PERBEDAAN STRES KERJA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN A DAN TIPE KEPRIBADIAN B PADA KARYAWAN CV.MAGOEWO GROUP YOGYAKARTA - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

  Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan atau stresor yang dianggap mengancam atau menantang, dan menimbulkan gangguan psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi. Luthans (2006) mendefiniskan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Robbins (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Stres menunjukkan suatu kondisi dinamika di mana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai hal yang tidak pasti.

  Ivancevich dan Matteson (dalam Luthans, 2006) mendefinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Gibson et al, (1989) mendefinisikan stres kerja sebagai psikologis, yaitu, suatu konsekuensi dari setiap kegiatan, situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Sedangkan menurut Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

  Handoko (dalam Wibowo, 2014), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Sasono (dalam Wibowo, 2014), stres kerja bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka 5 (lima) tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka 9 (sembilan), maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stres kerja. Stres tersebut akan muncul apabila ada tuntutan-tuntutan pada seseorang yang dirasakan menantang, menekan, membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu.

  Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas, banyak para ahli yang mendifinisikan stres kerja. Penulis menyimpulkan bahwa stres kerja adalah suatu yang dirasa memberikan tekanan akibat adanya beban kerja yang berlebihan, ketegangan mental dan emosi dari bentuk tanggapan terhadap berbagai urusan pekerjaan yang dapat menghambat kinerja individu dalam

2. Aspek-aspek Stres Kerja

  Menurut Robbins (2006) aspek-aspek stres kerja meliputi tiga aspek, yaitu;

  a. Pertama fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang yang terkena stres antara lain adalah; sakit kepala, sakit punggung, otot terasa kaku, tekanan darah naik, serangan jantung, lelah atau kehilangan daya energi.

  b. Kedua adalah psikologis yang mencakup; depresi, mudah marah, gelisah, cemas, mudah tersinggung, marah-marah, bingung, dan kebosanan.

  c. Ketiga adalah perilaku yang mencakup; mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang lain, meningkatnya frekuensi absensi, meningkatkan penggunaan minuman keras dan mabuk, tidur tidak teratur. Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001), aspek-aspek stres kerja meliputi empat aspek, yaitu; a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencenaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.

  b. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

  d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

  Dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa stres kerja ditandai dengan gejala-gejala fisik, psikologis, perilaku, emosi, intelektual, dan interpersonal. Pada penelitian ini peneliti memilih aspek stres kerja menurut Robbins (2006) gejala fisik ditandai dengan adanya gangguan fisiknya seperti sakit kepala, otot terasa kaku, dan lelah atau kehilangan daya energi. Gejala psikologis ditandai dengan adanya perasaan mudah marah, cemas, dan depresi. Gejala perilaku ditandai dengan adanya, meningkatnya frekuensi absensi, mudah menyalahkan orang lain dan tidur tidak teratur. Peneliti memilih aspek stres kerja dari Robbins karena dari tiga aspek tersebut sesuai dan mencakup secara keseluruhan gejala stres kerja yang ingin diteliti.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

  Menurut Robbins (2006), mengemukakan faktor–faktor yang dapat menimbulkan dan menyebabkan stres kerja antara lain; a. Faktor lingkungan

  Perubahan yang terjadi secara tidak pasti dalam lingkungan organisasi keamanan dan keselamatan dalam lingkungan pekerjaan, perilaku manejer terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan dalam lingkungan pekerjaan.

  b. Faktor organisasional Tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurung waktu tertentu.

  c. Faktor individual Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.

  1) Faktor persoalan keluarga, survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

  2) Masalah ekonomi, diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.

  3) Karakteristik kepribadian, faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.

  Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu Menurut Carry Cooper (dalam Wibowo, 2014) faktor–faktor yang dapat menimbulkan dan menyebabkan stres kerja antara lain; a. Kondisi kerja

  Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab pekerja mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunya produktivitas kerja.

  Banyaknya pekerjaan yang digunakan melebihi kapasitas kemampuan karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam keteganggan tinggi.

  b. Konflik peran Ada sebuah penelitian menarik tentang stres kerja menemukan bahwa sebagian besar pekerja yang bekerja diperusahaan yang sangat besar atau yang kurang memiliki strukur yang jelas, mengalami stres karena konflik peran. Mereka stres karena ketidak jelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen.

  c. Pengembangan karier Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja disuatu perusahaan atau organisasi. Namun pada kenyataan impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karier yang baik sering kali tidak terlaksana. Alasanya bisa bermacam-macam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karier dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan.

  Terdapat penelitian menyebutkan bahwa kepribadian berpengaruh terhadap stres kerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research 1998 (dalam Widhiastuti, 2002) penyebab stres kerja dapat dibagi dua yaitu yang berasal dari dalam individu dan dari luar individu antara lain: 1) Dari diri individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian, apakah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara keseluruhan dituangkan dalam lima faktor kepribadian (Big Five Factor

  Personality yang meliputi ektraversia, emotional stability, agrecables, dan operres to experience) dalam hal ini emotional stability berhubungan dengan

  mudah tidaknya seorang mengalami stres. 2) Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja, cita-cita. Lingkungan mendorong kondisi kerja penuh dengan stres yang disebut stress kerja dan dapat langsung mempengaruhi keamanan pekerja dan kesehatan.

  Berdasarkan beberapa teori di atas, faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, organisasi, individual, kondisi kerja, konflik peran, dan pengembangan karier. Menurut Robbins dan Judge (2008) faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, organisasi dan individual.

  Faktor individual yang mempengaruhi stres mencakup persoalan keluarga, masalah ekonomi dan karakteristik kepribadian.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research 1998 (dalam Widhiastuti, 2002) bahwa tipe kepribadian A dan B mempengaruhi stres kerja, karakteristik yang dapat mempengaruhi stres kerja. Hal tersebut mendukung pernyataan Robbins (2008) bahwa kepribadian merupakan salah satu unsur dari perbedaan individu yang banyak menarik perhatian peneliti terkait permasalahan tentang stres kerja.

B. Tipe Kepribadian A dan Tipe Kepribadian B

1. Pengertian Kepribadian

  Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang mendekripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat oleh Gordon Allport hampir 70 tahun yang lalu. Gordon Allport (dalam Robbins dan Judge, 2008) mengatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.

  Robbins (2008) mendifinisikan kepribadian sebagai keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukan oleh seseorang. Menurut Luthans (2006) kepribadian berarti bagaimana individu memengaruhi orang lain dan bagaimana individu memahami dan memandang dirinya, juga bagaimana pola ukur karakter dalam dan karakter luar individu mengukur trait dan interaksi antara manusia-situasi.

  Berbagi penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar menjelaskan perilaku seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.

  Karateristik-karakteristik tersebut, ketika ditunjukan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Ada berbagai tipologi kepribadian, di antaranya adalah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara keseluruhan dirangkum dalan 5 faktor kepribadian (Big Five Factor Personality, yang meliputi Extraversion, Conscientiousness, Emotional Stability, Agreeableness dan Openness to Experience).

  Dari bebagai pengertian kepribadian di atas disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebagai keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain yang didalamnya terkandung kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang sangat berguna untuk menghadapi dan menyesuaikan tuntuan hidup maupun lingkungan pekerjaan. Terdapat berbagai jenis tipologi kepribadian. Fokus penelitian ini ada tipe kepribadian A dan tipe kepriadian B.

2. Jenis Tipe Kepribadian A

  Menurut Friedman & Rosenman (dalam Luthans, 2006) mendefinisikan kepribadian tipe A sebagai tindakan-emosi kompleks yang dapat diamati pada orang yang secara agresif terlibat dalam perjuangan tanpa henti untuk mencapai tujuan lebih dan lebih lagi dalam waktu paling sedikit. Friedman & Rosenman (dalam Luthans, 2006) menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai kepribadian tipe A sangat kompetitif dan berorientasi pada pencapaian, merasa waktu selalu berhadapan dengan keterlambatan atau dengan orang yang dipandang tidak kompeten. Walaupun tampak dari luar tipe A sebagai orang yang percaya diri, namun mereka cenderung mempunyai perasaan keraguan diri yang terus-menerus dan itu memaksa mereka untuk mencapai lebih banyak dan lebih banyak lagi dalam waktu yang lebih cepat.

  Robbins (2006), mendefinisikan sesorang dengan tipe kepribadian A adalah secara agresif terlibat dalam perjuangan bertahun-tahun tiada henti untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit, dan jika perlu, melawan upaya-upaya lain atau orang lain yang menentang. Kepribadian tipe A cenderung mempunyai semangat bersaing yang tinggi dan ambisius, berbicara dengan cepat, suka menyela pembicaraan orang lain dan sering terperangkap dalam kemarahan yang luar biasa. tipe A memiliki sifat yang agresif, mau menetang terhadap yang lain untuk mendapatkan apa yg diinginkan, memiliki standart yang sangat tinggi terhadap dirinya sendiri, bekerja secara berlebihan dengan kecepatan yang luar biasa, suka bersaing dan selalu terpacu dengan waktu.

  Berdasarkan pengertian tipe kepribadian A di atas, disimpulkan bahwa perilaku tipe A adalah perilaku yang selalu berjuang tanpa henti, agresif, dan melakukan banyak hal dalam satu waktu.

3. Jenis Tipe Kepribadian B

  Istilah tipe B datang dari karya kardiolog Amerika bernama Friedman & Rosenman pada tahun 1974 (Luthans, 2006). Gambaran khas perilaku tipe B adalah perilaku yang berlawanan dari tipe A. Luthans (2006) mendefinisikan bekerja tanpa melihat nafsu, tidak harus tergesa-gesa yang menyebabkan ketidaksabaran dan tidak mudah marah.

  Menurut Robbins (2006), individu tipe B adalah individu yang menghadapi segala sesuatunya dengan sabar, baik itu di lingkungan pekerjaan atau pun di lingkungan keluarga. Selain itu individu tipe B cenderung lebih santai dalam melakukan sesuatu, kurang asertif, menghindari persaingan, tidak perfeksionis dan kurang ambisi. Adalah keliru untuk percaya bahwa hanya orng yang giat dan suka sekali bekerja keras, yang sangat kompetitif, terburu-buru, dan agresif yang dapat menyelesaikan segala sesuatunya. Individu tipe B juga dapat mencapai sama banyaknya, hanya mereka menjalaninya dengan cara yang berbeda.

  Berdasarkan pengertian tipe kepribadian B di atas, disimpulkan bahwa perilaku tipe B adalah perilaku yang perilaku yang santai, penyabar, dan melakukan satu hal dalam satu waktu.

4. Ciri Tipe Kepribadian A dan B

  Menurut Robbins dan Judge (2008) ciri kepribadian tipe A adalah :

  a. Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat

  b. Merasa tidak sabaran

  c. Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat bersamaan d. Tidak dapat menikmati waktu luang

  e. Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah yang bisa mereka peroleh Berbeda dengan kepribadian tipe A adalah tipe B, yang benar-benar berlawanan. ciri kepribadian tipe B sebagai berikut; a. tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran

  (penyabar)

  b. Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian maupun prestasi mereka kecuali atas tuntutan (tidak kompetitif) c. Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukan keunggulan mereka (menikmati waktu luang) d. Bisa santai tanpa merasa bersalah

  Ciri tipe kepribadian A menurut Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006)

  a. Melakukan aktivitas dengan cepat (selalu bergerak, berjalan, makan, bicara dengan cepat) b. Tidak sabar

  c. Melakukan dua hal sekaligus

  d. Tidak tahan dengan waktu senggang

  e. Terobsesi dengan jumlah

  f. Mengukur kesuksesan dengan kuantitas

  g. Agresif

  h. Kompetitif i. Terus-menerus merasa dalam tekanan waktu

  Ciri tipe kepribadian B menurut Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, a. Tidak peduli dengan waktu

  b. Sabar

  c. Tidak mempunyai beban

  d. Bermain untuk kesenangan, bukan untuk kemenangan

  e. Santai tanpa rasa bersalah

  f. Tidak ada tekanan tenggat waktu

  g. Berwatak lembut

  h. Tidak pernah terburu-buru Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe kepriabdian A memiliki ciri-ciri melakukan segala ativitas dengan cepat, tidak sabaran, melakukan dua hal dalam satu waktu, agresif, dan kompetitif. Sebaliknya, kepribadian tipe B memiliki ciri-ciri santai dalam melakukan aktivitas, sabar, hanya bisa mengerjakan satu hal dalam satu waktu, tidak kompetitif, dan merasa tidak memiliki beban. Pada penelitian ini peneliti memilih ciri-ciri tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B menurut Robbins dan Judge (2008). Ciri-ciri tipe kepribadian A ditandai dengan melakukan aktivitas dengan cepat, merasa tidak sabaran, berusaha melakukan dua hal sekaligus, tidak dapat menikmati waktu luang, dan terobsesi dengan jumlah. Sebaliknya, kepribadian tipe B memiliki ciri yang berlawanan dengan tipe A, ciri kepribadian B adalah penyabar, tidak kompetitif, menikmati waktu luang, dan merasa santai. Peneliti memilih ciri-ciri tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B menurut Robbins dan Judge (2008) karena dari ciri-ciri tersebut sesuai dan mencakup secara

  

C. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Tipe Kepribadian A dan Tipe

Kepribadian B

  Robbins dan Judge (2008) menjelaskan bahwa hubungan antara kesesuaian kepribadian dan pekerjaan merupakan hal yang dapat menciptakan stres kerja.

  Baik atau tidaknya suatu hasil pekerjaan bisa ditentukan oleh sesuai atau tidaknya kepribadian karyawan dengan pekerjaannya. Terdapat penelitian dan kesepakatan mengenai dimensi situasi dan disposisi individu yang mempengaruhi stres. Misalnya, disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A atau tipe B, kontrol personal dan daya tahan psikologis mungkin saja mempengaruhi tingkat stres yang dialami seseorang (Luthans, 2006).

  Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa stres kerja adalah hasil interaksi karakteristik individu dengan lingkungannya, selain itu kepribadian menentukan stres kerja karyawan. Pekerjaan yang dijalani apabila tidak sesuai dengan kepribadiannya dapat menciptakan stres kerja yang tinggi. Karakteristik individu yang merupakan salah satu faktor kepribadian tersebut adalah tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B.

  Kepribadian dalam penelitian ini dikuatkan oleh pendapat Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006) bahwa kepribadian dibagi menjadi 2 tipe, yaitu kepribadian tipe A dan tipe B. Karakteristik kepribadian tipe A adalah tidak sabaran, melakukan dua hal sekaligus, agresif dan melakukan segala sesuatu dengan cepat. Sedangkan kepribadian tipe B memiliki karakteristik tidak peduli dengan waktu, sabar, tidak pernah terburu-buru, dan merasa tidak mempunyai

  Cukup banyak para peneliti kesehatan melakukan penelitian dengan menggunakan tipe kepribadian untuk memprediksi tingkat stres kerja sejak 1950-an. Pada akhir tahun 1960-an, Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006) mempopulerkan penggunaan kepribadian tipe A dan tipe B yang berlawanan dalam studi tentang stres. Jenis tipe tersebut digambarkan sebagai karakteristik yang relatif stabil.

  Ditinjau dari aspek fisiologis, karyawan tipe A dalam menghadapi tuntutan pekerjaan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai target pekerjaan dalam waktu yang singkat. Karyawan tipe A adalah pekerja yang cepat karena karyawan tipe A lebih menekankan kuantitas daripada kualitas. Sejalan dengan perilaku tersebut, dapat menciptakan perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, dan menimbulkan sakit kepala (Robbins, 2006). Berbeda dengan karyawan tipe B yang lebih santai dan bersenang-senang dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Sejauhmana tuntutan pekerjaannya, karyawan tersebut merasa lebih tenang dan rileks. Ambisi untuk pekerjaan individu tipe B tidak mendominasi dalam kehidupannya. Individu tipe B cenderung meluangkan waktu untuk keluarga, teman dan memilih rekreasi daripada mengalokasikan waktu luangnya untuk menyelesaikan pekerjaan.

  Sejalan dengan hal tersebut, karyawan tipe B tingkat stresnya lebih rendah dibanding dengan pola perilaku tipe A, (Janjhua dan Chandrakanta, 2012).

  Psikiater organisasi dari heart disease, anger linked and research shows mempelajari penyebab stres pada karyawan di Jepang, Jerman, dan Amerika karyawan menangani agresi diri merupakan faktor untuk menentukan apakah individu akan mengalami jenis stres yang dapat menyebabkan serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan masalah kesehatan lainnya. Perlu diketahui bahwa karyawan yang berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai target pekerjaan dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan stres kerja yang berjalan seiringan dengan ciri kepribadian tipe A.

  Ditinjau dari aspek psikologis, karyawan tipe A merasa tidak sabaran dan melakukan aktifitas dengan cepat. Individu tipe A senantiasa menempatkan diri dalam tekanan waktu, menciptakan kehidupan yang penuh tenggat waktu bagi dirinya sendiri. Seiring dengan kondisi tersebut karyawan akan merasa lebih mudah cepat bosan, cemas, dan mudah marah. Karyawan tipe A mudah mengalami depresi karena sering membuat keputusan buruk yang dilakukan dengan terlalu cepat (Robbins, 2006). Selain itu karyawan tipe A memiliki orientasi persaingan dengan rekan kerjanya dan merasa harus berkompetisi dengan rekan kerjanya. Berbeda dengan dengan karyawan tipe B yang memiliki ciri-ciri sabar dalam menghadapi tuntutan pekerjaan, tidak terburu-buru dan tidak peduli dengan waktu. Karyawan tipe B kurang memiliki dorongan untuk berprestasi sehingga jiwa bersaing atau kompetisi dengan rekan kerjanya cukup rendah dibandingkan dengan karyawan tipe A. Individu tipe B bekerja di bawah tingkat stres yang rendah, karena individu tipe B dalam pekerjaan lebih bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukan keunggulannya (Robbins dan Judge, 2008).

  Ditinjau dari aspek perilaku, karyawan dengan tipe A lebih agresif dan merasa terus-menerus dalam tekanan waktu. Karyawan dengan kepribadian tipe A sebisa mungkin menghindari tekanan dalam pekerjaannya. Tingginya tekanan dan tuntutan dalam pekerjaan menyebabkan karyawan mangkir atau membolos dari pekerjaannya. Selain mangkir dari pekerjaan, tingginya tekanan dan tuntutan pekerjaan dapat menimbulkan rendahnya produktivitas kerja karyawan. Tuntutan pekerjan selama 24 jam juga memberikan efek buruk terhadap siklus tidur karyawan. Hal tersebut sejalan dengan individu ciri kepribadian tipe A yang merasa terus-menerus dalam tekanan waktu dan agresif. Lain halnya dengan karyawan yang memiliki ciri kepribadian tipe B. individu dengan tipe B tidak peduli dengan waktu dalam menghadapi tekanan dalam pekerjaannya. Sebagai contoh jika karyawan tipe B diberi tuntutan tugas dan merasa masih bisa dikerjakan esok harinya, maka karyawan tersebut memilih untuk bersenang-senang daripada menyelesaikan pekerjaannya.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing tipe kepribadian mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi stres kerja. Adanya kelebihan dan kekurangan tersebut, sehingga dimungkinkan ada perbedaan stres kerja pada karyawan tipe kepribadian A dan karyawan tipe kepribadian B. karyawan dengan kepribadian tipe A cenderung lebih mudah mengalami stres dibandingkan dengan karyawan tipe kepribadian B yang lebih santai dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Hal tersebut senada dengan studi ektensif yang dilakukan oleh Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006). Hasil studi tersebut ditemukan bahwa profil tipe A tingkat stresnya lebih tinggi dibandingkan dengan tipe B.

D. Hipotesis

  Berdasarkan uraian di atas peneliti mengajukan hipotesis bahwa karyawan dengan tipe kepribadian A tingkat stresnya lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan tipe kepribadian B.