Penerapan Model Accelerated Learning Cycle untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Komunikasi serta Mengurangi Kecemasan Matematis Peserta Didik SMK - repo unpas

  

Abstrak

Sulis Yuniasari: Penerapan Model Accelerated Learning Cycle untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Komunikasi

serta Mengurangi Kecemasan Matematis Peserta Didik SMK

  Penelitian ini fokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, serta kecemasan matematis. Rancangan penelitian yang digunakan ialah kuasi eksperimen dengan metode penelitian Mix Methods. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling dengan terpilih 30 orang peserta didik kelompok eksperimen dan 31 orang peserta didik kelas kontrol pada kelas X RPL SMKS Prakarya Internasional Kota Bandung. Kelompok Eksperimen diberi pembelajaran model Accelerated Learning Cycle, sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan komunikasi matematis, serta angket skala kecemasan digunakan sebagai instrumen penelitian.Data yang digunakan menggunakan uji perbedaan rata- rata Anova Dua Jalur (Kuantitatif) dan MannWhitney untuk melihat perbedaan kemampuan kedua kelompok berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) dan deskripsi (kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran model Accelerated Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada peserta didik yang memperoleh pembelajaran biasa:(b) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik KAM tinggi dan sedang, tinggi dan rendah, yang memperoleh pembelajaran Accelerated

  

Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada peserta KAM sedang dan rendah

  yang memperoleh pembelajaran biasa(c) peningkatan kemampuan komunikasi matematis peserta didik KAM tinggi dan sedang, tinggi dan rendah, yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada peserta KAM sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran biasa: (d)Terdapat hubungan antar kemampuan pemecahan masalah kelas control dengan kecemasan.

  

Kata Kunci: Accelerated Learning Cycle, Kemampuan pemecahan masalah,

Kemampuan Komunikasi

  

Abstract

Sulis Yuniasari: The Application of Accelerated Learning Cycle Method to

Enhance Problem Solving, Communication Ability and Math Anxiety on Senior

High School Students.

  This research focuses on enhancement mathematical problem solving, communication ability and math anxiety. The methods used in this research is mix methods with embedded design type. Samples were taken by purposive sampling technique so that 30 experimental group students and 31 control group students from

  X RPL of Prakarya Internasional senior high school. The experimental group was given Accelerated Learning Cycle model, while the control group was given regular learning.Test of mathematical problem solving and communication abilities, and math anxiety questionnaire were used as research instrument.Quantitative data were analyzed with two ways anova and Mann-Whitney test to see the difference of two groups concidering the initial ability of mathematics (KAM) category. The result show that:(a) enhancement of students mathematical problem solving and communication abilities with Accelerated Learning Cycle model better than students who received regular learning significantly; (b) enhancement of students mathematical problem solving abilty of high and medium, high and low KAM category with Accelerated Learning Cycle model is better than medium and low KAM category with regular learning significantly;(c)enhancement of mathematical communication ability of high and medium, high and low KAM category with Accelerated Learning Cycle models is better than medium and low KAM category with regular learning significantly;(d) there is correlation between of students mathematical problem solving abilty regular learning with math anxiety.

  Keywords: Accelerated Learning Cycle, mathematical problem solving, mathematical communication, math anxiety

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

  Kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi; kemampuan berpikir secara logis, kritis dan kreatif; dan mampu bekerjasama secara efektif merpakan salah satu modal dasar dan utama yang harus dimiliki setiap individu agar mampu bersaing dan bertahan hidup di era globalisasi (BSNP,2006a). Cara berpikir dan sikap tersebut dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika pada hakikatnya memiliki dua arah pengembangan, yaitu: memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang NCTM (Sumarmo: 2004).

  Begitu halnya dengan tujuan pembelajaran matematika yang berdasarkan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (Jatisunda, 2013:2) yaitu: (1) Belajar untuk berkomunikasi; (2) Belajar untuk bernalar ; (3) Belajar untuk memecahkan masalah; (4) Belajar untuk mengaitkan ide; (5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika.

  Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas memperlihatkan harapan agar peserta didik memiliki kemampuan secara khusus. Salah satu aspek yang harus dimiliki peserta didik adalah agar peserta didik memiliki kemampuan pemecahan masalah. Karena dengan memiliki kemampuan pemecahan masalah, menjadikan peserta didik untuk berpikir lebih analitis, artinya peserta didik terdorong untuk membuat keputusan terbaik jika mengahadapi masalah dalam kehidupannya, hal ini sesuai dengan pendapat Sumarmo (Alhaddad, 2014:3) yang menyatakan, pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

  Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis, pakar pendidikan matematika menyelidiki faktor-faktor penyebab kesulitan peserta didik dalam belajar matematika. Berdasarkan hasil survey Shadiq (2007), sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika. Ini menunjukkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika peserta didik kurang baik. Hulukati (2005) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan syarat untuk memecahkan masalah, artinya jika peserta didik tidak dapat berkomunikasi dengan baik memaknai permasalahan maupun konsep matematika, maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik.

  Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang telah peneliti lakukan dengan guru Matematika di Kota Bandung, peserta didik di sekolah tersebut memiliki kesulitan dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika di kelas. Terlebih lagi jika peserta didik diminta mengkomunikasikan gagasan untuk mengerjakan soal, mengeluarkan pendapat, ataupun bertanya kepada guru, mereka tidak memberikan respon apapun.

  Proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik hanya mengerjakan latihan soal-soal rutin dengan menggunakan rumus dan algoritma yang sudah diberikan, hal ini menyebabkan peserta didik akan kesulitan jika menghadapi soal-soal yang tidak rutin dan menghambat kreatifitas peserta didik, sebagaimana hasil penelitian Mullis, dkk (Sumarmo, 2010:495) menunjukkan bahwa soal-soal matematika tidak rutin pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh peserta didik Indonesia.

  Selain kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi, dalam pembelajaran matematika juga selalu muncul rasa frustasi dan trauma yang terus menerus dan tidak tertangani yang akan menyebabkan m uncul-nya kecemasan dalam diri peserta didik. Kecemasan itulah yang secara otomatis menyebabkan penghindaran terhadap sumber kecemasan. Jika hal ini dibiarkan, maka akan mempengaruhi emosi peserta didik baik saat belajar maupun saat berinteraksi dengan mata pelajaran yang menjadi sumber kecemasannya. Richardson dkk (1972) menyatakan bahwa kecemasan matematika melibatkan perasaan tegang dan cemas yang mempengaruhi dengan berbagai cara ketika menyelesaikan soal matematika dalam kehidupan nyata dan akademik. .

  Dengan kata lain, agar kemampuan pemecahan dan komunikasi serta kecemasan matematis peserta didik berkembang dengan optimal dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran dengan respon yang satu pembelajaran yang mendukung hal tersebut adalah Accelerated Learning

  

Cycle. Muligar (2016) menyatakan model Accelerated Learning Cycle adalah

  model dengan pengalaman belajar yang tepat agar peserta didik aktif dan merasakan bermaknanya pembelajaran namun tetap gesit, bersemangat, penuh gairah, enjoy, nyaman. Salah satu pembelajaran yang mendukung hal tersebut adalah Accelerated Learning Cycle. Muligar (2016) menyatakan model

  

Accelerated Learning Cycle adalah model dengan pengalaman belajar yang

  tepat agar peserta didik aktif dan merasakan bermaknanya pembelajaran namun tetap gesit, bersemangat, penuh gairah, enjoy, nyaman. Prinsip belajar yang ditawarkan oleh Accelerated Learning Cycle diantaranya; belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, belajar adalah berkreasi bukan mengkonsumsi, kerjasama dapat membantu proses belajar yang baik, pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri, mendukung emosi positif yang sangat membantu pembelajaran, serta otak yang dapat menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

  Berdasarkan uraian diatas, terlihat adanya saling keterkaitan antara model pembelajaran yang digunakan yaitu model Accelerated Learning Cycle dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, komunikasi matematika serta mengurangi kecemasan matematis terhadap pembelajaran matematika, sehingga judul dalam penelitian ini Penerapan Model Masalah, Kemampuan Komunikasi serta Mengurangi Kecemasan Matematis Peserta Didik SMK.”.

2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning

  Cycle lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah

  matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)?

  b. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)?

  c. Apakah berkurangnya kecemasan matematis peserta didik dalam pembelajaran matematika yang memperoleh pembelajaran dengan model

  Accelerated Learning Cycle lebih baik daripada peserta didik yang

  memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)? d. Apakah terdapat hubungan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan komunikasi matematis? e. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kecemasan matematis? f. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi matematis dan kecemasan matematis?

3. TUJUAN PENELITIAN

  a. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

  b. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

  c. Pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dapat mengurangi kecemasan matematis peserta didik daripada peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

  d. Hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan komunikasi matematis ditinjau dari keseluruhan dan e. Hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kecemasan matematis ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah )

  f. Hubungan antara kemampuan komunikasi matematis dan kecemasan matematis ditinjau dari keseluruhan dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah )

4. METODE PENELITIAN

  Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan Mixed Method. Metode penelitian kombinasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu The Embedded Design.

  Menurut Indrawan dan Yaniawati (2014:84). Metode penelitian (penyisip) The

  Embedded Design adalah penguatan dari proses penelitian yang menggunakan metode tunggal (kualitatif ataupun kuantitatif), karena pada metode (penyisipan (Embedded Design) peneliti hanya melakukan mixed (campuran pada bagian dengan pendekatan kualitatif pada penellitian yang berkarakter kuantitatif. Demikian juga sebaliknya, penyisipan dilakukan pada bagian yang membutuhkan penguatan ataupun penegasan, sehingga simpulan yang dihasilkan memiliki tingkatan kepercayaan pemahaman yang lebih baik, bila dibandingkan dengan hanya menggunakan satu pendekatan saja.

  Berikut adalah gambar desain Embedded Design menurut Creswell dalam Indrawan dan Yaniawati (2014)

  Desain Kuantitatif

1. Desain Penelitian

a. Kuantitatif

  Desain yang digunakan adalah desain eksprerimen ulang (Quasi

  Eksperiment), peneliti melakukan tes awal-tes akhir kepada kedua

  kelompok, yaitu kelas pertama yang memperoleh model pembelajaran

  Accelerated Learning Cycle (Kelas Eksperimen) dan kelas kedua memperoleh pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

  • ---------- b. Kualitatif

  Metode kualitatif berdasarkan hasil pengamatan (observasi), wawancara dan lembar observasi yang telah di analisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan temuan-temuan yang didapatkan selama penelitian di lapangan.

  Aspek yang perlu diamati pada saat observasi yaitu: (1) Memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru; (2) Berdiskusi antara sesama anggota kelompok; (3) Memperhatikan penjelasan teman; (4) Mengerjakan LKS; dan (5) Bertanya kepada guru tentang soal yang tidak dipahami. Sedangkan bagian dari observasi guru meliputi : kegiatan awal, kegiatan inti

  2. Teknik Pengumpulan Data

  1. Pengumpulan Data

  Pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan adalah tes awal dan tes akhir. Sedangkan instrumen untuk non tes digunakan angket kecemasan matematis.

  Adapun tes awal diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik pada kedua kelas dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis sebelum mendapatkan perlakuan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis serta hubungan antara setiap kemampuan setelah mendapatkan perlakuan yang berbeda.

  Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan suatu perlakuan dalam hal ini pembelajaran dengan menggunakan Accelerated Learning Cycle dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi peserta didik serta kecemasan matematis peserta didik.

2. Instrumen yang Diperlukan

  Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Instrumen Tes

  Bentuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan ini adalah tipe uraian.

b. Instrumen Non Tes 1) Angket Kecemasan Matematis

  Tes untuk mengukur kecemasan matematika diadopsi dari berbagai sumber. Tes ini didesain dengan mengacu pada beberapa skala tingkat kecemasan yang telah ada.

  2) Lembar Observasi

  Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan proses belajar mengajar. Tujuan observasi adalah untuk mengamati secara langsung pelaksanaan proses pembelajaran pada materi tersebut guna memperoleh informasi tentang bagaimana proses belajar mengajar di kelas.

  3) Wawancara

  Wawancara dilakukan kepada guru-guru dan peserta didik dengan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian untuk mendapatkan data kualitatif.

5. HASIL PENELITIAN

  Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data yang diperoleh yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan

  postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, data N-Gain serta hasil angket dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga dapat memudahkan untuk menjawab rumusan masalah dan menarik kesimpulan.

a. Analisis Skor Kemampuan Pemecahan Masalah

  Untuk mengetahui apakah perbedaan antara skor rata-rata pretest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol signifikan atau tidak, maka skor pretest diuji dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata. Setelah terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data pada hasil pretest kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis pada kelompok eksperimen dan kontrol, maka uji perbedaan rata-rata dengan uji Mann- Whitney

  

Kelas KAM Mann- Z Sig(2- Kesimpulan Keterangan

Whitney tailed)

  • -1.348 .178

  Eksperimen Tinggi 0,178 H diterima Tidak Lebih Baik

  • -1.235 .217

  Sedang 0,217 H diterima Tidak Lebih Baik

  • -1.929 .054

  Rendah 0,54 H diterima Tidak Lebih Baik

  • -402 .687

  Kontrol Tinggi 0,687 H diterima Lebih baik

  • -201 .841

  Sedang 0,841 H diterima Lebih baik

  • -634 .526

  Rendah 0,526 H diterima Lebih baik Berdasarkann tabel perbedaan hasil pretest kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas eksperimen dan kontrol yang ditinjau berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dapat disimpulkan secara umum bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas kontrol lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen.

  

Post Hoc Perbedaan Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Peserta didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ditinjau dari Perbedaan

KAM

  

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ngain Tukey HSD

  (I) KAM (J) KAM Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

  95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound TINGGI SEDANG .0667 * .02763 .049 .0003 .1332 RENDAH .1286

  • * .03456 .001 .0454 .2117 SEDANG TINGGI -.0667 *

  .02763 .049 -.1332 -.0003 RENDAH .0618 .02647 .059 -.0019 .1255 RENDAH TINGGI -.1286 * .03456 .001 -.2117 -.0454 SEDANG -.0618 .02647 .059 -.1255 .0019

  Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa kelas dengan kategori kam tinggi-sedang, tinggi-rendah, sedang-tinggi, dan rendah tinggi memiliki sig. < 0,05 sehingga H ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional ditinjau dari perbedaan KAM (tinggi, sedan, rendah).

  

Hasil Uji Normalitas Data N-gain

  Kemampuan Pemecahan masalah matematis KELAS KAM Shapiro-Wilk Kesimpulan Ket

  Statistic df Sig. postKONkpm tinggi .904 4 .451 H diterima Normal sedang .919

  20 .094 H diterima rendah .869 7 .180 H diterima keseluruhan .956

  31 .228 H diterima postEKSkpm tinggi .900 5 .412 H diterima Normal sedang .952 22 .341 H diterima rendah .851

  3 .244 H diterima keseluruhan .955 30 .237 H diterima

  Berdasarkan hasil uji tabel 4.10 di atas, nilai sig uji normalitas dengan Shapiro-Wilk berdasarkan perbedaan kategori KAM, n-gain kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan konvensional lebih besar pada sig > 0,05 sehingga H diterima. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada kedua kelas ditinjau dari perbedaan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dan keseluruhan secara signifikan

  Tabel Hasil Perbedaan Pretest

Kelas KAM Mann- Z Sig(2- Kesimpulan Keterangan

Whitney tailed)

  5.000 -3.206 .001

  Eksperimen Tinggi H ditolak Tidak lebih baik

  .000 -2.263 .024

  Sedang H ditolak Tidak lebih baik

  10.000 -1.994 .046

  Rendah H ditolak Tidak lebih baik

  18.000 .081

  Kontrol Tinggi H diterima Lebih Baik

  • 1.747 8.500 -1.064 .287

  Sedang H diterima Lebih Baik

  81.500 -.940 .347

  Rendah H diterima Lebih Baik

   Kemampuan Komunikasi Matematis

  Berdasarkan tabel perbedaan hasil pretestt kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kontrol yang ditinjau berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dapat disimpulkan secara umum bahwa kemampuan komunikasi matematis pada kelas kontrol lebih baik daripada kemampuan komunikasi kelas eksperimen.

   Post Hoc Perbedaan Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Peserta didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ditinjau dari Perbedaan KAM (I) (J) Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval *

KAMEKS KAMEKS Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound

* TINGGI SEDANG 2.1270 .67147 .007 .5096 3.7444 *

  RENDAH 3.7556 .83993 .000 1.7324 5.7787 SEDANG TINGGI

  • 2.1270 .67147 .007 -3.7444 -.5096 * * RENDAH 1.6286 .64323 .037 .0792 3.1779

    RENDAH TINGGI -3.7556 .83993 .000 -5.7787 -1.7324

    * SEDANG -1.6286 .64323 .037 -3.1779 -.0792

  Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kelas dengan kategori kam tinggi-sedang, tinggi-rendah, sedang-tinggi, dan sedang- rendah, rendah-tinggi dan rendah-sedang memiliki sig. < 0,05 sehingga H ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan kemampuan komunikasi yang signifikan antara peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional ditinjau dari perbedaan KAM (tinggi, sedan, rendah).

  

Hasil Uji Normalitas Data N-gain

Kemampuan Komunikasi Matematis

  KELAS KAM Shapiro-Wilk Kesimpulan Ket Statistic df Sig. postKONkkm tinggi .935 5 .631 H diterima Normal sedang .962

  22 .527 H diterima rendah .942 3 .537 H diterima keseluruhan .970

  30 .550 H diterima postEKSkkm tinggi .814 4 .130 H diterima Normal sedang .964

  20 .632 H diterima rendah .935 7 .593 H diterima keseluruhan .965

  31 .387 H diterima

  Berdasarkan hasil uji tabel di atas, nilai sig uji normalitas dengan Shapiro-Wilk berdasarkan perbedaan kategori KAM, n-gain kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan konvensional lebih besar pada sig > 0,05 sehingga H diterima. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis secara signifikan peserta didik pada kedua kelas ditinjau dari perbedaan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dan keseluruhan

  c. Analisis Kecemasan Matematis Tabel Post Hoc Perbedaan Peningkatan Kecemasan Matematis Peserta didik Kelas

  Eksperimen dan Kelas Kontrol ditinjau dari Perbedaan KAM

Multiple Comparisons

  Dependent Variable: preEksCemas Tukey HSD (I) KAMeksperimen (J) KAMeksperimen Mean

  Difference (I-J) Std. Error Sig.

  95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

tinggi sedang -2.4007 2.30019 .553 -7.9413 3.1399

rendah .3250 2.87726 .993 -6.6056 7.2556

sedang tinggi 2.4007 2.30019 .553 -3.1399 7.9413

rendah 2.7257 2.20344 .437 -2.5818 8.0332

rendah tinggi -.3250 2.87726 .993 -7.2556 6.6056

sedang -2.7257 2.20344 .437 -8.0332 2.5818

  Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kelas dengan kategori kam tinggi-rendah, dan rendah-tinggi memiliki sig.>0,05 sehingga H diterima. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan peningkatan kecemasan yang signifikan antara peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional ditinjau dari perbedaan KAM (tinggi, sedang, rendah).

  Post Hoc Perbedaan Peningkatan Kecemsan Matematis Peserta didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ditinjau dari Perbedaan KAM

  

Multiple Comparisons

Dependent Variable: postEksCemas Tukey HSD

  (I) KAMeksperimen (J) KAMeksperimen Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

  95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

tinggi Sedang 3.3563 2.29735 .317 -2.1721 8.8847

Rendah 7.8496
  • *

    2.87372 .022 .9342 14.7649

    sedang Tinggi -3.3563 2.29735 .317 -8.8847 2.1721

    Rendah 4.4933 2.20073 .112 -.8026 9.7892 rendah Tinggi -7.8496

    *

  2.87372 .022 -14.7649 -.9342 sedang -4.4933 2.20073 .112 -9.7892 .8026

  Berdasarkan tabel 4.35 di atas dapat dilihat bahwa kelas dengan kategori kam tinggi-rendah, dan rendah-tinggi memiliki sig. < 0,05 sehingga H ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan peningkatan kecemasan yang signifikan antara peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional ditinjau dari perbedaan KAM (tinggi, sedan, rendah).

  Hasil Uji Korelasi kelas eksperimen Correlations

  KPM KKM KECEMASAN KPM Pearson Correlation 1 .253 .231 Sig. (2-tailed) .177 .220

  N

  30

  30

  30 KKM Pearson Correlation .253 1 -.066 Sig. (2-tailed) .177 .728 N

  30

  30

  30 KECEMASAN Pearson Correlation .231 -.066

  1 Sig. (2-tailed) .220 .728 N

  30

  30

  30

  diperoleh hasil korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan komunikasi matematis peserta didik adalah 0,177 Karena nilai sig.

  > 0,05, maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kemampuan komunikasi matematis.

  Uji Korelasi Kelas Kontrol Correlations KPMkont KKMkont KECEMASANN ** KPMkont Pearson Correlation

  1 -.089 1.000 Sig. (2-tailed) .635 .000 N

  31

  31

  31 KKMkont Pearson Correlation -.089 1 -.089 Sig. (2-tailed) .635 .635 N

  31 **

  31

  31 KECEMASANN Pearson Correlation 1.000 -.089

  1 Sig. (2-tailed) .000 .635 N

  31

  31

  31 hasil korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan kecemasan matematis peserta didik dengan nilai signifikansi 0,000 dimana sig, <0,05, maka dapat disimpulkan H artinya, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kecemasan matematis peserta didik.

6. PEMBAHASAN

a. Accelerated Learning Cycle

  1) Proses Pembelajaran Pembelajaran model Accelerated Learning Cycle merupakan model yang baru bagi peserta didik. Pada awal pembelajaran keengganan dari peserta didik, terutama dalam hal pembagian kelompok. Peserta didik keberatan dengan pembagian kelompok yang ditentukan oleh guru karena biasanya mereka memilih sendiri anggota kelompok yang diinginkan atau hanya dengan teman sebangku. Setelah diberi pemahaman dan pendekatan oleh guru, mereka mulai menerimanya. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaannya terkadang muncul situasi yang kurang kondusif dalam kelompok misalnya ada anggota kelompok terutama peserta didik yang tergolong kategori KAM rendah kurang berpartisipasi dalam kelompoknya.

  Dalam keadaan ini peran guru sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran dijalankan seoptimal mungkin.

  Pada awal pembelajaran guru terlebih dahulu menggali informasi pengetahuan lama yang telah dimiliki peserta didik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu peserta didik menghubungkan pengetahuannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Melalui kegiatan ini peserta didik semakin siap mengikuti pembelajaran.

b. Kemamapuan Pemecahan Masalah

  Berdasarkan analisis terhadap hasil sebelum penelitian pada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning

  Cycle dan pembelajaran konvensional dapat disimpulkan bahwa, tidak

  terdapat perbedaan kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik berdasarkan perbedaan KAM. Hal ini diperjelas dari hasil data kuantitatif yang menyatakan bahwa peserta didik dengan kategori KAM dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated

  Learning Cycle maupun konvensional mempunyai kemampuan kemampuan

  pemecahan masalah matematis awal pada tingkat yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan atau kemampuan awal kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated learning Cycle dan konvensional relatif sama.

  Berkaitan dengan efektifitas pembelajaran pada setiap kategori KAM maka dilakukan pengujian peningkatan pada masing-masing kategori.

  Berdasarkan hasil uji terbukti KAM juga mempengaruhi peningkatan kategori KAM tinggi dan sedang yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle peningkatannya lebih baik daripada peserta didik dengan pembelajaran biasa. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Erland (2000) yang menemukan bahwa Accelerated Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.

c. Kemampuan Komunikasi

  Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pencapaian kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran

  Accelerated Learning Cycle lebih baik dari pada peserta didik yang

  memperoleh pembelajaran biasa. Hal ini terlihat dari posttest, dimana rataan kemampuan komunikasi peserta didik yang memperoleh pembelajaran

  Accelerated Learning Cycle lebih baik dari pada peserta didik yang memperoleh pembelajaran biasa.

  Pada peserta didik kategori KAM tinggi dan sedang, tinggi dan rendah yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle peningkatannya lebih baik daripada peserta didik dengan kategori KAM pembelajaran biasa.

  Pendapat ini sejalan dengan Baroody (Chap Sam dan Cheng Meng, 2007) mengemukakan bahwa ada dua alasan untuk fokus pada komunikasi matematis pertama, matematika merupakan bahasa yang esensial bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya sebagai menyelesaikan masalah dan memberikan kesimpulan, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, memvariasikan ide secara jelas, tepat dan singkat.

  d. Kecemasan Matematis

  Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Hasil di atas diperjelas dari data kuantitatif hasil kecemasan matematis awal peserta didik dengan kategori KAM yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated

  Learning Cycle dengan peserta didik mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional .

  Kemudian data hasil tes akhir kecemasan matematis peserta didik menunjukan hasil bahwa peserta didik kategori KAM tinggi dan rendah yang mendapatkan pembelajaran dengan konvensional tidak lebih baik dari pada peserta didik kategori KAM yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle.

  e. Korelasi

  Hasil analisis memperlihatkan kecemasan matematis peserta didik mempunyai korelasi dengan kemampuan pemecahan masalah matematis.

  Artinya semakin rendahnya kecemasan matematis maka akan semakin didik. Sebaliknya semakin tingginya kecemasan matematis peserta didik maka akan semakin rendahnya kemampuan representasi matematis peserta didik.

  Kemudian jika dilihat pada proses pembelajaran, peserta didik yang mempunyai kecemasan matematis yang rendah cenderung dapat mengemukakan konsep matematika dan merepresentasikannya di depan kelas jika diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya tetapi hal ini tidak terjadi kepada peserta didik yang mempunyai kecemasan matematis yang tinggi yang hanya bisa diam di tempat duduknya, bahkan ada peserta didik yang ketakutan jika ditanya ataupun didekati oleh peneliti pada saat pembelajaran.

7. Kesimpulan

  1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model Accelerated

  Learning Cycle lebih baik dari pada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional.

  2) Peningkatan kemampuan Komunikasi matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model Accelerated

  Learning Cycle lebih baik dari pada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional.

  3) Berkurangnya kecemasan matematis peserta didik yang mendapatkan lebih baik dari pada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional. Peserta didik kategori KAM yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning

  Cycle lebih baik daripada peserta didik kategori KAM yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

  a) Gambaran Kemampuan Pemecahan masalah Matematis Hasil wawancara menunjukan peserta didik merasa lebih mudah dan memahami soal-soal kemampuan pemecahan masalah setelah mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle dan konvensional. Artinya peserta didik mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Hasil wawancara dan pengamatan lainnya menunjukan peserta didik mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada saat pembelajaran, hal ini ditandai dengan seringnya komunikasi yang terjadi antara sesama peserta didik ataupun dengan peneliti pada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle.

  b) Gambaran Kemampuan Komunikasi Matematis Peserta didik kategori KAM yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle mempunyai peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik daripada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.. Hasil wawancara menunjukan peserta didik merasa lebih mudah dan memahami dengan model Accelerated Learning Cycle dan konvensional. Hasil pengamatan menunjukan bahwa peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan model Accelerated Learning Cycle mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis pada saat pembelajaran, hal ini ditandai dengan seringnya peserta didik mengkomunikasikan permasalahan sehari-hari ataupun yang mereka lihat pada saat pembelajaran kedalam konsep matematika yang mereka pelajari.

  c) Gambaran Kecemasan Matematis

  Accelerated Learning Cycle berpengaruh terhadap kecemasan

  matematis peserta didik. Pembelajaran Accelerated Learning Cycle lebih berpengaruh karena pada saat pembelajarannya peserta didik merasa nyaman saat belajar dengan teman seumurnya. Berbeda dengan pembelajaran

  Accelerated Learning Cycle, interaksi positif antar peserta didik dapat

  diciptakan sehingga pembelajarannya pun menjadi menyenangkan dan peserta didik menjadi lebih bersemangat dan lebih aktif dalam pembelajaran 4) Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol dengan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.

  Rujukan

  Alhaddad, I. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah

  serta Self Regulated Learning Mahasiswa melalui Pembelajaran Model Treffinger. DisertasiUPI :Tidakditerbitkan Amelia. (2012). Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI. Bandung: tidak diterbitkan

  Erland, J. Kuyper. (2000). Brain-Based Acce-lerated Learning Longitudinal Study Reveals Subsequent High Academic Achievement Gain for Low Achieving, Low Cognitive Skill Fourth Grade Students.Journal of Accelerated Learning and Teaching, Volume 25 No. 3 dan4, hlm. 5-47.

  Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan komunikasi dan Pemecahan

  Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi

  Doktor pada PPS UPI:Tidakditerbitkan Jatisunda, M.G. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

  Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating

  Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual . Thesis UPI:

  Tidakditerbitkan

  

Muligar. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Accelerated Learning

Cycle untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Representasi Matematis serta Mengurangi Kecemasan Matematis Ditinjau dari Perbedaan Gender Siswa SMP. Thesis(S2) thesis, UNPAS.

  Richarson, F.C. dan Suinn, R.M. (1972)”The Mathematics Anxiety Rating Scale Psychometric Data”. Journal of Counseling Psychology, 19 (6), 551-554). Sumarmo, U. (2004).pembelajaran matematika untuk Mendukung Pelaksanaan

  Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Pertemuan MGMP Matematika di SMP negeri 1 Tasikmalaya.

Dokumen yang terkait

Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

2 22 186

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

1 21 58

Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa SMP

1 5 13

Upaya Guru Meningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Open Ended

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning - repo unpas

0 0 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning - repo unpas

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN - Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Dampaknya Terhadap Kecemasan Belajar Siswa dalam Matematika - repo unpas

0 0 21

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS - Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Dampaknya Terhadap Kecemasan Belajar Siswa dalam Matematika - repo unpas

0 0 37

BAB I - Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Kominikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa - repo unpas

0 1 13

BAB II - Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Kominikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa - repo unpas

0 0 16