PENGARUH RASIO LARUTAN PEMASAK DAN KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF LIQUOR-TO-SEAWEED’S EXTRACT RATIO AND HYDROGEN PEROXYDE (H2O2) CONCENTRATION

TO CHEMICAL PROPERTIESOF Eucheuma cottonii SEAWEED’S EXTRACT BASIS PULP

By

ERFAN ARDITHA PRIYOGI

Pulp is the raw material for making paper. Increasing demand of paper cause high

pulp demand. To prevent the exploitation of forests, other raw materials which

enviromental friendly are needed for properties improvement. The usage of

Eucheuma cottonii seaweed’ xt t as pulp raw material can decrease usage of chemical solutions and H2O2 as bleaching agent. The aim of this experiment was

to get liquor-to-seaw ’ xt t t hy xy t tion that can give the best chemical properties of pulp.

The research in this phase was prepared by a multiple treatment in a structured

Complete Randomised Group Design. The factors investigated in this phase were

the liquor-to-seaw ’ xt t t which consisted of 3 levels: 2:1 (R1), 4:1 (R2), and 6:1 (R3), and concentrations of H2O2 which consisted of 4 levels: 0%

(H0), 2% (H1), 4% (H2), and 6% (H3). The overall research was carried out in

three replications and then the data were analyzed by using Bartlett Test. Tuckey


(2)

bleaching process (Steel and Torrie, 1995).

The results showed that liquor-to-seaw ’ xt t t h s influence in yield, water content, cellulose, hemicellulose, lignin, and ash. The best

liquor-to-seaw ’ xt t t results was 2:1 with the yield of 63,46%, water content 95,57%, content of cellulose 59,15%, hemicellulose 12,14%, lignin 16,07%, and

ash value 1,67% respectively. And hydrogen peroxyde (H2O2) concentrations has

influence in hemicellulose, lignin, and ash, but they have no influence in yield,

water content, and cellulose. The best H2O2 concentration result was obtained

from the bleaching process through using H2O2 2%, has the characteristic of yield

60,57%, water content 95,94%, cellulose 59,08%, hemicellulose 11,22%, lignin

15,61%, and ash value 1,43% respectively. There are no interaction between

liquor-to-seaw ’ xt t t 2O2 concentration.

Keyword : liquor-to-seaw ’ xt t t , hydrogen peroxyde, pulp, Eucheuma cottonii


(3)

ABSTRAK

PENGARUH RASIO LARUTAN PEMASAK DAN KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) TERHADAP SIFAT KIMIA PULP

BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

Oleh

ERFAN ARDITHA PRIYOGI

Pulp merupakan bahan baku

pembuatan kertas. Peningkatan

kebutuhan kertas menyebabkan

tingginya kebutuhan pulp.

Untuk mencegah ekspoitasi

hutan, perlu adanya bahan baku

pulp ramah lingkungan dan


(4)

Penggunaan ampas rumput laut

Eucheuma cottonii

sebagai

bahan baku pulp dapat

mengurangi penggunaan bahan

kimia untuk larutan pemasak

dan pemutih pulp ( O .

Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan rasio larutan

pemasak dan konsentrasi

hidrogen peroksida ( O yang

tepat untuk menghasilkan sifat


(5)

kimia pulp berbasis ampas

rumput laut

Eucheuma cottonii

terbaik.

Perlakuan dalam penelitian ini

disusun secara faktorial dalam

Rancangan Acak Kelompok

Lengkap RAKL dengan kali

ulangan. Faktor pertama adalah

rasio larutan pemasak R yang

terdiri dari tiga taraf yaitu :


(6)

Faktor kedua adalah

konsentrasi hidrogen peroksida

( yang terdiri dari empat taraf

yaitu % ( , % ( , %

( , dan % ( . Kesamaan

ragam data diuji dengan uji

Bartlett dan kemenambahan

data diuji dengan Uji

Tuckey.

Data hasil pengamatan sifat

kimia pulp berbasis ampas


(7)

dilakukan sidik ragam untuk

mengetahui ada tidaknya

perbedaan antar perlakuan.

Data diolah lebih lanjut dengan

uji BNT % dan % Steel and

Torrie, 99 .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio larutan pemasak berpengaruh terhadap

kadar rendemen, kadar air, kadar selulosa, kadar hemiselulosa, kadar lignin, dan

kadar abu pulp ampas rumput laut yang dihasilkan. Hasil terbaik rasio larutan

pemasak dan ampas rumput laut diperoleh pada rasio 2:1 dengan kadar rendemen

63,46%, kadar air 95,57%, kadar selulosa 59,15%, kadar hemiselulosa 12,14%,

kadar lignin 16,07%, dan kadar abu 1,67%. Dan konsentrasi hidrogen peroksida

(H2O2) berpengaruh terhadap kadar hemiselulosa, kadar lignin, dan kadar abu

pulp yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh terhadap kadar rendemen, kadar


(8)

sebesar 60,57%, kadar air 95,94%, kadar selulosa 59,08%, kadar hemiselulosa

11,22%, kadar lignin 15,61%, dan kadar abu 1,43%. Interaksi antara rasio larutan

pemasak dan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) tidak berpengaruh terhadap

kadar rendemen, kadar air, kadar selulosa, kadar hemiselulosa, kadar lignin, dan

kadar abu pulp ampas rumput laut yang dihasilkan.


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kertas merupakan salah satu kebutuhan penting, mulai dari dunia pendidikan,

sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah

penduduk dunia, kebutuhan kertas juga semakin meningkat. Hal tersebut

menyebabkan tingginya kebutuhan pulp yang merupakan bahan baku dalam

pembuatan kertas. Sehingga industri kertas dan pulp menjadi salah satu sektor

yang memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat di dunia. Industri kertas

merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia. Saat ini, Indonesia

menempati peringkat ke-9 sebagai produsen pulp dan peringkat 12 dalam hal

produksi kertas dunia (Adrianto, 2010).

Kertas dihasilkan dari bahan kaya selulosa, dalam hal ini kayu yang banyak

digunakan sebagai bahan utama pada mayoritas industri pulp dan kertas di dunia

karena memiliki berbagai kelebihan dibandingkan sumber selulosa yang lain.

Namun, persediaan bahan yang digunakan untuk pembuatan pulp kayu juga

semakin lama akan semakin berkurang. Eksploitasi hutan secara terus menerus

akan menyebabkan masalah lingkungan, seperti penggundulan hutan, menipisnya

cadangan kayu, dan berkurangnya luas hutan di Indonesia. Untuk itu perlu dicari


(10)

salah satunya dengan bahan baku ramah lingkungan dan yang persediaannya

melimpah.

Banyak potensi alam yang belum dioptimalkan sebagai bahan baku kertas,

diantaranya adalah rumput laut. Luas laut Indonesia yang sesuai untuk budidaya

rumput laut diperkirakan seluas 1,1 juta ha yang sampai saat ini belum digarap

dengan maksimal. Rumput laut sebagai bahan pembuatan pulp kertas memiliki

kelebihan dibandingkan dengan kayu. Menurut penelitian yang dilakukan You

(2004 dalam Damardono, 2007), rumput laut mengandung serat agalosa selebar

3-7 mikrometer dan panjang 0,5-1 milimeter, dengan fleksibilitas tinggi, dan

mengandung substansi perekat cair. Bentuk serat agalosa terlihat lebih homogen,

tidak seperti serat selulosa yang terkandung pada kayu yang berbentuk bulat,

lonjong, atau pipih. Homogenitas ini yang membuat kualitas kertas lebih baik,

lebih fleksibel, lebih halus, serta lebih mudah ditulisi. Selain itu, pertumbuhan

massa rumput laut merah luar biasa, yakni 5-10 persen sehari. Dengan masa

panen 70 hari, pertumbuhan tersebut sangat pesat dibanding pohon sebagai bahan

baku konvensional kayu, yang baru dapat dipotong setelah 15 tahun.

Pulp merupakan bahan dasar pembuatan kertas. Proses pembuatan pulp dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu mekanik, semikimia, dan kimia. Namun,

proses pembuatan pulp yang umum adalah menggunakan proses kimia, yaitu

proses soda, sulfat (kraft), sulfit, dan organosolv. Menurut Hidayati (2009),

variabel penting dalam proses organosolv yang perlu diperhatikan adalah

konsentrasi larutan pemasak dan perbandingan larutan pemasak dengan berat


(11)

3 Proses pembuatan pulp kertas memerlukan proses pemutihan pulp yang bertujuan

untuk menaikkan derajat putih dengan penambahan bahan kimia. Beberapa bahan

kimia yang dapat digunakan untuk pemutihan pulp yaitu klor, klor dioksida, dan

natrium hidroksida. Pada aplikasinya bahan-bahan kimia tersebut ternyata

menimbulkan pencemaran lingkungan dan beracun (Fengel dan Wegener, 1995).

Salah satu bahan kimia sebagai oksidator yang dapat digunakan dalam proses

pemutihan pulp dan tidak berbahaya bagi lingkungan adalah hidrogen peroksida

(H2O2). Hidrogen peroksida merupakan oksidator yang sifatnya ramah

lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Efektivitas bahan

pemutih tergantung dari kandungan non selulosa bahan baku ampas rumput laut

dan bahan pemutih yang digunakan. Penelitian pembuatan pulp dengan

menggunakan bahan baku lain sudah dilakukan sebelumnya, tetapi dengan

menggunakan konsentrasi bahan pemutih yang relatif besar, sehingga perlu

adanya bahan pengganti yang cukup dengan menggunakan pemutih dengan

konsentrasi sedikit tetapi menghasilkan sifat kimia pulp yang baik seperti ampas

rumput laut.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rasio larutan pemasak dan konsentrasi

hidrogen peroksida (H2O2) yang tepat untuk menghasilkan sifat kimia pulp


(12)

1.3 Kerangka Pemikiran

Proses pembuatan pulp secara organosolv merupakan teknologi yang ramah

lingkungan. Keunggulan proses organosolv adalah rendemen pulp tinggi,

pendauran lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, juga diperoleh hasil

samping berupa lignin dan furfural dengan kemurnian yang relatif tinggi dan

ekonomis dalam skala kecil (Aziz dan Sarkanen, 1989). Faktor yang

mempengaruhi keberhasilan pembuatan pulpsecara organosolv adalah rasio

pelarut dengan air, rasio antara jumlah pelarut pemasak dengan bahan yang akan

dimasak, suhu pemasakan, lama pemasakan, dan jenis serta konsentrasi katalis

yang digunakan (Young dan Akhtar, 1998; Muurinen, 2000; Dominggus dan

Lazslio, 2004; Goncalves et al., 2005).

Proses pemasakan pulp bertujuan untuk melepaskan serat bebas dan menyiapkan

pulp untuk digunakan dalam proses pembuatan kertas. Penelitian yang dilakukan

Hidayati (2009) pada optimasi konsentrasi dan rasio larutan pemasak (asam

asetat) serta penggunaan asam perasetat sebagai pemutih terhadap sifat pulp

ampas tebu diperoleh hasil terbaik pada proses pemasakan pulp dengan perlakuan

suhu pemasakan 160°C selama 2 jam dengan konsentrasi larutan pemasak (asam

asetat) 80% v/v dan rasio larutan pemasak : ampas tebu 8:1 dengan rendemen

57,36%, kadar selulosa 59,23%, hemiselulosa 15,68%, kadar lignin 19,74% dan

bilangan kappa 26,63. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Oktarina (2009)

dengan penggunaan pemutih H2O2 pada serat batang pisang menghasilkan sifat


(13)

5 hemiselulosa 16,233%, kadar lignin 9,473%, dan dengan nilai warna 4,777 (agak

putih).

Proses pemutihan dilakukan untuk menghilangkan senyawa non selulosa dengan

cara oksidasi. Dasar proses pemutihan adalah menghilangkan warna gelap pada

pulp dengan hasil yang diharapkan adalah rendemen yang tinggi dan residu kimia

serendah mungkin. Pemutihan dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan

pendegradasian lignin sisa pemasakan menggunakan bahan kimia. Keberadaan

lignin dalam jumlah yang tinggi akan mencerminkan kualitas pulp. Tujuan

pemutihan pulp kimia adalah untuk menghilangkan sisa lignin setelah proses

pemasakan untuk memperoleh pulp dengan derajat putih di atas 90% atau untuk

memperoleh kualitas semi pemutihan dengan derajat putih berkisar antara 60-70%

(Fengel dan Wegener, 1995). Proses pemutihan dipengaruhi oleh jenis bahan

pemutih dan jumlah bahan pemutih yang dipakai (Goyal, 1994).

Menurut Fuadi (2007), hidrogen peroksida (H2O2) merupakan bahan pemutih

yang bisa digunakan untuk proses pemutihan dengan konsep totally chlorine free

(TCF). Hidrogen peroksida mampu memutihkan pulp hingga mendekati 90%

dengan efek degradasi selulosa yang cukup kecil. Selain itu efek negatif terhadap

lingkungan bisa diminimalisir. Menurut Anonima (2007), salah satu keunggulan

hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang

ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya.

Masalah yang ditemukan pada penelitian ini yaitu belum didapatkannya rasio

larutan pemasak (asam asetat) terhadap ampas rumput laut dan konsentrasi


(14)

pulp berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii terbaik. Pada penelitian ini

digunakan rasio larutan pemasak (asam asetat) : ampas rumput laut 2:1, 4:1, dan

6:1 dan penggunaan bahan pemutih hidrogen peroksida (H2O2) dengan

konsentrasi 0%, 2%, 4%, dan 6% (v/v). Dari perlakuan rasio larutan pemasak dan

hidrogen peroksida maupun interaksi keduanya diharapkan dapat menghasilkan

sifat kimia pulp berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii terbaik.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat rasio larutan pemasak (asam asetat) yang tepat untuk menghasilkan

sifat kimia pulp berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii terbaik.

2. Terdapat konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) yang tepat untuk

menghasilkan sifat kimia pulp berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii

terbaik.

3. Terdapat interaksi antara rasio larutan pemasak (asam asetat) dan konsentrasi

hidrogen peroksida (H2O2) yang tepat untuk menghasilkan sifat kimia pulp


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eucheuma cottonii

Rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris,

percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus

(tonjolan-tonjolan), berwarna coklat kemerahan, cartilageneus (menyerupai tulang rawan

atau muda), percabangan bersifat alternates (berseling), tidak teratur serta dapat

bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan

tiga-tiga). Rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk

proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin dapat

hidup pada lapisan fotik, yaitu pada kedalaman sejauh sinar matahari masih

mampu mencapainya. Di alam, jenis ini biasanya hidup berkumpul dalam satu

komunitas atau koloni (Anggadiredjo, 2006). Berikut adalah klasifikasi dari

Eucheuma cottoni. Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma


(16)

Rumput laut dapat digunakan sebagai bahan baku pada pengolahan pulp. Jenis

rumput laut merah sangat sesuai digunakan untuk pengolahan pulp yang

kemudian digunakan untuk produksi kertas dengan mutu yang lebih baik

dibandingkan dengan kertas yang diolah dengan bahan baku kayu (Irianto, 2008).

Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak,

dan abu. Selain itu juga merupakan sumber vitamin, seperti vitamin A, B1, B2,

B6, B12, dan vitamin C, serta mengandung mineral seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan

Iodium (Istini, 1986). Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottoni dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii

Komposisi Jumlah

Air 12,90 %

Protein 5,12 %

Lemak 0,13 %

Karbohidrat 13,38 %

Serat Kasar 1,39 %

Abu 14,21 %

Ca 52,82 ppm

Fe 0,11 ppm

Riboflavin 2,26 mg/100 g

Vitamin C 4,00 mg/100 g

Karagenan 65,75 %


(17)

9 2.2 Pulp

Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non

kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Pulp

merupakan bahan setengah jadi yang dapat diolah lebih lanjut menjadi kertas.

Pulp dibuat dari bahan selulosa yang berasal dari tumbuh-tumbuhan baik berupa

kayu, merang, jerami, ampas tebu dan sebagainya. Felton (1980) mengatakan

bahwa pulp yang diperoleh dari pendaurulangan kertas atau koran bekas disebut

pulp serat sekunder.

Menurut proses pembuatannya pulp dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Proses Mekanis

Proses pembuatan pulp yang seluruhnya menggunakan proses mekanis,

misalnya dengan grinding dan milling. Pulp yang dihasilkan dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu mechanical pulp unbleached dan bleached.

b. Proses Kimia

Bahan baku setelah ukurannya dikurangi, dimasak dalam suatu tempat

(reaktor) yang bertekanan dan dicampur dengan bahan kimia. Setelah proses

pemutihan akan diperoleh dua macam pulp, yaitu chemical pulp bleached

(pulp putih) dan unbleached (pulp coklat).

c. Proses Semi Kimia

Proses pembuatan pulp yang melalui dua tahap proses yaitu proses mekanis


(18)

Untuk memperoleh pulp dengan kandungan selulosa tinggi, selulosa harus

dipisahkan dari komponen lignoselulosa lainnya. Jika dibandingkan dengan

hemiselulosa, selulosa relatif mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap asam,

karena selulosa mempunyai struktur kristal dan ikatan hidrogen yang kuat. Untuk

memisahkan selulosa dari hemiselulosa dan lignin, ada dua proses utama yang

harus dilakukan yaitu hidrolisis hemiselulosa dan delignifikasi untuk melarutkan

lignin.

2.3 Pemutihan Pulp

Pemutihan pulp dilakukan untuk meningkatkan mutu kertas yang dihasilkan.

Menurut Panshin dkk. (1957), pulp hasil pemasakan masih kelihatan berwarna

gelap. Hal ini disebabkan masih adanya sejumlah kecil zat-zat non selulosa

(lignin, hemiselulosa, bermacam-macam ekstraktif, tanin dan resin). Dence dan

Reeve (1996) mengemukakan bahwa pemutihan (bleaching) adalah proses kimia

yang diaplikasikan pada materi yang mengandung selulosa untuk meningkatkan

kecerahannya.

Menurut Batubara (2006) pada proses pemutihan terdapat dua macam bahan

kimia yang dapat digunakan, yaitu:

1. Oksidator, fungsinya untuk mendegradasi lignin dari gugus kromofor.

Biasanya digunakan oksidator kuat seperti, klor, peroksida, hipoklorit, dan


(19)

11 2. Alkali, digunakan untuk mendegradasi lignin dengan cara hidrolisa dan

melarutkan gugus gula sederhana yang masih bersatu dalam pulp. Alkali yang

digunakan biasanya basa kuat yaitu NaOH.

Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pemutihan antara lain :

1. Konsentrasi, reaksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi

bahan kimia pemutih atau konsentasi pulp yang akan diputihkan.

2. Waktu reaksi, umumnya bahan kimia pemutih akan lebih reaktif dengan

memperpanjang waktu reaksi, akan tetapi waktu yang terlalu lama pun akan

merusak rantai selulosa dan hemiselulosa.

3. Suhu, peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan reaksi pemutihan.

Penggunaan suhu sangat tergantung pada bahan kimia pemutih yang

digunakan, secara umum menggunakan suhu pemutihan berkisar antara

20-110oC.

4. pH, merupakan pengaruh yang sangat vital terhadap semua proses pemutihan.

Nilai pH tergantung pada bahan pemutih yang digunakan.

Dalam pemutihan perlu dipertimbangkan hal-hal yang dapat menyebabkan

kerusakan selulosa karena oksidasi. Oleh karena reaksi oksidasi dapat

menyebabkan kerusakan pada selulosa (degradasi serat), maka perlu diperhatikan

tingkat pemutihan, jumlah zat pemutih yang digunakan, suhu, waktu dan

peralatannya (Casey,1966). Pemilihan cara pemutihan tergantung dari proses

yang digunakan terhadap pulp dan derajat keputihan yang diinginkan (Panshin,

dkk., 1970). Cara pemutihan pulp kimia biasanya melibatkan klorinasi dan


(20)

Pemutihan dengan klorinasi merupakan proses yang paling sering digunakan

karena sifat selektivitasnya terhadap lignin dan lebih murahnya klorin

dibandingkan dengan bahan kimia yang lain. Tetapi, masalah lingkungan yang

ditimbulkannya adalah buangan dari tahap klorinasi adalah buangan yang

mengandung padatan dimana hanya sebagian yang dapat terdegradasi secara

biologis serta sifat toksik yang ditimbulkannya sehingga dapat mencemari

lingkungan. Cara lain yang dapat digunakan dalam pemutihan pulp adalah

dengan menggunakan ozon. Kelemahan dari proses ini adalah biaya yang

diperlukan lebih mahal dibandingkan dengan proses lain.

Menurut Casey (1952), bahan aktif pemucat dalam proses pemucatan pulp dengan

peroksida adalah ion OOH- yang berasal dari ionisasi H2O2. Ion ini menyerang

lignin dan bahan-bahan pewarna lain dalam pulp secara selektif. Sedangkan

Gierer dan Imsgard (1977) mengemukakan bahwa OOH- mengoksidasi gugus

kromofor pada lignin. Dalam pemutihan perlu dipertimbangkan hal-hal yang

dapat menyebabkan kerusakan selulosa, karena oksidasi hal tersebut dapat

menurunkan jumlah rendemen pulp yang dihasilkan.

2.4 Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis Jacques

Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang

memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah

gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan di


(21)

13 H2O2 tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam

air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil

dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun. Hidrogen peroksida

bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent pada industri pulp,

kertas, dan tekstil (Anonima, 2007).

Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang

lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu

yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan

kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen

peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa,

maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Kebutuhan

industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun (Anonima,

2007).

Hidrogen peroksida termasuk zat oksidator yang bisa digunakan sebagai pemutih

pulp yang ramah lingkungan. Disamping itu, hidrogen peroksida juga mempunyai

beberapa kelebihan antara lain pulp yang diputihkan mempunyai ketahanan yang

tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi asam, hidrogen

peroksida sangat stabil, pada kondisi basa mudah terurai. Peruraian hidrogen

peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu. Zat reaktif dalam sistem pemutihan

dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah perhydroxyl anion (HOO-)


(22)

2.5 Selulosa

Selulosa adalah polisakarida linier dengan rantai cukup panjang,tidak larut dalam

air, asam dan basa encer pada suhu kamar, namun larut dalam asam sulfat atau

HCl pekat. Selulosa tersusun atas glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1-4

Flikosida. Selulosa merupakan penyusun utama dinding sel tanaman yang

berbentuk serat dan berwarna putih. Rumus molekul selulosa (C6H10O5)n dimana

n adalah derajat polimerisasi (Sugesti, 2009).

Selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan

dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% yaitu:

1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat

polimerisasi) 600-1500. Selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu

tingkat kemurnian selulosa.

2. β Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila

dinetralkan.

3. Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15.

α k k t y t . α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan

propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan


(23)

15 Selulosa merupakan komponen tanaman yang terbesar dan merupakan komponen

penting yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas dan merupakan

polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas

ß-D-glukosa dan dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur utama dinding

sel tumbuhan karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur molekulnya

(Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Sjostrom (1981), selulosa merupakan

homopolisakarida yang tersusun atas unit ß-D-glukopiranosa yang terikat satu

sama lain dengan ikatan glikosida. Struktur kimia selulosa dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk serat, microfibril, dan selulosa pada dinding sel

Sumber : Anonimb (2007)

Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di

alam. Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear

t t β-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril

dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai


(24)

rantainya. Sebagai sumber serat, rumput laut cukup potensial untuk di

kembangkan menjadi pulp karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi

(Tarmansyah, 2007). Perbandingan komposisi serat alam dapat dilihat seperti

pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Komposisi kimia serat alam

Nama Selulosa Hemiselulosa Lignin Ket

Abaka 60-65 6-8 5-10 Pisang

Coir 43 1 45 Sabut Kelapa

Kapas 90 6 - Bungkus, Biji

Flax 70-72 14 4-5 -

Jute 61-63 13 3-13 -

Mesta 60 15 10 -

Palmirah 40-50 15 42-45 -

Nenas 80 - 12 Daunnya

Rami 80-85 3-4 0,5-1 Kulit Batang

Sisal 60-67 10-15 8-12 Daun

Strawberi 40 28 18 -

Sumber: Dephan (2007)

2.6 Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman

dan tergolong senyawa organik (Simanjuntak,1994). Casey (1960)menyatakan

bahwa hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah

mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya

jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam


(25)

17

Gambar 2. Struktur penyusun hemiselulosa

Sumber: Anonimb (2007)

Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam

alkali tapi sukar larut dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya.

Hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil

hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis

hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno,

1984).

Menurut Hartoyo (1989 dalam Hidayati, 2000) hemiselulosa tersusun dari

gabungan gula-gula sederhana dengan lima atau enam atom karbon. Degradasi

hemiselulosa dalam asam lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi, dan

hidrolisis dalam suasana basa tidak semudah dalam suasana asam (Achmadi ,

1980). Mac Donal dan Franklin (1969) menyatakan bahwa adanya hemiselulosa

mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat selama

proses mekanis dalam air.

Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku sebagai

perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman


(26)

mengembang, larut dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam alkali.

Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antar

serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal.

Pada saat proses pemasakan berlangsung, hemiselulosa akan melunak, dan pada

saat hemiselulosa melunak, serat yang sudah terpisah akan lebih mudah menjadi

berserabut (Indrainy, 2005).

2.7 Lignin

Lignin merupakan komponen kedua terbesar setelah selulosa dan berfungsi

sebagai perekat antar serat, dan memberi kekuatan pada bentuk batang pisang.

Lignin bersifat termoplastik, dapat melunak pada suhu tinggi (120oC). Lignin

merupakan bahan adesif yang sangat efektif dan ekonomis, yang berperan sebagai

bahan pengikat. Lignin juga dikenal sebagai bahan baku yang mampu mengikat

ion logam, serta mencegah logam untuk bereaksi dengan komponen lain dan

menjadikannya tidak larut dalam air (Indrainy, 2005).

Lignin merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami oksidasi.

Lignin dibutuhkan pada kayu dengan tujuan konstruksi karena dapat

meningkatkan kekerasan atau kekuatan kayu, tetapi tidak dibutuhkan dalam

industri kertas karena lignin sangat sukar dibuang dan membuat kertas menjadi

kecoklatan atau coklat karena sifat aslinya dan pengaruh oksidasi (Batubara,

2006). Lignin adalah salah satu substansi utama yang terdapat dalam kayu


(27)

19 unit dasar penyusun lignin adalah koniferil alkohol, sinapil alkohol dan para

kuramil alkohol. Unit dasar penyusun lignin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Unit dasar penyusun lignin

Sumber : Nugraha (2003)

Menurut Keneth (1970 dalam Hidayati, 2000), lignin berpengaruh terhadap proses

pulping maupun mutu pulp dan kertas, yaitu dapat menyulitkan dalam proses

penggilingan, menyebabkan pulp berkekuatan rendah, sulit diputihkan, dan kertas

yang dihasilkan bersifat kaku, warnanya kuning dan mutunya rendah. Menurut

Casey (1960), hilangnya lignin sangat diinginkan karena lignin mengganggu

ikatan serat sehingga pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan yang rendah, begitu

juga dengan kecerahan yang rendah dan warna yang tidak baik. Berbeda dengan

selulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari

gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari

2-3 karbon. Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang

berupa fenol, terutama kresol (Anonimb,2007).

CH2OH

CH CH

CH2OH

CH CH

CH2OH

CH CH

OCH3

OH

H3CO

OH

OCH3

OH


(28)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/ Biokimia Hasil Pertanian

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan September

2011 sampai dengan November 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rumput laut Eucheuma cottonii,

asam asetat, H2SO4, aquades, H2O2, kain saring, alumunium foil, serta bahan

analisis lainnya.

Alat yang digunakan adalahalat-alat gelas, timbangan analitik, cawan porselin,

desikator, corong, oven, shaker waterbath, termometer, hot plate, furnace serta

alat-alat analisis lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap

(RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan menggunakan dua faktor,

yaitu faktor pertama adalah rasio larutan pemasak (R) yang terdiri dari tiga taraf


(29)

21 konsentrasi hidrogen peroksida (H) yang terdiri dari empat taraf yaitu 0% (H0),

2% (H1), 4% (H2), dan 6% (H3).

Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji

dengan Uji Tuckey. Data hasil pengamatan sifat kimia pulp berbasis ampas

rumput laut Eucheuma cottonii dilakukan sidik ragam untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji BNT 1%

dan 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu karakterisasi ampas rumput

laut Eucheuma cottonii dan karakterisasi pulp acetosolv ampas rumput laut yang

dihasilkan. Karakterisasi ampas rumput laut dilakukan terhadap ampas rumput

laut Eucheuma cottonii hasil ekstraksi yang dikemudian di analisis sifat kimianya,

meliputi kadar air, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dan karakterisasi pulp

acetosolv dilakukan terhadap pulp hasil pemasakan dan pemutihan untuk

mendapatkan rasio larutan pemasak dan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2)

yang menghasilkan sifat kimia pulp terbaik.

3.4.1 Ekstraksi ampas rumput laut

Untuk mendapatkan ampas rumput laut Eucheuma cottonii dilakukan ekstraksi


(30)

Gambar 4. Diagram alir ekstraksi ampas rumput laut

3.4.2 Pembuatan pulp acetosolv

Pulp acetosolv dibuat dengan tiga perlakuan rasio larutan pemasak (asam asetat) :

ampas rumput laut berbeda, yaitu 2:1, 4:1, dan 6:1 dimana konsentrasi larutan

pemasak asam asetat 80% pada suhu pemasakan 85oC selama 1 jam. Diagram alir

pembuatan pulp acetosolv dapat dilihat pada Gambar 5. Rumput laut kering

Penimbangan

Pemasakan (1:20), t = 30 menit

Pemerasan

Filtrat Ampas


(31)

23

Gambar 5. Diagram alir pembuatan pulp acetosolv

3.4.3 Pemutihan dan pencucin pulp ampas rumput laut

Pulp ampas rumput laut hasil pemasakan secara acetosolv dilakukan pemutihan

dengan menggunakan perlakuan konsentrasi hidrogen peroksida (pH 6,2) berbeda

yaitu 0% (H0), 2% (H1), 4% (H2), dan 6% (H3) (v/v). Pulp dipanaskan dengan

shaker waterbath pada suhu 85o C selama 3 jam. Kemudian dilakukan pencucian

dan pengeringan pada suhu kamar.

Pulp hasil pemasakan selanjutnya dicuci dengan menggunakan air setelah itu

dihitung rendemennya. Diagram alir pemutihan pulp dapat dilihat pada Gambar 6.

Pulp acetosolv

Pemasakan dengan perbandingan larutan pemasak : ampas rumput laut 2:1 (R1),

4:1 (R2), 6:1 (R3), T=85oC, t = 60’

Pencucian Penyaringan

Pengeringan suhu kamar Ampas rumput laut

Asam asetat 80%

Air


(32)

Gambar 6. Diagram alir pemutihan pulp

Sumber : Hidayati (2000) yang dimodifikasi tanpa pembuatan lembaran

3.5 Pengamatan

Lembaran pulp yang belum diputihkan dan sudah diputihkan selanjutnya diuji

sifat kimia yang meliputi rendemen, kadar air (AOAC, 1995), kadar selulosa,

hemiselulosa, lignin, (Datta, 1983) dan kadar abu (SNI 0442-2009).

3.5.1 Rendemen

Pulp hasil pemutihan ditimbang dalam keadaan basah (A gram), kemudian di

ambil contoh pulp sebanyak B gram dan dikeringkan dalam oven suhu 102oC

selama 3 jam, dinginkan dalam desikator kemudian dimasukkan kembali ke dalam

oven suhu 102oC selama 30 menit, dinginkan dalam desikator dan ulangi

Pencucian Penyaringan

Pulp terputihkan

Pemutihan dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, dan 6 % (v/v), T = 85oC, t = 3 jam

Pengamatan sifat kimia Pengeringan suhu kamar

Pulp acetosolv

H2O2

30%


(33)

25 pengeringan dalam oven sampai bobotnya konstan (selisih penimbangan  0,02 mg), dan diperoleh C gram.

Rendemen pulp dapat dihitung dengan rumus :

= C ⁄ 00

Dimana :

A = Bobot total pulp basah

B = Bobot contoh pulp basah

C = Bobot contoh pulp kering tanur

Y = Bobot ampas rumput laut

3.5.2 Kadar air

Pengamatan kadar air mengunakan metode AOAC (1995). Cawan porselen

dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator, dan

ditimbang. Sebanyak kurang lebih 3 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan,

dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 3 jam, lalu didinginkan

dalam desikator, kemudian ditimbang.

Rumus menghitung kadar air :

= ( ) 00

Keterangan : W = Berat cawan + sampel sebelum dioven (g)

W1 = Berat cawan + sampel setelah dioven (g)


(34)

3.5.3 Analisis selulosa, hemiselulosa dan lignin

Analisis selulosa, hemiselulosa, dan lignin dilakukan dengan Metode Datta

(1981). Sebanyak 1 gram bahan kering (berat konstan) dimasukkan dalam gelas beker dan ditambah aquades 150 ml. Panaskan selama 2 jam di dalam penangas

suhu 100oC. Saring dan cuci dengan aquades sampai volume filtrat 300 ml.

Kemudian residu dikeringkan pada oven bersuhu 105oC hingga beratnya konstan

(a). Residu kering (a) dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml ditambah 150 ml

H2SO4 1N, kemudian dipanaskan pada penangas air 100oC selama 1 jam.

Kemudian dilakukan penyaringan dan residu dicuci dengan aquades panas sampai

volume filtrat 300 ml. Residu dikeringkan hingga beratnya konstan dan

ditimbang (b). Selanjutnya residu kering (b) dimasukkan lagi ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 10 ml H2SO4 72%. Direndam, selama 4 jam

pada suhu kamar kemudian ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N (untuk pengenceran),

dipanaskan pada penangas air suhu 100oC selama 2 jam. Dilakukan penyaringan

dan dicuci dengan aquades panas hingga volume filtrat 400 ml. Residu

dikeringkan hingga beratnya konstan dan ditimbang (c). Residu (c) tersebut

kemudian diabukan selama 6 jam (600oC).

Kadar Hemiselulosa dapat dihitung dengan rumus:

= t 00

Kadar Selulosa dapat dihitung dengan rumus:


(35)

27 Kadar Lignin dapat dihitung dengan rumus:

= t t 00

3.5.4 Kadar abu

Kadar abu merupakan massa residu yang tertinggal setelah contoh pulp diabukan

dalam tanur pada suhu (525 ± 25)°C (SNI 0442:2009). Analisis kadar abu

dilakukan sesuai dengan SNI 0442:2009. Cawan kosong dipanaskan dalam tanur

selama 30 menit sampai 60 menit pada suhu (525 ± 25)°C. Kemudian cawan

kosong tersebut dipindahkan ke dalam oven bersuhu (105 ± 3)°C selama 1 jam.

Dinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar (15 menit sampai 30

menit). Cawan kosong ditimbang sampai diperoleh berat tetap (A). Selanjutnya

contoh uji yang telah diketahui kadar airnya (B) ditimbang juga. Cawan yang

telah berisi contoh uji dimasukkan ke dalam tanur dan abukan pada suhu (525 ±

25) oC selama 3 jam. Lalu cawan yang telah berisi abu dipindahkan ke dalam

oven bersuhu (105 ± 3) oC selama 1 jam. Cawan berisi abu tersebut kemudian

didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar (15 menit sampai 30

menit). Selanjutnya cawan dan abu sampai ditimbang dan diperoleh berat tetap

(C) dengan beda berat penimbangan maksimal 0,2 mg.

Kadar abu dihitung menurut rumus sebagai berikut:


(36)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil

beberapa simpulan:

1. Rasio larutan pemasak berpengaruh terhadap kadar rendemen, kadar air, kadar

selulosa, kadar hemiselulosa, kadar lignin, dan kadar abu pulp ampas rumput

laut yang dihasilkan. Hasil terbaik rasio larutan pemasak dan ampas rumput

laut diperoleh pada rasio 2:1 dengan kadar rendemen 63,46%, kadar air

95,57%, kadar selulosa 59,15%, kadar hemiselulosa 12,14%, kadar lignin

16,07%, dan kadar abu 1,67%.

2. Konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) berpengaruh terhadap kadar

hemiselulosa, kadar lignin, dan kadar abu pulp yang dihasilkan, namun tidak

berpengaruh terhadap kadar rendemen, kadar air dan kadar selulosa pulp

ampas rumput laut yang dihasilkan. Hasil terbaik konsentrasi H2O2 diperoleh

dari konsentrasi H2O2 2% dengan kadar rendemen sebesar 60,57%, kadar air

95,94%, kadar selulosa 59,08%, kadar hemiselulosa 11,22%, kadar lignin

15,61%, dan kadar abu 1,43%.

3. Interaksi antara rasio larutan pemasak dan konsentrasi hidrogen peroksida


(37)

44 kadar hemiselulosa, kadar lignin, dan kadar abu pulp ampas rumput laut yang

dihasilkan.

5.2 Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh rasio larutan

pemasak dan penambahan H2O2 terhadap sifat fisik pada pulp acetosolv ampas

rumput laut. Dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemutihan dengan


(38)

PENGARUH RASIO LARUTAN PEMASAK DAN

KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H

2

O

2

)

TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS

AMPAS RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

Oleh

ERFAN ARDITHA PRIYOGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(39)

(40)

PENGARUH RASIO LARUTAN PEMASAK DAN

KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA (H

2

O

2

)

TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS

AMPAS RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

(Skripsi)

Oleh

ERFAN ARDITHA PRIYOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(41)

(42)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bentuk serat, microfibril, dan selulosa pada dinding sel ... 15

2. Struktur penyusun hemiselulosa ... 17

3. Unit dasar penyusun lignin... 19

4. Diagram alir ekstraksi ampas rumput laut ... 22

5. Diagram alir pembuatan pulp acetosolv ... 23

6. Diagram alir pemutihan pulp ... 24

7. Kadar rendemen pulp acetosolv pada beberapa rasio larutan pemasak dan ampas rumput laut Eucheuma cottonii ... 30

8. Kadar air pulp acetosolv pada beberapa rasio larutan pemasak dan ampas rumput laut Eucheuma cottonii ... 32

9. Kadar hemiselulosa pulp acetosolv pada beberapa rasio larutan pemasak dan ampas rumput laut Eucheuma cottonii ... 35

10. Kadar hemiselulosa pulp acetosolv pada beberapa konsentrasi H2O2 .. 37

11. Kadar lignin pulp acetosolv pada beberapa konsentrasi H2O2 ... 39

12. Kadar abu pulp acetosolv pada beberapa rasio larutan pemasak dan ampas rumput laut Eucheuma cottonii ... 41

13. Kadar abu pulp acetosolv pada beberapa konsentrasi H2O2 ... 42

14. Rumput laut kering Eucheuma cottonii ... 76

15. Rumput laut Eucheuma cottonii hasil perendaman ... 76

16. Proses penimbangan rumput laut ... 77


(43)

xi

18. Ampas rumput laut hasil ekstraksi ... 78

19. Proses pulping ... 78

20. Filtrat larutan pemasak hasil pulping ... 79

21. Proses bleaching dalam Shaker Waterbath ... 79


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 1980. Organosolv Pulping of Aspen Chips. A Research Report Department of Forestry.

Adrianto. 2010. Rumput Laut Bahan Alternatif Membuat Kertas.

http://suarausuonline.com/web/index.php?option=com_content&task=view &id=126&Itemid=64. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011.

Anggadiredjo. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anonima . 2007. Hidrogen Peroksida. http://Sifat-sifat H2O2.com/2009/hidrogen

peroksida.html. Diakses pada tanggal 5 April 2011.

Anonimb. 2007. Lignin: dari Wikipedia Indonesia . Diakses dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Lignin. Diakses pada tanggal 1 Januari 2011.

Anonimc. 2008. Kertas Masa Depan dari Laut, Tidak Lagi dari Hutan.

http://tekameli.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 9 Februari 2011.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry, Official Analytical Chemistry, Washington D.C.

Aziz, S. and K. Sarkanen. 1989. Organosolv pulping - a review. J. TAPPI. March 1989.

Batubara, R. 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan. Fakultas Pertanian. Karya Tulis. Universitas Sumatra Utara. Hal 1-6.

Casey, J.P. 1952. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. John and Wiley and Son. New York.

Casey, J.P. 1960. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. John and Wiley and Son. New York. 2039 hlm.

Casey, J.P. 1966. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Vol V1: Pulping and Bleaching. 2nd Edition. Interscience Publisher, Inc. New York.

Clark, J.B. 1985. Pulp Technology and Treatment for Paper. Miller Freeman Publ. Inc. Sn Francisco


(45)

46 Damardono, H. 2007. Kertas dari Rumput Laut, Mengapa Tidak?

http://www.rumputlaut.org/index.php?option=com_content&view=article&i d=125:kertas-dari-rumput-laut-mengapa-tidak&catid=1:latest-news. Diakses pada tanggal 26 Maret 2011.

Dence, C.W. dan D.W. Reeve. 1996. Pulp Bleaching, Principle and Practice. TAPPI Press. Atlanta, Georgia 9.

Deperindag dan APKI. 2001. Industri pulp dan kertas 2003: Realisasi 1999-2000 dan Proyeksi 2001-2003. Direktorat Industri Pulp dan Kertas. Jakarta.

Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastuktur, Reaksi-reaksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 77-545.

Fuadi, A.M., B.S. Wahyudi., Rochmadi, dan Suryo, P. 2008. Pengaruh suhu dan waktu pada pemutihan pulp dengan hidrogen peroxida. ISSN1410-9891. Hal 3.

Gierer, J dan Imsgard, F. 1977. Svens Pappestid. J. TAPPI 80 (16): 501.

Goyal, S.K. 1994. Bagasse Bleaching Parameter Optimazition Pay. IPPTA Vol 6 (3)

Hidayati, S. 2000. Pemutihan Pulp Ampas Tebu sebagai Bahan Dasar Pembuatan CMC. J. Agrosains vol:13 (1). Hal 59 - 78.

Hidayati, S. 2009. Mempelajari Pembuatan Pulp Acetocell dari Ampas Tebu dan Pemutih Terhadap Sifat Pulp yang Dihasilkan.

http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/06/mempelajari-pembuatan-pulp-

acetocell-dari-ampas-tebu-dan-pemutih-terhadap-sifat-pulp-yang-dihasilkan/. Diakses pada tanggal 12 September 2011.

Indrainy, M. 2005. Kajian Pulping Semimekanis dan Pembuatan Handmade Paper Berbahan Dasar Pelepah Pisang. Fakultas teknologi Pertanian Institut pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.

Istini. 1986. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. J. Penelitian BPPT. Jakarta.

Mac Donald, R. G. dan J. N. Franklin. 1969. The Pulping Wood. 2nd. Ed (1). Mc Graw-Hill Book Company. New York. 69 hlm. Hal 50 – 62.

Nimz HH dan Casten R (1986b) Holzaufschluss mit essigsaure. DE patent 34.45.132.A1.

Nugraha, Y. P. 2003. Pengaruh Konsentarasi Larutan Pemasak dan Nisbahnya dengan Bobot Bagase terhadap Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Bagase (Acetosolv). Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung. 58 hlm.


(46)

Oktarina, I. 2009. Pengaruh Konsentrasi Dua Jenis Bahan Pemutih terhadap Sifat Kimia dan Warna Serat Batang Pisang. Skripsi. Teknologi hasil Pertanian Universitas Lampung. 58 hlm.

Panshin, A.J, E.S. Harran, J.J. Baker, dan P.B. Proctor. 1957. Forest Product. Mc Graw Hill Book Publisher, Inc. New York.

Pari. G, dkk. 2005. Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Tanaman dari Jawa Barat. J. Penelitian Hasil Hutan. Hal 1-23.

Riyanto, B. et. al. 1998. Cookies Berkadar Serat Tinggi Substitusi Tepung Ampas Rumput Laut dari Pengolahan Agar-agar Kertas. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 1 (9) : 47-57.

Ropiah, S. 1993. Sifat-Sifat Pulp Organosolv dri Kayu Pinus Merkusii Jungh et De Tirese dan Kayu Acacia Aurusculiformis. A. Cunn ex Benth. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanain Bogor. Bogor

Simanjuntak, H. M. 1994. Mempelajari Pengaruh Komposisi Larutan Pemasak dan Suhu Pemasakan pada Pengolahan Pulp Acetosolv Kayu Eucalyptus Deglupta. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 76 hlm.

Sjostrom, E. 1981. Kimia Kayu , Dasar-Dasar dan Penggunaan. Diterjemah oleh Hardjonosastro Hamidjojo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 390 hlm.

Sutiya, B. 2002. Kandungan Kimia Kayu Acacia Crassisarpa A. Cunn Ex Benth. Pada Berbagai Umur. J. Buletin Kehutanan (5) : 23-30.

Syafii W. 2000. Sifat Pulp Daun Kayu Lebar dengan Proses Organosolv. J. Teknologi Industri Pertanian 10 (2): 54-55.

Tarmansyah, U. S. 2007. Pemanfaatan Serat Rami untuk Pembuatan Selulosa. Diakses dari http://buletinlitbang.dephan.gi.od tanggal 1 Januari 2010.

Triswanto. 2009. Membuat Kertas dari Alga Sebagai Konversi Pulp dari Pohon. http://yogatriswanto.blogspot.com/2009/10/membuat-kertas-dari-alga-sebagai.html. Diakses pada tanggal 5 April 2011.

Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustak Utama. Jakarta. 253 hlm.

Wirawan, dkk. 2010. Pulp Rami Putih sebagai Bahan Baku Kertas. J. Balai Besar Pulp dan Kertas : 57-63.

Young, R.A. and M. Akhtar.1998. Environmentally Friendly Technologies for the Pulp and Paper Industry. John Willey & Sons,Inc.


(47)

48 Zuidar, A.S. dan S. Hidayati. 2007. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak dan

Nisbahnya dengan Bobot Bagase terhadap Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Bagase (Acetosolve). Agritek. Universitas Lampung. Vol. 15, No 3.


(48)

Judul Skripsi : PENGARUH RASIO LARUTAN PEMASAK DAN KONSENTRASI HIDROGEN

PEROKSIDA (H2O2) TERHADAP SIFAT

KIMIA PULP BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

Nama Mahasiswa : Erfan A Priyogi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714051047

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. Ir. Zulferiyenni, M.T.A. NIP. 19680210 199303 1 003 NIP. 19620207 199010 2 001

2. Ketua Jurusan

Dr. Eng. Ir. H. Udin Hasanuddin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(49)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. A. Sapta Zuidar, M.P.

Sekretaris : Ir. Zulferiyenni, M.T.A.

Penguji

Bukan pembimbing : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(50)

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 27 Mei 1990, sebagai anak tunggal

dari Bapak Amran SM dan Ibu Elvy Yanti.

Jenjang pendidikan penulis dimulai tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Gajah

Mada dan diselesaikan pada tahun 1996. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2

Rawalaut (Teladan) Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2002.

Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bandar Lampung

diselesaikan pada tahun 2004 (Program Akselerasi). Pendidikan Sekolah

Menengah Atas Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007.

Tahun 2007 penulis mendaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis

pernah menjadi asisten praktikum dan responsi beberapa mata kuliah, seperti

Bahasa Inggris Profesi, Teknologi Industri Hasil Hewani, Teknologi Pati dan

Gula, Teknologi Hasil Perikanan, dan Rancangan Percobaan pada tahun ajaran

2010/1011.

Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternakan

Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung Selatan, Jawa Barat dengan

judul Identifikasi Hazard Analysis Critical ControlPoint (HACCP) pada

Pengolahan Susu Dingin dan Susu Pasteurisasi di Koperasi Peternakan Bandung


(51)

Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu di Himpunan

Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lampung (HMJ THP FP Unila). Penulis pernah menjadi Sekretaris Bidang I

Pendidikan dan Penalaran HMJ THP FP Unila pada periode kepengurusan

2009/2010 dan penulis juga pernah menjadi Ketua Bidang I Pendidikan dan

Penalaran HMJ THP FP Unila periode 2010/2011.


(1)

47 Oktarina, I. 2009. Pengaruh Konsentrasi Dua Jenis Bahan Pemutih terhadap Sifat

Kimia dan Warna Serat Batang Pisang. Skripsi. Teknologi hasil Pertanian Universitas Lampung. 58 hlm.

Panshin, A.J, E.S. Harran, J.J. Baker, dan P.B. Proctor. 1957. Forest Product. Mc Graw Hill Book Publisher, Inc. New York.

Pari. G, dkk. 2005. Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Tanaman dari Jawa Barat. J. Penelitian Hasil Hutan. Hal 1-23.

Riyanto, B. et. al. 1998. Cookies Berkadar Serat Tinggi Substitusi Tepung Ampas Rumput Laut dari Pengolahan Agar-agar Kertas. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 1 (9) : 47-57.

Ropiah, S. 1993. Sifat-Sifat Pulp Organosolv dri Kayu Pinus Merkusii Jungh et De Tirese dan Kayu Acacia Aurusculiformis. A. Cunn ex Benth. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanain Bogor. Bogor

Simanjuntak, H. M. 1994. Mempelajari Pengaruh Komposisi Larutan Pemasak dan Suhu Pemasakan pada Pengolahan Pulp Acetosolv Kayu Eucalyptus Deglupta. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 76 hlm. Sjostrom, E. 1981. Kimia Kayu , Dasar-Dasar dan Penggunaan. Diterjemah oleh

Hardjonosastro Hamidjojo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 390 hlm.

Sutiya, B. 2002. Kandungan Kimia Kayu Acacia Crassisarpa A. Cunn Ex Benth. Pada Berbagai Umur. J. Buletin Kehutanan (5) : 23-30.

Syafii W. 2000. Sifat Pulp Daun Kayu Lebar dengan Proses Organosolv. J. Teknologi Industri Pertanian 10 (2): 54-55.

Tarmansyah, U. S. 2007. Pemanfaatan Serat Rami untuk Pembuatan Selulosa. Diakses dari http://buletinlitbang.dephan.gi.od tanggal 1 Januari 2010. Triswanto. 2009. Membuat Kertas dari Alga Sebagai Konversi Pulp dari Pohon.

http://yogatriswanto.blogspot.com/2009/10/membuat-kertas-dari-alga-sebagai.html. Diakses pada tanggal 5 April 2011.

Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustak Utama. Jakarta. 253 hlm.

Wirawan, dkk. 2010. Pulp Rami Putih sebagai Bahan Baku Kertas. J. Balai Besar Pulp dan Kertas : 57-63.

Young, R.A. and M. Akhtar.1998. Environmentally Friendly Technologies for the Pulp and Paper Industry. John Willey & Sons,Inc.


(2)

48 Zuidar, A.S. dan S. Hidayati. 2007. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak dan

Nisbahnya dengan Bobot Bagase terhadap Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Bagase (Acetosolve). Agritek. Universitas Lampung. Vol. 15, No 3.


(3)

Judul Skripsi : PENGARUH RASIO LARUTAN PEMASAK DAN KONSENTRASI HIDROGEN

PEROKSIDA (H2O2) TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

Nama Mahasiswa : Erfan A Priyogi Nomor Pokok Mahasiswa : 0714051047

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. Ir. Zulferiyenni, M.T.A. NIP. 19680210 199303 1 003 NIP. 19620207 199010 2 001

2. Ketua Jurusan

Dr. Eng. Ir. H. Udin Hasanuddin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. A. Sapta Zuidar, M.P.

Sekretaris : Ir. Zulferiyenni, M.T.A.

Penguji

Bukan pembimbing : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 27 Mei 1990, sebagai anak tunggal dari Bapak Amran SM dan Ibu Elvy Yanti.

Jenjang pendidikan penulis dimulai tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Gajah Mada dan diselesaikan pada tahun 1996. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Rawalaut (Teladan) Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004 (Program Akselerasi). Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007.

Tahun 2007 penulis mendaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum dan responsi beberapa mata kuliah, seperti Bahasa Inggris Profesi, Teknologi Industri Hasil Hewani, Teknologi Pati dan Gula, Teknologi Hasil Perikanan, dan Rancangan Percobaan pada tahun ajaran 2010/1011.

Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung Selatan, Jawa Barat dengan judul Identifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada

Pengolahan Susu Dingin dan Susu Pasteurisasi di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung, Jawa Barat


(6)

Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu di Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila). Penulis pernah menjadi Sekretaris Bidang I Pendidikan dan Penalaran HMJ THP FP Unila pada periode kepengurusan 2009/2010 dan penulis juga pernah menjadi Ketua Bidang I Pendidikan dan Penalaran HMJ THP FP Unila periode 2010/2011.