PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (Studi Kasus Atas Tiga Keluarga) SKRIPSI

  

PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN

SOSIOLOGI

(Studi Kasus Atas Tiga Keluarga)

  

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

  Oleh : Muh Khoerudin

  Nim: 21112035

  

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

2017

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Penagajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

  Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Disampaikan dengan Hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,maka naskah skripsi mahasiswa Nama : Muh Khoerudin NIM : 211-12-035 Judul :PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO)

  PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO.1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (STUDI KASUS ATAS TIGA KELUARGA)

  Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.

  Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

  Salatiaga, 13 Februari 2017 Pembimbing Sukron Ma’mun, S.Hi, M. Si.

  NIP. 197904162009121001

KEMENTRIAN AGAMA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYARI’AH

  Jl. Nakula Sadewa

PERYATAAN KEASLIAN

  Yang bertandatangan di bawah ini Nama : Muh Khoerudin Nim : 211-12-035 Jurusan : Ahwal al Syakhshiyyah Fakultas : Syari’ah Judul Skripsi : PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO)

  PRESPEKTIFHUKUM ISLAM DAN SOSIOLOGI(STUDI KASUS ATAS TIGA KELUARGA)

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karaya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 13 Februar2017 Yang Menyatakan Muh Khoerudin NIM: 21112035

  

MOTTO

Yakinlah Bahwa Setiap Usaha Pasti Akan

Sampainya Pada Tujuan

  PERSEMBAHAN

  Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk: 

  Bapak dan Ibuku tercinta, Bapak Muhamad Basthoni dan Ibu Siti Amanah yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya , do’anya serta segala dukungannya dalam setiap langkah-langkahku. 

  Adikku tersayang Maftukhatus Salisah

  

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

  Alhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (STUDI KASUS ATAS TIGA KELUARGA)

  Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung nabi Akhiruzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan semoga kita semua mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah, Amin yarobbalalamim.

  Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan bayak terima kasih kepada: 1.

  Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dra. Siti Zumrotun, M, Ag. , Selaku Dekan Fakultas Syariah 3.

  Sukron Ma’mun, M. Si, selaku Ketua Jurusan AhwalAL Syakhshiyyah dan juga selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

4. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.

  5. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat menbangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Amin.

  Salatiga, 13 Februari 2017 Muh Khoerudin

  

ABSTRAK

  Khoerudin, Muh. 2017. Pernikahan Sedarah (Incest Taboo) Dalam Prespektif

  

Hukum Islam Dan Sosiologi (Studi Kasus Atas Tiga Keluarga ). Skripsi, Jurusan

  syariah, Program Studi Hukum keluarga Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Sukron Ma’mun, S.Hi, M.Si.

  Kata Kunci: Pernikahan, Sedarah (incest taboo).

  Penelitian ini berusaha menguak fenomena perkawinann terlarang yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah perkawinan sedarah yang ditemukan dibeberapa keluarga. Dalam penelitian ini meneliti tiga keluarga. Pertayaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana dinamika pernikahan sedarah (incest taboo) ? (2) Bagaimana prespektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan sosiologi terkait pernikahan yang demikian? Untuk menjawab pertayaan tersebut maka peneliti menggunakan metode kualitatif.

  1. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dinamika atau potret keluarga pernikahan sedarah sama seperti keluarga lainya atau keluarga normal pada umumnya.

  2. Tinjauan Hukum

  a. Tinajuan hukum Islam tentang pernikahan sedarah yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pernikahan kakak dengan adik itu tidak boleh dilakukan dan pernikahan antar sepupu boleh dilakukan berlandaskan Surat An-Nisa 4 ayat 23 dan KHI.

  b.

  Pernikahan kakak dengan adik dan Paman dengan Keponakan tidak boleh dilakukan menurut UU No 1 Tahun 1974 pasal 8, sedangkan antar sepupu boleh karena tidak tercantum dalam larangan pernikahan UU No 1 Tahun 1974 c. Menurut tinjauan sosiologi pernikahan sedarah yang diteliti tidak boleh dilakukan semua karena mereka merupakan kerabat dekat dan di Hukum

  Sosiologi ada larangan adanya pernikahan antar kerabat dekat.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i HALAMAN BERLOGO .................................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ......................................................... iv HALAMAN PERYATAAN KEASLIAAN TULISAN ................................................... v HALAMAN MOTTO ....................................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii KATA PENGANTAR ...................................................................................................... viii ABSTRAK ........................................................................................................................ x DAFTAR ISI ..................................................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4 E. Penegasan Istilah .......................................................................................... 5 F. Kerangka Teori ............................................................................................ 7 G. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9 H. Metodologi Penelitian .................................................................................. 12

  a) Jenis Penelitian ..................................................................................... 12

  b) Sumber Data ......................................................................................... 12

  c) Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 13

  d) Teknis Analisis Data ............................................................................. 14

  I. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 15

  BAB II Pernikahan Sedarah Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Sosiologi A. Pengertian Pernikahan ............................................................................... 17 B. Hukum Melakukan Pernikahan ................................................................. 19 C. Tujuan Pernikahan ..................................................................................... 21 D. Rukun dan syarat Pernikahan .................................................................... 23 E. Mahar ......................................................................................................... 27 F. Syarat-Syarat Perkawinan Dalam Hukum Positif ..................................... 27 G. Pernikahan Yang Dilarang Dalam Tinjauan Fiqih dan Undang- Undang Perkawinan di Indonesia .............................................................. 28 1. Pernikahan Yang Haram Dinikahi Untuk Selamanya .......................... 28 2. Pernikahan Yang Haram Dinikahi Untuk sementara ............................ 31 3. Larangan Perkawinan Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1994 Pasal 8 ................................................................................................... 31 4. Larangan Perkawinan Dalam Hukum KHI ........................................... 32 H. Pernikahan Dalam Tinjauan Sosiologi ...................................................... 35 BAB III Profil Keluarga Pernikahan Sedarah A. Profil Pasangan Sedarah Antara Budi Dan Asti .......................................... 41 B. Profil Pasangan Sedarah Antara Iksan Dan Mariah ..................................... 46 C. Profil Pasangan Sedarah Antara Samiun Dan Maryati ................................ 52

  BAB IV Analisis Dinamika Perkawinan Sedarah dan Analisis Prespektif Hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan Sosiologi A. Keharmonisan Perkawinan Sumbang ..................................................... 55 1. Dinamika Pasangan Budi dan Asti .................................................. 55 2. Dinamika Pasangan Iksan dan Mariah ............................................ 57 3. Dinamika Samiun Dan Maryati ....................................................... 58 B. Analisis Hukum Islam dan Sosiologi Perkawinan Sedarah .................. 60 1. Analisis Hukum Islam ..................................................................... 60 2. Analisis Hukum Positif UU No 1 Tahun 1974 dan KHI ................. 63 C. Analisis Sosiologi......... ......................................................................... 67 BAB V A. Kesimpulan.................. ......................................................................... 69 B. Saran.......................... ......................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Allah menciptakan mahluk di dunia ini semuanya dengan berpasang-

  pasangan tidak terkecuali manusia yang dipasangkan antara laki-laki dan perempuan yang didasari dengan rasa cinta dan kasih sayang sesuai dengan firman Allah SWT pada Surat Arum ayat 21 :

  





  “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs. ArRuum : 21)

  Hukum Islam menjelaskan bahwa untuk menyatukan dua insan yang berlainan jenis maka ditempuh jalan berdasarkan ketentuan Allah yang terdapat dalam syariat Islam yaitu jalan pernikahan. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. (Sudarsono,2005:9)

  Di dalam Islam seorang laki-laki dapat menikahi satu sampai empat wanita yang sudah dijelaskan Allah pada surat An-Nisa ayat 3 yang artinya “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”.

  Dari ayat An-Nisa ayat 3 dapat diambil kesimpulan bahwa seorang laki- laki bebas menikahi wanita sampai empat orang, asalkan dapat berlaku adil kepada semua istrinya. Akan tetapi di dalam syariat Islam tidak semua wanita boleh dinikahi oleh seorang laki-laki atau haram untuk dinikahi salah satu sebabnya adalah karena sebab pertalian darah. Hal ini sudah di jelaskan Allah SWT dalam surat An- Nisa 4 ayat 23 :

   





  

  “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. An Nisa : 23 )

  Akan tetapi pada kenyataanya masih ada beberapa orang yang melakukan pernikahan yang sudah diharamkan oleh Allah SWT. Wanita yang dialarang dinikahi oleh Allah SWT dibagi menjadi dua bagian yaitu wanita yang haram dinikahi untuk sementara dan haram dinikahi untuk selamanya. Sebab wanita yang haram dinikahi untuk selamanya salah satunya adalah mempunyai hubungan darah yang sudah dijelaskan pada ayat An-Nisa 4 ayat 23 diatas. Walaupun dalam Al Qur’an tidak disebutkan dengan jelas mengapa pernikahan sedarah itu dilarang, akan tetapi dalam penelitian sebelumnya yang membahas tentang incest mengemukakan bahwa pernikahan sedarah dapat menimbulkan atau mengakibatkan keturunan yang abnormal. Dalam sosiologis pernikahan sedarah disebut incest taboo.

  Dalam pernikahan sedarah pada umunya ke dua belah pihak sudah saling mengenal lebih lama bahkan sejak kecil, sehingga hubungan diantara mereka lebih akrab dari pada pasangan yang mengenal pasangannya hanya dengan waktu yang singkat, sehinnga pasangan sedarah dapat lebih memahami sifat dan karakter masing-masing dalam berumah tangga atau justru sebaliknya dengan keakrabanya pasangan rumah tangga sedarah itu menjadi tidak harmonis setelah menikah.

  Sehinnga penulis ingin meneliti tentang hal itu.

  Ada beberapa kasus pernikahan sedarah yang dilakukan oleh beberapa orang yang akan diteliti oleh penulis, apakah pasangan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan tersebut boleh atau tidak apabila ditinjau dari segi hukum islam, UU No 1 Tahun 1974 dan sosiologis.

  Untuk itu penulis merasa tertarik untuk menulis mengenai hal tersebut. Permasalahan tersebut menjadikan dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus dengan judul PERNIKAHAN SEDARAH ( INCEST TABOO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI. (Studi Kasus atas 3 Keluarga)

  B. Rumusan Masalah Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.

  1. Bagaimana dinamika pernikahan incest taboo? 2.

  Bagaimana perspektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan Sosiologi terkait tentang pernikahan yang demikian ?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui Bagaimana dinamika pernikahan incest taboo.

  2. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan sosiologi terkait tentang pernikahan yang demikian.

  D. Manfaat Penelitian

  a) mamfaat teoriritik untuk memberikan penjelasan teori hukum Islam dan Sosiologi tentang masalah keluarga yang diteliti, jika pada nantinya muncul masalah yang sama.

  b) Manfaat untuk praktisi seperti Hakim, Ulama, untuk menambah ilmu pengetahuan atau wawasan mengenai pernikahan sedarah untuk dapat menjadi tambahan ilmu dalam menghadapi persoalan pernikahan yang sama. c) Manfaat untuk masyarakat umum untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat yang kurang mengetahui tentang pernikahan sedarah, agar masyarakat tidak melakukan dan mencegah terjadinya pernikahan sedarah.

E. Penegasan Istilah

  Untuk memepermudah pemahaman mengenai penelitian ini,penulis akan mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini,sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (Studi Kasua atas 3 Keluarga).

1. Pernikahan

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pernikahan adalah Perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

  Pernikahan adalah melakukan aqad (perjanjian) antara calon suami istri agar dihalalkan melakukan “pergaulan” sebagaimana suami istri dengan mengikuti norma-norma, nilai-nilai sosial dan etikad agama.(Asmawi, 2004:17)

  Pernikahan adalah akad yang menghalalkan kedua belah pihak laki-laki dan perempuan untuk bersenang-senang antara satu dengan yang lainya.(Takariawan, 2009:1)

  2. Pernikahan Sedarah Pernikahan sedarah sering disebut juga incest yaitu hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikaatan keluarga (kekerabatan) yang dekat.

  3. Incest Taboo Menurut kamus sosiologi incest taboo atau tabu inset adalah suatu larangan terjadinya inset atau hubungan sumbang. (Poetra, 1992:195) Incset taboo atau tabu incest adalah larangan hubungan seks antara kerabat langsung, seperti orang tua, anak dan saudara. (Haviland, 1985:79)

  4. Hukum Islam Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan Alqur’an dan Hadist.

  Hukum islan adalah kekuatan untuk mendorong umat islam untuk mematuhi atau tunduk kepadanya(Allah). (Roibin, 2010: 8) Hukum islam adalah satu-satunya konsep untuk menggambarkan islam sebagai suatu fungsi konsep syari’ah atau syar yang mempunyai banyak aspek. (Roibin, 2008:15)

  Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian dari agama islam. (Ali, 2011:24).

  5. Sosiologis Sosiologis adalah Ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial dan masalah-masalah sosial.

  (Soekanto, 1993:469)

  Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari sifat keadaan dan pertumbuhan masyarakat (kehidupan manusia dalam masyarakat).

  (Poerwadatminto, 2006:1142)

F. Kerangka Teori

  Untuk sahnya suatu akad nikah, disyaratkan agar tidak ada larangan- larangan pada diri wanita tersebut untuk dikawini. Artinya, boleh dilakukan akad nikah terhadap wanita tersebut. Larangan-larangan itu menjadi dua bagian: karena hubungan nasab dan karena sebab (yang lain). Larangan yang pertama ada tujuh macam dan itu menyebabkan keharaman untuk selama-lamanya. Sedangkan yang kedua ada sepuluh macam yang sebagian menyebabkan keharaman untuk selamanya, dan sebagian lagi hanya bersifat sementara.

  Larangan karena nasab: Para Ulama Mazhab sepakat bahwa wanita-wanita tersebut di bawah ini haram dikawini karena hubungan nasabnya:

a) Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah atau pihak ibu.

  b) Anak-anak perempuan, termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau anak perempuan, hingga keturunan di bawahnya.

  c) Saudara-saudara perempuan, baik saudara seayah, seibu, maupun seayah dan seibu.

  d) Saudara perempuan ayah, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah dan seterusnya.

  e) Saudara perempuan ibu, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ibu dan seterusnya.

f) Anak-anak perempuan saudara laki-laki hingga keturunan di bawahnya.

  g) Anak-anak perempuan saudara perempuan hingga keturunan di bawahnya.Dalil yang dijadikan pijakan adalah (QS, 4:23).

  Adapun yang dilarang karena sebab lain adalah berikut:

  a) Karena Ikatan Perkawinan (mushaharah)

  a) Seluruh mazhab sepakat bahwa isteri ayah haram dinikahi oleh anak ke bawah, semata-mata karena adanya akad nikah, baik sudah dicampuri atau belum.

  b) Seluruh mazhab sependapat bahwa isteri anak laki-laki haram dikawini oleh ayah ke atas, semata-mata karena akad nikah.

  c) Seluruh mazhab sepakat bahwa ibu istri (mertua wanita) dan seterusnya ke atas adalah haram dinikahi karena semata-mata adanya akad nikah dengan anak perempuannya, sekalipun belum dicampuri.

  d) Anak tiri, Imamiyah, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa keharaman hanya terjadi setelah dicampuri. Menyentuh, memandang dengan birahi dan sebagainya tidak berpengaruh.

  Sementara itu Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa menyentuh dan melihat dengan birahi menyebabkan keharaman, persis seperti mencampuri. e) Menyatukan dua wanita “muhrim” sebagai istri, seluruh mazhab sependapat dalam hal mengawini dua wanita bersaudara sekaligus.

  f) Mengawini anak hasil zina, Syafi’i dan Maliki berpendapat seorang laki-laki boleh mengawini anak perempuannya dari hasil zina. Karena secara syar’i bukan muhrim dan di antara mereka berdua tidak saling mewarisi. Sementara itu, Hanafi, Imamiyah dan Hambali menyatakan anak perempuan hasil zina itu haram dikawini sebagaimana keharaman anak perempuan yang sah. Sebab, anak perempuan tersebut merupakan darah- dagingnya sendiri. Dari segi bahasa dan tradisi masyarakat dia adalah anaknya sendiri. Tidak diakuinya sebagai anak oleh syar’i dari sisi hukum waris berarti ia bukan anak kandungnya secara hakiki, namun yang dimaksud adalah menafikan akibat- akibat syar’i-nya saja misalnya hukum waris dan memberi nafkah. (Mughniyah,1994:30-37)

G. Tinjauan Pustaka

  Dalam penyusunan sekripsi ini, penulis merujuk pada penelitian sebelumnya: Yang pertama berjudul Pengaruh Pernikahahn Sedarah Terhadap

  Keturunan (Studi Analisis Tafsir Sains Dalam QS An-Nisa:23) karya

  Thalichati diterbirkan oleh IAIN Wali songo pada 26 Mei 2015. Penelitian ini mengemukakan tentang mengapa dalam Al Qu’ran sampai mengharamkan pernikahan sedarah dan mengaitkanya dengan ilmu sains untuk mengetahui bagaimana hasil keturunann prernikahan sedarah.

  Penelitian ini menggunakan penelitian Tafsir Ilmiy yaitu memahami Al Qur’an melalui pendekatan sains modern. Hasil penelitian ini adalah dalam pernikahan diharapkan bisa memperluas hubungan kekeluargaan, jadi tidak ada urgensi apabila menikahi kerabat dekat sendiridan perkawinan yang dilakukan antar keluarga cenderung menghasilkan keturunan abnormal.

  Skripsi yang ke dua berjudul Kedudukan Anak Hasil Perkawinan

  

Incest Dalam Perspektif Perundang-Undangan Perkawinan Indonesia

  karya Anif Rahmawati diterbitkan UIN Sunan Kalijaga pada 2012. Latar belakang penelitian ini tentang hukum agama dan perundang-undangan yang ada di indonesia telah mengatur sedemikian rupa tentang tata cara perkawinan tapi pada kenyataannya masih banyak penyimpangan yang terjadi yang salah satunya adalah pernikahan sedarah. Dalam penelitian ini penulis mencari bagaimana kedudukan anak hasil perkawinan incest perspektif perundang-undangan perkawinan indonesia dan akibat hukum yang timbul dari kedudukan anak hasil incest. Penelitian ini menggunakan kepustakaan (Library Research), hasil penelitian ini adalah kedudukan anak hasil perkawinan incest menurut perundang-undangan perkawinan Indonesia adalah tetap sebagai anak sah dari kedua orang tuanya. Sedangkan akibat hukum yang ditimbulkan adalah: nasab anak tersebut disandarkan kepada kedua orang tuanya, anak tersebut juga mendapatkan hak nafkah, hadanah, dan hak waris sama seperti yang didapatkan seorang anak yang mempunyai kedudukan sebagai anak sah.

  Skripsi sebelumnya yang ketiga berjudul Status Hak Waris Anak

  

Dari Pernikahan Sedarah Perspektif Fiqeh Kontemporer karya Mustofa

  Ali diterbitkan Universitas Islam Negeri Maulan Malik Ibrahim Malang pada 2010. Latar belakang penelitian ini tentang terdapat beberapa hal yang menjadikan pernikahan tidak sah dimata hukum diantaranya jika syaratnya tidak terpenuhi, hubungan sedarah juga merupakan alasan dapat dibatalkanya suatu ikatan pernikahan dan pernikahan itu sudah menghasilkan anak. Sedangkan pernikahan sedarah itu dilarang oleh berbagai hal, apakah anak itu berhak dinasabkan kepada orang tuanya dan anak tersebut mendapatkan hak-haknya atau tidak. Penelitian ini menggunakan kepustakaan (Library Research), hasil penelitian ini adalah pernikahan sedarah dilarang karena berbagai akibat negatif yang muncul dari aspek medis psikologi serta sosiologis bagi anak dan keluarganya. Terkait dengan kedudukan anak, tetap mendapatkan hak-haknya. Walaupun pernikahan itu sedarah tapi anak itu tetap terlahir dari pernikahan yang sah.

  Skripsi sebelumnya yang keempat berjudul Tinjauan Hukum Islam

  

Terhadap Larangan Perkawinan Antar Canggah Sedarah Di Desa

Maryarejo Kabupaten Gresik karya Abdur Rohim diterbitkan oleh

  Universitas Islam Negri Sunan Ampel pada 2014. Data penelitian dihimpun melalui teknik dokumentasi beberapa buku yang berdasarkan dengan subyek penelitian dan wawancara langsung dengan subyek penelitian. Hasil penelitian ini adalah bahwa larangan perkawinan antar canggah sedarah adalah perkawinan yang terjadi antara keturunan ke empat dengan keturunan ke empat yang masih mempunyai hubungan darah dan apabila ditarik garis lurus ke atas keduanya akan bertemu dalam satu keluarga. Adapun dasar itu menyimpang dari peraturan perundang- undangan indonesia tentang larangan perkawinan seperti dalam KHI pasal

  39 Dan pasal 1 tahun 1974 di pasal tersebut bahwa larangan menikah antar canggah tidak termasuk larangan pernikahan.

H. Metodologi Penelitian

  a) Jenis Penelitian

  Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holisti, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.

  Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam. (Moleong,2009:6-7) b)

  Sumber Data Menurut Lofland (1984) yang dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.

  Selebihnya adalah datatambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini sebagai berikut:

  1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian.

  2. Data Sekunder Data sekunder adalah data pendukung yang membantu peneliti dalam melakukan proses penelitian, dalam penelitian ini penulis menggunakan ayat-ayat Al Qu’ran dan hadist-hadist tentang pernikahan sedarah.

  3. Data Tersier Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk terhadap data primer dan sekunder. Dalam hal ini data tersier yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia

  c) Teknik Pengumpulan Data

  a) Wawancara

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara mendalam (in dept interview). Dengan wawancara mendalam, bisa digali apa yang bersembuyi di sanubari seseorang apakah yang menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang. (Bungin, 2010:67)

  Yang diwawancarai dalam penelitian ini dapat tentangga yang akan diteliti, kerabat dekat, tetangga atau kepada pasangan yang bersangkutan.

  b) Observasi

  Observasi adalah pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya, pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian.(Moleong, 2009:175)

  c) Telaah Dokumen

  Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam kertas (Hard Copy) maupun elektronik(Soft Copy). Dokumen dapat berupa buku ,artikel, media masa, catatan harian, manifesto, undang-undang notulen, blok, halaman web, foto, dan lainya.(Sarosa, 2012:61)

  d) Teknis Analisis Data

  Analisis data ini dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaanya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian.(Moloeng, 2009:281)

I. Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, kerangka teori, kajian pustaka, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II PERNIKAHAN SEDARAH DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI Bab ini berisi tentang gambar pernikahan sedarah menurut hukum islam atau hukum pasti yang digunakan disni adalah Al Qur’an, Hadits dan buku fiqeh Islam tentang pernikahan yang terkait, meliputi syarat dan rukun pernikahan, pengertian pernikahan sedarah, wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi. Bab ini juga berisi pandangan hukum Sosiologis tentang pernikahan incest taboo atau sedarah.

  BAB III PROFIL KELUARGA PERNIKAHAN SEDARAH Bab ini berisi tentang profil pasangan-pasangan yang melakukakan incest atau penggambaran tentang pasangan incest yang meliputi incest apa yang dilakukan pasangan yang akan diteliti, latar belakang menikah, kehidupan setelah menikah dan semua tentang pasangan incest akan digali di bab ini.

  BAB IV ANALISIS DINAMIKA PERNIKAHAN SEDARAH DAN ANALISIS PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI Bab ini membahas tentang dinamika atau potret pernikahan incest taboo yang dilakukan oleh tiga pasangan dan Analisis pernikahan incest taboo tentang boleh tidaknya incest yang dilakukan oleh pasangan-pasangan yang akan diteliti apabila ditinjau dari hukuk islam yaitu hukum Islam, Undang- Undang no 1 tahun 1974, dan Sosiologi.

  BAB IV KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB II Pernikahan Sedarah Dalam Tinjauan Hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 Dan Sosiologi A. Pengertian Pernikahan Dalam Alquran, perkawinan disebut dengan an-nikah

  ( ح ﺎﻜﻧا) dan

  az-zawaj/az-ziwaj yang terambil dari kata zawwaja-yuzawwiju-tazwijan

  dalam bentuk timbangan “fa’ala –yufa’ilu-taf’ilan yang secara harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai dan memperistri.

  Adapun yang dimaksud dengan nikah dalam kontek syar’i seperti diformulasikan para ulama fiqeh, terdapat rumusan yang satu sama lain berbeda-beda.Menurut ulama Hanafiah, “nikah adalah akad yang memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang– senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna mendapatkan kenikmatan biologis”. Sedangkan menurut sebagian mazhab Maliki, nikah adalah sebuah ungkapan (sebutan) atau titel bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata”.Oleh mazhab Syafi’iah, nikah dirumuskan dengan “akad yang menjamin kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunaka redaksi (lafal) “inkah atau tazwij atau turunan (makna) dari keduanya”. Sedangkan ulama Hanabilah mendefinisikan nikah dengan “akad” yang dilakukan dengan menggunakan kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan (bersenang-senang).

  Masih dalam kaitan dengan definisi perkawinan (pernikahan) tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam kaitan ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikian: “ Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

  Definisi ini tampak jauh lebih representatif dan lebih jelas serta tegas dibandingkan dengan definisi perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merumuskan sebagai berikut: “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

  

mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah”.

  Alquran menjuluki pernikahan dengan mitsaqan ghalizan, janji yang sangat kuat. Ini mengisyaratkan bahwa pernikahan itu merupakan perjanjian serius antara mempelai pria (suami) dengan mempelai perempuan (istri). Karena pernikahan yang sudah dilakukan harus dipertahankan kelasungannya. Sungguhpun talak (perceraian) itu dimungkinkan (dibolehkan) dalam islam, tetapi Rasulullah SAW menjulukinya sebagai perbuatan halal yang dibenci Allah. Dan itulah pula sebabnya mengapa dalam akad nikah harus ada saksi minimal dua orang di samping wali nikah meskipun tentang status hukumnya apakah dia sebagai rukun atau hanya tergolong syarat sah nikah tetap diperdebatkan oleh para ulama(fuqaha). (Summa, 2004: 42-50) Dalam pandangan islam pernikahan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Sunnah Allah berarti: menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini, sedangkan sunnah Rasul berarti sesuatu tradisi yang telah ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya.(Syarifuddin, 2003: 76) B.

   Hukum Melakukan Perkawinan

  Meskipun pada dasarnya islam menganjurkan kawin, namun apabila ditinjau dari keadaan yang melaksanaanya, perkawinan dapat dikenai hukum wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah.

1. Perkawinan yang wajib

  Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin akan mudah tergelincir untuk bernuat zina.

  Alasan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: apabila menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib, padahal bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya terjamin dengan jalan kawin, maka bagi orang itu melakukan perkawinan hukumnya adalah wajib.

  2. Perkawinan yang sunnat Perkawinan hukumya sunnat bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanaan dan memikul kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina.

  Alasan hukum sunnah ini diperoleh dari ayat-ayat Alqur’an dan hadits-hadist nabi sebagaimana telah disebutkan dalam hal Islam menganjurkan perkawinan di atas kebanyaka ulama’ berpendapat bahwa beralasan ayat-ayat Alqur’an dan hadits-hadits nabi itu, hukum dasar perkawinan adalah sunnat.

  3. Perkawinan yang haram Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanaan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup perkawinan, hingga apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya. Hadits nabi mengajarkan agar orang jangan sampai berbuat yang berakibat menyusahkan diri sendiri dan orang lain.

  4. Perkawinan yang makruh Perkawinann hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak khawatir akan terseret dalam perbutan zina, tetap mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban- kewajibannya terhadap istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan piha istri, misalnya calon istri tergolong orang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk kawin.

  Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada Allah dan semangat bekerja dalam bidang ilmiah, hukumya lebih makruh dari pada yang telah disebutkan di atas.

5. Perkawinan yang mubah

  Perkawinan hukunya mubah bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan andai kata kawin pun tidak merasa khawatir akan menyia- nyiakan kewajibanya terhadap istreri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk memenuhi syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama. (Basyir, 1996: 12-14) C.

   Tujuan Pernikahan

  Ada beberapa tujuan dari disyari’atkanya pernikahan atas umat Islam. Di antaranya adalah: 1. mendapatkan anak keturunan bagi melanjutkann generasi yang akan datang. Hal ini terlihat dari surat An-Nisa’ (4) ayat 1:

  

          

           

         

  Artinya: Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang menjadikan kamu dari diri yang satu dari padanya Allah menjadikan istri-istri dan dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan nyang banyak, laki-laki dan perempuan.(juga dalam jumlah yang banyak. dan bertakwalah kamu kepada allah yang dengan mempergunakan namanya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah hubungan silaturahmi sesungguhnya allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS An-Nisa:1)

  2. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dari firman Allah dalam surat Al-Rum ayat 21 yang telah dikutip di atas. Adapun di antara hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan itu adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual.

  (Syarifuddin,2003:80-81) Undan-Undang Perkawinkan menyebutkan tujuan perkawinan yakni ”membentuk keluarga (rumah tangga) bahagiadan kekal,” sementara KHI yang memuat tujuan perkawinan secara tersendiri dalam pasal 3 lebih menginformasikan nilai-nilai ritual dari perkawinan seperti terdapat dalam kalimat: “untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah”. Padahal rata-rata kitab hadis hukum dan fiqih memasukkan bahasa munakahat (perkawinan) dalam kitab (bab) muamalah dalam kitab (bab) ibadah. Ini menunjukkan bahwa aspekk muamalah dalam perkawinan jauh lebih menonjol dari pada aspek ibadah sungguhpun di dalamya memang terkandung pula nilai-nilai ibadah yang cukup sakral dalam perkawinan.(Summa, 2004: 47)

  Sedangkan menurut (Basyir,1996:11) tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntunan naluriah manusia, berhubungan antara laki- laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.

D. Rukun dan Syarat Pernikahan

  Rukun dan syarat menentukan suatu hukum terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya. Rukun syarat perkawinan itu adalah segala yang harus terwujud dalam suatu perkawinan, baik yang menyangkut unsur dalam, maupun unsur luarnya.

  Unsur pokok sutu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad perkawinan iti sendiri, wali yang melangsungkan akad dengan si suami, dua orang saksi yang menyaksikan telah berlangsungnya akad perkawinan itu dan mahar. Para ulama jumhur menetapkan akad, kedua mempelai, wali si perempuan dan saksi sebagai rukun dari perkawinan, yang bila tidak ada salah satu diantaranya perkawinan itu tidak sah. Sedangkan mahar ditempatkan sebagai syarat dalam arti tidak menentukan kelansungan akad nikah, namun harus dilaksanakan dalam masa perkawinan. Untuk setiap unsur atau rukun itu berlaku pula beberapa syarat.

  1. Akad Nikah Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang berakad dalam bentuk ijab dan qabul.Ijab penyerahan dari pihak pertama, sedangkan Qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Syarat-syarat akad adalah : a.

  e.

  c.

  Keduanya sama-sama beragama islam.

  b.

  Keduanya jelas keberadaanya dan jelas identitasnya.

  2. Syarat laki-laki perempuan yang nikah a.

  Ijab dan qabul tidak boleh menggunakan lafaz yang mengandung maksud membatasi perkawinan untuk masa tertentu.

  Ijab dan qabul mesti menggunnakan lafaz yang jelas danterus terang.

  Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul.

  d.

  Ijab dan qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat.

  c.

  Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda, seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk mahar.

  b.

  Yang melakukan ijab boleh dari pihak laki-laki boleh pula dari pihak wali perempuan.

  Antara keduanya tidak terlarang melagsungkan perkawinan. d.

  Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.

3. Wali Nikah

  Yang dimaksud dengan wali dalam perkawinan adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya. Keberadaan seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali,ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal ini berlaku untuk semua perempuan, yang dewasa atau masih kecil, masih perawan atau sudah janda.

  Orang-orang yang berhak menjadi wali, jumhur ulma’membagi wali itu kepada dua kelompok:

  1. Wali dekat atau wali qarib yaitu ayah dan kalau tidak ada ayah pindak kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang akan dikawinkanya. Ia dapat mengawinkan anaknya yang masih berada dalam usia muda tanpa minta persetujuan dari anaknya tersebut. Wali dekat kedudukan seperti ini disebut wali mujbir.

  2. Wali jauh atau wali ab’ad. Yang menjadi wali jauh ini secara berurutan adalah: a) Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada

  b) Saudar laki-laki seayah, kalu tidak ada pindah kepada

  c) Anak saudar laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada d)

  Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada

  e) Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada

  f) Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada

  g) Anak paman seayah

  h) Ahli waris kerabat lainya i)

  Sultan atau wali hakim yang memegang wilayah umum.

3. Syarat-syarat menjadi wali

  a) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila tidak berhak menjadi wali.

  b) Laki-laki.

  c) Orang merdeka

  d) Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih

  e) Berfikir baik.