Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh :

Ila Bainatul Hayati

109017000023

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa” disusun oleh Ila Bainatul Hayati, NIM. 109017000023, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Mei 2014 Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. H.M. Ali Hamzah M.Pd. Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd. NIP. 19480323 198203 1 001 NIP. 1979061 200604 2 004


(3)

(4)

NIM : 109017000023

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2009

Alamat : Jl. Pulo Panjang RT.002/08 No.48 Cinere – Kota Depok

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd.

NIP : 19480323 198203 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd.

NIP : 1979061 200604 2 004

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Mei 2014 Yang Menyatakan

Ila Bainatul hayati Nim: 109017000023


(5)

i Negeri Syarif Hidayatullah.

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji 1) Peningkatan komunikasi matematis siswa melalui model Treffinger, 2) Mengetahui aktivitas belajar matematika siswa dalam pembelajaran model Treffinger. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Hidayatul Umam 2013/2014 pada bulan Januari-Februari 2014.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar, wawancara dan lembar observasi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model Treffinger dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa. Hal ini terlihat dari hasil rata-rata komunikasi matematis siswa pada siklus I sebesar 67.40 menjadi 76.28 pada siklus II. Kemudian terlihat dari kenaikan persentase aktivitas belajar matematika siswa mencapai lebih dari 75% atau dalam kategori baik. Selain itu, penerapan model Treffinger dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, rata-rata siswa pada siklus I mencapai 67, meningkat menjadi 74 pada siklus II. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model Treffinger dapat meningkatkan meningkatkan komunikasi matematis siswa dan hasil belajar siswa.


(6)

ii

Mathematics”. Skripsi Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The purpose of this research are: 1) Improving of student’s communication in learning mathematics with Treffinger approach, 2) Knowing the learning activities of students in learning mathematics models Treffinger. This research was conducted in MTs Hidayatul Umam academic year 2013-2014 on January-February 2014.

The methodologi of research is Classroom Action Research (CAR) which consists of four stages, planning, acting, observating and reflecting. The research instrument are the test result of learning mathematics, interview and observation sheets

The result of the research shows that Implementation Treffinger approach in teaching mathematics can improve the student’s Communication in learning mathematics. It is shows from the average scor of student’s activities in learning mathematics in first cycle is 67.40% up to 76.28% in second cyle. Then, shows the increase of the percentage every indicator of student’s activities in learning mathematics reached more than 75% or in good category. In addition, the model of Treffinger approach can improve students’ mathematics learning outcomes, the average student in the first cycle reached 67, increasing to 74 in second cycle. This study concludes that through Treffinger can increase the student’s activities in learning mathematics and mathematics learning outcomes.


(7)

iii

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat ihsan, nikmat iman, dan nikmat islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Sholawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Mu’in, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Penasehat akademis Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan semangat dalam mendidik penulis selama ini. 5. Bapak Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, waktu, arahan, kesabaran dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

6. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, waktu, arahan dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah swt.


(8)

8. Bapak Dedi Jayadi S.Ag., selaku kepala sekolah MTs Hidayatul Umam Cinere yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Bapak Afrizon, S.T., selaku observer, yang telah membantu penulis dalam

melaksanakan penelitian ini.

10.Siswa dan Siswi MTs Hidayatul Umam Cinere, khususnya kelas VIII-1 yang telah kooperatif dalam penelitian ini.

11.Untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda H. Abdullah HM dan Ibunda Munani S.Pdi., yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

12.Kepada Sake, Unung, Linda, Pupu, Nisa, Memei, Cicit, Bundo, Esti dan Irna serta seluruh teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2009. Terima kasih atas canda tawa dan kebersamaan kalian selama ini.

13.Kepada teman-teman Nahdhotusyabab, yang tak pernah berhenti memberikan dukungan dan canda tawa sekaligus rasa semangat kepada penulis.

14.Kepada sahabat-sahabatku Kiki, Imut, Wardah, Nadia dan N’ca yang tak pernah merasa bosan menghibur dikala penulis mengalami kesedihan.

Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, April 2014

Penulis Ila Bainatul Hayati


(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... . ix

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area ... 6

C. Fokus Penelitian ... 6

D. Pembatasan Fokus Penelitian ... 6

E. Rumusan Masalah ... 6

F. Tujuan Penelitian ... 7

G. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: LANDASAN TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Landasan Teoritis 1. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 8

2. Model Treffinger ... 15

B. Hasil penelitian yang Relevan ... 21

C. Kerangka Konseptual ... 22

D. Pengajuan Hipotesis Tindakan ... 24

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

B. Metode Penelitian... 25

C. Subjek Penelitian ... 27

D. Desain Tindakan ... 27


(10)

F. Tahapan Intervensi Tindakan ... 29

G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 31

H. Deskripsi Data ... 32

I. Instrumen Pengumpul Data ... 32

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ... 35

K. Teknik Pengumpulan Data ... 36

L. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis... 36

M. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 37

BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, REKAPITULASI DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan ... 39

1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 39

2. Pelaksanaan Prapenelitian ... 39

3. Penelitian Siklus I ... 40

a. Tahap Perencanaan ... 40

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 40

c. Tahap Observasi dan Analisis ... 50

d. Tahap Refleksi ... 56

a. Penelitian Siklus II ... 57

b. Tahap Perencanaan ... 57

c. Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 58

d. Tahap Observasi dan Analisis ... 63

e. Tahap Refleksi ... 69

B. Interpretasi Analisis Data ... 70

C. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 73

D. Pembahasan Temuan Penelitian ... 74

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(11)

vii

Tabel 3.3 Kategori Aktivitas Belajar ... 32

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Tes Siklus I ... 33

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen tes Siklus II ... 34

Tabel 3.6 Kisi-kisi Observasi Aktivitas ... 34

Tabel 3.7 Kisi-kisi Wawancara ... 35

Tabel 4.1 Persentase Aktivitas Siswa Belajar Matematika Siklus I ... 50

Tabel 4.2 Hasil Tes Formatif Akhir Siklus I ... 51

Tabel 4.3 Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus I ... 52

Tabel 4.4 Hubungan kemampuan Komunikasi Matematis dan Aktivitas Belajar Matematika Siklus I ... 56

Tabel 4.5 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Divergen Pert-6 ... 59

Tabel 4.6 Persentase Aktivitas Siswa Belajar Matematika Siklus II ... 63

Tabel 4.7 Hasil Tes Formatif Akhir Siklus II ... 64

Tabel 4.8 Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus II ... 64

Tabel 4.9 Hubungan kemampuan Komunikasi Matematis dan Aktivitas Belajar Matematika Siklus II ... 68

Tabel 4.10 Perbedaan Persentase Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus I Dan Siklus II ... 70

Tabel 4.11 Perbedaan Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siklus I dan Siklus II ... 72

Tabel 4.12 Hasil Aktivitas Belajar Matematika Tes Formatif dan Wawancara Siklus I dan Siklus II ... 74


(12)

viii

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 28

Gambar 4.1 Hasil Diskusi Siswa Pada Tingkat Divergen Pert-1 ... 42

Gambar 4.2 Hasil Diskusi Siswa Pada Tingkat Divergen Pert-3 ... 46

Gambar 4.3 Contoh Soal Lembar Kerja Siswa Pert-4 ... 48

Gambar 4.4 Hasil Diskusi Siswa Pada Tingkat Divergen Pert-4 ... 48

Gambar 4.5 Hasil Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus I .... 53

Gambar 4.6 Indikator Kemampuan Komunikasi pada Aspek writing ... 53

Gambar 4.7 Indikator Kemampuan Komunikasi pada Aspek drawing ... 54

Gambar 4.8 Indikator Kemampuan Komunikasi pada Aspek ME ... 55

Gambar 4.9 Hasil Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus II ... 65

Gambar 4.10 Indikator Kemampuan Komunikasi pada Aspek drawing ... 66

Gambar 4.11 Indikator Kemampuan Komunikasi pada Aspek ME ... 67

Gambar 4.12 Indikator Kemampuan Komunikasi pada Aspek writing ... 68

Gambar 4.13 Perbandingan Persentase Kemampuan Komunikasi Matematis Siklus I dan Siklus II ... 71


(13)

ix

Lampiran 2 Pembagian Kelompok Siklus I ... 82

Lampiran 3 Pembagian Kelompok Siklus II ... 84

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I (RPP Siklus I) ... 86

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II (RPP Siklus II) ... 98

Lampiran 6 Lembar Permasalahan (LKS) Siklus I ... 110

Lampiran 7 Lembar Permasalahan (LKS) Siklus II ... 125

Lampiran 8 Validitas Instrumen Tes Siklus I ... 136

Lampiran 9 Instrumen Tes Siklus I ... 138

Lampiran 10 Validitas Instrumen Tes Siklus II ... 140

Lampiran 11 Instrumen Tes Siklus II ... 142

Lampiran 12 Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa ... 144

Lampiran 13 Pedoman Wawancara Siklus I ... 146

Lampiran 14 Pedoman Wawancara Siklus II ... 147

Lampiran 15 Jawaban Instrumen Siklus I ... 148

Lampiran 16 Jawaban Instrumen Siklus II ... 151

Lampiran 17 Hasil Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I ... 153

Lampiran 18 Hasil Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus II... 155

Lampiran 19 Hasil wawancara Siklus I ... 157

Lampiran 20 Hasil wawancara siklus II ... 159

Lampiran 21 Nilai Tes Formatif Siklus I ... 161

Lampiran 22 Nilai Tes Formatif Siklus II ... 162

Lampiran 23 Perhitungan Mean dan Persentase Siklus I ... 163

Lampiran 24 Perhitungan Mean dan Persentase Siklus II ... 164

Lampiran 25 Perhitungan Persentase aktivitas belajar matematika siklus I ... 165

Lampiran 26 Perhitungan Persentase aktivitas belajar matematika siklus II ... 166


(14)

(15)

1

daya manusia sehingga dituntut untuk terus berupaya mempelajari, memahami, dan menguasai berbagai macam ilmu. Kemudian ilmu-ilmu tersebut diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan.Dengan pendidikan peserta didik dapat memiliki keunggulan dalam bidangnya masing-masing.

Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang berbunyi:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Dalam upaya meningkatkan kecerdasan peserta didik, maka diperlukan ilmu pengetahuan yang dapat mencerdaskan peserta didik. Salah satu ilmu pengetahuan yang dapat mencerdaskan peserta didik adalah ilmu matematika. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam dunia pendidikan.Oleh sebab itu, matematika harus dipelajari di setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai SMA. Salah satu kemampuan matematika yang harus dikuasai oleh siswa adalah kemampuan komunikasi, karena kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan fondasi dalam membangun pengetahuan siswa terhadap matematika.Namun, pada kenyataannya siswa sedikit sekali dapat mengkomunikasikan ide matematika sehingga kemampuan komunikasi siswa rendah.Siswa hanya biasa mengerjakan soal yang dituntut mencari hasil namun jarang sekali ditanya langkah-langkah pengerjaannya.

1

Akhmad Sudrajat, Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003, 2010,


(16)

Pentingnya komunikasi juga dijelaskan dalam tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP, adapun tujuan pembelajaran matematika yaitu:2

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Pada point keempat, tujuan pembelajaran matematika adalah siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide matematika kedalam bentuk simbol, tabel diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah matematika. Oleh sebab itu, rendahnya kemampuan matematika bisa jadi salah satu penyebabnya adalah siswa kurang mampu mengkomunikasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk simbol, tabel, diagram atau media lainnya.

Greenes dan Schulman mengutarakan, bahwa komunikasi metematis merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi,

2

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah, (Jakarta: BSNP, 2006), 2013, h. 140 , (http://ebookbrowsee.net/buku-standar-isi-SMP-pdf-694762883)


(17)

membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.3

Komunikasi dalam matematika sangat perlu ditumbuhkembangkan, karena kemampuan komunikasi matematis merupakan alat bantu pikir siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini sependapat dengan Baroody, bahwa ada dua alasan mengapa komunikasi matematis siswa perlu ditumbuhkembangkan, yaitu: (1) matematika adalah alat bantu berpikir, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, (2) matematika sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antar guru dan siswa.4

Berdasarkan hasil belajar siswajuga menunjukkan bahwa komunikasi matematis siswa masih rendah.Dari instrument yang dibuat hanya 10 atau 25.64% siswa dari 39 siswa yang dapat mengkomunikasikan ide matematika dengan baik.5

Dalam menyelesaikan soal komunikasi tersebut sebagian besar siswa kesulitan dalam mengkomunikasikan hal-hal yang diketahui dalam soal menjadi kalimat-kalimat matematika, seperti merubah soal tersebut menjadi simbol-simbol matematika.Hal ini juga telah dibuktikan dalam penelitian Kadir yang menyebutkan bahwa komunikasi matematis siswa masih rendah, antara lain:6

1. Secara umum siswa tidak dapat menjawab pertanyaan lanjutan dari sebuah soal yang masih memerlukan informasi tambahan.

2. Siswa belum dapat membuat model matematika dari sebuah masalah non rutin yang melibatkan bilangan pecahan, hal ini berdampak pada siswa tidak dapat memecahkan soal yang diberikan.

3Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan pendekatan Open

-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”, Algoritma, vol. 1, 2006, h. 109.

4Ibid. 5

Dilakukan di MTs Hidayatul Umam Cinere pada Bulan November. 6

Kadir, Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP di Daerah Pesisir Kabupaten

Buton setelah Mendapatkan Pembelajaran Kontekstual Pesisir, Jurnal Pendidikan Matematika,


(18)

3. Masih banyak siswa yang belum dapat membuat model matematika dari suatu soal yang disusun dalam bentuk tabel dengan susunan yang tidak biasa.

4. Masih banyak siswa yang salah dalam melakukan perkalian antara suatu bilangan dengan sebuah persamaan.

5. Masih banyak siswa yang salah dalam menentukan bilangan pengali untuk menyelesaikan suatu model matematika dengan metode eliminasi.

6. Masih ada siswa yang belum dapat menuliskan jawaban akhir sebagai solusi dari suatu masalah.

Kemampuan komunikasi matematis siswa jarang mendapat perhatian dari guru. Guru lebih berusaha agar siswa mampu menjawab soal dengan benar tanpa meminta alasan jawaban siswa, ataupun meminta siswa untuk mengkomunikasikan pemikiran, ide dan gagasannya. Hal ini sependapat dengan Cai ‘it is so rare for students to provide explanation in mathematics class, so strage to talk about mathematics, and so surprising to justify answer’ artinya bahwa akibat dari jarangnya para siswa dituntut untuk memberikan penjelasan dalam pelajaran matematika, maka sangat asing bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka, dengan demikian adalah hal yang mengejutkan bagi siswa jika diminta untuk memberikan alasan atas jawabannya.7

Mengingat pentingnya komunikasi matematis siswa berdasarkan uraian di atas, bahwa perlu adanya model baru untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan di Mts. Hidayatul Umam, guru matematika masih saja menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu dengan menggunakan metode ceramah. Pada metode ini hanya guru yang berperan aktif menjelaskan kepada siswa, siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran.

Menurut Sarson W.Dj.Pomalato untuk menjadikan pembelajaran matematika menarik bagi siswa sehingga mereka menjadi aktif dan kreatif

7

Wahid Umar, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran

Matematika”, Jurnal Ilmiah Program studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2012, h. 3.


(19)

dalam mengikuti pembelajaran, maka diharapkan hal itu akan memberikan efek positif terhadap hasil belajar yang diperolehnya. Hasil belajar yang dimaksud antara lain tercermin pada kemampuan komunikasi matematis, penalaran, kemampuan kreatif matematik serta kemampuan pemecahan masalah yang dapat diaplikasikannya pada masalah matematika dan pada masalah yang dihadapinya sehari-hari.8

Terdapat banyak metode pembelajaran salah satunya adalah metode ceramah. Metode ini sering digunakan oleh guru sebagai metode alternatif dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam pembelajaran matematika, metode ini dianggap kurang efektif karena dalam matematika tidak hanya menyelesaikan masalah dengan menggunakan rumus tetapi juga dilihat pada prosesnya. Metode ini juga kurang efektif dalam meningkatkan komunikasi matematis siswa, karena metode ini bersifat teacher centeredyaitu hampir seluruh informasi berasal dari penjelasan guru, sementara siswa cenderung bersifat pasif.

Untuk mewujudkan agar siswa memiliki kemampuan komunikasi yang baik, oleh karena itu dibutuhkan pula model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran Treffinger.

Treffinger adalah proses pembelajaran yang mencakup dua ranah, yaitu kognitif dan afektif.Model pembelajaran ini mempunyai tiga tahap, yaitu: tingkat divergen, practice with process dan working real with problems dalam menghadapi masalah yang sebenarnya dengan cara sistematis dalam mengolah gagasan sehingga persoalan dapat dipecahkan secara imajinatif melalui pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi menyangkut cara memperoleh informasi, mengingat informasi dan menggunakaninformasi tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah.

Melihat uraian di atas, bahwasanya model pembelajaran Treffinger diduga memiliki pengaruh dalam kemampuan komunikasi matematis siswa.

8

Sarson W. Dj. Pomalato, Mengembangkan Kreatifitas Matematik Siswa dalam

Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger, Mimbar Pendidikan, vol. 1,


(20)

Oleh karena itu,penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran Treffinger, dikarenakan siswa akan memiliki kreativitas yang tinggi sehingga komunikasi matematis dapat berjalan dengan baik. Maka peneliti memutuskan untuk memilih judul “Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”.

B.Identifikasi Area

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka timbul permasalahan sebagaiberikut:

1. Siswa sulit mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang mereka miliki ke dalam simbol-simbol matematika.

2. Siswa hanya dapat menjawab soal yang benar, tanpa ada alasan jawaban 3. Siswa jarang untuk memberikan penjelasan dalam menyelesaikan soal

matematika, maka sangat asing bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide.

4. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru. C. Fokus Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini terfokus kepada:“Bagaimanakah pembelajaran dengan menggunakan model Treffingerdapat meningkatkan komunikasi matematis siswa?”

D.Pembatasan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaranTreffinger meliputi tingkat divergen, menerapkan keterampilandan pengaplikasian.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa pada komunikasi tulisan. E.Rumusan Masalah

Berdasarkan kepada batasan masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan model Treffinger dapat meningkan komunikasi matematika siswa?


(21)

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah tercantum di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahuiadanya peningkatan komunikasi matematis siswa setelah menggunakan model pembelajaran Treffinger.

2. Untuk mengetahui aktivitas siswa ketika proses pembelajarannya menggunakan model Treffinger.

G.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak lain, manfaatnya antara lain:

1. Siswa

Dapat mengembangkan daya kreativitas siswa dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dalam matematika.

2. Sekolah

Pembelajaran kreatif model Treffinger merupakan salah satu cara alternatif untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa.

3. Guru

Memberikan pilihan baru bagi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dalam pelajaran matematika.

4. Peneliti

Menjadi bahan pertimbangan ataupun referensi untuk mengkaji lebih dalam tentang model pembelajaran Treffinger ataupun permasalahan yang berkaitan dengan model Treffinger.


(22)

8

1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh siswa mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi yang selalu berkesinambungan pada setiap tingkatannya. Misalnya saja, matematika yang dipelajari Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu tentang “bangun datar”, pada tingkat SMP mempelajari “bangun ruang sisi datar” dan pada tingkat SMA mempelajari “bangun ruang sisi lengkung”.

Kata matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.1

Matematika adalah salah satu alat bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Matematika merupakan bahasa universal dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang di dunia ini.2 Misalnya saja, menyatakan penjumlahan yang berarti bertambah menggunakan lambang sedangkan untuk menyatakan pengurangan yang berarti berkurang menggunakan lambang .

Hal ini sesuai dengan pendapat Lerner bahwa matematika merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.3 Selanjutnya Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat Umar, mengatakan bahwa matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan

1

Erna Suwaningsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI

PRESS, 2006), h.3. 2

iiZainab, Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika, 2011,

(mgmpmatoi.blogspot.com). 3

Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 202-203.


(23)

konstruksi generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri dan analisis.4

Dari pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan, bahwa matematika merupakan bahasa universal, berupa simbol yang dapat dipahami oleh setiap orang di dunia dan merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam memecahkan berbagai persoalan matematika di dalam kehidupan sehari-hari.

Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika, yaitu matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan sebagai alat komunikasi. Hal ini sependapat dengan Cockroft bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:5

a. Selalu digunakan dalam segi kehidupan.

b. Semua bidang studi memerlukan keterampilan bidang matematika yang sesuai.

c. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas. d. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.

e. Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan. f. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Perlunya belajar matematika juga dijelaskan oleh Departemen Pendidikan Nasional yang terdapat dalam Standar Isi Mata pelajaran Matematika, bahwasanya tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:6

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4

Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat Umar, Mengelola Kecerdasan dalam

Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis kecerdasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 109.

5

Abdurrahman, op. cit., h. 204. 6

Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional,


(24)

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Salah satu alasan perlunya belajar matematika yang telah disebutkan di atas adalah komunikasi. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu informasi dari satu orang ke orang lain sehingga mereka mempunyai makna yang sama terhadap informasi tersebut.7

Menurut Gusni komunikasi adalah sebuah cara berbagi ide-ide dan memperjelas pemahaman, maka melalui komunikasi ide-ide tersebut direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan dan diubah.8 Everett M. Rogers juga mendefinisikan bahwa komunikasi proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu informasi (berupa gagasan atau ide) dari satu orang ke orang lain untuk memperjelas suatu pemahaman, sehingga terjadinya suatu perubahan.

Dengan diketahui definisi matematika dan komunikasi, maka dapat dikemukakan pengertian komunikasi matematis. Komunikasi matematis adalah proses penyampaian suatu informasi berupa simbol matematika, gagasan atau ide matematika untuk memperjelas suatu pemahaman dalam memecahkan berbagai persoalan matematika di dalam kehidupan sehari-hari.

Komunikasi matematis merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam lingkungan pengalihan pesan matematik. Dalam hal ini, pesan berupa materi

7

Zainab, loc. cit. 8

Gusni Satriawati, Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan

Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP, ALGORITMA, Vol 1, 2006, h.


(25)

matematika dan cara pengalihannya dapat berupa lisan maupun tulisan. Cockroft menyatakan bahwa: “We believe that all this perceptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics provide a means of communication which is powerful, concise, and unambiguous.” Pernyataan ini menunjukkan tentang perlunya para siswa belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.9

Komunikasi matematis menurut NCTM adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri.10

Melalui komunikasi, ide matematika dapat dikeluarkan dalam berbagai pendapat setiap individu, sehingga matematika dihasilkan. Dapat dikatakan bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Karena, dengan komunikasi siswa dapat menyampaikan gagasan-gagasan yang mereka miliki dalam memecahkan persoalan matematika. Misalnya saja, dalam menyajikan soal kedalam tabel, diagram ataupun simbol.

Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan.11 Adanya kemampuan komunikasi matematis dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan simbol, tabel ataupun gambar-gambar.

Menurut Greenes dan Schulman mengatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan:12

9

Fadjar Shadiq, op. cit., h. 5-6. 10

NCTM, “Principle and Standards for School Mathematics”, (Virginia: NCTM), 2000),

h. 36-39 11

Wahid Umar, Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran

Matematika, Jurnal Ilmiah Program studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2012, h.

1.

12Ibid ., h. 2.


(26)

1. Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik.

2. Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik.

3. Wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan. Curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.

Selain itu, NCTM mengemukakan bahwa komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam hal:13

1. Membaca dan menulis matematika, menafsirkan makna dan ide.

2. Mengungkapkan dan menjelaskan tentang ide matematika dan hubungannya. 3. Merumuskan definisi matematika dan membuat generalisasi yang ditemukan

dalam investigasi.

4. Menuliskan sajian matematika dengan pengertian.

5. Menggunakan kosa-kata/bahasa, notasi struktur secara matematika untuk menyajikan ide dan menggambarkan hubungan dan pembuatan model.

6. Memahami, menafsirkan dan menilai ide yang disajikan secara lisan, dalam tulisan atau bentuk visual.

7. Mengamati dan membuat dengan merumuskan pertanyaan mengumpulkan serta menilai informasi.

8. Menghasilkan dan menyajikan argument yang meyakinkan.

Selanjutnya Sumarmo juga mengatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:14

a. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika.

b. Membuat model situasi atau persoalan mengguanakan metode lisan, tulisan, konkrit, grafik dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

13

NCTM, loc. cit. 14


(27)

d. Mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika. e. Membaca dengan pemahaman suatu persentasi matematika tertulis.

f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.

g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diketahui apabila siswa mampu menyajikan ke dalam bentuk tabel, grafis atau simbol-simbol. Hal ini sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis yang dijelaskan oleh Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul “Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem”, bahwa seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bila ia telah dapat melakukan beberapa hal di bawah in, antara lain:15

1. Memberikan alasan terjadi atau tidak terjadinya sesuatu, baik secara induktif maupun deduktif

2. Menafsirkan sesuatu hal berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya

3. Menyatakan ide atau gagasan, baik secara lisan, tulisan maupun dengan peragaan atau demonstrasi

Indikator komunikasi matematis menurut NCTM, adalah:16

1. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi matematika dan mengkomunikasikan dengan siswa lain.

2. Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru dan lainnya.

3. Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.

4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika.

15

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2003), h. 7. 16


(28)

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis, antara lain:17

1. Pengetahuan prasyarat

Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa akibat proses belajar sebelumnya.

2. Kemampuan membaca, diskusi dan menulis

Membaca, diskusi dan menulis bertujuan untuk memperjelas pemikiran dan mempertajam pemahaman.

3. Pemahaman matematik

Pemahaman matematik yang dimaksud adalah pengetahuan siswa tentang konsep matematika dan kemahiran siswa dalam menggunakan strategi penyelesaian terhadap soal atau masalah yang diberikan.

Kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian adalah kemampuan komunikasi tertulis. Sedangkan untuk kemampuan komunikasi lisan dapat dilihat ketika proses pembelajaran berlangsung, yaitu ketika siswa menyampaikan sebuah ide atau pendapat. Jika semua siswa dapat berargumen dengan tepat, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi lisan siswa lebih baik dari sebelumnya.

Dari indikator-indikator yang telah diuraikan di atas, maka indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti pada penelitian ini adalah: 1. Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan tulisan. 2. Drawing, yaitu menginterpretasikan ide matematika ke dalam bentuk gambar. 3. Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika yang

berkaitan dengan peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol matematika.

Sedangkan komunikasi lisan yang dijadikan sebagai informasi untuk menunjang komunikasi tertulis siswa dapat dilihat dari aktivitas belajar matematika siswa selama mengikuti proses pembelajaran, baik itu ketika siswa bekerja secara berkelompok atau ketika siswa sedang persentasi hasil pekerjaannya di depan kelas.

17


(29)

2. Model Treffinger

Model berarti contoh, acuan, ragam atau macam.18 Dapat dikatakan bahwa model adalah adalah rancangan dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di dalam kelas.

Robert Glaser telah mengembangkan suatu model pengajaran yang membagi proses belajar mengajar dalam empat komponen atau tahapan, yaitu:19 1. Instruksional Objektives

Instruksional Objektives yaitu tujuan pengajaran, semua kualifikasi yang diharapkan dimiliki peserta didik bila ia telah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar tertentu.

2. Entering Behavior

Entering Behavior yaitu kemampuan peserta didik sebelum pengajaran dimulai.

3. Intruktional Procedure

Intruktional Procedure yaitu perencanaan proses belajar mengajar. 4. Performance Assesment

Performance Assesment yaitu tahapan evaluasi untuk mengetahui apakah proses belajar mengajar itu tercapai.

sebagian peserta didik mempunyai nilai rendah di bawah rata-rata, sehingga proses belajar mengajar di dalam kelas tidak berhasil. Hasil penilaian yang rendah disebabkan karena banyak kemungkinan, misalnya saja peserta didik kurang menguasai materi sebelumnya atau kurangnya motivasi guru yang dituju pada peserta didik.

Ada beberapa model yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik di dalam kelas, salah satunya adalah model pembelajaran Creatif Problem Solving. Model Creatif Problem Solving adalah model pembelajaran dimana peserta didik dihadapkan pada suatu kondisi bermasalah,20 dan peserta didik

18

Abuddin Nata, Metodologi Studi islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.

161. 19

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: kalam Mulia, 2005), h. 163.

20Ibid., h. 219.


(30)

dituntut untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kreatif. Untuk itu peserta didik harus menemukan sejumlah strategi untuk dapat menyelesaikan suatu masalah tersebut dengan benar dan tepat.

Dalam menyelesaikan masalah tersebut peserta didik dapat menggunakan dua cara, cara yang pertama yaitu dengan cara konvergen dan kedua yaitu dengan cara divergen.21 Untuk menyelesaikan suatu masalah yang kreatif peserta didik harus menggunakan dengan cara divergen, yaitu tidak ada suatu jawaban yang benar, semua jawaban dimungkinkan.

Di dalam model kreatif terdapat beberapa model yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar, diantara model-model kreatif tersebut adalah:22 1. Model Taksonomi Bloom

2. Model Struktur Intelek dari Guilford 3. Model Multiple Talents dari Taylor 4. Model Treffinger

5. Model Enrichment Triad dari Renzulli 6. Model Williams

7. Model Taksonomi Sasaran Belajar efektif dari Krathwohl 8. Model Clark

Salah satu model belajar kreatif yang dikemukakan oleh Utami Munandar adalah model Treffinger. Model Treffinger adalah salah satu model dari sedikit yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan.23 Menurut Oon-Seng Tan Treffinger menggambarkan proses kreatif sebagai urutan tahap di mana masalah diselesaikan secara sistematis.24 Menurut Sarson W.Dj.Pomalato, model Treffinger melibatkan dua ranah, yaitu ranah kognitif dan ranah afektif.25

21Ibid

. 22

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2009), h. 161. 23

Ibid., h. 172. 24

Oon-Seng Tan, Problem Based Learning and Creativity, (e-book), h. 7.

25

Sarson W.Dj.Pomalato, Mengembangkan Kreativitas Matematika Siswa dalam


(31)

Adapun langkah-langkah model Treffinger adalah:26

1. Tingkat Basic Tools, yaitu meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknik-teknik-teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain.

2. Tingkat Practice with Process, yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk menetapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dalam situasi praktis.

3. Tingkat Working Real with Problems, yaitu menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dan practice with process terhadap dunia nyata. Pada tingkat ini siswa tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.

Selanjutnya dalam buku Suryosubroto adanya tiga tingkatan dalam pembelajaran model Treffinger, yaitu:27

1. Tingkat Divergen

Penggunaan pemikiran divergen dan intuisi sebagai landasan tingkat berikutnya.

2. Proses Pemikiran dan Perasaan

Proses pemikiran dan perasaan yang menyuluruh, memperluas dan memperdalam tingkat pertama serta penerapan fungsi analisis dan sintesis. 3. Aplikasi(terlibat dalam tantangan nyata)

Aplikasi dalam menghadapi masalah yang sebenarnya dengan berusaha memecahkan masalah secara kreatif yaitu cara sistematis dalam mengorganisasi dan mengolah keterangan atau gagasan sehingga persoalan dapat dipecahkan secara imajinatif melalui pengolahan informasi.

Sedangkan menurut Ramayulis ada tiga tingkatan teknik model Treffinger, antara lain:28

26

Munandar, op. cit., h. 172. 27

B. Suryosubroto, Proses Belajar mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2009), h. 196. 28


(32)

1. Teknik I, terdiri atas: a. Pemanasan

Dalam melakukan pemanasan terhadap siswa, guru harus mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga menimbulkan minat, rasa tertarik dan rasa ingin tahu siswa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membuat peserta didik menjadi lebih terbuka dan siap untuk teknik kreatif. b. Sumbang saran

Menurut Gay R Lefrancois sumbang saran merupakan suatu sessi dimana sejumlah besar kemungkinan yang bervariasi diproduksi dan dengan sengaja meniadakan penilaian tepat tidaknya kemungkinan tersebut. Dalam sumbang saran guru dilarang mengkritik ide atau gagasan yang diucapkan oleh peserta didik, diharapkan adanya modifikasi dan kombinasi dengan ide lainnya, diperlukan adanya kuantitas ide atau gagasan dan yang terakhir adalah mencari ide unik dan tidak biasa.

c. Pertanyaan yang memacu ide.

Pertanyaan yang memacu ide atau gagasan ini digunakan untuk meningkatkan gagasan kreatif.

2. Teknik II, terdiri dari: a. Sinektik

Sinektik ini merupakan cara yang sangat menarik dan menyenangkan dalam mengembangkan cara berpikir yang baru dan segar bagi peserta didik.

b. Futuristic

Peserta didik memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan. Hal ini diperlukan agar peserta didik bisa menentukan masa depannya sendiri.

3. Teknik III, yaitu pemecahan masalah secara kreatif

Untuk bisa memecahkan permasalahan dengan baik diperlukan beberapa kriteria, antara lain:


(33)

a. Tingkat perkembangan kognitif

b. Persyaratan pengetahuan, yaitu seseorang harus memiliki konsep-konsep yang relevan serta mampu mengkombinasikan prinsip-prinsip yang telah dipelajari.

c. Kadar intelegensi, yaitu memiliki kemampuan berpikir logis dan konseptual.

d. Fleksibel, yaitu seseorang mampu mengaplikasikan solusi yang baru. Sedangkan menurut Sarson W.Dj.Pomalato, bahwa model Treffinger terdiri dari 3 tahap, 3 tahapan tersebut antara lain:29

1. Pengembangan fungsi-fungsi divergen, dengan penekanan keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan.

2. Pengembangan berpikir dan merasakan secara lebih kompleks, dengan penekanan kepada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik.

3. Pengembangan keterlibatan dalam tantangan nyata, dengan penekanan kepada penggunaan proses-proses berpikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan mandiri.

Dari pendapat-pendapat di atas mengenai langkah-langkah model Treffinger dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model Treffinger meliputi: 1. Tingkat Divergen dan Practice with Process

Tingkat divergen dan practice with process merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

2. Working Real with Problems

Working real with Problems merupakan pemecahan masalah yang berkaitan dengan tindakan nyata dan terdapat di dalam kehidupan sehari-hari.

29


(34)

Gambar 2.1 Model Treffinger

Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger dilakukan dengan cara mengikuti tahap-tahap yang telah dijelaskan di atas. Setiap tahap pembelajaran tersebut harus diterapkan pada proses pembelajaran di kelas secara utuh. Dengan menggunakan tahap-tahapan tersebut maka hal itu akan memberikan efek positif terhadap hasil belajar siswa dan aktivitas siswa di kelas. hasil belajar yang dimaksud tercermin pada salah satu kemampuan matematika siswa, yaitu kemampuan komunikasi matematis.

Dalam pembelajaran matematika, model Treffinger merupakan cara alternatif dalam menyelesaikan sebuah soal. Karena, dengan menggunakan model ini siswa dilatih untuk selalu berpikir kreatif dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dengan menggunakn informasi-informasi yang diketahui oleh siswa.

Tingkat III Working Real with

Problems

Tingkat I

Tingkat II PracticewithProcess

Kognitif  Pengetahuan  ingatan

Afektif  Percaya diri  Rasa ingin

Kognitif Penerapan Analisis

Afektif  Imajinasi  Berkreasi

Kognitif  Pengelolaan

sumber Afektif

 Perwujudan diri


(35)

Menurut Sarson W.Dj.Pomalato ada beberapa kelebihan model Treffinger, diantaranya:30i(1) Mengintegerasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya (2) Melibatkan secara bertahap kemampuan berpikir divergen dalam proses menyelesaikan masalah (3) Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel. Model Treffinger ini lebih lanjut oleh Bell Gredler dikatakan mempunyai beberapa keuntungan atau kelebihan, antara lain:31 (1) Memupuk kecerdasan manusia lewat proses pengamatan, deskripsi memori dan kemampuan pemecahan masalah (2) Mengubah informasi yang khusus akan menghasilkan pengolahan operasi dasar dalam kegiatan mental dan memberikan sumbangan atas pengertian kita mengenai proses belajar.

Menurut Ari Dwi Haryono, beberapa ciri-ciri peserta didik setelah menggunakan pembelajaran dengan model Treffinger adalah sebagai berikut:32 (1) Menerapkan ide masalah (2) Menuliskan ide penyelesaian masalah (3) Mengimplementasikan soal cerita dalam kehidupannya. Selain itu, kelebihan model Treffinger adalah dapat diterapkan pada semua segi di kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konflik sampai dengan pengembangan teori ilmiah.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan judul “Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa” adalah sebagai berikut:

Sarson W.Dj.Pomalato dengan judul penelitian “Mengembangkan Kreativitas Matematik Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger”. Penelitian tersebut dilakukan di SMP Negeri Gorontalo pada kelas VIII. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, sampel yang ditentukan dengan menggunakan teknik stratified sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kreatif matematis. Secara umum dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa ternyata kreativitas siswa yang memperoleh

30

Titin Faridatun Nisa, Pembelajaran Matematika dengan Setting Model Treffinger untuk

Mengembangkan Kreativitas Siswa, Pedagogia, 2011, h. 43-44.

31

B. Suryosubroto, op. cit., h. 196-197. 32


(36)

pembelajaran Treffinger lebih baik dibandingkan dengan kreativitas matematik siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

C. Kerangka Konseptual

Matematika merupakan mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, matematika dipelajari disetiap jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tidak hanya di sekolah, matematika juga berguna di dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari matematika adalah kemampuan komunikasi. Sampai saat ini peran guru dalam membangun kemampuan komunikasi matematis siswa khusunya dalam pembelajaran matematika masih sangat terbatas. Kemampuan komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dan dibutuhkan yang perlu dimiliki oleh siswa yang ingin berhasil dalam studinya.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Oleh karena itu, matematika perlu diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia

Hal tersebut tertuang di dalam NCTM yaitu kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel, dan sajian secara fisik atau kemampuan sisiwa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri.

Untuk terciptanya komunikasi matematik yang baik, maka siswa juga memerlukan adanya kemampuan kretivitas yang tinggi, karena dalam kreativitas diperlukan penyampaian yang tepat dalam menyampaikan suatu kreativitas tersebut. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, salah satu model pembelajaran yang efektif adalah dengan menggunakan model


(37)

pembelajaran Treffinger. Treffinger adalah model pembelajaran kreatif, yang terdiri dari 3 langkah, yaitu: tingkat divergen, practice with process dan working real with problems.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Model Treffinger Langkah-langkah

Divergen

Practice with Process

Working Real with Problems

Yang melibatkan

Kognitif Afektif

Dapat meningkatkan kemampuan

1. Writing 2. Drawing 3. Mathematical

Exspression

Kemampuan komunikasi meningkat Penutup

Menggali pengetahuan

Menerapkan pengetahuan

Mengaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari

Rasa percaya diri

Imajinasi dan rasa kreasi


(38)

D. Pengajuan Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

Menggunakan model Treffinger diharapkan dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa.


(39)

25

Masjid I, Rt. 05/02 No. 30 Cinere, Kecamatan Cinere Kota Depok 16514, pada tanggal 07 Januari - 13 Februari 2014 pada kelas VIII/I pada tahun pelajaran 2013/2014 semester genap.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan

Pelaksanaan Kegiatan Sept

2013

Okt 2013

Nov 2013

Des 2013

Jan 2014

Feb 2014

Persiapan Dan Perencanaan

Observasi

Kegiatan Penelitian

Analisis Data

Laporan Penelitian

B.Metode penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian tindakan yang dilaksanakan guru di dalam kelas. dengan cara merencanakan, melaksanakan, mengamati dan merefleksikan.1 Metode PTK berusaha mengkaji dan merefleksi suatu pendekatan atau strategi pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan proses dan produk pelajaran di kelas. Dengan mempertimbangkan tujuan apa yang akan dicapai yaitu menyelesaikan masalah yang dihadapai di kelas, maka penelitian ini mengikuti prosedur penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research.

Model penelitian tindakan yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart.2 Langkah-langkah dari model penelitian ini adalah penyusunan

1

Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta:

PT Malta Printindo, 2009), h. 9. 2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT


(40)

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya.

Adapun rancangan dari setiap langkah-langkah tersebut adalah: 1. Penyusunan perencanaan

Tahap awal dari penelitian ini adalah perencanaan, dalam tahapan awal, peneliti mengidentifikasikan suatu masalah dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas. Selain dengan mengidentifikasi masalah, peneliti juga melihat bagaimana hasil belajar siswa yang selama ini dilaksanakan. Kemudian peneliti merencanakan suatu tindakan dengan tepat berdasarkan masalah yang berada di kelas tersebut dengan cara merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan membuat instrument penelitian siklus I dan siklus II.

2. Pelaksanaan tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger dengan langkah-langkah tingkat divergen, practice with process dan real with problem. Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat rencana tindakan yang berpedoman pada rencana pelaksanaan pembelajaran dengan model Treffinger dan lembar kerja siswa (LKS) dengan model Treffinger. Dengan tujuan agar komunikasi matematis siswa dapat meningkat setelah menggunakan model pembelajaran Treffinger.

3. Observasi (pengamatan)

Pada tahap pengamatan, tahap pengamatan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh seorang observer (guru) dalam melihat kondisi pada saat pembelajaran berlangsung di dalam kelas dengan menggunakan lembar observasi siswa yang disediakan. Dalam kegiatan ini peneliti juga mengamati hasil atau akibat dari proses pembelajran yang telah dilaksanakan siswa setelah menggunakan model Treffinger.

4. Refleksi

Pada kegiatan refleksi, data yang telah dianalisis dilihat apakah ada kekurangan atau kelebihan dari proses pembelajaran. Pada tahap ini peneliti


(41)

bersama observer menganalisis hasil siswa. Selain itu, data yang telah dianalisis dilakukan evaluasi sehinnga dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai indikator keberhasilan atau masih perlu perbaikan. Jika hasil yang telah dianalisis tidak mencapai keberhasilan, maka perlu diadakannya siklus selanjutnya.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-I MTS Hidayatul Umam tahun ajaran 2012/2013. Jumlah seluruh siswa kelas ini adalah 39 orang, terdiri dari 11 laki-laki dan 28 perempuan. Subjek pelaku dalam penelitian ini adalah peneliti dan guru bidang studi kelas IX yang bertindak sebagi observer.

Dalam penentuan subjek, peneliti memilihnya karena diketahui bahwa kelas VIII-I mempunyai masalah dalam proses pembelajaran matematika dalam hal kemampuan komunikasi matematika yaitu hanya 10 dari 39 siswa yang dapat mengkomunikasikan dengan baik. Adapun tabel hasil komunikasi siswa sebelum penelitian adalah:3

Tabel 3.2

Hasil Komunikasi Siswa Sebelum Penelitian Komunikasi Frekuensi Persentase (%)

Benar 10 25.64%

Salah 29 74.36%

Nilai rata-rata 55.26 D. Desain Tindakan

Adapun desain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berupa siklus-siklus. Diawali dengan siklus I yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Apabila siklus I selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan maka ditindaklanjuti dengan melakukan siklus berikutnya sebagai rencana perbaikan pembelajaran.

3


(42)

Alur pelaksanaan PTK dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.1 Perencanaan Pelaksanaan Proses pembelajaran dengan model Treffinger dengan

kelompok yang heterogen (dipilih

oleh peneliti) Siklus I

Refleksi

Mengetahui aktivitas siklus I dan hasil pembelajaran siklus I dibandingkan dengan indikator keberhasilan. Apabila belum tercapai maka penelitian dilanjutkan ke siklus II

Pengamatan Aktivitas Tes akhir siklus I

Wawancara Perencanaan

Siklus II

Jika aktivitas dan hasil belajar sudah berhasil makasiklus II selasai

Jika aktivitas dan hasil belajar belum berhasil maka dilanjutkan ke siklus berikutnya

Pelaksanaan Proses pembelajaran

dengan model

Treffinger dengan kelompok teman sepermainan (dipilih

oleh siswa)

Pengamatan Aktivitas Tes akhir siklus II

Wawancara Refleksi

Mengetahui aktivitas siklus II dan hasil pembelajaran siklus II dibandingkan dengan indikator keberhasilan.


(43)

Alur Penelitian Tindakan Kelas E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Di dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru dan observer I, yang membuat perencanaan kegiatan dan mengajarkan materi dengan menggunakan model Treffinger. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti juga dibantu oleh seorang kolabarator (guru) yang berperan sebagai observer II, peneliti dan guru bersama-sama melakukan proses pengamatan, mengumpulkan data serta menganalisis data.

F. Tahapan Intervensi Tindakan

Tahapan penelitian tindakan ini diawali dengan tindakan siklus I yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Jika pada penelitian siklus I terdapat kekurangan maka lanjut pada siklus II yang lebih mengarah pada perbaikan. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut:

1. Tahap Penelitian Siklus I a. Tahap Perencanaan

1) Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 2) Meyiapkan lembar kerja siswa (LKS) untuk setiap pertemuan.

3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa untuk setiap pertemuan. 4) Menyiapkan pedoman wawancara untuk akhir siklus I.

5) Mempersiapkan soal tes formatif untuk akhir siklus I. 6) Menyiapkan alat dokumentasi.

b. Tahap Tindakan

1) Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Treffinger pada materi lingkaran.

2) Pembelajaran pada siklus ini terdiri dari empat pertemuan dengan pertemuan kelima digunakan untuk memberikan tes akhir siklus I. 3) Peneliti memberikan tindakan belajar.

4) Peneliti memberikan lembar kerja siswa (LKS) pada tiap kelompok. 5) Siswa mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) tersebut pada


(44)

6) Guru berkeliling membimbing pekerjaan siswa dan memberikan bantuan kepada siswa yang belum paham.

7) Siswa diminta mempersentasikan hasilnya di depan kelas dan siswa yang lain bertugas untuk menyimak atau menanyakan hasil presentasi yang belum dipahami.

8) Peneliti memimpin diskusi kelas dengan melakukan tanya jawab dengan siswa untuk menemukan kesimpulan umum dari permasalahan yang diberikan.

9) Penilaian tes akhir siklus I. c. Tahap Pengamatan

1) Peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa berdasarkan hasil diskusi kelompok dan lembar observasi aktivitas siswa.

2) Peneliti mengumpulkan data hasil observasi untuk dianalisa. d. Tahap Refleksi

Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari hasil pengamatan siklus I untuk menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Jika belum berhasil maka dilanjutkan pada siklus selanjutnya (siklus II).

2. Tahap Penelitian Siklus II a. Tahap Perencanaan

1) Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 2) Meyiapkan lembar kerja siswa (LKS) untuk setiap pertemuan.

3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa untuk setiap pertemuan. 4) Menyiapkan pedoman wawancara untuk akhir siklus II.

5) Mempersiapkan soal tes formatif untuk akhir siklus II. 6) Menyiapkan alat dokumentasi.

b. Tahap Tindakan

1) Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Treffinger pada materi lingkaran.

2) Pembelajaran pada siklus ini terdiri dari empat pertemuan dengan pertemuan kelima digunakan untuk memberikan tes akhir siklus I. 3) Peneliti memberikan tindakan belajar.


(45)

4) Peneliti memberikan lembar kerja siswa (LKS) pada tiap kelompok. 5) Siswa mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) tersebut pada

kelompoknya masing-masing.

6) Guru berkeliling membimbing pekerjaan siswa dan memberikan bantuan kepada siswa yang belum paham.

7) Siswa diminta mempersentasikan hasilnya di depan kelas dan siswa yang lain bertugas untuk menyimak atau menanyakan hasil presentasi yang belum dipahami.

8) Peneliti memimpin diskusi kelas dengan melakukan tanya jawab dengan siswa untuk menemukan kesimpulan umum dari permasalahan yang diberikan.

9) Penilaian tes akhir siklus I. c. Tahap Pengamatan

1) Peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa berdasarkan hasil diskusi kelompok dan lembar observasi aktivitas siswa.

2) Peneliti mengumpulkan data hasil observasi untuk dianalisa. d. Tahap Refleksi

Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari hasil pengamatan siklus II untuk menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Jika sudah berhasil maka penelitian dihentikan dan jika belum berhasil maka penelitian dilanjutkan pada siklus selanjutnya (siklus III).

G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil penelitian yang diharapkan adalah dengan indikator keberhasilan sebagai berikut:

1. Rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa di dalam pembelajaran pada setiap siklus harus mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≥ 70, yang ditetapkan MTs Hidayatul Umam Cinere Depok.

2. Persentase aktivitas belajar matematika siswa yang diamati melalui lembar aktivitas pada setiap siklus harus mencapai ≥ 75%, yang diperoleh dari


(46)

rata-rata skor aktivitas dalam instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Dalam penelitian ini peneliti membuat kategori-kategori aktivitas belajar matematika siswa sebagai ukuran bagaimana aktivitas belajar matematika siswa yang dicapai setiap siklus. adapun kategori-kategori tersebut tercantum dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.3

Kategori Aktivitas Belajar Siswa Kategori Deskripsi

Baik .

Sedang 75% 99 Cukup . Kurang .

Apabila pada siklus II indikator keberhasilan sudah tercapai, maka penelitian dihentikan. Akan tetapi, apabila pada siklus II indikator keberhasilan belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan ke siklus III. Dengan hasil refleksi siklus II sebagai acuannya.

H. Deskripsi Data

Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan kuantitatif:

1. Data kualitatif : Persentase hasil observasi aktivitas siswa, persentase hasil pedoman wawancara siswa dan dokumentasi.

2. Data Kuantitatif : Hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa siklus I dan hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa siklus II

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru dan peneliti. I. Instrumen Pengumpulan data

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrument tes dan instrument non tes.


(47)

1. Instrumen Pembelajaran

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ini dibuat tiap siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang peneliti buat terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran menurut model pembelajaran Treffinger, yaitu dengan langkah-langkah (1) tingkat divergen, (2) practice with process dan (3) working real with problems.

b. Bahan Ajar (LKS)

Materi/bahan ajar sekaligus lembar kerja siswa (LKS) ini memuat langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger. Lembar kerja siswa (LKS) ini yang harus diisi oleh siswa dalam setiap kelompok. Dalam penyajiannya materi dalam lembar kerja siswa (LKS) diawali dengan membuat satu kegiatan dalam menemukan suatu rumus dan dilanjutkan dengan 2 soal, soal yang pertama lebih mengarah ketingkat divergen dan practice with process, sedangkan soal yang kedua lebih mengarah kepada tingkat working real with problems.

2. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan adalah tes formatif. Tes formatif ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal. Instrumen tes ini dilakukan oleh peneliti sebanyak 2 kali, yaitu tes siklus I dan siklus II.

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Instrumen Tes Siklus I

No Indikator No. Soal Aspek yang

diukur 1. Mendeskripsikan unsur-unsur

lingkaran 1a, 1b dan 1c Writing

2. Mengekspresikan ide matematika ke

dalam simbol matematika 4a, 4b dan 5b

Matematika ekspresi 3. Mengilustrasikan soal kebentuk


(48)

Tabel 3.5

Kisi-Kisi Instrumen Tes Siklus II

No Indikator No. Soal Aspek yang

diukur 1. Mendeskripsikan sudut-sudut

lingkaran 1 dan 2b Writing

2. Mengekspresikan ide matematika ke

dalam simbol matematika 3 dan 5

Matematika ekspresi 3. Mengilustrasikan soal kebentuk

gambar 2a dan 4 Drawing

Sebelum suatu instrumen digunakan, data instrumen tersebut harus valid, agar diperoleh data yang valid. Sebuah instrumen disebut valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang hendak diukur.

3. Instrument Non Tes

a. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Observasi dilakukan sebagai upaya untuk mengamati pelaksanaan tindakan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran langsung mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika. Kegiatan ini dilakukan oleh observer yaitu peneliti dan kolaborator, melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh informasi mengenai gambaran pembelajaran yang sedang berlangsung. Pengumpulan data melalui observasi dilakukan oleh peneliti dan kolaborator setiap pertemuan dengan panduan lembar observasi untuk mengamati aktivitas belajar matematika siswa. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan model Treffinger.

Tabel 3.6

Kisi-kisi Observasi Aktivitas

NO Aspek yang diamati

1 Kesiapan menerima pembelajaran

2 Mendengarkan /memperhatikan penjelasan guru/teman 3 Bertanya pada saat proses pembelajaran berlangsung 4 Mengemukakan pendapat ketika diberi kesempatan 5 Mengerjakan LKS kelompok

6 Mencatat penjelasan yang disampaikan guru


(49)

b. Lembar Wawancara

Lembar wawancara ini dilakukan hanya untuk siswa. Lembar wawancara ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung kondisi siswa setelah menggunakan model Treffinger pada akhir siklus I dan siklus II.

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Wawancara

NO Aspek yang Diamati

1. Proses pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger 2. Aktivitas siswa dengan menggunakan model Treffinger c. Dokumentasi

Digunakan sebagai bukti otentik proses pembelajaran yang dilakukan selama penelitian.

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan

Dalam mendapatkan hasil belajar yang baik, maka diperlukan instrumen yang baik pula. Instrumen yang baik dapat dilihat dari validitas. Suatu instrumen disebut valid apabila instrumen tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.

Instrumen yang akan digunakan dalam melihat kemampuan komunikasi matematis adalah tes formatif akhir siklus. Validitas yang digunakan adalah validitas logis. Validitas logis adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan sudah dirancang secara baik, mengikuti ketentuan teori yang sudah ada.4 Agar hasil pertimbangan tersebut dapat terpenuhi maka pertimbangan alat evaluasi dilakukan oleh para ahli. Dalam hal ini, yang dianggap ahli untuk melakukan validitas adalah guru matematika. Berdasarkan hasil pertimbangan guru matematika, maka instrumen tes sudah layak untuk digunakan.

Untuk data kualitatif, teknik pemeriksaan keterpercayaan yang peneliti gunakan adalah, tekhnik triangulasi, yaitu menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan dengan

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: PT Bumi Aksara,


(50)

cara mengobservasi aktivitas siswa, wawancara siswa, memeriksa lembar kerja siswa dan hasil tes akhir siklus siswa.

K. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar Observasi Siswa

Lembar observasi ini dilakukan oleh observer yaitu peneliti dan kolaborator pada setiap pertemuan.

2. Lembar Wawancara

Peneliti melakukan wawancara kepada siswa untuk mendapatkan tanggapan siswa setelah menggunakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger atau setelah akhir siklus dilaksanakan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi juga digunakan dalam proses penelitian, dokumentasi tersebut berupa gambar dengan tujuan untuk dijadikan salah satu bukti dari proses penelitian.

L. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis

Setelah data-data penelitian terkumpul, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data-data yang sudah diambil. Tahap berikutnya adalah peneliti da kolaborator menganalisis data tersebut. Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data kualitatif

a. Observasi Aktivitas Siswa

Data hasil observasi yang telah didapat disajikan dalam bentuk tabel, kemudian data hasil observasi tersebut dianalisis menggunakan nilai persentase, selanjutnya menginterpretasikan data dan mendeskripsikannya secara jelas atas dasar data sehingga menjadi suatu kesimpulan. Rumus persentase yang digunakan adalah:5

5

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 40.


(51)

Keterangan:

= Angka persentase

= Frekuensi yang akan dicari persentasenya

= Number of Cases (Jumlah frekuensi/Banyaknya individu) b. Wawancara

Data hasil wawancara dideskripsikan dalam kalimat, kemudian disusun dalam bentuk rangkuman.

2. Data kuantitatif

Data hasil tes siswa dianalisis dari setiap siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data skor. Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari perhitungan skor rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dan persentase tiap indikator. Kemudian kemampuan komunikasi tersebut dianalisis perindikator, yaitu writing, drawing dan mathematical exspression.

Untuk menghitung mean tiap indikator, dihitung dengan rumus:

Untuk menghitung persentase tiap indikator dihitung dengan rumus:

M. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran dengan model Treffinger. Model Treffinger diduga merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa. Di dalam penelitian ini terjadi 2 siklus, tiap siklus terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Setelah peneliti melakukan analisis pada tindakan siklus I ternyata indikator keberhasilan komunikasi matematis siswa belum meningkat, kemudian peneliti melanjutkan tindakan siklus II. Di dalam siklus II peneliti menemukan bahwa hasil indikator keberhasilan


(52)

komunikasi matematis meningkat dan peneliti menghentikan penelitian ini pada siklus II.

Peneliti berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan untuk orang banyak. Selain itu peneliti juga berharap adanya penelitian lebih lanjut yang dapat mengemukakan faktor ataupun menggunakan kegiatan lain yang dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa dengan tujuan agar proses pembelajaran matematika dapat terlaksana dengan baik.


(53)

39 A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan

Data penelitian ini diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas VIII, MTs Hidayatul Umam Cinere Depok. Data-data hasil intervensi dikumpulkan dan dianalisis. Deskripsi data tersebut meliputi: karakteristik subjek penelitian, pelaksanaan pra-penelitian, pelaksanaan tindakan siklus I dan pelaksanaan tindakan silus II. Temuan-temuan diinterpretasikan untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa di dalam kelas.

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII-I MTs Hidayatul Umam Cinere Depok, tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 39 orang siswa, terdiri dari 11 siswa putra dan 28 siswa putri. Alasan peneliti memilih kelas VIII-1 sebagai subjek penelitian adalah karena kelas VIII-I sebagian besar siswa kurang mampu menyelesaikan persoalan matematika. Misalnya saja dalam menyelesaikan soal Sistem Persamaan Linear Dua Variable (SPLDV), yaitu merubah simbol dari soal matematika yang berbentuk cerita. Selain itu siswa juga masih sulit dalam menggambar suatu model matematika guna membantu dalam menemukan jawaban pada materi Teorema Phytagoras. 2. Pelaksanaan Prapenelitian

Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan prapenelitian, karena untuk mengetahui kemampuan awal siswa peneliti telah melakukan pembelajaran sebelumnya dengan posisi peneliti sebagai guru mata pelajaran. Telah dijelaskan pada poin pertama bahwa siswa kelas VIII-I masih rendah dalam kemampuan komunikasi matematis.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga dapat dilihat dari salah satu soal ulangan siswa yang mengukur komunikasi matematis pada materi SPLDV. Diperoleh bahwa siswa masih kurang dalam merubah simbol dari


(1)

Lampiran 27

167

PEDOMAN PENSKORAN TES KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

Nilai Kategori Kualitatif Kategori Kuantitatif Komunikasi 0 Jawaban salah dan

tidak cukup detail

Tidak cukup detail dalam informasi yang diberikan

Writing, Drawing, Mathematical Exspression 1 Jawaban samar-samar

dan procedural

Menunjukkan pemahaman yang terbatas baik tulisan, gambar atau simbol

Writing, Drawing, Mathematical Exspression 2 Jawaban sebagian

lengkap dan benar

Penjelasan secara matematika masuk akal namun hanya

sebagian yang lengkap dan benar

Writing

Melukis gambar namun kurang lengkap

Drawing

Melakukan perhitungan namun hanya sebagian yang benar

Mathematical Exspression 3 Jawaban hampir

lengkap dan benar

Penjelasan secara matematika masuk akal namun hanya sedikit kesalahan saja

Writing

Melukis gambar secara lengkap namun ada sedikit kesalahan

Drawing Melakukan perhitungan dengan

lengkap namun hanya sedikit kesalahan

Mathematical Exspression 4 Jawaban lengkap dan

benar

Penjelasan secara matematika masuk akal dan benar meskipun ada kekurangan dalam

penggunaan bahasa

Writing

Melukis gambar secara lengkap dan benar

Drawing

Melakukan perhitungan dengan lengkap dan benar

Mathematical Exspression


(2)

168

UJI REFERENSI Nama : ILA BAINATUL HAYATI

NIM : 109017000023

Judul Skripsi : Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

NO Judul Buku dan Nama Pengarang

Paraf Pembimbing

I

Pembimbing II BAB 1

1. Akhmad Sudrajat, Definisi Pendidikan Menuriut UU No. 20 Tahun 2003, 2010, (akhmadsudrajat.wordprees.com).

2. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah, (Jakarta: BSNP, 2006), 2013, h. 140,

(http://ebookbrowsee.net/buku-standar-isi-SMP-pdf-694762883).

3. Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended untuk

Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”, dalam Algoritma Jurnal

Matematika dan Pendidikan Matematika, vol. 1, 2006. h. 109.

4. Kadir, Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP di Daerah Pesisir Kabupaten Buton setelah Mendapatkan Pembelajaran Kontekstual Pesisir, Jurnal Pendidikan Matematika, 2010. h. 4.

5.

Wahid Umar, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran Matematika”, Jurnal Ilmiah, Vol. 1, 2012.


(3)

169

6. Sarson W. Dj. Pomalato, Mengembangkan Kreatifitas Matematik Siswa dalam

Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger,

Mengembangkan Kreativitas, vol. 1, 2006. h. 23.

BAB II 1. Erna Suwaningsih dan Tiurlina, Model

Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006). h. 3.

2. Zainab, Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika, 2011, (mgmpmatoi.blogspot.com).

3. Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012). h. 202-204.

4. Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat Umar, Mengelola Kecerdasan dalam

Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis kecerdasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009). h. 109. 5. Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika,

(Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, PPPPTK Matematika, 2009). h. 2, 5-6.

6. Gusni Satriawati, Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk

Meningkatkan Pemahaman dan

Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP, ”, dalam Algoritma Jurnal

Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol 1, 2006. h. 109, 110-111.

7. NCTM, “Principle and Standards for

School Mathematics”, (Virginia: NCTM),

2000). h. 36-39.

8. Wahid Umar, Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal Ilmiah Program studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2012. h. 1- 2.


(4)

9. Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003). h. 7.

10. Abuddin Nata, Metodologi Studi islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002). h.161.

11. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: kalam Mulia, 2005). h. 163, 219-224.

12. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009). h. 161 dan 172. 13. Oon-Seng Tan, Problem Based Learning

and Creativity,( http://ebookbrowsee.net). h.7.

14. Sarson W.Dj.Pomalato, Mengembangkan Kreativitas Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger, Mimbar Pendidikan, 2006. h. 23.

15.

B. Suryosubroto, Proses Belajar mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009). h. 196-197.

16. Titin Faridatun Nisa, Pembelajaran Matematika dengan Setting Model Treffinger untuk Mengembangkan

Kreativitas Siswa, Pedagogia, 2011. h. 43-44.

BAB III 1. Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama,

Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Malta Printindo, 2009), h. 9. 2. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012).

3. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluai Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 65.


(5)

171

4. Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 40.

Jakarta, April 2014 Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd. NIP: 19480323 198203 1 001 NIP: 1979061 200604 2 004


(6)