PENGARUH RASIO IKAN TERI DAN RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA NORI ARTIKEL ILMIAH

  PENGARUH RASIO IKAN TERI DAN RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum

TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA NORI

ARTIKEL ILMIAH

  

OLEH

  

INDANA ZULFA

J1A014046

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

  

PENGARUH RASIO IKAN TERI DAN RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum TERHADAP SIFAT

FISIKOKIMIA NORI

  [The Effect Of Anchovy and Eucheuma spinosum Seaweed Ratio On The Physicochemical Nori] 1) 2) 2) 1)

Indana Zulfa , M. Abbas Zaini dan Wiharyani Werdiningsih

2) Mahasiswa Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindiustri Universitas Mataram Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindiustri Universitas Mataram

  Email:

  indanazulfa1696@gmail.com

ABSTRACT

  The aimed of this research was to determine the effect of anchovy and seaweed Eucheuma spinosum ratio on physicochemical nori. The method used in this research was the experimental method with Completely Randomized Block (CRB) using single factor which were ratio of anchovhy and seaweed Eucheuma spinosum (0%:15%; 0,75%:14,25%; 1,5%:13,5%; 2,25%:12,75%; 3%:12%). Parameters observed were chemical quality characteristics (moisture content, ash content, and protein content), physical quality characteristics (color), and organoleptic quality characteristics (colour, aroma, taste and texture). Data were analyzed with analysis of variance (ANOVA) at 5% significance level by using software Co-Stat and a significant difference data were tested further by real difference test with Honestly Significant Difference (HSD) test. The results showed that the interaction between ratio anchovy and seaweed give significant effect on the moisture content, ash content, protein content, L value, organoleptic colour, aroma, taste and texture (scoring test), colour and aroma (hedonic test). Anchovy and seaweed ratio 1,5%:13,5% was the best treatment to produce nori with the moisture content value 13,02%, ash content value 17,82% and protein content value 47,62%, have rather dark chocolate colour, fishy odour, tasteful and rather very crunchy texture.

  Keywords : anchovy, nori, physicochemical, seaweed

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut jenis Eucheuma spinsoum terhadap sifat fisikokimia nori. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan faktor tunggal yaitu faktor rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum (0%:15%; 0,75%:14,25%; 1,5%:13,5%; 2,25%:12,75%; 3%:12%). Parameter yang diamati yaitu karakteristik mutu kimia (kadar air, kadar abu dan kadar protein), mutu fisik (warna) dan mutu organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur). Data hasil pengamatan dianalisa dengan analisis keragaman pada taraf nyata 5% software Co-Stat dan apabila terdapat beda nyata maka diuji lanjut dengan uji Beda menggunakan

  Euchema Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rasio ikan teri dan rumput laut spinosum memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar air, abu, protein, nilai L, organoleptik warna, aroma, rasa, tekstur (skoring) dan warna, aroma (hedonik). Perlakuan rasio ikan teri dan rumput laut 1,5% : 13,5% merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan nori dengan karakteristik mutu sebagai berikut: kadar air 13,02%, kadar protein abu 17,82%, kadar protein 47,62%, warna nori agak cokelat gelap, aroma amis, rasa gurih dan tekstur agak sangat renyah.

  Kata Kunci : Fisikokimia, Ikan Teri, Nori, Rumput Laut

  PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan negara yang memilki luas wilayah lautan terluas di dunia sebesar 3.257.483 km 2 sehingga Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar termasuk didalamnya rumput laut. Rumput laut merupakan tumbuhan laut yang tergolong dalam ganggang (alga) multiseluler divisi Thallophyta. Di Indonesia rumput laut sangat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Indonesia. Tahun 2016 tercatat produksi rumput laut basah nasional sebesar 11,68 juta ton sedangkan produksi rumput laut di NTB pada tahun 2016 sebesar 1.023.634,72 ton sedangkan total capaian produksi olahan rumput laut di pulau Lombok pada tahun 2016 sebesar 245,85 ton (KKP Provinsi NTB, 2017).

  Alga laut atau rumput laut tergolong dalam divisi Thallophyta. Sifat khas dari divisi ini adalah primitif, artinya badannya sedikit atau tidak terbagi-bagi dalam alat vegetatif, seperti akar yang sebenarnya, ranting atau cabang dan daun. Tahllophyta (tumbuhan bertalus) terdiri atas empat kelas yaitu alga hijau ( Cholophyceae), alga cokelat (Phaeophyceae), alga merah (

  Rhodophyceae) dan alga hijau biru (

  Myxophyceae). Dari empat kelas alga tersebut, hanya tiga kelas yang merupakan golongan alga atau rumput laut ekonomis, yaitu alga hijau (

  Chlorophyceae), alga cokelat (Phaeophyceae) dan alga merah ( Rhodophyceae). Jumlah alga laut atau rumput laut yang bermanfaat dan bernilai ekonomis mencapai 61 jenis dari 27 marga rumput laut yang sudah biasa dijadikan makanan oleh masyarakat pesisir, sedangkan 21 jenis dari 12 marga digunakan sebagai obat (Kordi, 2011).

  Sebagai sumber gizi, rumput laut memilki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin seperti vitamin A, B 1 , B 2 , B 6 , B 12 dan C; betakaroten; serta mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan yodium. Beberapa jenis rumput laut juga mengandung protein yang cukup tinggi (Setyawati, dkk, 2010). Salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucheuma spinosum.

  Eucheuma spinosum tergolong dalam kelas alga merah ( Rhodophyceae) berbentuk thallus silindris, permukaan licin, warna coklat tua hijau-coklat, hijau kuning atau merah ungu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada rumput laut Eucheuma spinosum yang didapatkan dari tiga perairan yang berbeda mempunyai kandungan air sebesar 19,55%- 21,27%; abu 18,55%-18,95%; protein 4,85%- 5,59%; lemak 0,06%-0,1% dan karbohidrat 53,44%-55,52% (Diharmi, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Alamsyah, dkk (2013) jenis rumput laut Eucheuma sp dapat dijadikan berbagai olahan makanan seperti dodol, selai, kerupuk dan manisan. Selain itu jenis rumput laut ini juga dapat diolah menjadi makanan lain seperti nori.

  Nori merupakan makanan tradisional Jepang ( sea vegetable) yang terbuat dari alga laut phorphyra (Rhodophyta), berupa lembaran tipis (sheet) ukuran 0,2 mm yang tersusun dari 10-20 lapisan, dipotong halus dengan ukuran seragam kizaminori atau aonori, dikeringkan ( dried nori) atau disertai bumbu atau dipanggang (seasoned and toasted nori-ajitsuke nori atau okazunori atau mominori) (Levine & Sahoo, 2010). Tekstur nori berbentuk kering halus ( hoshi nori), bewarna hitam cerah dan berkilau karena kandungan pigmen

  Porphyran (sekitar 40% pada dried nori) (Zhang al. 2004). Nori disajikan sebagai hiasan dan penyedap masakan ( donburi atau chirashizushi), lauk pauk ( ajitsuke naori atau okazunori atau mominori), dan makanan ringan ( senbei) (Mouritsen, 2013).

  Berdasarkan hasil penelitian Noda (1993), nori yang terbuat dari rumput laut jenis porphyra sp., mengandung 25-50% protein; kadar abu 7.8% dan serat 2% basis kering.karena kandungan protein

  Eucheuma spinosum rendah, maka perlu adanya penambahan sumber protein dari makanan lain seperti ikan teri.

  Ikan teri merupakan sumber kalsium dan protein yang murah serta banyak tersedia di seluruh pelosok Indonesia. Ikan teri termasuk makanan berkualitas tinggi karena seluruh bagian tubuhnya dapat dikonsumsi. Tulang ikan teri banyak mengandung protein dan kalsium. Tiap 100 g ikan teri segar mengandung energi 77 kkal, protein 16 g, lemak 1 g, kalsium 500 mg, phosphor 500 mg, besi 1 mg, vitamin A 47 dan vitamin B 0,1 mg (Aryati, 2014). Berdasarkan hal ini maka perlu dilakukannya penelitian tentang pembuatan nori dari rumput laut jenis

  Eucheuma spinosum dengan penambahan konsentrasi ikan teri untuk mengetahui kandungan gizi serta sifat fisikokimia nori tersebut.

  BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

  Bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan nori adalah rumput laut jenis Eucheuma spinosum yang berasal dari daerah Ekas Kabupaten Lombok Timur, ikan teri yang dibeli di pasar Keruak. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa produk adalah larutan H 2 SO 4 pekat, larutan H 2 2 30%, NaOH, aquades, larutan H 2 SO 4 0,1 N, batu didih, kertas lakmus biru, larutan H 3 BO 3 20% 10 ml. Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan nori adalah panci perebus, baskom, gelas ukur, pengaduk, kompor merk Rinaii Indonesia, spatula, sendok makan, cetakan antilengket merk, blender merk Philips Indonesia, dan cabinet dryer. Alat-alat untuk analisis adalah tanur listrik, desikator, timbangan analitik merk A & D Japan, alat pemanas elektrik merk Maspion Indonesia, oven pengering merk CIVILAB Australia, erlenmeyer 100 ml dan 500 ml merk WRITHEIM Germany, erlenmeyer 500 ml merk Pyrex Iwaki Thailand, labu Kjedhal 500 ml merk DURAN Germany, pipet ukur 10 ml merk, rubl bulb, Movle merk Nabertherm Germany, cawan porselen dan chromameter merk HunterLab.

  Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2018. Kegiatan pembuatan nori dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram, Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram, pengujian d.

  Perendaman warna menggunakan chromameter dan Rumput laut yang sudah bersih organoleptik dilakukan di Laboratorium kemudian direndam dengan air yang dengan Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pangan perbandingan 1:20 dengan lama perendaman dan Agroindustri Universitas Mataram, untuk 12 jam untuk melunakkan jaringan rumput pengujian parameter kimia yaitu kadar air, kadar laut. abu dan kadar protein di Laboratorium Kimia e.

  Pengecilan ukuran Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Rumput laut yang telah direndam Pengetahuan Alam. kemudian dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk memudahkan dalam

  Pelaksanaan Penelitian proses penghancuran.

  Kegiatan penelitian dilakukan dengan f.

  Pengemasan tahapan pertama yaitu pembuatan nori dan Rumput laut yang sudah dipotong tahap kedua yaitu analisa kandungan gizi nori. kemudian dikemas menggunakan kemasan 1.

   Pembuatan Nori plastik polietilen.

  Secara umum, pembuatan nori tidak terlalu 1.

  Proses Pembuatan Nori berbeda meskipun menggunakan jenis rumput a.

  Penghancuran laut yang berbeda. Adapun proses pembuatan Rumput laut yang sudah dipotong nori menurut Priatni dan Fauziati (2015) yang dan dikemas kemudian dihancurkan telah dimodifikasi adalah sebagai berikut: menggunakan blender, kemudian bahan lain

  1. Proses Persiapan Bahan dimasukkan seperti bawang putih dan ikan a. Perolehan Bahan Baku teri.

  Bahan baku utama pada pembuatan nori b.

  Perebusan adalah rumput laut jenis Eucheuma spinosum Bubur rumput laut kemudian direbus diperoleh di Desa Ekas Kabupaten Lombok pada suhu 68ºC dengan perbandingan air 1:7 Timur. selama 3 menit didalam larutan yang berisi b. Sortasi ketumbar dan penyedap rasa sampai

  Euchema spinosum Rumput laut terbentuk gel. Kriteria gel bubur rumput laut disortasi dengan cara memilih antara rumput yang terbentuk memilki kekentalan yang laut yang masih bagus dengan yang sudah normal sehingga mudah untuk diratakan rusak. pada loyang.

  c.

  Penghilangan kotoran c.

  Penimbangan Rumput laut kering dicuci bersih untuk

  Eucheuma spinosum yang sudah Gel menghilangkan kotoran-kotoran yang terbentuk kemudian ditimbang menempel. menggunakan timbangan analitik seberat 330 gram sebelum proses pencetakan. d.

  Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali Pencetakan

  Rumput laut yang sudah berbentuk gel sehingga didapatkan 15 unit percobaan. kemudian dituang diatas loyang antilengket Perlakuan penambahan konsentrasi ikan teri 2 yang berbentuk persegi berukuran 29 cm . sebagai variabel bebas yang akan dilihat e. pengaruhnya terhadap mutu kimia (kadar abu,

  Pengeringan Rumput laut yang sudah dicetak kadar air dan kadar protein), mutu organoleptik kemudian dikeringkan menggunakan alat (tekstur, rasa, aroma dan warna). Data hasil cabinet dryer dengan suhu 100 pengering C pengamatan kimia dan organoleptik dianalisis

  Analysis of selama 1 jam 30 menit. Proses pengeringan dengan analisis keragaman ( Variance) pada taraf nyata 5% dengan dihentikan ketika gel rumput laut yang dikeringkatan kering secara merata dan menggunakan software Co-Stat. Apabila teksturnya renyah ketika dikeluarkan dari terdapat beda nyata, dilakukan uji lanjut cabinet dryer. menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada f. taraf 5%. Pengemasan dan Pengujian

  Nori Eucheuma spinosum yang sudah HASIL DAN PEMBAHASAN kering, kemudian dikemas menggunakan

  1. Kadar Air

  kemasan polietilen yang dilapisi aluminium Perlakuan pengaruh rasio kan teri dan foil berbentuk ziplock dan kemudian menaruh

  Eucheuma spinosum rumput memberikan silika gel didalamnya. pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air

  Parameter Penelitian nori yang dapat dilihat pada Gambar 1.

  Parameter yang akan diuji dalam penelitian ini meliputi parameter kimia yaitu analisa kadar air, kadar abu dan kadar protein nori. Analisa parameter fisik yaitu warna dan analisa parameter organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.

  Rancangan Percobaan dan Analisis Data Gambar 1. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rancangan percobaan pada penelitian Rumput Laut Eucheuma

  ini adalah dengan Rancangan Acak Kelompok

  spinosum terhadap Kadar Air

  (RAK) faktor tunggal yaitu perlakuan rasio ikan

  Nori teri dan rumput laut.

  Berdasarkan Gambar. 1 diatas, rasio ikan teri R1 = 0% : 15% dan rumput laut Eucheuma spinosum memberikan R2 = 0,75% : 14,25% perbedaan yang nyata terhadap kadar air pada nori.

  R3 = 1,5% : 13,5% Rerata kadar air pada perlakuan R1 (0% : 15%), R2

  R4 = 2,25% : 12,75% (0,75% : 14,25%), R3 (1,5% : 13,5%), R4 (2,25% :

  R5 = 3% : 12%

  12,75%) dan R5 (3% : 12%) secara berturut-turut adalah sebesar 19,01%; 16,05%; 13,02%; 9,41%; dan 5,10%. Kadar air tertinggi adalah 19,01% pada perlakuan R1 (0% : 15%) dan yang terendah 5,10% pada perlakuan R5 (3% : 12%). Semakin tinggi rasio ikan teri yang digunakan (rumput laut menurun) kadar air pada nori juga menurun. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi rasio ikan teri, maka kadar protein pada nori tersebut juga semakin tinggi. Menurut Dewi (2002) kadar protein pada ikan teri kering adalah 49,62% sedangkan menurut Diharmi,dkk (2011) kadar protein yang dimilki pada rumput laut jenis

  Eucheuma spinosum berkisar 4,85%-5,59%. Molekul

  protein mampu berikatan dengan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnandar (2010), bahwa kemampuan protein untuk mengikat air disebabkan oleh adanya gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan. Menurut pernyataan Mulyana, dkk (2014) molekul-molekul protein dapat mengikat air dengan stabil, karena adanya sejumlah asam-asam amino rantai samping yaitu rantai hidrokarbon yang dapat berikatan dengan air. Semakin tinggi protein yang dikandung oleh suatu bahan maka bahan tersebut akan semakin sulit melepas air hal ini juga didukung oleh pernyataan Winarno (1996), pengikatan air oleh protein terjadi melalui ikatan hidrogen. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul protein melalui atom N dan atom O. Kadar air juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan keterikatan air pada bahan dan kapasitas mengikat air.

  Perlakuan pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu nori yang dapat dilihat Gambar 2.

  Gambar 2. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rumput Laut Eucheuma spinosum terhadap Kadar Abu Nori

  Berdasarkan Gambar 2, rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu nori. Nilai rerata kadar abu pada perlakuan R1 (0% : 15%), R2 (0,75% : 14,25%), R3 (1,5% : 13,5%), R4 (2,25% : 12,75%) dan R5 (3% : 12%) secara berurutan adalah 19,37; 18,11; 17,82; 16,09; dan 15,11. Kadar abu tertinggi adalah 19,37 pada perlakuan R1 (0% : 15%) dan terendah 15,11 pada perlakuan R5 (3% : 12%). Perbedaan kadar abu ini terjadi karena adanya perbedaan kadar abu dari bahan baku. Jika rasio rumput laut yang digunakan semakin berkurang, maka kadar abu nori akan menurun karena kadar abu rumput laut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu ikan teri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumi (2016), kadar abu ikan teri adalah sebesar 4,02 sedangkan kadar abu rumput laut

2. Kadar Abu

  Eucheuma spinosum menurut Diharmi,dkk (2011) adalah berkisar 18,70

  • –19,55. Selain itu menurut Agusman (2014), nilai rerata kandungan abu semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah rumput laut yang ditambahkan. Hal ini
disebabkan karena rumput laut kaya akan unsur protein pada perlakuan R1 (0% : 15%), R2 mineral.

  (0,75% : 14,25%), R3 (1,5% : 13,5%), R4 Menurut Hirao (1971), kandungan abu pada (2,25% : 12,75%) dan R5 (3% : 12%) secara

  • –40%, dengan rumput laut berkisar antara 15 berurutan adalah 13,43%; 31,66%; 47,62%; kandungan mineral utamanya adalah natrium 60,34%; dan 64,12%. Kadar protein tertinggi (1,6 –4,7%), kalium (2,5–7,5%), kalsium (0,2– adalah 64,12% pada perlakuan R5 (3% : 12%)
  • –2500 ppm. Kalium 2,4%) dan iodine 20 sedangkan yang terendah adalah 13,43% pada bersama-sama dengan klorida berfungsi perlakuan R1 (0% : 15%). Perbedaan kadar membantu menjaga tekanan osmotik dan protein pada nori ini disebabkan karena adanya keseimbangan asam basa dalam menjaga cairan perbedaan kadar protein pada bahan baku yang intraseluler dan sebagian terikat dengan digunakan. Menurut Dewi (2002) kadar protein protein.kalium juga membantu mengaktivasi pada ikan teri kering adalah 49,62% sedangkan reaksi enzim seperti piruvat kinase yang dapat menurut Diharmi,dkk (2011) kadar protein yang menghasilkan senyawaasam piruvat dalam dimilki pada rumput laut jenis Euchema metabolisme karbohidrat (Andarwulan, 2011 spinosum berkisar 4,85%-5,59% sehingga dalam Saba dkk, 2014). semakin tinggi rasio ikan teri yang digunakan

3. Kadar Protein maka kadar protein pada nori juga akan semakin

  Perlakuan pengaruh rasio ikan teri dan tinggi. Selain itu menurut Adawiyah (2007), Eucheuma spinosum memberikan rumput laut kadar air yang mengalami penurunan akan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar mengakibatkan kandungan protein didalam protein nori yang dapat dilihat pada Gambar 3. bahan mengalami peningkatan. Penggunaan panas dalam pengolahan bahan pangan dapat menurunkan persentase kadar air yang mengakibatkan persentase kadar protein meningkat.

  Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Secara umum pengolahan bahan pangan

   Gambar 3. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan

  berprotein dapat dilakukan secara fisik, kimia

  Eucheuma Rumput Laut spinosum terhadap Kadar

  dan biologis. Secara fisik biasanya dilakukan

  Protein Nori

  dengan penghancuran atau pemanasan. Protein Berdasarkan Gambar 3, rasio ikan teri merupakan senyawa organik yang tersusun dari dan rumput laut Eucheuma spinosum beberapa asam amino yang memilki gugus memberikan pengaruh yang berbeda nyata reaktif yang dapat berikatan dengan komponen terhadap kadar protein pada nori. Rerata kadar lain misalnya gula reduksi. Perlakuan terhadap protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi browning non enzimatis atau reaksi Maillard (Cakrawati dan NH, 2014).

  Mutu Fisik Warna

  Perlakuan pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Euchema spinosum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai L, namun tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap nilai Hue nori yang dapat dilihat pada Gambar 4.

  Gambar 4. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rumput Laut Eucheuma spinosum terhadap Nilai L dan Nilai Hue Nori.

  Berdasarkan Gambar 4. menunjukkan bahwa pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai L nori namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai ºHue. Hasil perhitungan nilai Hue didapatkan dari hasil pembagian antara nilai a* dan nilai b*. Menurut Hariyanto (2009), nilai ºHue merupakan sudut dari warna yang mempunyai rentang dari 0º sampai 360º. Nilai ºHue yang didapatkan berkisar antara 74,3

  Hasil pengukuran nilai a* adalah warna merah (a+). Warna merah pada produk nori disebabkan karena adanya rumput laut. Pigmen yang ada pada rumput laut jenis Euchema spinosum adalah fikobilin. Menurut Chakdar (2012), pigmen fikobilin adalah pigmen yang memberikan warna merah pada alga merah. Sehingga dengan semakin sedikitnya rumput laut yang ditambahkan, maka warna merah akan berkurang. Namun warna merah pada perlakuan R4 (2,25% : 12,75%) dan R5 (3% : 12%) bertambah hal ini diduga karena adanya reaksi browning. Sedangkan hasil pengukuran nilai b* adalah kuning (b+). Warna kuning pada produk berasal dari pigmen karotenoid. Menurut Mabeau dan Flereunce (1993) rumput laut merah kaya akan senyawa karotenoid dan vitamin B. Sehingga semakin berkurangnya rasio rumput laut maka warna kuning pada produk juga semakin berkurang.

  Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan suatu bahan. Semakin tinggi nilai L maka semakin cerah bahan tersebut, begitupun sebaliknya. Nilai L nori berkisar antara 69,7

  • – 44,96. Nilai L tertinggi adalah 69,7 dan yang terendah adalah 44,96. Hal ini menggambarkan bahwa semakin rendah nilai L maka tingkat kecerahan warna produk yang dihasikan juga semakin gelap. Perbedaan warna pada nori ini karena adanya perbedaan rasio ikan teri dan rumput laut yang digunakan. Semakin tinggi rasio ikan teri yang digunakan, warna nori yang dihasilkan semakin bewarna cokelat gelap yang
  • – 82,10 sehingga jika dilihat pada tabel nilai Hue, produk nori yang dihasikan bewarna kuning kemerahan.
diikuti oleh semakin meningkatanya kandungan protein dan asam amino pada produk tersebut.

  Hal ini sesuai dengan pernyataan Rizki,dkk (2017) kandungan protein yang ada pada ikan teri dan karbohidrat pada rumput laut akan menyebabkan terjadinya reaksi browing non enzimatis atau reaksi maillard. Reaksi tersebut terjadi karena adanya asam amino lisin dan glukosa yang berekasi pada suhu tinggi sehingga menghasilkan senyawa melanoidin yang membuat bahan bewarna cokelat.

  Mutu Organoleptik

1. Uji Warna

  Perlakuan pengaruh perbandingan ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum pada uji skoring dan uji hedonik memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap warna nori yag dapat dilihat pada Gambar 5.

  Gambar 5. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rumput Laut Eucheuma spinosum terhadap Warna Nori.

  Berdasarkan Gambar 5. diatas pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum pada uji skoring dan uji hedonik memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap warna nori. Nilai rerata yang diperoleh pada uji skoring warna berkisar antara 1,00

  Sedangkan nilai rerata uji hedonik berkisar antara 2,56

  • –3,44 (tingkat kesukaan panelis antara agak suka sampai suka), dimana penerimaan panelis paling tinggi pada uji warna skoring yaitu pada perlakuan R3 (1,5% : 13,5%) sedangkan yang terendah yaitu pada perlakuan R5 (3% : 12%).
  • –4,96 (bening kekuningan sampai sangat coklat gelap). Nilai skoring tertinggi yang didapatkan adalah 4,96 pada perlakuan R5 (3% : 12%) dan yang terendah 1,00 pada perlakuan R1 (0% : 15%). Semakin tinggi rasio ikan teri (rumput laut berkurang) pada pembuatan nori maka warna produk akan semakin cokelat gelap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lidiasari,dkk (2006) yang menyatakan bahwa suhu yang tinggi dan waktu pengeringan yang lama menyebabkan terjadinya perubahan warna bahan serta penurunan mutu bahan. Menurut Martunis (2012), selama pengeringan terjadi reaksi pencoklatan (reaksi Maillard), Winarno (1997) reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan bewarna cokelat. Berdasarkan hal ini panelis dapat mengetahui warna nori kontrol (R1) sangat berbeda dengan nori perlakuan R2 (0,75% : 14,25%) sampai R5 (3% : 12%). Hal ini sesuai dengan nilai L (lightness) atau kecerahan yang didapatkan pada uji warna menggunakan kromameter dimana perlakuan R1 (0% : 15%) mempunyai nilai tingkat kecerahan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan R2 (0,75% : 14,25%), R3 (1,5% : 13,5%), R4 (2,25% : 12,75%) dan R5 (3% : 12%).

2. Uji Aroma

  Perlakuan pengaruh perbandingan ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum pada uji skoring dan uji hedonik memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap aroma nori yang dapat dilihat pada Gambar 6.

  Gambar 6. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rumput Laut Eucheuma spinosum terhadap Aroma Nori.

  Berdasarkan Gambar 6. diketahui bahwa rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil uji skoring dan uji hedonik aroma nori. Berdasarkan hasil uji skoring nilai rerata berkisar antara 2,77

  • –3,40 dengan kriteria (netral sampai agak suka). Nilai uji hedonik aroma tertinggi didapatkan pada perlakuan R2 (0,75% : 14,25%) yaitu sebesar 3,40 sedangkan nilai terendah didapatkan pada perlakuan R5 (3% : 12%) yaitu sebesar 2,40 hal disebabkan karena panelis tidak terlalu menyukai nori yang beraroma sangat amis.
  • –4,92 (aroma berkisar antara amis sampai sangat amis). Nilai tertinggi didapatkan pada perlakuan R5 (3% : 12%) sedangkan nilai terendah pada perlakuan R1 (0% : 15%). Semakin tinggi rasio ikan teri yang digunakan maka aroma amis pada nori semakin kuat. Menurut pendapat Herbert (1982) aroma amis pada ikan akan terbentuk

  saat terjadi reaksi antara Trimetilamine (TMA)

  dan lemak yang terdapat pada jaringan otot ikan. Selain itu menurut pernyataan Setiawan, dkk (2013), dimana semakin banyak rasio ikan yang ditambahkan, maka aroma khas dari ikan tersebut akan semakin tajam. Menurut Winarno (2002), aroma pada ikan teri kering merupakan akibat yang ditimbulkan dari aktivitas penguraian senyawa-

  senyawa makromolekul (protein dan lemak) yang

  terdapat pada ikan menjadi senyawa-senyawa yang bersifat mudah menguap (volatil). Penguraian senyawa makromolekul dipicu suhu pada saat pengeringan. Suhu dalam media yang terkontrol memicu reaksi terutama reaksi oksidasi lemak dan penguraian protein optimum untuk menghasilkan molekul-molekul yang tak jenuh pembentuk aroma. Sedangkan menurut Kusnanandar (2011), menyatakan bahwa golongan lemak tak jenuh akan teroksidasi dengan adanya panas menjadi senyawa- senyawa turunan peroksida dan aldehida yang bersifat volatil sehingga berkontribusi untuk membentuk aroma.

  Sedangkan nilai rerata uji hedonik berkisar antara 2,40

  3. Uji Rasa

  Perlakuan pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum terhadap rasa nori memberikan hasil yang berbeda nyata pada uji skoring terhadap rasa nori namun tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada uji hedonik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

  Gambar 7. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rumput Laut Eucheuma spinosum terhadap Rasa Nori.

  Berdasarkan Gambar 7. diatas diketahui bahwa rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai uji skoring rasa nori, akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap nilai uji hedonik. Nilai rerata uji skoring berkisar antara 1,72

  • – 4,96 (rasa berkisar dari agak tidak gurih sampai sangat gurih). Nilai uji skoring rasa tertinggi adalah 4,96 yang diperoleh pada perlakuan R5 (3% : 12%) sedangkan nilai terendah adalah 1,72 pada perlakuan R1 (0% : 15%). Hal ini dipengaruhi oleh rasio ikan teri yang ditambahkan pada nori. Semakin banyak rasio ikan teri yang ditambahkan, rasa nori akan semakin gurih sehingga hal ini akan mempengaruhi penerimaan panelis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aryani dan Norhayani (2012) yang menyatakan bahwa komponen pembentuk rasa pada bahan pangan berhubungan dengan adanya kandungan protein pada bahan, semakin banyak protein yang terkandung maka produk yang dihasilkan akan terasa semakin gurih.
  • – 3,04 dengan kriteria (agak suka). Nilai uji hedonik tertinggi adalah 3,16 pada perlakuan R4 (2,25% : 12,75%) sedangkan nilai terendah adalah 2,88 pada perlakuan R5 (3% : 12%).

  Rasa gurih merupakan salah satu dari lima rasa dasar yaitu manis, pahit, asam dan asin (Temussi, 2011). Diketahui beberapa senyawa memilki kontribusi terhadap timbulnya rasa umami yaitu monosodium glutamate (MSG), inosin monofosfat (IMP), dan guanosin monofosfat (GMP) (Kuninaka, 1967). Selain itu glutamat bebas banyak terkandung pada produk makanan seperti pada ikan dan produk perikanan (Sarower, 2012). Menurut pendapat Jinap dan Hajep (2010), asam glutamat terdapat secara alami dalam makanan yang berprotein, ketika glutamat terikat dengan molekul protein, glutamat tidak memberikan rasa gurih (umami) pada makanan, tetapi proses hidrolisis protein pada proses pemanasan yang dapat membebaskan asam glutamat bebas sehingga hal inilah yang membuat produk nori memnjadi gurih.

  Nilai rerata uji hedonik berkisar antara 2,88

  4. Uji Tekstur

  Perlakuan pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum pada uji skoring memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap aroma nori namun tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada uji hedonik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. membuat tekstur ikan teri menjadi lebih padat. Sehingga hal inilah yang menyebabkan tekstur nori yang dihasilkan menjadi lebih renyah.

  Nilai rerata uji hedonik berkisar antara 3,04 – 3,48 dengan kriteria (agak suka sampai suka). Nilai tertinggi adalah 3,48 pada perlakuan R3 (1,5% : 13,5%) sedangkan nilai terendah 3,04 pada perlakuan R5 (3% : 12%).

  Gambar 8. Pengaruh Rasio Ikan Teri dan Rumput Laut Eucheuma spinosum terhadap Rasa

  KESIMPULAN Nori.

  Berdasarkan hasil analisis uraian Berdasarkan Gambar 8. diatas diketahui pembahasan yang terbatas pada lingkup bahwa pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut penelitian ini maka ditarik kesimpulan sebagai Eucheuma spinosum memberikan pengaruh berikut : yang berbeda nyata terhadap nilai uji skoring 1.

  Perlakuan rasio ikan teri dan rumput laut akan tetapi tidak memberikan nilai yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata nyata terhadap nilai uji hedonik. Nilai rerata uji terhadap kadar air, abu, protein, nilai L dan

  • – 4,96 (dengan kriteria skoring berkisar 1,84 nilai uji skoring (warna, aroma, rasa dan agak sangat keras sampai sangat renyah). Nilai tekstur), namun tidak memberikan hasil yang tertinggi uji skoring tekstur adalah 4,96 yang berbeda nyata terhadap nilai Hue, rasa dan diperoleh pada perlakuan R5 (3% : 12%) dan tekstur (uji hedonik).

  yang terendah adalah 1,84 yang diperoleh pada 2.

  Semakin tinggi rasio ikan teri pada nori, perlakuan R1 (0% : 15%). Semakin tinggi rasio kadar air yang dihasilkan akan semakin ikan teri yang ditambahkan, tekstur nori menjadi rendah, namun kadar proteinnya akan semakin renyah. Hal ini sesuai dengan semakin meningkat. pernyataan Kusnandar (2011) sifat fungsional 3.

  Semakin tinggi rasio ikan teri pada nori, protein bergantung pada keterikatan protein kadar abu yang dihasilkan akan semakin dengan air. Interaksi antara keduanya akan rendah. menentukan sifat pangan seperti tekstur, daya 4.

  Semakin tinggi rasio ikan teri pada nori akan ikat air, daya gel dan viskositas. Ikan teri segar menghasilkan warna yang sangat cokelat, mempunyai protein yang banyak mengikat air aroma sangat amis, rasa sangat gurih dan didalamnya, namun ketika dikeringkan maka tekstur sangat renyah. jumlah air yang terikat akan terlepas dan ikatan 5.

  Perlakuan rasio ikan teri dan rumput laut hidrogen antar asam-asam amino akan terlepas.

  1,5% : 13,5% dalam pembuatan nori Kondisi rantai-rantai polipeptida yang menjadi merupakan perlakuan terbaik dengan lebh pendek atau yang telah terdenaturasi karakteristik kadar air 13,02%, kadar protein

  47,62%, kadar abu 17,82%, memiliki warna Badan Standarisasi Nasional, 1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman, SNI 01-2891- agak cokelat gelap (agak disukai oleh 1992, Jakarta. panelis), aroma amis (agak disukai panelis),

  Badan Standarisasi Nasional, 2006 : Cara Uji rasa gurih (agak disukai panelis) dan tekstur Kimia, Penentuan Kadar Air pada agak sangat renyah (disukai panelis). Produk Perikanan, SNI-01.2354.2- 2006, Jakarta.

  DAFTAR PUSTAKA Cakrawati, D., dan Mustika, NH., Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. 2014. Alfabeta.

  Bandung. Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

  Chakdar, H., dan S. Pabbi, 2012. Extraction and Purification of Phycoerythin from

  Alamsyah, R., N. Lestari., dan R. F. Hasrini, Anabaena variabilis (CCC421). Phykos

  2013. Kajian Mutu Bahan Baku Rumput – 31.

  42 (1) : 25 Laut Euchema sp dan Teknologi Pangan Olahannya. Jurnal Dinamika Penelitian deMan, J. M., 1997. Kimia Makanan. ITB.

  Industri 24 (1) : 57 – 67.

  Bandung. Amanto, B. S., Siswanti., dan A. Atmaja, 2015.

  Dewi, E. N., 2002. Chemical Analysis During the Kinetika Pengeringan Temu Giring Processing of Dried Salted Anchovy.

  ( Curcuma heyneana Valeton & van Zijp ) Journal of Coastal Development 5 (2)

  Menggunakan Cabinet Dryer Dengan – 65.

  : 55 Jurnal Perlakuan Pendahuluan Blanching.

  Teknologi Hasil Pertanian 8 (2) : 107 – Diharmi, A., D. Fardiaz,, N. Andarwulan,, dan E. 114.

  S. Heruwati., 2011. Karakteristik Komposisi Kimia Rumput Laut Merah

  Official Methods of Analysis, AOAC, 1984.

  ( Rhodophyceae) Euchema spinosum Association of Official Analytical yang dibudidayakan dari Perairan Nusa Chemist Inc, Arlington, Virginia.

  Penida, Takalar dan Sumenep. Berkala Perikanan Terubuk 39 (2) : 61-66. Aryani dan Norhayani, 2011. Pengaruh

  Konsentrasi Putih Telur Ayam Ras Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP. terhadap Kemekaran Kerupuk Ikan Mas

  2017. Laporan Tahunan Direktorat ( Cyprimus caprio). Journal of Tropical

  Produksi Tahun 2017. Jakarta (ID) : Fisheries 6 (2) : 593 – 596. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Aryati, E. E., dan A. W. S. Dhrmayanti, 2014.

  Stolephorus Manfaat Ikan Teri Segar (

  Estiasih, T., W. D. R. Putri., dan E. Widyastuti, sp) Terhadap Pertumbuhan Tulang dan 2015. Komponen Minor & Bahan Dental Journal 1 (2) : 52 – 56. Gigi.

  Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta. Atmoko., T. P. H., 2017. Peningkatan Higiene

  Linder, M. C. 2010. Biokimia Nutrisi dan Sanitasi Sebagai Upaya Menjaga

  Metabolisme dengan Pemakaian Secara Kualitas Makanan dan Kepuasaan Klinis. Universitas Indonesia. Jakarta.

  Pelanggan di Rumah Makan Dhamar Palembang. Jurnal Khasanah Ilmu 8

  Martunis, 2012. Pengaruh Suhu dan Lama (1) : 1 – 9.

  Pengeringan Terhadap Kuantitas dan Badan Standarisasi Nasinal, 2006 : Petunjuk Kualitas Pati Kentang Varietas Granola.

  Pengujian Organoleptik dan atau Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Sensori, SNI 01-2346-2006, Jakarta.

  Indonesia 4 (3) : 26 – 30. Merdekawati, W., dan A.B Susanto, 2009.

  Kandungan dan Komposisi Pigmen Rumput Laut Serta Potensinya Bagi Kesehatan Squalen 4 (2) : 41 – 47.

  Perbandingan Penambahan Ikan Teri (Stolephorus sp.) dan Rumput Laut Caulerpa racemosa Terhadap Kadar Kalsium, Serat Kasar dan Kesukaan Kerupuk Ikan.

  Setyawati, E., S.

  Budiono., dan A. Abidiwijaya., 2017. Kandungan Vitamin C dan Potensi Makroalga di Kawasan Pantai Cigebang, Cianjur, Jawa Barat. Proseding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia 3 (1) : 39 – 44.

  Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian 1 (2) : 1 – 11. Setiawati, T., M. Nurzaman., A. Z. Mutaqin., R.

  Ginting. 2013. Studi Pengaruh Zat Pengembang dan Penambahan Ikan Pada Pembuatan Kerupuk Ikan Ubi Jalar.

  Setiawan, M. P. G., H. Rusmalirin., dan S.

  Biswas., dan H. Abe. 2012. Taste Producing Component in Fish and Fisheries Product : A Review. Journal of Food Fermentation Technology 2 (2) : 113 – 121.

  Sarower, G., A. F. Md. Hassanuzzaman, B.

  Jurnal Saintek Perikanan 3 (2) : 37 – 43.

  Pengendalian Penyakit Ice-Ice Untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia.

  Santoso, L., dan Y. T. Nugraha., 2008.

  Kajian Perbandingan Rumput Laut ( Euchema cottonii) yang Disubtitusi Tepung Ikan Teri Nasi ( Stolephorus sp) dengan Suhu Pemanggangan dalam Pembuatan Cookies Rumput Laut. Artikel Penelitian Teknologi Pangan Universitas Pasundan.

  Jurnal Pengembangan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 6 (1) : 46 – 53. Santi, P. T., Y. Garnida., dan Hj. Hasnelly, 2017.

  Intake. International Journal Marina Chimica Acta 18 (1) : 26 – 30. Rizki, D., Sumardianto dan I., Wijayanti, 2017.

  Mouritsen G. 2013. Seaweed : Edible, Available & Sustainable. University of Chicago Press. Chicago.

  Euchema cottonii. Jurnal Riset Teknologi Industri 9 (2) : 96 – 106. Rasyid, N. Q., 2017. Analysis of Iodine Content in Seaweed and Estimation of Iodine

  Priatni, A., dan Fauziati, 2015. Karakterisasi Sifat Fisik Kimia dan Deskriptif Nori dari Rumput Laut

  Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia 2 (15) : 27 – 33.

  2008. Pembuatan Tepung Karagenan dari Rumput Laut ( E. cottonii)

  Gorontalo Agriculture Technology Journal 1 (1) : 10 – 18. Prasetyowati, C. Jasmine A., dan D. Agustian.,

  Properties Of Nori . Journal Of Applied Phycology 5 : 255-258. Ntau, S. W., 2018. Pengaruh Penambahan Sukrosa pada Manisan Kulit Semagka.

  Yogyakarta. Noda H., 1993. Health Benefit And Nutritional

  Fisheries Science Journal 66 : 110-116. Ngili, Y., 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Graha Ilmu.

  Araki, 2000. The Occurrence and Properties of 5’ AMP Deaminase in Dried and Toasted Nori.

  Nakashima, A., T. Sakurai., K. Inui., dan S.

  Purwantiningrum. 2014. Pengaruh Proporsi (Tepung Tempe Semangit : Tepung Tapioka) dan Penambahan Air terhadap Karakteristik Kerupuk Tempe Semangit. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (4) : 113 – 120.

  Alfabeta. Bandung. Mulyana., W.H. Susanto., dan I.

  Muchtadi, D., 2009. Pengantar Ilmu Gizi.

  Ma’arif., dan Y. Arkeman, 2010. Inovasi Hijau dalam Industri Pengolahan Rumput Laut Semi Refineed Carrageenan (SRC). Jurnal Teknik Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Industri 22 – 30. Gramedia Pustaka. Jakarta.

  Soekarto, Soewarno T., 1985. Penilaian Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.

  Organoleptik (Untuk Industri Pangan dan Gramedia Pustaka. Jakarta. Hasil Pertanian). Bharata Karya Aksara. Jakarta. Yamamotoyama. 2016. Good Nori, Bad Nori & How to Tell the Difference.

  Soekarto, Soewarno T., 1990. Dasar-Dasar (diakses Pengawasan dan Stndarisasi Mutu pada tanggal 20 Maret 2018).

  Pangan. IPB. Bogor.

  Yusuf, N. 2011. Karakterisasi Gizi dan Sumi ES., Vijayan Dk., Jyarani R., Navaneethaan Pendugaan Umur Simpan Savory Ikan Awaous melanocephalus) Tesis.

  R., Anandan R., dan Mathew S. 2016. Nike ( Biochemical Composition of Indian Sekolah Pasca Sarjana, Institut Common Small Pelagic Fishes Pertanian Bogor. Bogor.

  Indicates Richness in Nutrient Capable of Ameliorating Malnutrition Zhang, J., T. Nagahama., H. Ohwaki., Y. and Age Associated Disordes . Journal Ishibashi., Y. Fujita., dan S. of Chemical Biology & Therapeutic 1 Yamazaki, 2004. Analytical Approch (2) : 1 – 5.

  To The Discoloration Of Edible Laver “Nori” In The Ariake Sea. Suparman. 2016. Cara Mudah Budidaya Rumput Analytical Science 20 : 37 – 43.

  Laut Menyehatkan & Menguntungkan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

  Sutono, D., dan A. Susanto, 2016. Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Pantai Tegal. Jurnal Perikanan dan Kelautan 6 (2) : 104 – 115.

  Temussi, P. A., 2011. The Good Taste of Peptides Review. Journal Peptide Science 18 : 73 - 82

  Watanabe,F., Y. Yabuta., T. Bito., dan F. Teng., 2014. Review Vitamin B Containing 12 . Plant Food Source For Vegetarians Journal Nutrient 6 : 1861 – 1873.

  Widyastuti, S., 2010. Sifat Fisik dan Kimiawi Karagenan yang Diekstrak dari Rumput Laut Euchema cottonii dan Euchema spinosum pada Umur Panen yang Berbeda. Jurnal Agroteksos 20 (1) : 41 – 50.

  Winarno, F. G. 1996. Kimia Pangan dan Gizi.

  Gramedia Pustaka. Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.

  Gramedia Pustaka. Jakarta.