Srudi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan pada Siswa Kelas X dan XI SMA "X" Cirebon.

(1)

Abstrak

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode survei.

Alat ukur dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diadaptasi dari alat ukur peneliti sebelumnya, Radityatami (2013). Data diolah menggunakan distribusi frekuensi. Validitas yang diperoleh adalah 0,307 - 0,738 dan terdapat 35 item yang diterima serta 7 item yang ditolak. Uji reliabilitas diperoleh sebesar 0,899 yang berarti alat ukur reliabel.

Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 63,8% siswa memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas. Konsep diri, status sosial ekonomi, dan hubungan dengan orang tua merupakan faktor yang cenderung terkait dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas.

Kepada kepala sekolah, peneliti menyarankan agar membuat rencana untuk mengadakan kegiatan yang dapat meningkatkan kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan. Kepada guru BK disarankan membimbing siswa dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas. Guru BK atau kepala sekolah juga dapat memberi masukkan kepada orang tua agar dapat meluangkan waktu lebih dengan siswa untuk berdiskusi mengenai pendidikan tinggi. Disarankan kepada siswa dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas untuk terus melakukan persiapan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kepada siswa yang belum memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas untuk terus mencari informasi mengenai minat jurusan perguruan tinggi.

Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengeksplorasi hubungan faktor-faktor yang memengaruhi, terutama konsep diri, status sosial ekonomi dan hubungan dengan orang tua yang dapat meningkatkan kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan.


(2)

Abstract

This research has the purpose of knowing the educational future orientation in students of class X and XI SMA "X" Cirebon. This research is descriptive by using survey method.

The measuring tool in this research is a questionnaire adapted from previous researcher, Radityatami (2013). Data is processed using frequency distribution. Validity obtained is 0.307 - 0.738 and there are 35 items received as well as 7 rejected items. The obtained reliability is at 0.899 which means reliable tool.

The conclusion is that most students have unclear educational future orientation (63,8%). Self-concept, socioeconomic status, and relationship with parents are factors that tend to be related to the educational future orientation.

It suggested to the principal to making plans to conduct activities that can improve the clarity of educational future orientation. The school counselor is advised to guide students with unclear educational future orientation. The school counselor or principal may also give advice to parents to spend more time with the students to discuss further education. It is recommended to students with a clear educational future orientation to continue preparing for education in college. To students have unclear educational future orientation to continue to seek information about the college majors.

Researcher suggests the next researcher to explore the relationship between educational future orientation and the influencing factors, especially self-concept, socioeconomic status and relationship with parents that can improve the clarity of future orientation in the field of education.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 9


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orientasi Masa Depan ... 19

2.1.1 Perkembangan Penelitian Orientasi Masa Depan ... 19

2.1.2 Pengertian Orientasi Masa Depan ... 20

2.1.3 Remaja dan Orientasi Masa Depan ... 20

2.1.4 Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan ... 21

2.1.5 Orientasi Masa Depan sebagai Sistem ... 25

2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Orientasi Masa Depan ... 25

2.1.6.1 Person Related Factor ... 25

2.1.6.2 Social Contex Related Factor ... 27

2.2 Teori Mengenai Remaja ... 29

2.2.1 Masa Remaja ... 29

2.2.2 Perkembangan Kognitif Remaja ... 29

2.2.3 Perkembangan Sosial Remaja ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian ... 31

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 31

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

3.3.1 Variabel Penelitian ... 31

3.3.2 Definisi Konseptual ... 32

3.3.3 Definisi Operasional ... 32

3.4 Alat Ukur ... 32

3.4.1 Alat Ukur Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan ... 32


(5)

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 36

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 36

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 37

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 38

3.5.1 Populasi Sasaran ... 38

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 38

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 38

3.6 Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian ... 40

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 40

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 40

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Kelas ... 41

4.2 Hasil Penelitian ... 41

4.2.1 Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan ... 41

4.2.2 Tabulasi Silang Antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Ketiga Tahapnya ... 42

4.3 Pembahasan ... 44

4.4 Diskusi ... 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 53

5.2 Saran ... 53


(6)

5.2.2 Saran Praktis ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 56 DAFTAR RUJUKAN ... 58 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum Validitas ... 33

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Setelah Validitas ... 34

Tabel 3.3 Sistem Penilaian Alat Ukur Orientasi Masa Depan ... 35

Tabel 3.4 Norma Kelompok (Median) ... 35

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 40

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia ... 40

Tabel 4.3 Responden berdasarkan Kelas ... 41

Tabel 4.4 Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan ... 42

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Motivasi ... 42

Tabel 4.6 Tabulasi Silang antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Perencanaan ... 43

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Evaluasi ... 43


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir ... 18 Bagan 2.1 Orientasi Masa Depan dalam Kaitannya dengan Tiga Proses ... 22 Bagan 3.1 Skema Prosedur Penelitian ... 31


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan Lampiran 2. Profil Sekolah

Lampiran 3. Data Mentah (58 Siswa)

Lampiran 4. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur

Lampiran 5. Tabel Hasil Tabulasi Silang Antara Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan dengan Faktor-Faktor yang Memengaruhi dan Data Demografis


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pasal 3 yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggungjawab”.

Menurut Winkel (2004), dalam proses memperoleh pendidikan, individu dapat memperoleh pendidikan dalam bentuk pendidikan formal. Dikatakan pendidikan formal karena tempat pelaksanaannya jelas yaitu sekolah, terdapat kegiatan yang terencana dan terorganisir. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Peraturan Pemerintah RI nomor 19 tahun 2005). Pendidikan formal juga wajib mengikuti syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jalur pendidikan formal di Indonesia dapat dilalui dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) lalu ke Sekolah Dasar (SD) lalu Sekolah Menengah Pertama (SMP), lalu Sekolah Menengah Atas (SMA), dan yang terakhir Perguruan Tinggi (PT).


(11)

2

Dewasa ini, melanjutkan pendidikan formal hingga ke perguruan tinggi merupakan hal yang penting bagi siswa yang telah lulus SMA, mengingat Indonesia sudah menjadi anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani (dalam merdeka.com, 2016), lulusan perguruan tinggi adalah ujung tombak untuk memerbaiki daya saing Indonesia saat berhadapan dengan negara lain di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun faktanya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, tingkat pendidikan pekerja di Indonesia sekitar 65 persen didominasi oleh pekerja berpendidikan SMP ke bawah, 25 persen pekerja berpendidikan menengah, dan lulusan perguruan tinggi kontribusinya kurang dari 10 persen. Tingkat pendidikan tenaga pekerja yang rendah tersebut menurut Puan Maharani akan berdampak pada rendahnya produktivitas dan daya saing. Padahal, persaingan global menuntut tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, dan kompeten. Fakta bahwa ujung tombak persaingan Indonesia di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah lulusan perguruan tinggi membuat siswa yang masih ada di bangku SMA sangat diharapkan untuk dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Siswa SMA yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi harus menentukan perguruan tinggi mana yang akan dipilih dan jurusan apa yang cocok bagi dirinya. Faktanya, menentukan suatu jurusan di perguruan tinggi bukan persoalan yang mudah bagi siswa SMA. Menurut Linda & Savitri (2015), tingkat kesulitan dalam merencanakan masa depan pada masa SMA lebih tinggi jika dibandingkan ketika mereka masih TK, SD, dan SMP. Ketika mereka masih TK, SD, dan SMP, peran orang tua jauh lebih besar dalam merencanakan dan menentukan langkah yang akan diambil untuk memasuki tahap selanjutnya. Salah satu kesulitan yang mereka hadapi dalam membuat rencana masa depan dalam bidang pendidikan adalah semakin banyak pilihan jurusan kuliah dan tempat


(12)

3

untuk meneruskan jenjang pendidikan mereka. Oleh karena itu, remaja SMA diharapkan dapat memilih jurusan di perguruan tinggi yang sungguh-sungguh ingin mereka jalani.

Pertanyaan yang muncul, hal apakah yang dapat menjamin siswa SMA dapat memilih jurusan di perguruan tinggi secara tepat? Untuk mengatasi kebingungan yang dihadapi saat memilih jurusan di perguruan tinggi, siswa SMA perlu melakukan antisipasi terhadap segala hal yang akan mereka hadapi di masa depannya. Johnson, Pas, dan Bradshaw (2016) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa hal yang menjamin seseorang siap untuk memilih perguruan tinggi secara tepat adalah orientasi masa depan. Mempromosikan kejelasan orientasi masa depan siswa merupakan goal yang harus dimiliki oleh setiap penyelenggara pendidikan. Orientasi masa depan merupakan hal yang sangat penting karena orientasi masa depan menjadi prediktor keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan di masa depan (Johnson, Pas, dan Bradshaw 2016).

Salah seorang peneliti yang aktif meneliti orientasi masa depan adalah Nurmi. Menurut Nurmi (1991), individu pada tahap perkembangan remaja sudah mampu untuk membangun sebuah gambaran mengenai masa depan yang jelas. Nurmi (1991) menyatakan bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Orientasi masa depan dipandang penting bagi seseorang karena menyangkut kesiapan seseorang dalam menghadapi masa depannya. Dengan orientasi masa depan yang jelas artinya seseorang telah melakukan antisipasi terhadap kejadian-keadian yang mungkin timbul di masa depan. Menurut Nurmi (1991), ada tiga bidang dari orientasi masa depan yaitu pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan/kehidupan berkeluarga. Dalam penelitian ini, hanya satu bidang yang diteliti yaitu bidang pendidikan, khususnya dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi.


(13)

4

Orientasi masa depan bidang pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga tahapan, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Pada tahap motivasi, remaja yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi akan menentukan tujuan mereka dengan mempertimbangkan minat, nilai, dan pengetahuan di masa depan sebagai bentuk antisipasi. Dalam hal ini, remaja akan menentukan pilihan jurusan yang akan diambilnya di perguruan tinggi. Selanjutnya pada tahap perencanaan, remaja akan membuat berbagai perencanaan dalam upaya untuk merealisasikan tujuan yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahap evaluasi, remaja akan mengevaluasi sejauh mana rencana yang telah dibuat dapat terealisasi sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkannya (Nurmi, 1991).

Menurut Nurmi (1991), membentuk orientasi masa depan yang jelas merupakan hal penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan tugas perkembangan yang harus mereka selesaikan dan keputusan-keputusan mengenai masa depan yang dibentuk remaja memiliki pengaruh krusial terhadap hidup di masa dewasa. Ini artinya, ketidaktepatan keputusan yang diambil dapat membuat remaja mengalami masalah di masa depan seperti saat mereka diharuskan untuk menentukan pekerjaan. Remaja dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas memiliki peluang yang lebih tinggi untuk memperoleh keberhasilan di dalam pendidikannya dibandingkan dengan remaja dengan orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas (Nurmi, 1991). Hasil penelitian yang dilakukan oleh organisasi ACT (American College Testing) yang menangani kesiapan siswa SMA untuk masuk ke perguruan tinggi (dalam nbcnews.com, 2013) menemukan bahwa kesalahan dalam memilih jurusan di perguruan tinggi merupakan sebuah kesalahan yang fatal. Mahasiswa yang salah jurusan cenderung untuk lulus tidak tepat waktu dan sangat lebih mungkin untuk keluar dari jurusan tersebut. Oleh karena itu, siswa SMA sangat diharapkan untuk merencanakan pendidikan tingginya agar dapat memilih jurusan yang tepat.


(14)

5

Peneliti telah melakukan survei mengenai orientasi masa depan siswa di salah satu SMA di Cirebon yaitu SMA “X”. SMA “X” Cirebon merupakan sekolah yang dibangun pada

tahun 2012. Pada awal berdiri, SMA “X” memiliki misi pelayanan, yaitu menjaring anak -anak yang memiliki keterbatasan ekonomi dan -anak--anak yang dikeluarkan dari sekolah lain agar mereka bisa tetap bersekolah. Pada awalnya, SMA “X” fokus untuk membantu para siswanya untuk dapat bekerja setelah lulus SMA. Hal ini dikarenakan sekitar 70% sampai

80% siswa SMA “X” memiliki keterbatasan ekonomi sehingga sekolah berusaha membantu mereka agar mendapat kerja setelah lulus SMA sehingga bisa langsung membantu perekonomian keluarga. Namun, semenjak terakreditasi A pada tahun 2015, SMA “X” mulai mendapat tawaran beasiswa dari berbagai universitas swasta di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini SMA “X” masih berada dalam masa peralihan dari merencanakan siswanya untuk dapat langsung bekerja setelah lulus SMA menjadi mempersiapkan siswanya agar dapat menempuh pendidikan tinggi melalui jalur beasiswa. Guru BK SMA “X” merasa optimis untuk mengarahkan siswanya untuk dapat masuk perguruan tinggi dan jumlah siswa yang memilih untuk masuk ke perguruan tinggi semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Peneliti melakukan survei pada siswa kelas X dan XI di SMA “X” Cirebon. Peneliti memilih siswa dari kelas X dan XI karena siswa SMA yang memiliki kemungkinan untuk berhasil di perguruan tinggi adalah siswa memiliki orientasi masa depan yang jelas sejak berada di kelas X (Donato & Edward, 2014). Hal ini dapat terjadi karena tujuan pendidikan tinggi yang dibangun oleh siswa sejak kelas X menjadi motivator yang mendorong siswa agar memenuhi syarat-syarat masuk ke perguruan tinggi (misalnya siswa akan menjaga nilainya agar tetap memenuhi standar yang ditetapkan sekolah). Siswa yang telah memiliki orientasi masa depan yang jelas saat di kelas X memiliki kecenderungan untuk siap mendaftar ke perguruan tinggi saat mereka berada di kelas XII (Donato & Edward, 2014).


(15)

6

Namun kenyataannya, tidak semua siswa yang ingin melanjutkan studi setelah lulus SMA sudah memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas. Peneliti telah melakukan wawancara dengan 10 orang siswa kelas X dan 10 orang siswa kelas XI. Dari wawancara tersebut, 50% siswa (6 orang siswa kelas X dan 4 orang siswa kelas XI) masih belum memiliki motivasi yang kuat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dalam hal ini, mereka belum memiliki minat yang jelas untuk memilih bidang pendidikan yang akan ditekuni setelah lulus SMA. Mereka masih belum menentukan satu jurusan perguruan tinggi yang ingin mereka ambil.

Sebanyak 20% siswa (3 orang siswa kelas X dan 1 orang siswa kelas XI) memiliki motivasi yang kuat. Dalam hal ini, mereka telah memiliki satu minat yang jelas mengenai jurusan di perguruan tinggi, namun belum membuat rencana untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang menjadi minatnya. Dari 20% siswa tersebut, 2 siswa kelas X orang menetapkan tujuan pendidikan tersebut karena memiliki hobi yang sesuai dengan bidang pendidikan yang menjadi tujuan, 1 orang siswa kelas X menginginkan pekerjaan yang sama dengan orang tuanya, dan 1 orang siswa kelas XI memiliki cita-cita yang telah ia miliki sejak awal masuk SMA.

Sebanyak 20% siswa (1 orang siswa kelas X dan 3 orang siswa kelas XI) memiliki perencanaan yang terarah. Dalam hal ini, mereka telah membentuk suatu tujuan untuk meraih suatu jurusan di perguruan tinggi, lalu mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukannya untuk dapat diterima di jurusan tersebut, dan memiliki keinginan untuk mewujudkan rencana yang telah ditetapkan. Keempat siswa tersebut sudah mulai membuat rencana untuk pendidikan di masa depan dengan cara mencari informasi tentang beasiswa, mencoba mencari tahu mengenai apa yang dipelajari di jurusan tersebut, dan mencoba memikirkan bagaimana caranya memenuhi tuntutan finansial yang akan dibebankan tiap semesternya saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mereka juga mempertimbangkan bahwa jurusan di SMA


(16)

7

yang mereka ambil sesuai dengan jurusan perguruan tinggi yang mereka pilih. Namun, mereka masih belum merasa benar-benar yakin akan mengambil jurusan tersebut karena mereka tidak tahu apakah mereka akan cocok berada di jurusan tersebut.

Sebanyak 10% siswa (2 orang kelas XI) memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas. Dalam hal ini, mereka telah memiliki satu jurusan yang akan dipilih. Mereka juga sudah mulai menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan untuk masuk ke perguruan tinggi seperti mencoba bertanya kepada saudara mereka yang sudah lulus S1, mencari tahu bagaimana cara masuk ke perguruan tinggi dengan cara bertanya kepada perwakilan perguruan tinggi yang hadir di sekolah, bagaimana cara menggunakan jalur beasiswa, dan lain-lain. Mereka juga merasa optimis untuk dapat masuk di jurusan perguruan tinggi yang mereka minati dan keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikan didukung penuh oleh kedua orang tua mereka. Dalam hal ini, mereka sudah melakukan evaluasi terhadap tujuan dan perencanaan yang dibuat.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti, dapat dilihat bahwa tidak semua siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon memiliki gambaran yang jelas mengenai masa depan dalam bidang pendidikan. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian studi deskriptif mengenai orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.

1.2. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.


(17)

8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jelas atau tidak jelas orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon dan kaitannya dengan faktor-faktor lain.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai permasalahan yang diteliti dan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikan mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan.  Penelitian ini dapat dijadikan masukan atau pertimbangan bagi peneliti berikutnya

yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan. 1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada para siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan sehingga membantu siswa dalam merencanakan masa depan bidang pendidikan setelah lulus SMA.

 Memberikan informasi kepada guru-guru (guru BK khususnya) di SMA “X” Cirebon mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan pembinaan bagi siswa mengenai pentingnya kejelasan orientasi masa depan.


(18)

9  Memberikan informasi kepada guru BK tentang pentingnya orang tua siswa untuk

untuk ikut berdiskusi dan membimbing siswa dalam merencanakan masa depan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon berusia 15 sampai 18 tahun. Berdasarkan usia tersebut, siswa kelas X dan XI SMA “X” telah memasuki masa perkembangan remaja (Santrock, 2012). Menurut Piaget (dalam Santrock, 2012), pada masa remaja seseorang memasuki tahap perkembangan kognitif formal operational. Ciri-ciri utama seseorang dalam tahap perkembangan kognitif formal operational adalah mampu berpikir abstrak dan lebih logis dalam berpikir. Mereka akan membentuk gambaran-gambaran mengenai lingkungan yang ideal bagi mereka dan mereka juga akan memikirkan masa depan mereka.

Nurmi (1991) mengasumsikan bahwa dengan kemampuan berpikir formal operational remaja akan mampu mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan. Dengan memiliki kemampuan ini, remaja diharapkan dapat menetapkan masa depan dan juga membentuk suatu perencanaan dalam usaha mencapai masa depannya. Orientasi masa depan membuat remaja melakukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di masa depan. Salah satu orientasi masa depan tersebut adalah orientasi masa depan bidang pendidikan (Nurmi, 1991).

Untuk dapat memilih jurusan di perguruan tinggi yang tepat, remaja perlu untuk memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas. Bagi siswa kelas X, orientasi masa depan yang jelas akan sangat membantu dalam proses memilih kembali jurusan di kelas XI agar siswa memilih jurusan yang sesuai dengan bidang pendidikan yang menjadi tujuan. Misalnya, siswa kelas X yang berada di jurusan IPS namun ingin mengambil jurusan teknik di perguruan tinggi dapat memilih jurusan IPA di kelas XI. Bagi siswa kelas XI, orientasi masa


(19)

10

pendidikan di perguruan tinggi yang harus mereka putuskan saat mereka masuk di kelas XII. Misalnya seperti menetapkan universitas mana yang akan dipilih, target nilai yang diperlukan untuk masuk ke jurusan yang diinginkan atau mencari informasi mengenai beasiswa yang dapat membantu mereka masuk di perguruan tinggi. Orientasi masa depan yang jelas juga dapat memotivasi remaja untuk meraih tujuan yang telah ditetapkannya (Nurmi, 1991) sehingga siswa kelas X dan XI SMA “X” dapat termotivasi untuk meraih tujuan pendidikan yang telah ditetapkannya dengan menjalankan perencanaan yang telah dibuat.

Orientasi masa depan merupakan proses yang mencakup tiga tahapan, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi (Nurmi, 1991). Tahap pertama adalah motivasi. Pada tahap ini, remaja diharapkan memiliki minat dan harapan yang jelas berkaitan dengan masa depannya, khususnya di bidang pendidikan. Dengan memiliki minat yang jelas, remaja akan mampu mengetahui jurusan apa yang disukai oleh dirinya dan ia akan memiliki harapan untuk dapat meraih tujuan pendidikannya tersebut. Siswa yang memiliki motivasi kuat berarti telah memutuskan suatu jurusan tertentu yang ingin ditekuni di perguruan tinggi. Jurusan yang dipilih sesuai dengan minat yang dimiliki siswa serta siswa juga memiliki harapan untuk meraih bidang pendidikan yang diinginkannya. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi lemah merupakan siswa yang siswa telah memutuskan untuk melanjutkan studi setelah lulus SMA namun masih mengalami kebingungan dalam memilih jurusan yang ingin ditekuni atau siswa memilih jurusan berdasarkan keinginan orang lain.

Setelah siswa menetapkan tujuan yang akan dicapainya, maka pada tahap kedua siswa perlu untuk membuat perencanaan yang dibagi menjadi tiga subtahap. Sub tahap pertama, siswa harus memiliki representasi tujuan dalam bentuk gagasan tentang tujuan masa depan yang diharapkan dan dapat diwujudkan. Sub tahap kedua, siswa menyusun strategi pelaksanaan dalam bentuk perencanaan dan sub tahap ketiga, siswa akan melaksanakan strategi tersebut untuk mencapai tujuan.


(20)

11

Siswa yang telah memiliki rencana yang terarah berarti telah memiliki representasi tujuannya (sub tahap pertama), yang artinya siswa telah menetapkan jurusan di perguruan tinggi yang ingin ditekuni. Selanjutnya, siswa yang telah memiliki rencana yang terarah juga mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukannya untuk dapat diterima di jurusan tersebut (sub tahap kedua). Misalnya, siswa yang telah memutuskan untuk melanjutkan studi pada jurusan yang sesuai dengan minatnya mulai merencanakan untuk mengumpulkan berbagai informasi seperti universitas yang memiliki jurusan tersebut. Selain itu siswa juga dapat memiliki rencana untuk mengikuti bimbingan belajar yang sesuai dengan minatnya untuk meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan, meningkatkan nilai di pelajaran yang berkaitan dengan jurusan yang diinginkan, dan berencana mengambil beasiswa pada jurusan yang diminatinya. Pada akhirnya (sub tahap ketiga), siswa memiliki keinginan untuk mewujudkan rencana dan strategi yang telah disusun tersebut. Siswa yang memiliki rencana yang tidak terarah merupakan siswa yang belum membentuk representasi tujuan, belum melakukan penyusunan rencana seperti rencana untuk mengumpulkan informasi mengenai jurusan yang diminatinya dan siswa juga tidak mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukannya untuk dapat masuk ke jurusan perguruan tinggi yang diinginkan.

Pada tahap akhir, siswa diharapkan mampu mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan rencana-rencana yang telah dibuat. Siswa diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mendukung dan menghambat pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana yang telah dibuat (causal attribution). Dalam tahap ini, siswa juga akan menghayati emosinya akan terpengaruh saat melakukan pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana (emotional attribution). Siswa dapat merasa optimis saat ia merasa mampu melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan. Sebaliknya, siswa akan merasa pesimis ketika merasa tidak mampu untuk melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan.


(21)

12

Siswa yang melakukan evaluasi secara akurat berarti mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mendukung dan menghambatnya dalam pelaksanaan rencana dalam rangka mencapai tujuan (causal attribution). Misalnya, siswa menghayati bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dapat mendukungnya untuk masuk jurusan perguruan tinggi yang diinginkan. Siswa juga dapat menghayati bahwa orang tua, guru, dan teman-temannya memberi dukungan terhadap keinginannya untuk melanjutkan studi setelah lulus SMA. Siswa yang mengevaluasi bahwa kemampuan yang dimilikinya memadai untuk masuk di jurusan perguruan tinggi yang diminati akan merasa senang dan bersemangat ketika memikirkan masa depannya (emotional attribution). Ia juga akan merasa optimis dapat berhasil meraih jurusan di perguruan tinggi yang diinginkan. Sedangkan siswa yang memiliki evaluasi yang tidak akurat akan terhambat dalam pencapai tujuan dan pelaksanaan rencana yang telah dibuatnya. Siswa tidak dapat mengetahui faktor-faktor internal yang eksternal yang dapat mendukung dan menghambatnya dalam pelaksanaan rencana dan pencapaian tujuan. Siswa juga memiliki perasaan negatif seperti takut, cemas, dan terbeban ketika memikirkan masa depannya sehingga siswa akan merasa pesimis dalam mencapai tujuan dan melakukan rencana yang telah dibuat.

Orientasi masa depan merupakan sebuah sistem yang saling terkait. Orientasi masa depan yang jelas akan terbentuk jika adanya keterkaitan yang berkesinambungan antara ketiga tahap di dalamnya (Nurmi, 1991). Siswa yang telah memiliki motivasi kuat untuk memilih satu jurusan di perguruan tinggi akan membentuk rencana-rencana yang harus mereka lakukan untuk meraih jurusan di perguruan tinggi tersebut. Rencana yang siswa buat akan siswa evaluasi dengan cara membandingkan rencana yang ia buat dengan kenyataan yang ia hadapi. Jika rencana yang siswa buat tersebut dapat terealisasi karena memiliki didukung oleh kemampuan diri dan lingkungan, maka akan muncul perasaan optimis dalam diri siswa yang membuat ia semakin yakin dengan pilihannya dan juga meningkatkan motivasinya untuk


(22)

13

meraih tujuan tersebut. Namun, jika rencana yang siswa buat sulit terealisasi karena tidak didukung oleh kemampuan diri maupun lingkungan, maka akan timbul perasaan pesimis yang membuat siswa akan mengubah rencana yang dibuat atau bahkan mengubah tujuan/motivasi yang telah ia buat. Misalnya, siswa yang memiliki tujuan untuk kuliah di jurusan matematika akan membuat perencanaan yang salah satunya adalah mencari tahu kemampuannya dalam pelajaran matematika. Namun, saat ia melakukan evaluasi, kemampuan dirinya tidak mendukung untuk memasuki jurusan matematika karena nilai pelajaran matematikanya selalu tepat atau di bawah KKM dan karenanya ia merasa pesimis. Pada akhirnya, siswa tersebut memiliki 2 pilihan yaitu, memperkuat perencanaan (memperdalam kemampuan matematika) atau mengubah motivasi/tujuan (mencoba mencari jurusan lain).

Siswa dapat dikatakan memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas apabila memiliki motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah dan memiliki evaluasi yang akurat. Sedangkan bila ada salah satu tahap yang memiliki nilai rendah, maka orientasi masa depan bidang pendidikannya tidak jelas.

Nurmi (1991) mengungkapkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi orientasi masa depan remaja, yaitu faktor yang terkait dengan individu (person related factor) dan faktor konteks sosial (social contex-related factor). Faktor yang berkaitan dengan individu (person related factor) diantaranya konsep diri dan perkembangan kognitif. Menurut Nurmi (1991), remaja dengan konsep diri yang positif dan percaya dengan kemampuan mereka akan lebih memikirkan masa depan dibandingkan remaja dengan konsep diri yang negatif. Konsep diri juga dapat memengaruhi penetapan tujuan. Salah satu bentuk dari konsep diri yang dapat memengaruhi orientasi masa depan adalah ideal self. Ideal self terdiri atas konsep individu mengenai diri ideal mereka yang berhubungan dengan lingkungannya dapat berfungsi sebagai motivator untuk dapat mencapai tujuan jangka panjang. Misalnya, siswa yang memiliki ideal


(23)

14

self untuk menjadi seorang psikolog akan berusaha mengejar tujuannya dengan memutuskan untuk melanjutkan studi di jurusan psikologi setelah lulus SMA.

Berkaitan dengan tahap motivasi, individu yang memiliki konsep diri positif akan lebih berani dalam menetapkan goal dibandingkan individu dengan konsep diri negatif. Berkaitan dengan tahap perencanaan, individu dengan konsep diri positif akan lebih mantap dalam memutuskan rencana yang mereka buat karena mereka percaya dengan kemampuan yang dimiliki. Berkaitan dengan tahap evaluasi, individu akan menilai sejauh mana kemampuannya sendiri dalam mengendalikan masa depan mereka. Oleh karena itu, konsep diri memainkan peran penting: individu mengevaluasi peluang mereka untuk mengatasi hambatan dalam mewujudkan tujuan dan rencana mereka sesuai dengan kemampuan mereka saat ini.

Pada faktor perkembangan kognitif, siswa yang telah memasuki usia remaja akan ada pada tahap perkembangan kognitif formal operational. Dalam tahap ini mampu mengenali berbagai kemungkinan di masa depan. Selain itu, kemampuan metakognisi remaja berkembang dan kemampuan ini sangat memungkinkan remaja untuk memikirkan kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kemampuan ini akan membantu remaja dalam pencapaian tujuan di masa depan. Oleh karena itu, siswa yang telah berada di tahap ini sangat mungkin untuk membentuk suatu gambaran yang jelas mengenai masa depan mereka, khususnya di bidang pendidikan. Berkaitan dengan tahap motivasi dan perencanaan, individu dalam masa perkembangan kognitif formal operational akan mampu untuk membuat gambaran mengenai tujuan dan rencana yang perlu mereka bangun untuk masa depan mereka.

Faktor konteks sosial (social contex-related factor) diantaranya peran gender, status sosial ekonomi, dan hubungan dengan orang tua. Dalam peran gender, Nurmi (1991) menjelaskan bahwa remaja perempuan lebih tertarik pada masa depan membentuk keluarga dibandingkan remaja laki-laki yang tertarik untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja. Perempuan lebih tertarik pada kehidupan keluarga di masa depan dibandingkan laki-laki,


(24)

15

karena peran gender perempuan yang melahirkan dan mengurus rumah tangga. Sedangkan laki-laki mengutamakan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik untuk mencari nafkah karena peran gendernya sebagai kepala rumah tangga. Perbedaan peran gender ini lebih terlihat pada remaja yang tinggal di lingkungan masyarakat tradisional. Pada remaja yang tinggal di kota dan memiliki gaya hidup yang modern, remaja laki-laki dan perempuan dapat sama-sama memiliki ketertarikan pada pendidikan di masa depan.

Pada faktor status sosial ekonomi dijelaskan bahwa individu yang memiliki latar belakang status sosial ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belakang sosial ekonomi rendah (Nurmi, dalam McCabe & Barnet, 2000). Misalnya, siswa yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi akan memiliki pilihan untuk melanjutkan studi ke universitas ternama sehingga ia memiliki peluang yang lebih besar untuk bekerja di pekerjaan yang membutuhkan kompetensi lulusan perguruan tinggi. Sedangkan, siswa yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah memiliki ekonomi yang kurang mendukungnya untuk meneruskan pendidikan sehingga siswa menjadi pesimis untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Siswa menjadi memiliki motivasi yang lemah dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi dan tidak membangun rencana yang terarah. Hal ini dapat menyebabkan siswa lebih memilih untuk bekerja setelah lulus SMA agar dapat membantu perekonomian keluarganya. Berkaitan dengan tahap evaluasi, siswa dengan keadaan ekonomi yang mumpuni akan lebih optimis dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi jika dibandingkan dengan siswa dengan keadaan ekonomi yang terbatas.

Pada faktor hubungan dengan orang tua, siswa yang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya akan menjadi lebih yakin dalam menentukan masa depannya. Penerimaan orang tua terhadap siswa berhubungan secara positif dengan orientasi masa depan


(25)

16

1991). Interaksi positif orang tua dengan anak, dukungan orang tua, serta atmosfir keluarga yang positif akan mendukung remaja dalam merencanakan masa depannya. Interaksi orang tua dengan siswa yang baik adalah interaksi yang membangun kemandirian siswa dan tidak mengontrol siswa. Derajat kontrol orang tua yang rendah dapat memotivasi remaja untuk tertarik dengan salah satu tugas perkembangan yang penting yaitu merencanakan masa depan. Hal ini disebabkan karena derajat kontrol orang tua yang rendah dapat meningkatkan kemandirian remaja sehingga merangsang mereka untuk membuat perencanaan bagi masa depan (Nurmi, 1991). Misalnya, orang tua yang mendukung siswa untuk menentukan jurusan di perguruan tinggi secara mandiri namun tetap memberikan batasan untuk tidak memilih jurusan tertentu yang menurut orang tua tidak cocok dengan diri siswa akan membantu siswa untuk yakin dalam menentukan masa depannya. Berkaitan dengan tahap motivasi dan perencanaan, siswa dapat dibantu menetapkan goals dan rencana pendidikan di masa depan oleh orang tuanya. Dengan demikian, orang tua juga akan meningkatkan optimisme siswa dalam melakukan evaluasi karena siswa merasa orang tuanya mendukung dalam meraih tujuan masa depan.

Siswa yang memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas akan memutuskan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi setelah lulus SMA dan memiliki motivasi yang kuat untuk masuk ke jurusan tertentu yang sesuai dengan minatnya. Siswa juga memiliki perencanaan dan strategi yang terarah untuk mencapai tujuan yang telah dibuatnya tersebut serta mampu mengevaluasi tujuan dan rencana-rencana yang telah dibuat secara akurat dengan melihat faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pencapaian tujuan. Misalnya, siswa yang ingin melanjutkan studi setelah lulus SMA memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang akuntan. Ia mulai membuat perencanaan dengan memikirkan universitas mana akan dipilih, bagaimana tingkat persaingan untuk masuk ke jurusan akuntansi di universitas tersebut, dan apakah ada beasiswa yang dapat membantunya untuk


(26)

17

masuk ke jurusan tersebut. Ia akan berusaha mencari informasi secara terus menerus hingga ia dapat memutuskan bahwa jurusan akuntansi cocok bagi dirinya. Ia akan mengevaluasi jika kemampuan yang ia miliki akan mendukungnya untuk masuk ke jurusan akuntansi dan ia merasa optimis ketika menyusun perencanaan yang berkaitan dengan masa depannya di bidang akuntansi. Orang tua, guru, dan teman-temannya juga mendukungnya untuk masuk ke jurusan akuntansi.

Siswa yang memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas masih mengalami kebingungan dalam memutuskan untuk kegiatan apa yang akan dilakukan setelah lulus SMA atau dalam menentukan jurusan apa yang menjadi minatnya di masa depan. Strategi dan perencanaan yang siswa miliki tidak terarah untuk mencapai tujuannya. Siswa juga tidak melakukan evaluasi yang akurat serta merasa pesimis dalam mengevaluasi kemungkinan pencapaian tujuan dan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Siswa yang masih mengalami hambatan dalam salah satu atau dua tahap orientasi masa depan juga dianggap memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas. Misalnya, siswa sudah mengetahui bahwa ia memiliki keinginan untuk menjadi seorang akuntan namun belum memiliki perencanaan karena ingin fokus menyelesaikan sekolah terlebih dahulu.


(27)

18

1.6 Asumsi Penelitian

 Siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas atau tidak jelas.

 Orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon terbentuk dari 3 tahap, yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi.

 Orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI Cirebon dipengaruhi oleh person related factor (konsep diri dan perkembangan kognitif) dan social contex-related factor (peran gender, status sosial ekonomi, dan hubungan dengan orang tua).

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir Tahap-tahap OMD:

 Motivasi  Perencanaan  Evaluasi

1. Person Related Factor: konsep diri dan perkembangan kognitif 2. Social Contex-Related Factor:

peran gender, status sosial ekonomi, dan hubungan dengan orang tua

Siswa kelas X dan XI SMA

“X” Cirebon

Jelas

Tidak jelas Orientasi Masa

Depan bidang pendidikan


(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian dari 58 siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden siswa kelas X dan XI di SMA “X” memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas.

2. Person related factor yang cenderung terkait dengan orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon adalah konsep diri. 3. Social-contex related factor yang cenderung terkait dengan orientasi masa depan

bidang pendidikan pada siswa kelas X dan XI SMA “X” Cirebon adalah status sosial ekonomi dan hubungan dengan orang tua.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk dapat menggunakan sekolah dengan jumlah responden yang lebih banyak untuk setiap angkatan.

2. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk dapat mengeksplorasi hubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi, terutama konsep diri pada para


(29)

54

dengan orang tua yang dapat mendukung munculnya orientasi masa depan bidang pendidikan yang lebih jelas.

3. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk tidak menggunakan faktor-faktor yang menurut Nurmi (1991) tidak memiliki hubungan yang kuat dengan orientasi masa depan seperti perkembangan kognitif dan peran gender.

5.2.2 Saran praktis

1. Kepada pihak kepala sekolah, peneliti menyarankan agar membuat rencana untuk mengadakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan siswa. Misalnya seperti membuka ekstrakulikuler baru yang sesuai dengan jurusan yang banyak diminati oleh siswa dan mengadakan pelatihan orientasi masa depan.

2. Kepada pihak guru BK, untuk memberikan bimbingan bagi siswa yang masih mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi. Guru BK juga disarankan untuk dapat memberikan dukungan pada siswa yang memiliki konsep diri yang negatif dan mereka yang tidak mendapatkan dukungan dari orang tua untuk menempuh pendidikan tinggi agar dapat meningkatkan orientasi masa depan bidang pendidikan pada para siswa yang belum jelas. Lalu, guru BK juga dapat memberikan informasi mengenai beasiswa kepada seluruh siswa, khususnya siswa dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah.

3. Sebagai masukan bagi guru BK atau kepala sekolah untuk menyarankan orang tua agar meluangkan waktu lebih untuk berdiskusi dengan siswa mengenai pendidikan di perguruan tinggi dan memberikan informasi tentang pemilihan jurusan di perguruan tinggi.

4. Kepada siswa yang sudah memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas untuk terus melakukan persiapan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan


(30)

55

tinggi. Kepada siswa yang belum memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas untuk terus berusaha dengan cara mencari informasi mengenai jurusan perguruan tinggi melalui brosur yang ada di perpustakaan dan mencari lebih lanjut di internet, bertanya kepada guru BK mengenai jurusan perguruan tinggi yang cocok, atau dengan mengikuti berbagai Expo Perguruan Tinggi yang biasa diadakan di Cirebon.


(31)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI ORIENTASI MASA DEPAN

BIDANG PENDIDIKAN PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA “X”

CIREBON

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

KEVIN TIMOTHY CHRISTIANTO NRP : 1230034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(32)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas pertolongan-Nya peneliti mampu menyelesaikan mata kuliah Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Judul dari penelitian ini adalah “Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan pada Siswa Kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.”

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penelitian yang telah disusun ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan peneliti kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang dapat membangun demi penyempurnaan dan perbaikan tugas ini.

Dalam melakukan penyusunan tugas ini juga peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Tidak lupa peneliti ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Univeristas Kristen Maranatha.

2. Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog, selaku dosen wali dan sekaligus dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti dalam proses penyelesaian usulan penelitian ini.

3. Maria Yuni Megarini C, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang selalu memberikan saran, dukungan, arahan, dan bantuan kepada peneliti.

4. Dra. Endeh Azizah, M.Si., Psikolog, Kristin Rahmani, M.Si., Psikolog, Dra. Irawati, M.Psi., Psikolog, dan Cindy Maria, M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji seminar dan sidang sarjana yang telah memberi banyak masukkan yang sangat membantu.


(33)

5. Kepala Sekolah SMA “X” Cirebon yang memberi dukungan kepada peneliti untuk meneliti di SMA “X”.

6. Guru Bimbingan Konseling SMA “X” Cirebon yang membantu peneliti dengan memberikan informasi mengenai keadaan siswa SMA “X” Cirebon.

7. Siswa-siswa SMA “X” Cirebon yang membantu peneliti dari awal penelitian hingga selesai.

8. Seluruh keluarga peneliti yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam segala proses penyelesaian tugas ini.

9. Pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, semangat, arahan, kritik, saran, dan bantuan lainnya kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan oleh peneliti satu per satu.

Akhir kata peneliti berharap bahwa tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pihak-pihak yang terlibat dan juga memerlukan.

Bandung, Juni 2017


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Friedenberg, L. (1995). Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Gan, Y., Miao, M., Zheng, L., & Liu, H. (2016). Temporal Doppler Effect and Future Orientation: Adaptive Function and Moderating Conditions. Journal of personality.

Graziano, A. M., & Raulin, M. L. (2000). Research Methods : A Process of Inquiry, Fourth Edition, Boston : Allyn & Bacon A Pearson Education Company.

Guilford, J.P. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York: McGraw Hill.

Jansen, M., Scherer, R., & Schroeders, U. (2015). Students' self-concept and self-efficacy in the sciences: Differential relations to antecedents and educational outcomes. Contemporary Educational Psychology, 41, 13-24.

Johnson, S. L., Pas, E., & Bradshaw, C. P. (2016). Understanding the Association Between School Climate and Future Orientation. Journal of youth and adolescence

Kumar, Ranjit. (2014). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. New York: Sage Publications.

Lewin, K. (1939). Field theory and experiment in social psychology. American Journal of Sociology, 44, 868–896.

Linda., & Savitri, Jane (2015) Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain Higher Education pada Siswa Kelas XI SMA "X" Bandung. Jurnal Psikologi Humanitas, 2 (1). pp. 13-28.

McCabe, Kristen M & Barnett, D. (2000). The Relation Between Familial Factors and Future Orientation of Urban, African American Sixth Graders. Journal of Child and Family Studies Vol. 9, No.4. 491-508.

Nurmi, J.E.. (1991). How do adolescents see their future? A review of the development of future orientation and planning. Developmental review 11.1 1-59.


(35)

________, Zhang, W., Chen, L., Yu, F., & Wang, S. (2015). Hopes and Fears for the Future Among Chinese Adolescents. Journal of Research on Adolescence, 25(4), 622-629.

Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D., & Gross, D. L. (2001). Human Development (9th ed). New York: McGraw-Hill.

Santrock, J. W. (2012). Adolescence (14th Ed). USA: McGraw-Hill.

Schmidt, C. J., Pierce, J., & Stoddard, S. A. (2016). The Mediating Effect Of Future

Expectations On The Relationship Between Neighborhood Context And Adolescent Bullying Perpetration. Journal of Community Psychology, 44(2), 232-248.

Siegel. S. (1997), Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Snedecor GW, Cochran WG. (1967). Statistical Methods. 6th Edition. Ames: Lowa State University.

So, S., Voisin, D. R., Burnside, A., & Gaylord-Harden, N. K. (2016). Future orientation and health related factors among African American adolescents. Children and Youth Services Review, 61, 15-21.

Steinberg, L. (2014). Adolescence (10th Ed). USA: McGraw-Hill.


(36)

DAFTAR RUJUKAN

Donato, De., & Edward, E. (2014). The role of social context on future orientation and college preparatory behaviors among Texas high school students (Tesis). University of Texas at Austin: Texas.

Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia: Presiden Republik Indonesia.

Mardani. (2016). Hadapi MEA, Perguruan Tinggi Jadi Ujung Tombak. (Online). (http://www.merdeka.com/peristiwa/hadapi-mea-perguruan-tinggi-jadi-ujung- tombak.html, diakses 7 April 2017).

Radityatami, Sela. (2013). Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Pada Siswa Kelas XI SMA 'X' Bandung (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Weston, L. (2013). Picking the wrong college major can be an expensive error. (Online). (http://www.nbcnews.com/business/picking-wrong-college-major-can-be-expensive- error-2D11664963, diakses 7 April 2017)


(1)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI ORIENTASI MASA DEPAN

BIDANG PENDIDIKAN PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA “X”

CIREBON

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

KEVIN TIMOTHY CHRISTIANTO NRP : 1230034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(2)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas pertolongan-Nya peneliti mampu menyelesaikan mata kuliah Skripsi, Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha. Judul dari penelitian ini adalah “Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan pada Siswa Kelas X dan XI SMA “X” Cirebon.”

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penelitian yang telah disusun ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan peneliti kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang dapat membangun demi penyempurnaan dan perbaikan tugas ini.

Dalam melakukan penyusunan tugas ini juga peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Tidak lupa peneliti ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Univeristas Kristen Maranatha.

2. Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog, selaku dosen wali dan sekaligus dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti dalam proses penyelesaian usulan penelitian ini.

3. Maria Yuni Megarini C, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang selalu memberikan saran, dukungan, arahan, dan bantuan kepada peneliti.

4. Dra. Endeh Azizah, M.Si., Psikolog, Kristin Rahmani, M.Si., Psikolog, Dra. Irawati, M.Psi., Psikolog, dan Cindy Maria, M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji seminar dan sidang sarjana yang telah memberi banyak masukkan yang sangat membantu.


(3)

vi

5. Kepala Sekolah SMA “X” Cirebon yang memberi dukungan kepada peneliti untuk

meneliti di SMA “X”.

6. Guru Bimbingan Konseling SMA “X” Cirebon yang membantu peneliti dengan

memberikan informasi mengenai keadaan siswa SMA “X” Cirebon.

7. Siswa-siswa SMA “X” Cirebon yang membantu peneliti dari awal penelitian hingga selesai.

8. Seluruh keluarga peneliti yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam segala proses penyelesaian tugas ini.

9. Pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, semangat, arahan, kritik, saran, dan bantuan lainnya kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan oleh peneliti satu per satu.

Akhir kata peneliti berharap bahwa tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pihak-pihak yang terlibat dan juga memerlukan.

Bandung, Juni 2017


(4)

56

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Friedenberg, L. (1995). Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Gan, Y., Miao, M., Zheng, L., & Liu, H. (2016). Temporal Doppler Effect and Future Orientation: Adaptive Function and Moderating Conditions. Journal of personality.

Graziano, A. M., & Raulin, M. L. (2000). Research Methods : A Process of Inquiry, Fourth Edition, Boston : Allyn & Bacon A Pearson Education Company.

Guilford, J.P. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York: McGraw Hill.

Jansen, M., Scherer, R., & Schroeders, U. (2015). Students' self-concept and self-efficacy in the sciences: Differential relations to antecedents and educational outcomes. Contemporary Educational Psychology, 41, 13-24.

Johnson, S. L., Pas, E., & Bradshaw, C. P. (2016). Understanding the Association Between School Climate and Future Orientation. Journal of youth and adolescence

Kumar, Ranjit. (2014). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. New York: Sage Publications.

Lewin, K. (1939). Field theory and experiment in social psychology. American Journal of

Sociology, 44, 868–896.

Linda., & Savitri, Jane (2015) Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain Higher Education pada Siswa Kelas XI SMA "X" Bandung. Jurnal Psikologi Humanitas, 2 (1). pp. 13-28.

McCabe, Kristen M & Barnett, D. (2000). The Relation Between Familial Factors and Future Orientation of Urban, African American Sixth Graders. Journal of Child and Family Studies Vol. 9, No.4. 491-508.

Nurmi, J.E.. (1991). How do adolescents see their future? A review of the development of future orientation and planning. Developmental review 11.1 1-59.


(5)

57

Universitas Kristen Maranatha ________, Zhang, W., Chen, L., Yu, F., & Wang, S. (2015). Hopes and Fears for the Future Among Chinese Adolescents. Journal of Research on Adolescence, 25(4), 622-629.

Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D., & Gross, D. L. (2001). Human Development (9th ed). New York: McGraw-Hill.

Santrock, J. W. (2012). Adolescence (14th Ed). USA: McGraw-Hill.

Schmidt, C. J., Pierce, J., & Stoddard, S. A. (2016). The Mediating Effect Of Future

Expectations On The Relationship Between Neighborhood Context And Adolescent Bullying Perpetration. Journal of Community Psychology, 44(2), 232-248.

Siegel. S. (1997), Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Snedecor GW, Cochran WG. (1967). Statistical Methods. 6th Edition. Ames: Lowa State University.

So, S., Voisin, D. R., Burnside, A., & Gaylord-Harden, N. K. (2016). Future orientation and health related factors among African American adolescents. Children and Youth Services Review, 61, 15-21.

Steinberg, L. (2014). Adolescence (10th Ed). USA: McGraw-Hill.


(6)

58

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Donato, De., & Edward, E. (2014). The role of social context on future orientation and college preparatory behaviors among Texas high school students (Tesis). University of Texas at Austin: Texas.

Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia: Presiden Republik Indonesia.

Mardani. (2016). Hadapi MEA, Perguruan Tinggi Jadi Ujung Tombak. (Online). (http://www.merdeka.com/peristiwa/hadapi-mea-perguruan-tinggi-jadi-ujung- tombak.html, diakses 7 April 2017).

Radityatami, Sela. (2013). Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Pada Siswa Kelas XI SMA 'X' Bandung (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Weston, L. (2013). Picking the wrong college major can be an expensive error. (Online). (http://www.nbcnews.com/business/picking-wrong-college-major-can-be-expensive- error-2D11664963, diakses 7 April 2017)