PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) DAN KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIK KERTAS BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

(1)

Dessy Sintaria

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) DAN KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIK KERTAS

BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

Oleh

DESSY SINTARIA

Kertas merupakan salah satu produk turunan selulosa yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Industri kertas menggunakan kayu sebagai bahan utamanya. Salah satu cara untuk mengatasi kelangkaan kayu dan semakin mahalnya bahan baku kertas yaitu dengan pemanfaatan rumput laut. Penggunaan ampas rumput laut Eucheuma cottonii sebagai bahan baku kertas diperlukan penambahan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) dan tapioka sebagai bahan pengisi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mendapatkan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka yang tepat untuk menghasilkan sifat fisik ketas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii terbaik.

Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan meggunakan dua faktor, yaitu faktor pertama adalah konsentrasi hidrogen peroksida (H) yang terdiri dari empat taraf yaitu 0% (H0), 2% (H1), 4% (H2), dan 6% (H3). Faktor kedua adalah


(2)

Dessy Sintaria konsentrasi tapioka (P) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 2% (P1), 4% (P2), dan 6% (P3). Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data hasil pengamatan sifat fisika pulp berbasis ampas rumput laut (Eucheuma cottonii) dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji BNJ 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi larutan pemutih H2O2 sangat

berpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi H2O2 2%. Konsentrasi tapioka sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi tapioka 6%. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan penambahan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka terhadap derajat putih dan daya regang lembaran kertas namun tidak terdapat interaksi terhadap rendemen ampas ramput laut. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan HIP3 (Konsentrasi H2O2 2% Tapioka 6%) dengan nilai rata-rata rendemen 60,52%, derajat putih 52,40%, dan daya regang 1,76 GPa.


(3)

Dessy Sintaria

ABSTRACT

EFFECT OF HYDROGEN PEROXYDE (H2O2) AND TAPIOCA CONCENTRATION TO PHYSICAL PROPERTIES OF SEAWEED

Eucheuma cottonii PAPER

By

DESSY SINTARIA

Paper is one of the cellulose derivative product which has an important role in

life. The paper industry uses wood as its main material. The scarcity of

wood and more expensive raw paper materials can be replaced by using seaweed.

The use of Eucheuma cottonii seaweed pulp as raw material for paper required

the addition of hydrogen peroxide (H2O2) and tapioca concentrations as a filler

material. The aim of this experiment was to get hydrogen peroxyde and tapioca concentration that can give the best physical properties of pulp.

The research in this phase was prepared by a multiple treatment in a structured Completelly Randomised Group Design. The factors investigated in this phase were the concentration of hydrogen peroxyde (H2O2) which consisted of 4 levels: 0% (H0), 2% (H1), 4% (H2), and 6% (H3) and concentrations of starch which consisted of 3 levels: 2% (P1), 4% (P2), and 6% (P3). The overall research was carried out in three replications and then the data were analyzed by using Bartlett


(4)

Dessy Sintaria Test. Tuckey Test was used for their homogenity and additivity. Then they were analyzed further using HSD each at level 1% and 5% to look for differences between the bleaching and filling process (Steel and Torrie, 1995).

The results showed that H2O2 concentration as bleaching agent have influence in yield, brightness, and elongation strength. The best H2O2 concentration treatment was 2%. And tapioca concentration have influence in yield, brightness, and elongation strength. The best tapioca concentration treatment was 6%. There are have interaction between H2O2 and tapioca concentration to the brightness and elongation strength paper. The best treatment interaction was HIP3 (hydrogen peroxyde 2% tapioca 6%) with the yield 60,52%, brightness and elongation value of 52,40% and 1,76 GPa respectively.


(5)

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA

(H2O2) DAN KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT

FISIK KERTAS BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

Oleh

DESSY SINTARIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(6)

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA

(H2O2) DAN KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT

FISIK KERTAS BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

(Skripsi)

Oleh

DESSY SINTARIA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kertas ... 7

2.2 Rumput Laut (Eucheuma cottoni) ... 8

2.3 Pulp ... 10

2.4 Bahan Pengisi Kertas ... 11

2.4.1. Pati ubi kayu ... 12

2.5 Pemutihan Pulp ... 13

2.5.1. Hidrogen Peroksida (H2O2) ... 14

2.6 Selulosa ... 15

2.7 Hemiselulosa ... 16

2.8 Lignin ... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Bahan dan Alat ... 20

3.3 Metode Penelitian ... 20

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 21

3.4.1 Pembuatan ampas rumput laut ... 21

3.4.2 Pulp acetosolv ... 22

3.4.3 Pemutihan dan embuatan lembaran ... 33

3.5 Pengamatan ... 24

3.5.1 Rendemen Pulp ... 25


(8)

3.5.3 Daya Regang ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Karakterisasi Bahan Baku... 28

4.2 Rendemen ... 29

4.3 Derajat Putih ... 32

4.4 Kekuatan Regang ... 35

4.5 Penentuan Perlakuan Terbaik Lembaran Kertas Ampas Rumput Laut ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(9)

(10)

57


(11)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis Kimia Politeknik Negeri Lampung, dan Laboratorium Kimia, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung pada bulan November sampai Desember 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rumput laut Euchema cottoni kering, asam asetat, H2SO4, aquades, H2O2, CaCO3, tapioka (pati ubi kayu), kain saring, alumunium foil, serta bahan analisis lainnya.

Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, timbangan, cawan porselin, desikator, corong, oven, shaker waterbath, termometer, hot plate, serta alat-alat analisis lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan meggunakan dua faktor, yaitu faktor pertama adalah konsentrasi hidrogen peroksida (H) yang terdiri dari empat taraf yaitu 0% (H0), 2% (H1), 4% (H2), dan 6% (H3). Sedangkan faktor


(12)

kedua adalah konsentrasi tapioka (P) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 2% (P1), 4% (P2), dan 6% (P3).

Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data hasil pengamatan sifat fisika pulp berbasis ampas rumput laut (Eucheuma cottonii) dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji BNJ 1% dan 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan dan karakterisasi ampas rumput laut

Rumput laut Euchema cottoni dilakukan ekstraksi untuk memperoleh ampas rumput laut. Diagram alir ekstraksi ampas dapat dilihat pada Gambar 3.


(13)

Gambar 3. Diagram alir ekstraksi ampas rumput laut

Karakterisasi ampas rumput laut dilakukan terhadap ampas rumput laut Eucheuma cottonii hasil ekstraksi yang dikemudian di analisis sifat kimianya, meliputi kadar air, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dan karakterisasi pulp acetosolv dilakukan terhadap pulp hasil pemasakan dan pemutihan untuk mendapatkan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka yang menghasilkan rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas terbaik

3.4.2 Pulp acetosolv

Pulp acetosolv dibuat dengan kondisi pemasakan menggunakan perbandingan larutan pemasak : ampas rumput laut (2:1) dimana konsentrasi larutan pemasak asam asetat 80% pada suhu pemasakan 85oC selama 1 jam. Diagram alir pembuatan pulp acetosolv dapat dilihat pada gambar 4.

Pencucian

Pemasakan selama 30 menit, 1:20

Pemerasan

filtrat Ampas

Ampas

Pemasakan dengan larutan pemasak asam asetat 80% (2:1) T = 85ºC, t = 60 menit


(14)

Gambar 4. Diagram alir pembuatan pulp acetosolv

Sumber : Ferdiyanto (2011) yang telah dimodifikasi dengan perbandingan larutan pemasak 2:1

3.4.3 Pemutihan dan pembuatan lembaran

Pulp ampas rumput laut hasil pemasakan secara acetosolv dilakukan pemutihan dengan menggunakan perlakuan perbedaan konsentrasi hidrogen peroksida yaitu 0% (v/v), 2% (v/v), 4% (v/v), dan 6% (v/v). Pulp dipanaskan dengan shaker waterbath pada suhu 85o C selama 1 jam. Kemudian dilakukan pencucian dan pengeringan pada suhu kamar. Pulp hasil pemasakan selanjutnya dicuci dengan mengunakan air dengan suhu 800C, kemudian dilakukan penyaringan, dan setelah itu dikeringkan suhu kamar. Kemudian ditambahkan perlakuan penambahan tapioka 2% (b/b), 4% (b/b) dan 6% (b/b) setelah itu dilakukan pembuatan lembaran kertas. Diagram alir pembuatan pulp dapat dilihat pada Gambar 5.

Pemutihan dengan hidrogen peroksida 0%, 2%, 4%, 6%, T=85oC, t = 3 jam


(15)

Gambar 5. Diagram alir pembuatan pulp bahan baku rumput laut

Sumber : Hidayati (2000), yang telah dimodifikasi dengan penambahan tapioka

3.5. Pengamatan

Pulp yang diperoleh kemudian diuji rendemen dan sifat fisiknya. Sifat fisik yang diuji meliputi rendemen (Datta, 1981), sifat optis (derajat putih) (SNI 14-0438-1989) dan Daya Regang (ASTM, 1983).


(16)

Pulp hasil pemasakan ditimbang dalam keadaan basah (A gram), kemudian di ambil contoh pulp sebanyak B gram dan dikeringkan dalam oven suhu 102oC selama 3 jam, dinginkan dalam desikator kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven suhu 102oC selama 30 menit, dinginkan dalam desikator dan ulangi

pengeringan dalam oven sampai bobotnya konstan (selisih penimbangan  0,02 mg), dan diperoleh C gram. Rendemen pulp dapat dihitung dengan rumus :

C/B x A

Rendemen (%) = x 100 Y

Dimana :

A = Bobot total pulp basah B = Bobot contoh pulp basah C = Bobot contoh pulp kering

Y = Bobot pulp sebelum perlakuan (kering)

3.5.2 Sifat optis/derajat putih

Derajat keputihan adalah perbandingan antara intensitas cahaya derajat biru dengan panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan kertas, dengan cahaya sejenis yang dipantulkan oleh permukaan lapisan magnesium oksida. Derajat putih diukur dengan alat brightness tester. Nilai derajat putih pulp dapat langsung dibaca pada alat. Cara kerja:

1) Siapkan contoh uji berdasarkan SNI 14-0696-1989,

2) Simpan contoh uji dalam ruang kondisi sesuai dengan SNI 14-0402-1989, Kondisi ruang pengujian untuk lembaran pulp, kertas dan karton, selama 24 jam.


(17)

3) Siapkan contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm yang bebas tanda air, noda atau cacat-cacat lainnya.

4) Susun contoh uji dalam satu tumpukan (sampai tidak tembus pandang) dengan sisi yang akan diuji menghadap ke atas.

5) Tambahkan kertas dengan ukuran yang sama di bagian atas dan bawah tumpukan untuk melindungi contoh uji.

6) Hindari contoh dari kontaminasi, pemanasan atau penyinaran yang berlebihan. dan nyalakan alat dan biarkan selama 15 menit untuk pemanasan.

7) Periksa apakah filter yang digunakan sudah tepat. 8) Atur nilai nol alat dengan standar hitam.

9) Kalibrasi standar kerja terhadap standar primer

3.5.3 Daya regang (elastisitas)

Daya regang (elongation) merupakan regangan maksimal yang dicapai oleh kertas sebelum putus diukur pada kondisi standar. Prosedur singkat uji mekanik atau uji elastisitas sampel material ketas atau adalah sbb:

1. Potong kertas dengan bentuk pita persegi pajang dengan ukuran 40 x 2 mm.

2. Nyalakan alat autograf untuk memanaskannya kira-kira 30 menit sebelum alat digunakan.

3. Jepitkan kedua ujung kertas pada alat autograf, setting hingga pada posisi tepat.


(18)

5. Baca hasil pengukuran dan catat di lembar pengamatan. Data-data yang di dapat sebelum pengujian antara lain : panjang dan lebar pita kertas sampel. Sedangak data yang dibaca dari hasil pengukuran antara lain: tebal,

perpanjangan (∆l), gaya (kGf).

Kekuatan regang (stress) menunjukkan besarnya kekuatan material ketika diberi beban tertentu.

F N

T = __ = __ = Pa A m²

perpanjangan (∆l)

Strain = ___________________ Panjang awal

Gaya x 9.800

Stress = ___________________ (pascal) Luas sampel

Daya Regang (elastisitas) = Strain Stress


(19)

(20)

“LA HAULA WALA

QUW

WATA ILLABILLAH”

(Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan

pertolongan Allah)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada

kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan.

(QS : AL-Insyirah 5-6)

Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu)

ketenangan dan kehormatan diri, dan

bersikaplah rendah hati kepada orang yang

mengajar kamu.

(HR. Ath-Thabrani)

Batas akhir kemampuan seseorang adalah ketika ia telah mampu

menyelesaikan seluruh kewajibannya dengan

ikhtiar dan do’a tul

us

kepada Sang Pencipta

(Dessy Sintaria)


(21)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur aku ungkapkan atas segala limpahan rahmat Sang Illahi Dan dengan bangga aku ungkapkan kepada mereka yang menunggu kebanggaan atas karya

sederhana lukisan tangan ini.

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi dan menyayangiku...

Papa dan Mama,..

Yang selalu membimbing, mendidik, menasehati, mendukung dan mencurahkan segala cinta dan kasih sayangnya kepadaku, yang selalu menyebut namaku disetiap sujud dan doa kalian. Terimakasih atas kesabaran kalian menunggu datangnya sebuah kebanggaan kecil ini.

My happy sister,…

Ses ina,, linda dan lisa,…

Yang selalu memberikan canda dan tawa kalian di istana kecil kita. Terimakasih atas doa dan dukungan kalian untuk selalu sabar menunggu kelulusan acik, cerita dibalik tirai kesuksesan kita serta mimpi kita menuju cita-cita gemilang,.

Para pendidik yang senantiasa memberi bekal ilmu.


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Kertas merupakan salah satu produk turunan selulosa yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kemajuan aktivitas yang berhubungan dengan pemakaian kertas (Anonim, 2008).

Industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan menghasilkan 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan 670 juta ton kayu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan kertas juga semakin meningkat. Pertumbuhan dalam dekade berikutnya

diperkirakan antara 2% hingga 3,5% per tahun, sehingga membutuhkan kenaikan kayu log yang dihasilkan dari lahan hutan seluas 1 sampai 2 juta hektar setiap tahun. Industri kertas, selain membutuhkan kayu sebagai bahan baku utama, juga tergolong industri dengan tingkat konsumsi energi tinggi dan menghasilkan limbah yang cukup membahayakan bagi lingkungan (Ria, 2011). Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari alternatif bahan baku lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp dan kertas selain kayu.

Salah satu cara untuk mengatasi kelangkaan dan semakin mahalnya bahan baku kertas yaitu dengan pemanfaatan rumput laut. Luas laut Indonesia yang sesuai


(23)

untuk budidaya rumput laut diperkirakan seluas 1,1 juta ha yang sampai saat ini belum digarap dengan maksimal. Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di wilayah perairan Indonesia.

Beberapa kelebihan yang dimiliki rumput laut sebagai bahan dasar kertas adalah pertumbuhan massa rumput laut yang sangat tinggi, yakni 5-10% sehari. Dengan masa panen 70 hari, pertumbuhan tersebut sangat pesat dibandingkan dengan pohon sebagai bahan baku kertas konvensional, yang baru dapat dipanen minimal 7 tahun bahkan 15 tahun pada negara-negara subtropis. Untuk negara tropis seperti Indonesia, rumput laut dapat dipanen sepanjang tahun, sedangkan negara beriklim subtropis, panen rumput laut hanya dapat dilakukan selama 2 kali dalam setahun. (Ria, 2011).

Anonim (2008) menyatakan bahwa kelebihan lain dari kertas berbahan dasar rumput laut adalah minimnya komponen racun yang ada pada kertas. Berbeda dengan kertas konvensional yang menggunakan beberapa jenis bahan kimia dalam proses produksi, pengolahan kertas dari rumput laut dapat menggunakan pemutih non klorin serta pemilihan bahan kimia yang relatif aman. Dengan demikian proses ini aman bagi lingkungan dan tidak berdampak negatif bagi kesehatan. Kondisi ini berpeluang menjadikan kertas berbahan dasar rumput laut sebagai bahan kemasan untuk produk pangan.

Pada proses pembuatan pulp akan dihasilkan pulp yang berwarna gelap akibat proses pulping. Untuk menghilangkan sisa warna pada bahan dasar rumput laut dapat digunakan dengan cara oksidasi yang diikuti dengan reaksi pemutihan


(24)

(bleaching). Menurut Fuadi (2008) salah satu oksidator yang dapat

menghilangkan warna adalah hidrogen peroksida (H2O2). Selain itu pada proses pembuatan kertas diperlukan penambahan tapioka. Tapioka berfungsi untuk menutupi rongga - rongga yang kosong sehingga bisa meningkatkan opasitas kertas. Pada penelitian ini bahan pengisi yang digunakan adalah tapioka (pati singkong). Tapioka ini terbukti efektif untuk menghasilkan kertas dengan sifat fisik yang baik. Penggunaan teknik kombinasi ini pun diharapkan dapat

meningkatkan mutu kertas dan menjadi solusi bagi deforestasi hutan Indonesia.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi H2O2 dan konsentrasi tapioka yang tepat untuk menghasilkan sifat fisik ketas berbasis ampas rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.

1.3Kerangka Pemikiran

Riyanto et al. (1998) menyatakan bahwa dalam pengolahan rumput laut menjadi agar-agar kertas banyak dihasilkan ampas yang tidak terpakai dengan komponen selulosa sebesar 16-20%, hemiselulosa 18-22%, lignin 7-8%.

Keunggulan rumput laut bila dibandingkan dengan kayu adalah mengandung serat agalosa selebar 3-7 mikrometer dan panjang 0,5-1 milimeter, dengan fleksibilitas tinggi dan mengandung substansi perekat cair. Dari penelitian mikroskop terlihat ukuran dan bentuk serat agalosa lebih homogen, tidak seperti serat selulosa yang bulat, lonjong, atau pipih. Homogenitas ini yang membuat kualitas kertas lebih baik, lebih fleksibel, lebih halus (Ria, 2011).


(25)

Menurut Panshin (1975), pulp hasil pemasakan masih berwarna gelap sehingga perlu dilakukan pemutihan untuk menghilangkan sisa lignin yaitu dengan cara oksidasi. Menurut Fuadi (2008), H2O2 merupakan bahan pemutih yang bisa digunakan untuk proses pemutihan dengan konsep totally chlorine free (TCF). H2O2 mampu memutihkan pulp hingga mendekati 90% dengan efek degradasi selulosa yang cukup kecil. Ditinjau dari sisi teknis dan ekonomi, H2O2 layak dipertimbangkan untuk menggantikan ClO2, sehingga efek negatif terhadap lingkungan bisa diminimalisir.

Penelitian yang telah dilakukan Retnowati (2008) menunjukkan bahwa perlakuan pemutihan eceng gondok dengan katalisator natrium bikarbonat terbaik dengan menggunakan H2O2 adalah pada konsentrasi 4 % dengan kadar lignin awal 9,75%

diperoleh warna putih yang cerah serta mempunyai kuat tarik cukup besar, yaitu berkisar pada 4,7 N/cm2. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Edahwati (2009) pada proses deinking kertas koran bekas dengan menggunakan H2O2 menyatakan bahwa pada penggunaan H2O2 dengan konsentrasi 3 % dan lama waktu operasi 95 menit menghasilkan nilai brightness 58,75%. Selain itu Fuadi (2008) menunjukkan bahwa perlakuan pemutihan pulp berbasis pohon akasia terbaik dengan menggunakan H2O2 adalah pada konsentrasi 16%. Kandungan lignin pohon akasia pada penelitian yang dilakukan oleh Sutiya (2002) adalah sebesar 29,28%.

Menurut Erythrina (2010) pada proses pembuatan lembaran kertas, sifat kertas dapat diperbaiki dengan penambahan zat-zat lain seperti pigmen, pengisi dan pewarna. Pigmen ini berfungsi untuk mengisi pori-pori permukaan kertas


(26)

sehingga permukaan menjadi rata. Untuk pengisi yang digunakan adalah tapioka, tapioka termodifikasi, PVA, dan CMC. Secara umum tapioka digunakan untuk meningkatkan kehalusan permukaan kertas dan opasitas, sehingga kertas tidak tembus pandang. Penambahan tapioka dapat pula meningkatkan kecerahan

(brighteness), kemampuan daya cetak lembaran dan ketahanan lipat. Penambahan tapioka dilakukan pada saat pembentukan kertas baik dalam keadaaan basah maupun dalam keadaan kering untuk memperbaiki sifat fisik dan sifat optik kertas (Casey, 1981).

Pada panelitian ini akan digunakan jenis bahan tambahan yaitu tapioka. Tapioka berfungsi untuk menutup pori-pori kertas yang tidak terisi serat sehingga tidak mudah dipenetrasi oleh air. Selain untuk sizing, tapioka juga digunakan untuk menggabungkan lapisan-lapisan kertas dan menjamin ikatan antar lapisan kertas.

Pemakaian tapioka pada pembuatan kertas berkisar antara 2-3% dari berat pulp kering oven, serta tergantung pada jenis dan prosentase bahan penolong lainnya. (Casey 1980). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roliadi et al. (2009), lembaran karton seni dibentuk dari campuran pulp TKKS 30-50%, sludge industri kertas 35-50%, dan pulp batang pisang (0-30%), berikut aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioka 4%, dan rosin size 2%) menghasilkan sifat fisik/ kekuatan karton seni yang lebih baik/ tinggi daripada sifat karton produksi industri rakyat (dari

campuran sludge 50%, kertas bekas 50%, tanpa aditif).

Masalah yang ditemukan pada penelitian ini yaitu belum didapatkannya konsentrasi pemutih hidrogen peroksida (H2O2) dan konsentrasi tapioka yang tepat untuk menghasilkan sifat fisik kertas berbasis ampas rumput laut spesies


(27)

Eucheuma cottonii terbaik. Pada penelitian ini digunakan bahan pemutih H2O2 dengan konsentrasi 0% (v/v), 2% (v/v), 4% (v/v), dan 6% (v/v) dan penggunaan konsentrasi tapioka 2% (b/b), 4% (b/b), dan 6% (b/b). Dari perlakuan

penambahan konsentrasi tapioka dan hidrogen peroksida maupun interaksi keduanya diharapkan dapat menghasilkan rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) yang tepat untuk

menghasilkan rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.

2. Terdapat konsentrasi tapioka yang tepat untuk menghasilkan rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.

3. Terdapat interaksi antara konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) dan konsentrasi tapioka yang tepat untuk menghasilkan rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis rumput laut spesies Eucheuma cottonii terbaik.


(28)

Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) DAN KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIK KERTAS BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

Nama Mahasiswa : Dessy Sintaria Nomor Pokok Mahasiswa : 0714051040

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Zulferiyenni, M.T.A. Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P NIP. 19620207 199010 2 001 NIP. 19710930 199512 2 001

2. Ketua Jurusan

Dr. Eng. Ir. H. Udin Hasanuddin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(29)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Zulferiyenni, M.T.A.

Sekretaris : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P.

Penguji

Bukan pembimbing : Ir. A. Sapta Zuidar, M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(30)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 31 Desember 1988, sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Efendy Syam dan Ibu Romiyana.

Langkah awal penulis memulai pendidikan formal di TK Yayasan Pendidikan PG Bunga Mayang dan selesai pada tahun 1995 kemudian dilanjutkan di sekolah yang sama SD Yayasan Pendidikan PG Bunga Mayang pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Xaverius Kotabumi pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004, dan kemudian berhasil diterima di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2004 hingga tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (S1), Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa S1 penulis pernah menjadi asisten praktikum Uji Sensori dan aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (HMJ-THP) selama dua periode.

Pada tahun 2008-2009 aktif tergabung menjadi anggota Bidang Seminar dan Diskusi, kemudian menjadi anggota bidang yang sama pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2011 pernah mengikuti Seminar Nasional dan Musyawarah Wilayah Ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian Indonesia (IMTPI).


(31)

Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Natar, Lampung Selatan dengan judul “Mempelajari Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit CPO (Crude Palm Oil) dan Penanganan Inti Sawit Di Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN VII Unit Usaha Rejosari Natar Lampung Selatan”. Selain itu juga penulis merupakan penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) terhitung sejak tahun 2008 sampai penulis menyelesaikan studinya.


(32)

iii

SANWACANA

Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini :

1. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A., selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, nasehat dan saran yang telah diberikan.

2. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P.,M.P., selaku Dosen Pembimbing II atas saran, nasehat, dan bimbingan yang telah diberikan.

3. Bapak Ir.Ahmad Sapta Zuidar, M.P., atas kesediaannya menjadi pembahas, serta atas nasehat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis dalam

pelaksanaan penelitian.

5. Bapak Dr. Ir. Subeki,. M.Si,.M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan masukannya selama kuliah.


(33)

iv 6. Segenap Bapak dan Ibu dosen THP FP Unila yang telah banyak

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan THP FP Unila.

7. Para staf dan karyawan THP Mas Midi, Mas Hanafi, Mas Joko, dan Mbak Untari atas bantuan yang telah diberikan.

8. Papa, Mama, Ses, Uni, lisa terima kasih atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayang yang tak pernah berhenti kalian berikan kepada acik hingga saat ini.

9. Rekan seperjuangan Erfan A. Priyogi dan Tiara Mailisa atas semangat, dukungan, kebersamaan dan kerja keras kita selama proses panjang ini. Sebuah pengalaman tak tergantikan oleh cucuran keringat dan air mata. 10.Sahabat-sahabat terbaik, “High Heels Hero In The Rain” (Bunda, Ndew,

Widu, Inuy, Utii, Cinji, Canti, Ice, Niken, Pie2, Atin, Dewi, Ncrit, Mizu, Ai, Erly, Rizkita Amad, Artha, Ibel, Mora, Aguy, Ardi, Advent, Suhenk, Ayah diaz, Adit, Panda, Satrio), tak terkecuali Vena, Tika dan Setiawan, terimakasih atas 4 tahun kebersamaan kita, lembar cerita keceriaan serta motivasi yang kalian berikan.

11. Keluarga Besar HMJ THP telah banyak memberikan semangat juang, pembelajaran dan pengalaman yang begitu berarti, proses pendewasaan diri serta pengembangan kreatifitas, Mba dian, k’asep, k’eki, k’dede, pak E, k’andi, k’didit, k’archi, alumni-alumni angkatan 2006-2001 serta keluarga besar RDA, SOP, Angkrang, Anggur yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dan “tempat” terbaik yang telah kalian berikan,,(Viva THP..!!)


(34)

v

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk kehidupan di dunia ini. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012


(35)

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kertas

Menurut Departemen Perindustrian (1982), kertas merupakan lembaran yang terdiri dai serat-serat selulosa yang saling jalin-menjalin dan dihasilkan dari kompresi serat dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan mengandung selulosa dan hemiselulosa. Selain itu menurut Sudaryato (2010), kertas adalah barang baru ciptaan manusia berwujud lembaran-lembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret mempunyai sifat yang berbeda dari bahan bakunya tumbuh-tumbuhan. Kertas dibuat unutk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat beragam.

Menurut Stephenson (1952) dalam Palupi, N, (1995) industri kertas dan kertas karton pada dasarnya melibatkan beberapa tahapan proses yaitu pembuatan pulp dari bahan baku berselulosa, penggilingan dan penyaringan pulp serta pembuatan kertas dan penyempurnaannya. Pembuatan pulp pada intinya memberikan perlakuan pada bahan baku berserat secara mekanik, kimia atau kombinasi dari keduanya sehingga setiap serat dapat dipisahlean dari lignin, zat ekstraktif dan komponen kimia lainnya dari bahan berlignoselulosa. Karakteristik akhir kertas yang dihasilkan akan bergantung pada kualitas pulp yang ditentukan oleh banyak faktor seperti pemilihan bahan baku dan tipe proses yang digunakan pada


(36)

2.2 Rumput Laut Eucheuma cottoni

Rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berwarna coklat kemerahan, cartilageneus (menyerupai tulang rawan atau muda), percabangan bersifat alternates (berseling), tidak teratur serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga). Rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada lapisan fotik, yaitu pada kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. Di alam, jenis ini biasanya hidup berkumpul dalam satu komunitas atau koloni (Jana-Anggadiredjo, 2006). Berikut adalah klasifikasi dari Eucheuma cottoni.

Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma

Species: Eucheuma cottonii

Rumput laut dapat digunakan sebagai bahan baku pada pengolahan pulp. Eucheuma cottonii mempunyai cirri-ciri morfologis berthalus dan bercabang-cabang yang berbentuk bulat atau gepeng. Waktu hidup berwarna hijau atau


(37)

kuning kemerahan dan bila kering warnanya kuning kecoklatan dan mempunyai duri-duri (Herminiati, 2006).

Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam seperti natrium dan kalium. Selain itu juga merupakan sumber vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, dan vitamin C, serta mengandung mineral seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan Iodium (Istini, 1986). Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottoni dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii

Komposisi Jumlah

Air 12,90 %

Protein 5,12 %

Lemak 0,13 %

Karbohidrat 13,38 %

Serat Kasar 1,39 %

Abu 14,21 %

Ca 52,82 ppm

Fe 0,11 ppm

Riboflavin 2,26 mg/100 g

Vitamin C 4,00 mg/100 g

Karagenan 65,75 %

Sumber: Istini, 1986


(38)

Pulp merupakan bahan baku pembuatan kertas dan senyawa-senyawa kimia turunan selulosa. Pulp dapat dibuat dari berbagai jenis kayu, bambu, dan rumput-rumputan. Pulp adalah hasil pemisahan selulosa dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatan baik secara mekanis, semikimia, maupun kimia. Felton (1980), mengatakan bahwa pulp yang diperoleh dari pendaurulangan kertas atau koran bekas disebut pulp serat sekunder.

Menurut proses pembuatannya pulp dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : a. Proses Mekanis

Proses pembuatan pulp yang seluruhnya menggunakan proses mekanis, misalnya dengan grinding dan milling. Pulp yang dihasilkan dapat digolongkan menjadi dua mechanical pulp unbleached dan bleached. b. Proses Kimia

Bahan baku setelah ukurannya dikurangi, dimasak dalam suatu tempat (reaktor) yang bertekanan dan dicampur dengan bahan kimia. Setelah proses pemutihan akan diperoleh dua macam pulp yaitu chemical pulp bleached (pulp putih) dan unbleached (pulp coklat).

c. Proses Semi Kimia

Proses pembuatan pulp yang melalui dua tahap proses yaitu proses mekanis dan kimia (Biro Data dan Analisa, Departemen Perindustrian, 1982)

Untuk memperoleh pulp dengan kandungan selulosa tinggi, selulosa harus dipisahkan dari komponen lignoselulosa lainnya. Jika dibandingkan dengan hemiselulosa, selulosa relatif mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap asam, karena selulosa mempunyai struktur kristal dan ikatan hidrogen yang kuat. Untuk


(39)

memisahkan selulosa dari hemiselulosa dan lignin, ada dua proses utama yang harus dilakukan yaitu hidrolisis hemiselulosa dan delignifikasi untuk melarutkan lignin.

2.4 Bahan Pengisi Kertas

Secara umum, bahan pendukung memberi pengaruh pada kualitas kertas.

Beberapa bahan pendukung berpengaruh langsung pada sifat-sifat kertas. Bahan-bahan tersebut antara lain sejumlah Bahan-bahan-Bahan-bahan non serat, yaitu Bahan-bahan perekat (Sizing Agent), bahan pengisi (filler), dan bahan pewarna. Bahan pengisi adalah bahan yang dicampurkan ke dalam campuran bahan kertas yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kertas.

Syarat-syarat bahan pengisi adalah dalam keadaan baik dan bersih (murni), kadar besi yang rendah (untuk menghindari perubahan warna kertas), mampu memberi warna dan kecerahan yang baik, tidak bereaksi terhadap bahan lain yang ada dalam pembuatan pulp.

Bahan pengisi berfungsi untuk memperbaiki kerataan permukaan kertas, mengatur berat dasar kertas yang akan dibuat, memperbaiki sifat daya cetak (printability), meningkatkan opasitas kertas, menambah derajat putih kertas (brightness), mengurangi daya tembus tinta, dan mempermudah kertas menerima tinta.

Adapun efek negatif dari penggunaan bahan pengisi yang berlebihan, adalah akan mengurangi kekuatan kertas, sehingga kertas menjadi rapuh, kertas akan mudah mengalami pendebuan serta pecah ataupun retak, serta kertas akan menjadi kaku (Anonim, 2007).


(40)

2.4.1 Tapioka

Tapioka atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Tapioka merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan tapioka sebagai sumber energi yang penting.

Tapioka atau pati singkong merupakan salah satu jenis karbihidrat yang tersusun dari amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket (Winarno,

Tapioka dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan

confectionary, makanan yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi dan bahan kimia serta industri non pangan seperti tekstil, detergent, kemasan dan

sebagainya. Kegunaan tapioka dan turunannya pada industri minuman dan confectionery memiliki persentase paling besar yaitu 29%, industri makanan yang diproses dan industri kertas masing-masing sebanyak 28%, industri farmasi dan bahan kimia 10%, industri non pangan 4% dan makanan ternak sebanyak 1%. Di dalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, tapioka digunakan sebagai tapioka (Nopianto, 2009).


(41)

Menurut Panshin (1957), pulp hasil pemasakan masih kelihatan berwarna gelap. Hal ini disebabkan oleh masih adanya sejumlah zat-zat non selulosa (lignin, hemiselulosa, bermacam-macam zat ekstraktif, tanin dan resin). Sedangkan Calkin (1957) mengatakan bahwa, pemisahan kotoran hanya dapat dilakukan dengan cara pemutihan. Oleh karena itu dengan dilakukannya proses pemutihan pada pulp dapat meningkatkan mutu kertas yang dihasilkan.

Proses pemutihan ialah penghilangan lignin dan zat-zat warna untuk memperoleh pulp putih. Penghilangan lignin dan zat warna ini biasanya dilakukan dengan cara oksidasi, yaitu mereaksikan pulp yang belum diputihkan dengan zat kimia sebagai zat pemutih. Pada kertas koran masih terdapat lignin. Lignin tidak dapat

dihilangkan seluruhnya pada saat pemasakan, karena akan menghasilkan pulp dengan sifat fisik rendah (Casey, 1981). Casey (1952), menyatakan bahwa tujuan utama dari pemutihan adalah menghasilkan pulp putih dengan warna yang stabil dan diperoleh dengan biaya yang layak serta akibat kerusakan fisik dan kimia pulp seminimal mungkin. Kondisi umum yang penting dalam proses pemutihan pulp menurut Siagian (1989), adalah jumlah bahan pemutih, konsistensi pemutihan, waktu dan suhu pemutihan.

Terdapat dua reaksi selama pemutihan, yaitu melarutkan dan menghilangkan lignin, dan mengubah lignin menjadi komponen yang tidak berwarna. Pemutihan pulp kimia tanpa melarutkan sisa lignin tidak akan berhasil. Jadi dalam

pemutihan pulp kimia lignin harus dilarutkan atau dihilangkan untuk mencapai derajat kecerahan yang diinginkan.


(42)

Komposisi kimia, terutama lignin sangat mempengaruhi pemrosesan pulp lebih lanjut (misalnya proses pemutihan). Banyaknya lignin yang tersisa merupakan kriteria penentuan sebagai kertas kualitas yang tidak diputihkan atau untuk kertas kualitas cetak yang diputihkan (Fengel dan Wegener, 1989). Pulp yang tidak diputihkan mempunyai warna gelap (daya terputihkan rendah), yang terutama disebabkan oleh gugus kromofor dalam lignin yang tersisa yang dibentuk selama pemasakan dengan alkali. Bagian-bagian lignin yang terendapkan kembali selama akhir pemasakan alkalis ikut berpengaruh kuat pada harga derajat putih yang rendah (Salmen dan Olsson, 1998 dalam Hidayati, 2000).

2.5.1 Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. H2O2 tidak berwarna dan memiliki bau yang khas agak keasaman. H2O2 larut dengan sangat baik dalam air. Di alam kondisi normal hidrogen peroksida sangat stabil, dengan laju dekomposisi yang sangat rendah. Hidrogen peroksida banyak digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent, pada industri pulp, kertas dan tekstil.

Dence and Reeve (1996) dalam Fuadi (2008) menyatakan bahwa hidrogen

peroksida termasuk zat oksidator yang bisa digunakan sebagai pemutih pulp yang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga mempunyai beberapa kelebihan antara lain pulp yang diputihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi asam, hidrogen peroksida sangat stabil, pada kondisi basa mudah terurai. Peruraian hidrogen


(43)

OH CH2OH CH2OH H OH OH OH H H OH H H

H H

H H

OH H H OH

OH

H

peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu. Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah perhydroxyl anion (HOO-)

2.6. Selulosa

Selulosa merupakan komponen terpenting yang terbentuk dari gabungan unit-unit glukosa yang diproduksi oleh pohon melalui proses fotosintesa dengan bantuan sinar matahari. Glukosa itu sendiri dibentuk dengan bahan dasar air dan karbon. Unit - unit glukosa yang dihasilkan bergandengan satu dengan lainnya melalui ikatan polimer yang sangat panjang dan teratur, yang akhirnya membentuk selulosa. Satu unit selulosa bisa mimilki derajat polimerisasi sebanyak 30000. Salah satu contoh selulosa yang sangat sering kita jumpai, yaitu kapas atau katun, terdiri atas 99% selulosa murni, (Erwinsyah, 2008), sedangkan menurut Sjostrom (1995), selulosa merupakan homo polisakarida yang tersusun atas unit ß- D- glukopironosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida (Gambar 1).

Gambar 1. Selulosa Sumber : Casey, 1960

Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa selulosa merupakan bahan dasar dari berbagai jenis produk seperti kertas, film, serat, perekat dan


(44)

berbagai macam bahan kimia pemasak bersifat asam, basa, netral pada tekanan, suhu dan waktu tertetu sehingga menghasilkan pulp dengan berbagai mutu.

Selulosa diinginkan dalam pembuatan kertas karena :

1. Jumlahnya banyak, melengkapi, mudah dipanen serta diangkut sehingga bahan ini memiliki nilai ekonomis yang rendah.

2. Hampir selalu terdapat dalam bentuk berserat yang memiliki ciri tingkat ketahanan serat yang tinggi.

3. Memiliki daya ikat yang tinggi terhadap air, yang memfasilitasi persiapan mekanis dari serat dan pengikatan antar serat saat campuran dikeringkan. 4. Memiliki warna yang putih alami.

5. Tidak larut dalam air dan pelarut organik netral.

6. Resistan terhadap banyak senyawa kimia yang umum digunakan dalam pemisahan dan pemurnian (Mac Donald dan Franklin, 1969).

2.7 Hemiselulosa

Komponen penyusun utama kayu lainnya, yaitu hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida non selulosa yang pokok, terdapat dalam kayu dengan berat molekul 4000–15.000 (Soenardi, 1976), sedangkan Sjostorm (1981) menyatakan bahwa hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang tergolong polimer organik dan relatif mudah dioksidasi oleh asam menjadi komponen - komponen monomer yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-xylosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disertai oleh asam D-glukoronat, asam 4-O-metil-D-glukoronat dan asam D-galakturonat.


(45)

Menurut Erwinsyah (2008) hemiselulosa juga terbentuk melalui proses fotosintesis dan terdiri atas gula-gula sederhana, seperti galaktosa, manosa, arabinosa dan lain-lain. Ikatan unit-unit molekul polisakarida ini tidak sepanjang ikatan polimer selulosa. Hemiselulosa hanya memiliki beberapa ratus derajat polimerisasi, sedangkan menurut Anonim (2008) rantai selulosa yang lebih pendek tersebut terdapat pada hemiselulosa (glukosa, galaktosa, manosa, xylosa,

arabinosa). Karena komponen hemiselulosa yang memiliki sifat seperti selulosa

adalah glukosa maka hemiselulosa lebih dahulu terdegradasi dibandingkan dengan selulosa.

Hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, serta mudah

mengembang. Sehingga hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antarserat pada saat pembentukkan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam (Casey, 1960).

Tabel 2. Perbandingan sifat kimia selulosa, hemiselulosa, dan lignin

Selulosa Hemiselulosa Lignin

a. Tidak larut dalam air b. Larut dalam larutan

pekat asam mineral kuat, seperti larutan 72% H2SO4, 37% HCl, dan 85% H3PO4 c. Terhidrolisis lebih

cepat pada temperatur tinggi, tidak larut dalam asam organik d. Tidak larut dalam

larutan alkali hidroksida.

a. Sedikit larut dalam air b. Larut dan terhidrolisis

dalam asam mineral

c. Larut dan terhidrolisis dalam asam organik pekat

d. Larut dalam larutan alkali

a. Tidak larut dalam air b. Tidak larut dalam

asam mineral kuat

c. Larut parsial dalam berbagai senyawa organik teroksigenasi

d. Larut dalam larutan alkali encer


(46)

CH2OH CH CH

CH2OH CH CH

CH2OH CH CH

OCH3 OH

H3CO

OH

OCH3

OH

Koniferil alkohol Sinapil alkohol Para-kuramil alkohol 2.8.Lignin

Menurut Nugroho dan Rusmanto (1999) lignin merupakan suatu polimer yang berbentuk tiga dimensi dan mempunyai basis unit propilbenzen serta gugus fungsional (hidroksil, karbonil, metoksil). Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon . Pada proses

pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama

kresol (Anonim, 2007). Ropiah (dalam Nugaraha 2003) menyebutkan bahwa unit

dasar penyusun lignin adalah koniferil alkohol, sinapil alkohol dan para kuramil alkohol (gambar 2)

Gambar 2. Unit dasar penyusun lignin Sumber : Nugraha, 2003

Lignin merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami oksidasi. Dibutuhkan pada kayu dengan tujuan kontruksi karena dapat meningkatkan


(47)

kekerasan/kekuatan kayu, tetapi tidak dibutuhkan dalam industri kertas karena lignin sangat sukar dibuang dan membuat kertas jadi kecoklatan/coklat karena sifat aslinya dan pengaruh oksidasi ( Batubara, 2002).

Lignin mempunyai hubungan yang sangat intim dengan selulosa dan

hemiselulosa, sehingga lignin dapat diibaratkan sebagai pengikat atau berasosiasi dengan kedua komponen kayu lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Lignin sangat stabil keberadaannya dan sulit untuk diisolasi. Saat ini banyak industri menggunakan lignin sebagai bahan perekat (Erwinsyah, 2008).


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Konsentrasi larutan pemutih H2O2 sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi H2O2 2%.

2. Konsentrasi tapioka sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi tapioka 6%. 3. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan penambahan konsentrasi H2O2 dan

konsentrasi tapioka terhadap derajat putih dan daya regang lembaran kertas namun tidak terdapat interaksi terhadap rendemen ampas ramput laut dengan nilai rata-rata derajat putih 52.40 % dan daya regang 1.76 GPa. Hasil

perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan HIP3 (Konsentrasi H2O2 2% Tapioka 6%) dengan nilai rata-rata rendemen 60,52%, derajat putih 52,40%, dan daya regang 1,76 GPa.


(49)

Perlu dilakukan pencarian karekteristik bahan baku ampas rumput laut hasil limbah agroindustri rumput laut agar dihasilkan bahan baku yang berkulitas serta perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan penggunaan konsentrasi hidrogen peroksida yang berbeda untuk mendapatkan nilai derajat putih yang memenuhi standar SNI kertas.


(50)

(1)

Menurut Erwinsyah (2008) hemiselulosa juga terbentuk melalui proses fotosintesis dan terdiri atas gula-gula sederhana, seperti galaktosa, manosa, arabinosa dan lain-lain. Ikatan unit-unit molekul polisakarida ini tidak sepanjang ikatan polimer selulosa. Hemiselulosa hanya memiliki beberapa ratus derajat polimerisasi, sedangkan menurut Anonim (2008) rantai selulosa yang lebih pendek tersebut terdapat pada hemiselulosa (glukosa, galaktosa, manosa, xylosa, arabinosa). Karena komponen hemiselulosa yang memiliki sifat seperti selulosa adalah glukosa maka hemiselulosa lebih dahulu terdegradasi dibandingkan dengan selulosa.

Hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, serta mudah

mengembang. Sehingga hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antarserat pada saat pembentukkan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam (Casey, 1960).

Tabel 2. Perbandingan sifat kimia selulosa, hemiselulosa, dan lignin

Selulosa Hemiselulosa Lignin

a. Tidak larut dalam air b. Larut dalam larutan

pekat asam mineral kuat, seperti larutan 72% H2SO4, 37%

HCl, dan 85% H3PO4

c. Terhidrolisis lebih cepat pada temperatur tinggi, tidak larut dalam asam organik d. Tidak larut dalam

larutan alkali hidroksida.

a. Sedikit larut dalam air b. Larut dan terhidrolisis

dalam asam mineral

c. Larut dan terhidrolisis dalam asam organik pekat

d. Larut dalam larutan alkali

a. Tidak larut dalam air b. Tidak larut dalam

asam mineral kuat

c. Larut parsial dalam berbagai senyawa organik teroksigenasi

d. Larut dalam larutan alkali encer


(2)

CH2OH

CH CH

CH2OH

CH CH

CH2OH

CH CH

OCH3

OH

H3CO

OH

OCH3

OH

Koniferil alkohol Sinapil alkohol Para-kuramil alkohol 2.8.Lignin

Menurut Nugroho dan Rusmanto (1999) lignin merupakan suatu polimer yang berbentuk tiga dimensi dan mempunyai basis unit propilbenzen serta gugus fungsional (hidroksil, karbonil, metoksil). Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon . Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama kresol (Anonim, 2007). Ropiah (dalam Nugaraha 2003) menyebutkan bahwa unit dasar penyusun lignin adalah koniferil alkohol, sinapil alkohol dan para kuramil alkohol (gambar 2)

Gambar 2. Unit dasar penyusun lignin Sumber : Nugraha, 2003

Lignin merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami oksidasi. Dibutuhkan pada kayu dengan tujuan kontruksi karena dapat meningkatkan


(3)

kekerasan/kekuatan kayu, tetapi tidak dibutuhkan dalam industri kertas karena lignin sangat sukar dibuang dan membuat kertas jadi kecoklatan/coklat karena sifat aslinya dan pengaruh oksidasi ( Batubara, 2002).

Lignin mempunyai hubungan yang sangat intim dengan selulosa dan

hemiselulosa, sehingga lignin dapat diibaratkan sebagai pengikat atau berasosiasi dengan kedua komponen kayu lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Lignin sangat stabil keberadaannya dan sulit untuk diisolasi. Saat ini banyak industri menggunakan lignin sebagai bahan perekat (Erwinsyah, 2008).


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Konsentrasi larutan pemutih H2O2 sangat berpengaruh nyata terhadap

rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi H2O2 2%.

2. Konsentrasi tapioka sangat berpengaruh nyata terhadap rendemen, derajat putih dan daya regang lembaran kertas berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi tapioka 6%. 3. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan penambahan konsentrasi H2O2 dan

konsentrasi tapioka terhadap derajat putih dan daya regang lembaran kertas namun tidak terdapat interaksi terhadap rendemen ampas ramput laut dengan nilai rata-rata derajat putih 52.40 % dan daya regang 1.76 GPa. Hasil

perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan HIP3 (Konsentrasi H2O2 2%

Tapioka 6%) dengan nilai rata-rata rendemen 60,52%, derajat putih 52,40%, dan daya regang 1,76 GPa.


(5)

Perlu dilakukan pencarian karekteristik bahan baku ampas rumput laut hasil limbah agroindustri rumput laut agar dihasilkan bahan baku yang berkulitas serta perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan penggunaan konsentrasi hidrogen peroksida yang berbeda untuk mendapatkan nilai derajat putih yang memenuhi standar SNI kertas.


(6)