendidikan luar sekolah, khususnya manajemen kegiatan pendidikan luar

11

sekolah baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembinaan keterampilan.
Disamping itu, hasil penelitian ini bermanfaat untuk membina para pengrajin

dalam mengikuti latihan pembuatan desain motif kain tenun ikat gedogan.
Berdasarkan penjelasan tersebut

akan dapat meningkatkan pembinaan proses

pembelajaran keterampilan pengrajin belajar melalui magang, serta memberikan
bantuan, bimbingan dan pengawasan terhadap pengrajin untuk dapat melestarikan

dan mengembangkan budaya, termasuk kerajinan kain tradisional tenun gedogan
Sukarara.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga, maka akan dapat dikaji data terhadap
jenis-jenis motif kain tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun,

serta menghimpun desain motif tenun Sukarara yang telah dikembangkan.

F. Definisi Operasional

Untuk memperjelas arah penelitian dan pemahaman terhadap istilah yang

digunakan, maka perlu dijelaskan definisi operasional dari beberapa istilah yang
penting, sebagai berikut:
1. Pembinaan Pengrajin

Pembinaan ineliputi dua sub-fungsi, yaitu pengawasan (controlling,) dan

supervisi (suvervising). Pengawasan dan supervisi mempunyai kaitan erat antara
yang satu dengan yang lainnya, dan keduanya saling isi mengisi atau saling
melengkapi. Kedua sub fungsi ini memiliki persamaan dan perbedaan. Secara
umum, persamaan antara pengawasan dan supervisi ialah bahwa keduanya
merupakan bagian dari kegiatan pembinaan sebagai fungsi manajemen. Keduanya

12

dilakukan secara sengaja. Sasarannya adalah bawahan dan para pelaksana
program. Pengawasan dan supervisi merupakan kegiatan yang sistematis dan

berprogram. Pelaksanaannya memerlukan tenaga profesional (Sudjana, 1992,
hal. 158).

Dalam Modul Pembinaan Pemuda Produktif dengan Sistem Magang
Terstuktur yang disusun oleh BPKB Surabaya dijelaskan bahwa : "Pembinaan

adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan menciptakan pengetahuan,
keterampilan, kreativitas, memperkuat semangat belajar dan etos kerja untuk
mewujudkan kepribadian dan mandiri"( 1996/1997, hal.2).
Menurut Hendayat dan Wasty Soemanto (1986:43) bahwa "Pembinaan

adalah suatu kegiatan mempertahankan dan menyempumakan apa yang telah ada"
(Aliman, 1994, hal. 19).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil dijelaskan bahwa pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian
bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha tangguh dan mandiri (BN. Marbun,
SH, 1996, hal. 114).

Pembinaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembinaan dalam

proses pembelajaran keterampilan pengrajin agar dapat melestarikan

dan

mengembangkan desain motif tenun ikat gedogan melalui latihan dalam magang
dengan pengawasan dan supervisi yang dilakukan oleh pelatih atau permagang
agar mampu mempertahankan dan menyempumakan keterampilan tersebut

13

sehingga dapat melestarikan dan mengembangkan desain motif tenun ikat
gedogan .

Pembinaan pengrajin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha

yang dilakukan dalam latihan keterampilan kepada pengrajin, dengan memberikan

bimbingan, sehingga dapat mempertahankan dan menyempumakan desain motif
tenun Sukarara.

2. Pelestarian dan Pengembangan

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia menjelaskan pengertian pelestarian
adalah perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan ; pengawetan ; konservasi
(1994, hal. 588) sedangkan pengembangan adalah proses, cara, perbuatan
menjadikan lebih maju (baik, sempurna,dsb) (1994, hal. 437). Dalam buku

Manajemen Sumber Daya Manusia dijelaskan bahwa pengembangan biasanya
berkaitan

dengan

peningkatan

kemampuan-kemampuan

intelektual

atau

emosional yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik (Henry
Simamora,1997,hal. 345).

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

IV/MPR/ 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004

menggariskan melestarikan apresiasi

nilai-nilai kesenian dan kebudayaan

tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra kesenian untuk

merangsang berkembangnya kesenian nasional yang lebih kreatif dan inovatif,

sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional (GBHN 1999 , hal. 88).

14

Dari uraian yang terdapat GBHN tersebut, maka pelestarian tenun
tradisional harus terns diberdayakan sehingga dapat berkembang menjadi lebih
kreatif dan inovatif dalam penciptaan desain motif.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pelestarian dan pengembangan

adalah konservasi atau perlindungan dari kemusnahan warisan budaya yang ada
serta usaha membuat peningkatan keterampilan pengrajin agar dapat memajukan
warisan budaya tenun Sukararamenjadi lebih baik dan lebih sempurna.
3.

Desain Motif

Pengertian desain motif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan

bahwa desain adalah bentuk; rancangan;pola;corak (1994, hal. 227). Sedangkan
motif adalah corak hiasan yang indah pada kain (1994, hal. 666).

Sehubungan dengan desain motif tekstil tradisional, Ny. Hartini Hartarto

dalam buku "Membela dan Mengangkat Tekstil Tradisional" mengatakan bahwa
kekuatan dan keunggulannya terletak pada nilai simbolik dan ritualnya. Karena
pada zaman dulu kehidupan diwarnai oleh hal-hal yang bersifat simbolik dan
ritual. Mereka mengutamakan hal-hal yang bersifat simbolik dan ritual. Sebagai

simbolik segalanya ritual. Mereka menyampaikan sesuatu kepada orang lain pun
dengan cara simbolik. Termasuk berkaitan dengan tekstil. Mereka menampilkan

simbol-simbolnya di dalam desain tekstil. Simbol-simbol itu diekspresikan lewat

bentuk, motif dan pilihan warnanya. Pilihan bentuk, pilihan motif dan pilihan
wama tekstil tradisional disesuaikan dengan simbol yang hendak disampaikan. Ini
ternyata memiliki nilai estetika yang tinggi. Dan apa yang mereka ekspresikan

15

lewat simbol-simbol dalam pembuatan tekstil itu juga memiliki keunikan (M.W.
Hasyim, dkk, 1998, hal. 84-85).

Dengan demikian desain motif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kerangka rancangan atau pola corak hiasan yang indah pada kain tenun ikat

gedogan, sesuai dengan simbol-simbol dan ritual yang terdapat pada tekstil
tradisional Sukarara. Pembinaan pengrajin, setelah mengikuti latihan pembuatan
desain motif tenun ikat gedogan, sesuai dengan prosedur dalam modul Pedoman
Keterampilan Tenun Gedog / Tenun Ikat yang disusun oleh BPKB Surabaya

(1996/1997, hal. 16-21), mencakup ada lima prosedur agar dapat mengembangkan
desain motif tenun ikat gedogan, seperti berikut.
a. Pemintalan Benang

Benang tenun yang dijual di pasaran, umumnya digulung dalam bentuk

gulungan pilin, sehingga satuan benang yang digulung bisa putus di tengah atau
ada sebagian yang kusut. Agar pilinan benang tadi bisa diuraikan dan benang itu

tidak kusut, benang tersebut dipintal dengan menggunakan alat pintal untuk dapat
memudahkan pengecekan benang yang putus.
b. Pembeberan Lungsi

Benang yang sudah dipintal tersebut dijadikan lungsi, dengan cara ditata

membujur pada medangan yang telah disiapkan. Besar medangan disesuaikan
dengan kebutuhan. Misalnya untuk separai tempat tidur dengan ukuran 200x 240
cm , atau 120x220 cm. Medangan untuk selendang mempunyai ukuran 40x 200
cm, sedangkan untuk taplak meja, ukuran medangan 60x80 cm.

16

c. Penerapan Pola Ragam Hias / Motif

Benang

lungsi

yang

telah

dibeber

membujur

dengan

rapi

pada

medangannya, berikutnya digambar dengan spidol. Teknik menggambar adalah

sebagai berikut: letakkan karton pola ragam hias/motif di atas beberan benang
lungsi melalui lobang pola digambarkan pada benang lungsi tersebut dengan hatihati dan jangan sampai kotor.
d. Pengikatan Benang

Agar mendapatkan pola ragam hias / motif yang tidak berwama dalam

proses pencelupan, maka benang lungsi yang diharapkan tetap berwama putih
diikat menggunakan tali rafia. Jadi jajaran benang lungsi yang diharapkan tetap
berwama putih itulah yang diikat sebelum pencelupan warna.
e. Pencelupan Warna

Warna

yang

digunakan

untuk

pencelupan dalam

tenun

biasanya

menggunakan bahan pewama Remasol. Bahan pewama ini amat populer di
pasaran sehingga mudah dibeli. Pewama ini mempunyai ciri tahan gosokan dan
setelah difiksasi wamanya tidak luntur.

Pengrajin, setelah mengikuti latihan ini dan dapat membuat desain motif
tenun gedogan, perlu dibina sehingga benar-benar mahir dan dapat membuat

motif-motif yang baru sesuai dengan kemajuan kain tenun ikat dan perkembangan
tenun sejenis serta permintaan pasar yang ada, sehingga ia dapat melestarikan dan
mengembangkan tenun ikat gedogan.

4. Tenun Ikat Gedogan

Dalam Modul Pedoman Keterampilan Tenun Gedog/Tenun Ikat dijelaskan
pengertian istilah tenun ikat gedog sebagai berikut: tenun adalah anyaman benang

dengan sistem susup-menyusup antara lungsi dan pakan. Tenun ikat

adalah

proses pewamaan yang menggunakan ragam hias yang lebih bebas dan bervariasi.

17

Pewamaan benang lungsi dan benang pakan dipisahkan. Benang yang tidak diberi
warna diikat sewaktu pencelupan warnanya . Gedog adalah bunyi yang

dikeluarkan selama proses memenun

dengan bunyi "dog-deg-dog-deg"

(1996/1997, hal. 4).

Dalam Buku Pengrajin Tradisional Daerah Nusa Tenggara Barat dijelaskan
bahwa kegiatan kerajinan tenun dengan alat tradisional yang biasa disebut tenun

gedogan, dalam hal ini tidak hanya terdapat di desa Sukarara (Depdikbud, 1992,
hal.325).

Dengan demikian tenun ikat gedogan adalah anyaman benang dengan
sistem susup menyusup antara lungsi dan pakan yang dalam proses pewarnaannya
menggunakan ragam hias bebas, benang lungsi dan benang pakan dipisahkan,
sementara yang tidak diberi wama diikat pada proses pencelupan, yang disebut
gedogan karena pada waktu menenun tidak digunakan mesin, melainkan alat

tradisional yang mengeluarkan suara "dog-deg-dog-deg". Tenun ikat gedogan

tradisional dapat juga dilakukan tanpa melalui proses pencelupan, yaitu dengan
menggunakan benang yang telah berwama.

G. Kerangka Penelitian

Kerangka pemikiran yang akan dikemukakan, pertama, kerangka berfikir
pembinaan terhadap pengrajin dalam mengikuti latihan pembuatan desain motif

tenun ikat gedogan, sehingga ia dapat membuat desain motif

serta sedang

menjalani pembinaan dalam mengembangkan desain motif pada proses

pembelajaran keterampilan di tempat magang atau kerjanya. Kedua, tentang

18

asumsi teoretis mengenai pembinaan keterampilan pengrajin melalui magang
dalam melestarikan dan mengembangkan budaya.
l. Kerangka pembinaan dalam penelitian ini

Gambar bagan latihan dilihat dari komponen-komponennya, dikaitkan

dengan pembinaan keterampilan pengrajin dalam upaya pelestarian dan
pengembangan desain motif tenun ikat gedogan, ditinjau dari alur penelitian ini,
seperti terdapat dalam gambar berikut :
Gambar 1.1 :

BAGAN LATIHAN KETERAMPILAN PADA PENELITIAN

PEMBINAAN PENGRAJIN DALAM UPAYA PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN
DESAIN MOTIF TENUN IKAT GEDOGAN SUKARARA

Istrumenlal Input.
-Urutan materi pembuatan
desain motif.

-Bahan, sarana / peralatan
tenun ikat gedogan

-Pelatih/ permagang
L

te^^iwii^iiSRffiiEFiSiSB?5*5

i

DampakTerapcm:
Adanya desain

Throughput:
Raw Input:

Out Put:
Peserta terlatih

Proses latihan

Peserta

dalam

pembuatan desain

dari hasil

latihan/

membuat

motif tenun ikat

pengrajin

desain motif

gedogan

pengembangan
sesuai dengan ciri

tenun ikat

khas Sukarara

motif baru

gedogan

Enviromental input:
Other Input

Lingkungantempat
latihan.

Pembinaan

Sumber; Buku Panduan Pasilitator Latihan Metodologi untuk Pelatihan
Pembangunan Desa Terpadu (Depdagri, 1986, hal. 83).

19

2. Asumsi teoretis tentang pembinaan pengrajin dalam pelestarian dan
pengembangan budaya tenun Sukarara

Ada beberapa asumsi yang dikemukakan sesuai dengan penelitian yang
dijadikan kajian untuk mendukung secara teoretis antara lain :
a. Tujuan dari seluruh proses pelatihan ialah perilaku yang lebih efektif dari
seseorang dalam pekerjaan di dalam organisasi (Rolf P. Lynton, dkk. 1992,
hal. 67).

b. Keanekaragaman teknologi pembuatan dan desain tekstil tradisional kita, ini
merupakan kekuatan masyarakat kita, yang harus kita lestarikan dan
kembangkan seoptimal mungkin (M.W. Hasyim,dkk. 1998, hal. 89).

c. Peranan kerajinan tradisional adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
rumah

tangga

dan

masyarakat

(Depdikbud,1992,hal.351).

serta

melestarikan

kebudayaan

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud memperoleh data tentang pembinaan pengrajin
dalam upaya pelestarian dan pengembangan desain motif tenun ikat gedogan
dengan menggunakan pendekatan dan metode kualitatif.

Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan "metodologi kualitatif" sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptifbempa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menumt mereka

pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986: 9) mendefinisikan bahwa

penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dan kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya(Moleong,1998,hal. 3).
Menumt Nasution dalam

buku Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif

(1996, hal.5) bahwa penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang
dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami

bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Untuk itu, peneliti hams tumn

ke lapangan dan berada di sana dalam waktu yang cukup lama. Apa yang dilakukan
oleh peneliti kualitatif banyak persamaannya dengan detektif atau

penjelajah atau jurnalis yang juga terjun ke lapangan untuk mempela

54

55

tertentu dengan mengumpulkan data yang banyak. Tentu saja apa yang dilakukan
ilmuan lebih cermat, formal dan canggih.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kasus. Menumt Suharsini Arikunto (1996, hal. 129) dalam buku Prosedur

Penelitian, bahwa penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara
intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala
tertentu. Pendapat lainnya mengatakan bahwa penelitian kasus adalah penelitian

mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya mempakan gambaran yang
lengkap dan terorganisir baik mengenai unit tersebut. Tergantung kepada tujuannya,
mang lingkup penelitian itu mungkin mencakup keselumhan siklus kehidupan atau

hanya

segmen-segmen

tertentu

saja;

studi

demikian

itu

mungkin

mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor khusus tertentu atau dapat pula
mencangkup keselumhan faktor-faktor dan kejadian-kejadian (Sumadi S. 1997, hal.
22-23).

Dengan demikian maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
dan metode pengumpulan data menggunakan metode kasus. Pendekatan kualitaif

dengan metode kasus digunakan karena dilakukan melalui pengamatan masalah
yang unik terhadap perilaku pengrajin dalam berlatih keterampilan mengembangkan

desain motif tenun ikat gedogan secara langsung pada lingkungan tempat

latihannya. Adapun kasus yang akan diteliti dengan menggunakan dua kasus yaitu
kasus pembinaan pengrajin pada pemsahaan tenun {artshop), dan kasus pembinaan
pengrajin yang bekerja pada keluarga.

56

B. Alat Pengumpul data / Instrumen Penelitian
Sehubungan dengan peranan manusia sebagai instumen penelitian, dikatakan
bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus

mempakan mempakan perencana , pelaksana pengumpulan data, analisis,
penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.
Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalagalanya dari keselumhan proses penelitian (Moleong, 1998, hal. 121). Guba dan

Lincoln (1981) mengetengahkan tujuh karakteristik yang menjadikan manusia
sebagai instmmen peneliti, yakni ia memiliki kualifikasi baik, yaitu sifatnya yang
responsf, adaptif, lebih holistik, kesadaran pada konteks tak terkatakan, mampu
memproses segera, mampu mengejar klarifikasi dan mampu meringkaskan segera,

mampu menjelajahi jawaban ideosinkretik dan mampu mengejar pemahaman yang
lebih dalam (Noeng Muhajir,1998, hal. 120).

Pada penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan
manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu
belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur

penelitian,data yang akan dikumpulkan, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu

(Nasution, 1996, hal. 55).

Karena manusia sebagai instmmen maka peneliti akan mengumpulkan data
yang berhubungan dengan pembinaan pengrajin dalam upaya

pelestarian dan

pengembangan tenun ikat gedogan, antara lain data tentang keadaan umum desa

57

Sukarara dan desa Puyung, data kegiataan pembinaan pengrajin sebelum dibina,

pada saat proses pembelajaran dalam magang, dan sesudah pelaksanaan pembinaan.
Agar penelitian yang dilakukan menghasilkan data yang baik maka dibuatkan

pedoman untuk pengamatan dan wawancara, agar tidak bias dan penelitian menjadi
lebih efektif dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan. Adapun data yang

dikumpulkan di lapangan meliputi data inti dan data pendukung, yaitu :
1. Data gambaran umum daerah penelitian :

a. Keadaan umum, data kependudukan desa Sukarara dan Desa Puyung.
b. Keadaan usaha kerajinan tenun ikat gedogan di Sukarara dan Puyung.

2. Latar belakang pengrajin yang sedang dibina dari :
a. Latar belakang pendidikan.

b. Latar belakang sosial ekonomi.
c. Hubungan kekerabatan antara pengrajin dengan permagang/pelatih.

3. Data proses pembelajaran keterampilan di pemsahaan tenun dan bekerja di
keluarga.

a. Sarana kegiatan pembelajaran keterampilan.
b. Karakteristik pengrajin.

c. Interaksi dalam pembinaan antara pengrajin dengan permagang/pelatih.
d. Faktor penghambat dan penunjang pembinaan keterampilan pengrajin.

4. Dimensi pembahan perilaku bam pengrajin yang telah dibina.
a. Peningkatan keterampilan pengrajin.

b. Kegiatan saling membelajarkan pada pengrajin.
c. Peluang untuk berusaha pengrajin.

58

5. Jenis-jenis desain motif kain tenun Sukarara:
a. Motif- motif kain tenun yang telah diwariskan secara turun-temurun.
b. Motif-motif kain tenun yang sudah dikembangkan.

C. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, satuan kajian atau unit analisis adalah para pengrajin
yang sedang dibina untuk mengembangkan desain motif tenun ikat gedogan. Agar

pengamatan terhadap individu dapat lebih mendalam, maka subyek yang diteliti
tersebut dibatasi. Sehubungan dengan hal itu Noeng Muhajir (1990 ; 48) dan
Nasution (1988 : 13) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif umumnya
mengambil responden (subyek penelitian lebih kecil dan pengambilannya cendmng
memilih yang purposif dari pada acak .

Berkaitan dengan pemilihan sampel secara di atas, Moleong (1998, 165-166)

mengemukan bahwa ciri-ciri sampel yang bertujuan adalah : (1) rancangan sampel
yang muncul yaitu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu; (2)
penelitian sampel secara berurutan yaitu tujuannya untuk

memperoleh variasi

sebanyak-banyaknya yang hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel
dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis; (3) penyesuaian
berkelanjutan dari sampel yang pada mulanya setiap sampel dapat sama kegunaan,

namun sesudah semakin banyak informasi yang masuk dan makin berkembang

hipotesis kerja, akan nyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian;
(4) pemilihan berakhir bila sudah menjadi pengulangan yang berarti berhenti
dengan sampel bertujuan seperti ini, jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan-

59

pertimbangan informasi yang diperlukan, jika maksudnya untuk memperluas

informasi, jika tidak ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel
pun sudah dapat diakhiri.

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah para pengrajin yang sedang
dibina dalam proses pembelajaran keterampilan dalam mengembangkan desain
motif yaitu dua orang pada perusahaan tenun ikat dan empat orang yang sedang

dilatih pada usaha keluarga, dan para pelatih/permagang dalam pemsahaan yang
telah terlatih dan bertanggung jawab pada pekerjaannya Subyek penelitian yang
menjadi pelatih pada usaha keluarga adalah dua orang. Data pendukung diperoleh
dari perangkat desa dan instansi terkait serta tokoh masyarakat yang telibat dalam
tenun tradisional.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan digunakan teknik observasi
partisipasi, wawancara dan studi dokumentasi.
1. Pengamatan {Observation)

Pengamatan atau observasi (observation) adalah suatu teknik yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis
(Suharsini Arikunto, 1997, hal. 27).

Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan
dimanfaatkan sebesar-besamya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln
(1981: 1991-1993) sebagai berikut:

60

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.
Pengalaman langsung mempakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu
kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti

ingin menanyakan kepada subyek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan
tentang keabsahan data tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri
sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.
Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi

yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan

yang

langsung diperoleh dari data.

Keempat, sering terjadi keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data
yang dijaringnya ada yang menceng atau bias. Kemungkinan menceng itu terjadi
karena kurang mengingat peristiwa.

Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang mmit dan untuk perilaku yang kompleks.
Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak
dimungkinkan,

pengamatan

dapat

menjadi

alat

yang

sangat

bennanfaat

(Moleong,1998, hal. 126).

Tentang penggunaan observasi dalam penelitian kualitatif, menumt Nasution
dalam bukunya Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (1996, hal.56-57), bahwa
observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja

61

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui
observasi. Data itu dikumpulkan dengan berbagai alat, di antaranya alat yang sangat

canggih sehingga dapat diobservasi benda yang sekecil-kecilnya atau yang sejauhjauhnya di jagat raya. Namun betapapun canggihnya alat yang digunakan, tujuannya
satu, yaitu mengumpulkan data melalui observasi.
Penggunaan pengamatan atau observasi dalam penelitian kualitatif, agar

pengamatan dapat optimal maka digunakan observasi partisipan, yaitu observasi

yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan
mengikuti

kegiatan kelompok yang

sedang diamati.

Observasi

partisipan

dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-betul mengikuti kegiatan bukan

hanya berpura-pura. Dengan demikian ia dapat menghayati dan merasakan seperti
apa yang dirasakan orang-orang dalam kelompok yang diamati (Suharsini Arikunto,
1997, hal. 27-28).

Agar menjadi partisipan dan sekaligus pengamat, peneliti hendaknya tumt

serta dalam berbagai peristiwa dan kegiatan, misalnya tumt dalam upacara, tumt
bekerja di sawah, tumt berbaris menunggu bis atau giliran, menjadi pelayan di
restoran, menjadi kuli jalan dan sebagainya. Ada kalanya peneliti hanya dapat
menjadi pengamat tanpa berperan serta sebagai partisan misalnya mengamati rapat

pengurus, pembedahan oleh dokter, latihan tentara, anak bermain dan sebagainya
(Nasution, 1996, hal. 60).

Pengamatan

dapat

diklasifikasikan

atas

pengamatan

melalui

cara

berperanserta dan yang tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa berperan serta

pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Pengamat

62

berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan
sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati (Moleong, 1998,
hal. 126).

Pengamatan dalam penelitian ini, digunakan untuk memperoleh data tentang
proses pembinaan dalam pembelajaran keterampilan, dan pembahan perilaku dalam
pengembangan desain motif tenun ikat gedogan. Pengamatan dilakukan dengan

secara langsung tanpa berpartisipasi pada proses pembelajaran, dengan mengamati
setiap tahapan kegiatan yang sedang diikuti oleh pengrajin tanpa mengganggu
pekerjaan yang sedang digelutinya.
2. Wawancara {interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara {interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Maksud wawancara seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba
(1995:266), antara lain: mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan Iain-lain kebulatan;

merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu;
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah untuk dialami pada masa
yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang

diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi), dan

memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota (Moleong, 1998, hal. 135).

63

Dalam wawancara kita dihadapkan kepada dua hal. Pertama, kita hams secara
nyata mengadakan interaksi dengan responden. Kedua, kita menghadapi kenyataan

adanya pandangan orang lain yang mungkin berbeda dengan pandangan kita
sendiri. Masalah yang kita hadapi ialah bagaimana cara berinteraksi dengan orang
lain dan bagaimana kita mengolah pandangan yang mungkin berbeda itu
(Nasution,1996, hal. 69).

Dengan demikian maka wawancara mempakan penggalian data yang lebih
jauh, karena keterbatasan dari pengamatan yang dilakukan, maka perlu diadakan
wawancara terhadap permasalahan yang diamati dengan menggunakan wawancara
terstruktur sesuai pedoman wawancara yang telah dibuat (lampiran 01), Wawancara

dilakukan pada waktu istirahat dan menanyakan pada saat kegiatan yang dilakukan,
sehingga menjadi lebih jelas proses yang sedang dilalui, untuk memperoleh data
yang lebih akurat dalam penelitian ini. Untuk memperjelas dilakukan dengan
bertanya kepada pelatih tentang keadaan pengrajin yang dibina.
3.

Studi dokumentasi

Data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber

manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara akan tetapi ada
pula yang sumber bukan manusia, non human reseorces, diantaranya dokumen, foto

dan bahan statistik. Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti buku harian, suratsurat dan dokumen resmi (Nasution, 1996, hal. 85).

Guba dan Lincoln (1981: 228) mendefinisikannya seperti berikut ini, record
adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh sesorang atau lembaga untuk
untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen

64

ialah setiap bahan yang tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan dari penyidik. Perhatia