BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pendidikan karakter - UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PERMAINAN MONOPOLI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI LINGKUNGAN FISIK KELAS IV SD N 1

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pendidikan karakter Karakter seseorang dapat ditentukan dari bagaimana lingkungan

  orang tersebut sejak dini. Menurut Koesoema (dalam Suyadi, 2013: 6) karakter atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir. Scerenco (Samani dan Hariyanto 2011: 42) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.

  Karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat Suyadi (2013: 5-6). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang tercermin dalam perilaku

  8 sehari-hari baik itu perilaku yang buruk ataupun perilaku yang baik. Menurut Kementrian pendidikan Nasional, (dalam Suyadi 2013: 8-9) menyebutkan ada 18 nilai karakter bangsa yang digunakan sebagai upaya untuk membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah atau madrasah, 18 nilai karakter tersebut adalah:

  1. Religius

  10. Semangat kebangsaan

  2. Jujur

  11. Cinta tanah air

  3. Toleransi

  12. Menghargai prestasi

  4. Disiplin

  13. Bersahabat/komunikatif

  5. Kerja keras

  14. Cinta damai

  6. Kretaif

  15. Gemar membaca

  7. Mandiri

  16. Peduli lingkungan

  8. Demokrasi

  17. Peduli sosial

  9. Rasa ingin tahu

  18. Tanggung jawab Karakter sangatlah penting bagi seseorang, oleh karena itu pendidikan karakter harus diterapkan disetiap jenjang pendidikan.

  Pendidikan karakter menurut Megawangi dalam (Kesuma dkk 2011: 5) sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

  Gaffar dalam (kesuma dkk 2011: 5) Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.

  Scerenco dalam (Samani dan Hariyanto 2011: 45) memaknai pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari). Samani dan Hariyanto (2011: 45) mendefinisikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.

  Menurut Lickona (Suyadi 2013: 6) pendidikan karakter mencakup tiga unsur: a. Mengetahui kebaikan (knowing the good)

  b. Mencintai kebaikan (desairing the good)

  c. Melakukan kebaikan (doing the good) Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas mengenai pendidikan karakter maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah bentuk usaha yang diakukan untuk memperbaiki moralitas generasi muda yang dilakukan pada jalur pendidikan.

2. Kemandirian

  Indonesia memiliki banyak sekali nilai karakter yang penting untuk dimiliki seluruh warganya, salah satunya adalah nilai kemandirian.

  Mandiri merupakan salah satu nilai karakter yang ada pada 18 nilai karakter bangsa. penerapan nilai kemandirian dalam pendidikan tercantum dalam beberapa Undang-Undang, salah satunya adalah dalam Undang- Undang Bab II pasal 3 No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mana pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Kesten (dalam Nurhayati, 2011: 140) mengungkapkan bahwa kemandirian belajar tidak sama dengan autodidak. Kemandirian belajar bukan berarti belajar seorang diri, tetapi belajar dengan inisiatif sendiri, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain yang relevan untuk membuat keputusan penting dalam menemukan kebutuhan belajarnya. Mandiri berarti keadaan bisa berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain sehingga membuat kita bertumbuh menjadi pribadi yang sanggup mengatasi segala persoalan pribadi, orang yang mandiri adalah orang yang percaya pada kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab serta dapat mengatasi masalah Wijaya (2014 : 13).

  Menurut Steinberg (dalam Nurhayati, 2011: 130) kata mandiri diambil dari dua istilah, yaitu Autonomy dan independence. Independence secara umum menunjuk pada kemampuan individu melakukan aktivitas hidup, tanpa menggantungkan bantuan orang lain. Barnadib (dalam Nurhayati, 2011: 131) berpendapat, kemandirian mencakup “perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mempunyai rasa percaya diri, dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa menggantungkan diri terhadap bantuan orang lain.

  Menurut Desmita (2011: 185-186) kemadirian mengandung pengertian:

  a. Suatu kondisi seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.

  b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

  c. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.

  d. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

  Menurut Johnson dan Medinnus (dalam Nurhayati 2011: 131) kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan individu berfungsi otonom dan berusaha ke arah prestasi pribadi dan tercapainya suatu tujuan. Sunaryo kartadinata (dalam Nurhayati 2011: 131) mengemukakan bahwa kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi. Indikator kemandirian dapat dilihat pada table 2.1 dan 2.2 yang kemudian akan dijadikan acuan untuk membuat Skala Sikap kemandirian.

Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Kemandirian

  No Nilai Indikator

  1. Kemandirian

  a. Mencari sumber untuk menyelesaikan tugas sekolah tanpa bantuan pustakawan sekolah.

  b. Mengerjakan PR sendiri, tidak mencontoh orang lain. Sumber: kementrian Pendidikan Nasional (2011:26)

Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Kemandirian

  No Nilai Indikator

  1. Kemandririan Mampu mengatasi kesulitan memahami bahan ajar Mampu mengukur kemampuan dari belajar Interaksi peserta ajar dengan bahan ajar

  Sumber: Tahar dan Enceng (2006: 5) Merujuk pada beberapa pengertian kemandirian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan apa yang dibutuhkannya sendiri tanpa mengharap dan mengandalkan orang lain untuk memenuhinya.

3. Prestasi belajar

  a. Pengertian Prestasi Hasil belajar yang maksimal dapat ditandai dengan perolehan

  Prestasi belajar yang maksimal pula. Menurut Arifin (2011: 12-13) merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing- masing. Prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia.

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi focus utama yang harus dipertahankan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pembelajaran.

  Prestasi menurut Sudijono (2009: 434) dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan nilai akhir, sebab prestasi atau pencapaian peserta didik yang dilambangkan dengan nilai-nilai hasil belajar pada dasarnya mencerminkan sampai sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan bagi masing- masing mata pelajaran atau bidang studi. Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu Ahmadi dan Supriyono (2013:138).

  b. Pengertian Belajar Banyak praktisi pendidikan yang menyatakan pendapatnya mengenai pengertian belajar. Baharudin dan Wahyuni dalam teori belajar dan pembelajaran (2015: 13) menyatakan bahwa belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak lahir sampai akhir hayat. Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya Whittaker dalam (Aunurrahman 2010: 35).

  Slameto merumuskan pengertian belajar (dalam Djamarah 2002: 13) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Djamarah (2002: 13) juga mengungkapkan pendapatnya tentang pengertian belajar, dia mengungkapkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

  Syah (2008: 92) mengemukakan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memerhatikan beberapa prinsip belajar. Soekamto dan Winataputra dalam (Baharuddin dan Wahyuni 2015: 19) menyatakan prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1) Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif.

  2) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. 3) Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar. 4) Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.

  5) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami mengenai kata prestasi dan belajar. Prestasi adalah suatu pencapaian dari kegiatan yang telah dilakukan oleh seseorang. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan memperoleh perubahan dalam diri seseorang. Jadi, prestasi belajar adalah pencapaian seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan memperoleh perubahan dalam dirinya yang sifatnya lebih baik dari sebelumnya.

4. Model Pembelajaran

  a. Pengertian model pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media computer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan Joice (dalam Trianto 2010: 52) berpendapat. Joyce dan Weil (dalam Rusman 2012: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

  Aunurrahman (2010: 141) menyatakan bahwa pengembangan berbagai model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang sedang berlangsung. Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar, Soekamto dkk (dalam Al-Tabany 2014: 24). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara yang dipilih dan dilakukan oleh guru di dalam proses pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan belajar yang lebih baik dari sebelumnya.

5. Model Pembelajaran ARIAS

  a. Pengertian Model pembelajaran ARIAS merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar. Rahman dan Amri (2014: 2) menyatakan bahwa model pembelajaran ARIAS adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa berusaha untuk menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen yaitu Assurance (percaya diri), Relevance (sesuai dengan kehidupan siswa), Interest (minat dan perhatian siswa), Assesment (evaluasi), dan Satisfaction (penguatan).

  Ahmadi dkk (2011:69) juga mengatakan bahwa model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen pembelajaran itu adalah attention, relevance, convidence, dan satisfaction dengan akronim ARCS Keller dan Kopp (dalam Ahmadi dkk, 2011: 70)

  Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS, model ARCS sendiri sudah digunakan sebagai model pembelajaran khususnya di luar negeri. seperti yang dikatakan Connell (Bates 2015: 5) “The ARCS model can be used not only to design

  

motivating curricula that draws on students interest, but it can also be

used to base assessment on students motivational perceptions”. Model

  ARCS yang di maksud dalam jurnal tersebut adalah model yang tidak hanya dapat digunakan untuk merancang kurikulum motivasi yang berpusat pada ketertarika siswa. tetapi juga dapat digunakan untuk melakukan penilaian pada pendapat motivasi masing-masing diri siswa. b. Komponen Model Pembelajaran ARIAS 1) Assurance

  Menurut Keller (Ahmadi dkk, 2011: 7) assurance (percaya diri) yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil. Menurut Bandura yang dikutip oleh Gagne dan Driscoll (dalam Ahmadi dkk, 201:71-72) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan Petri (dalam Ahmadi dkk, 2011:72).

  Rahman dan Amri (2014:14) mengemukakan beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri sebagai berikut:

  a) Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. b) Mengemukakan suatu patokan atau standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan.

  c) Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan atau sesuai dengan kemampuan siswa.

  d) Memberi kesempatan kepada siswa secara mandiri dalam belajar dan melatih suatu keterampilan.

  2) Relevance Rahman dan Amri (2014: 15) mengemukakan bahwa

  

relevance berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa

  pengalaman sekarang atau yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang. Relevansi membuat siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka.

  Rahman dan Amri (2014:16) mengemukakan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan komponen relevansi ini adalah sebagai berikut: a) Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai.

  b) Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.

  c) Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai-nilai yang dimiliki siswa.

  3) Interest

  Interest adalah sesuatu yang berhubungan dengan minat

  dan perhatian siswa. Herndon ( dalam Ahmadi dkk, 2011: 74-75) menunjukkan adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Menurut Susanto (2014: 58) minat merupakan dorongan dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atas perhatian secara efektif, yang menyebabkan dipilihnya suatu objek atau kegiatan yang menguntungkan, menyenangkan, dan lama- kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya. Kegiatan pembelajaran akan berlangsung sesuai dengan tujuan yang sudah direncanakan apabila siswa minat dan memperhatikan materi yang disampaikan guru. Siswa akan terdorong mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat ketika ada minat dalam diri siswa.

  Rahman dan Amri (2014: 17) mengatakan terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:

  a) Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, dan menampilkan sesuatu yang aneh yang berbeda dari biasanya dalam pembelajaran.

  b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.

  c) Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran, misalnya variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.

  d) Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi.

  4) Assessment

  Assessment merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid.

  Bagi guru, assessment merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa, untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok, untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar Fajaroh dan Dasna (dalam Rahma dan Amri, 2014:18).

  Menurut Ahmadi dkk (2011: 76) terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain: a) Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.

  b) Memberikan evaluasi yang objektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.

  c) Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. d) Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.

  5) Satisfaction Rahman dan Amri (2014: 19) berpendapat bahwa

  

satisfaction merupakan segala hal yang berhubungan dengan rasa

  bangga dan puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar

  

satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah

  berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Menurut Ahmadi dkk (2011: 77)

  

satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas

  hasil yang dicapai. Menurut Keller dan Kopp (dalam Ahmadi dkk 2011: 77) berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsic di mana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik.

  Rahman dan Amri (2014:20) menjelaskan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa bangga pada siswa adalah sebagai berikut:

  a) Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun nonverbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang baru diperoleh dalam situasi nyata.

  c) Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal dan dihargai oleh para guru.

  d) Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami kesulitan/memerlukan bantuan dalam kerja kelompok. Jadi, model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi model pembelajaran ARCS yang dikembangkan oleh John M. Keller. Dalam model pembelajaran ARIAS mengandung komponen percaya diri, minat, kehidupan siswa, penilaian, rasa bangga. Dengan adanya ke lima komponen tersebut menjadikan model pembelajaran ARIAS tepat digunakan dalam pembelajaran.

  c. Langkah-Langkah Pembelajaran ARIAS Menurut Rahman dan Amri (2014:7-9), langkah-langkah yang dilakukan guru dalam menerapkan model pembelajaran ARIAS dengan menggunakan seting kooperatif Jigzaw adalah sebagai berikut: 1) Tahap Assurance (percaya diri)

  a) Pada tahap ini, guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan apersepsi kepada siswa, kemudian menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran, menekankan manfaat materi pembelajaran, meningkatkan kembali materi sebelumnya yang berhubungan.

  b) Guru mengajukan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. c) Siswa menanggapi pertanyaan yang diajukan guru berdasarkan gagasan awal yang dimiliki.

  d) Guru memberikan motivasi kepada siswa. 2) Tahap Relevance (berhubungan dengan dunia nyata)

  a) Pada tahap ini, guru menyuruh siswa untuk membuat kelompok dengan anggota 4-6 siswa, guru menyiapkan pertanyaan yang berkaitan dengan lingkungan kehidupan sehari-hari siswa, langsung disertai undian pertanyaan.

  b) Siswa yang mendapat undian yang sama berkumpul menjadi satu, dan begitu seterusnya.

  c) Siswa yang sudah selesai berdiskusi kemudian kembali ke kelompok asal dengan membawa hasil diskusi, begitu juga dengan teman yang lain sehingga semua kelompok bekerja dan tidak ada yang pasif.

  3) Tahap Interet (minat dan perhatian siswa)

  a) Pada tahap ini, setelah kembali ke kelompok asal dengan membawa hasil diskusi, kemudian mereka menjelaskan hasil diskusi kepada teman di kelompok asalnya, begitu juga dengan teman yang lain, jadi semua siswa bekerja dan tidak ada yang pasif, karena setiap anggota kelompok saling mempresentasikan hasil diskusi.

  b) Dalam kegiatan presentasi, siswa diharapkan mampu menggunakan media untuk menjelaskan hasil diskusi.

  4) Tahap Assessment (evaluasi)

  a) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi diri sendiri dari kelompok lain.

  b) Guru mengadakan evaluasi dan umpan balik terhadap kinerja siswa.

  c) Guru mengadakan evaluasi secara observasi pada saat siswa mempresentasikan hasil diskusinya.

  d) Guru menginformasikan hasil dari diskusi siswa. 5) Tahap Satisfaction (penguatan)

  a) Guru memberikan penghargaan kepada siswa secara individu maupun kelompok, baik secara verbal maupun nonverbal.

  b) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil diskusi.

  Merujuk pada langkah-langkah tersebut maka dala penelitian ini akan menerapkan model pembelajaran ARIAS dengan menggunakan permainan monopoli sebagai bentuk rangsangan mencapai salah satu komponen model pembelajaran arias yaitu Interest, penerapannya sebagai berikut:

  a) Tahap Assurance (percaya diri) (1) Guru menampilkan gambar tokoh inspiratif dan dengan memberikan kalimat-kalimat motivasi.

  (2) Bertanya jawab yang berhubungan dengan materi ataupun tentang hal lain.

  (3) Guru menanyakan tentang pelajaran sebelumnya. b) Tahap Relevance (berhubungan dengan dunia nyata) (1) Siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang materi lingkungan fisik.

  (2) Guru menunjukkan gambar lingkungan fisik yang di buku untuk kemudian menanyakan kepada siswa kesaamaan dengan yang ada di lingkungan rumah atau disekitar sekolah.

  c) Tahap Interest (minat dan (1) Siswa membentuk kelompok yang terbagi 3 kelompok dalam satu kelas.

  (2) Siswa bermain permainan monopoli.

  d) Tahap Assessment (evaluasi) (1) pada tahap ini, masing-masing kelompok memberikan penilaian kepada kelompok lain tentang kerjasama.

  (2) Siswa mengerjakan soal evaluasi.

  e) Tahap Satisfaction (penguatan) (1) Guru memberikan pujian kepada siswa (2) Guru dan siswa melakukan tanya jawab berkenaan dengan pembelajaran yang sudah berlangsung.

6. Permainan Monopoli

  Bermain merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak, dengan bermain anak akan merasa senang dan bersemangat. Anak tidak bisa dipaksakan berkonsentrasi terlalu lama dalam proses pembelajaran karena itu akan membuat jenuh yang berdampak materi yang diajarkan guru tidak bisa diterima dengan baik, untuk itu perlu diterapkan permainan dalam proses pembelajaran. Menurut Frobel (dalam Tedjasaputra 2001: 2) kegiatan bermain atau mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta mengembangkan pengetahuan mereka.

  Monopoly adalah salah satu permainan papan yang terkenal, digemari anak-anak dan mudah dalam memainkannya, Susanto dkk (dalam Faizaliwan 2012: 3). Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa permainan monopoly adalah salah satu jenis permainan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk dimainkan siswa agar semangat belajar siswa meningkat.

7. Ilmu Pengetahuan Alam

  Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang tidak terlalu sulit, tetapi akan menjadi sulit ketika guru tidak dapat melaksanakan pembelajaran yang tepat. Menurut Trianto (2011:141-143) secara umum

  IPA dipahami sebagai ilmu kealaman yaitu ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah- langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Tujuan dari pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan :

  a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

  c. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

  d. Sikap ilmiah, antara lain skeptik, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka, terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.

  e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

  f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.

  Crain dan Sund (dalam Wisudawati dan Sulistyowati 2014: 24) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Merujuk pada pengertian tersebut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 24) mengungkapkan bahwa IPA memiliki empat unsur utama, yaitu: a. Sikap: IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat. Persoalan IPA dapat dipecahkandengan menggunakan prosedur yang bersifat open ended . b. Proses: proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.

  c. Produk: IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.

  d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

  Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa proses pembelajaran mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. proses belajar mengajar IPA selama ini hanya menghafal fakta, prinsip, dan teori saja, sehingga perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya.

B. Hasil Penelitian Relevan

  Penelitian yang menggunakan model pembelajaran ARIAS sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa penelitian dalam pembelajaran IPA dan pembelajaran lainnya adalah :

1. Yuni Setiyowati tahun 2013, dengan judul skripsi “Penerapan Model

  Pembelajaran ARIAS untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri Pajang 1 No.93 Kecamatan Laweyan Kota Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013”. Dengan menggunakan penelitian PTK diperoleh hasil bahwa berdasarkan pembelajaran yang telah dilaksanakan sebanyak dua siklus, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ARIAS dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi benda dan sifatnya serta perubahan benda pada kelas V SD Negeri Pajang 1. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan motivasi belajar pra siklus terdapat 22 siswa (47,83 %), siklus I terdapat 28 siswa (60,87%), dan siklus II terdapat 38 siswa (82,61%). Sedangkan nilai hasil belajar siswa sebelum tindakan (pra siklus) yaitu sebesar 70,22 atau 58,20% siswa, siklus I adalah 73,91% atau 73,91% siswa dan siklus II menjadi 89,57% atau 91,30% siswa.

  2. Penelitian yang dilakukan oleh Komang Juniartini dkk pada tahun 2013, dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri 3 Banjar Jaw a”. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ARIAS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran ARIAS adalah 16.55 berada pada kategori sangat tinggi sedangkan skor hasil belajar

  IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 11,82 berada pada kategori sedang. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang menunjukkan bahwa t = 3,81

  hitung

  dan t tabel = 2,0057 hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa t hitung lebih besar dari t table sehingga hasil penelitian adalah signifikan.

  3. Penelitian yang dilakukan oleh Sa’adah dkk dengan judul “Penerapan Model ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assesment and

  Satisfaction ) dalam Pembelajaran TIK (Teknologi Informasi dan

  Komunikasi) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Hasil penelitian tersebut berdasarkan dari analisis data skor Gain, pada taraf signifikansi 5% dan dk = 39 diperoleh harga t tabel = 1,685 . Dari hasil perhitungan di dapat t hitung = 6,645 . Maka hasilnya sebagai berikut t hitung tabel =

  = 6,645 ≥ t 1,685. Hal ini berarti H ditolak, dan H diterima, yang menunjukkan

  1

  bahwa peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran ARIAS lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran ARIAS lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran tradisional.

  Hasil penelitian relevan yang sudah dituliskan tersebut, dari ketiganya terdapat perbedaan dengan penelitian yang baru akan dilakukan. Dua dari penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian Kuantitatif sedangkan penelitian yang baru akan dilakukan menggunakan jenis penelitian PTK.

  Perbedaan lain yang ada adalah variabel penelitian yang diambil, penelitian yang baru akan dilakukan mengambil variabel kemandirian dan prestasi belajar.

C. Kerangka Berpikir

  Menurut hasil wawancara dengan guru kelas IV SD N 01 Cilongok, dijelaskan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA belum menggunakan model pembelajaran yang tepat, sehingga membuat kemandirian dan prestasi siswa dalam belajar rendah. Melihat kondisi yang terjadi perlu adanya pemilihan suatu model pembelajaran yang dirasa cukup tepat untuk diterapkan pada proses pembelajaran mata pelajaran

  IPA agar kemandirian dan prestasi belajar siswa dapat lebih tinggi.

  Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah, melihat kondisi awal siswa sebelum penerapan model pembelajaran ARIAS kemandirian dan prestasi belajar siswa rendah. melihat kondisi tersebut perlu diterapkan model pembelajaran ARIAS dalam pembelajaran. Setelah model pembelajaran ARIAS diterapkan, diharapkan 85% siswa kemandirian dan prestasi belajar siswa tinggi. sehingga kondisi akhir yang diperoleh adalah kemandirian dan prestasi belajar siswa meningkat.

  Bila dirumuskan dalam skema dapat digambarkan sebagai berikut:

  Sebelum menerapkan Kemandirian dan Kondisi Awal model pembelajaran prestasi belajar ARIAS siswa rendah

  Menerapkan model Diharapkan 85% Tindakan pembelajaran ARIAS kemandirian dan prestasi belajar siswa tinggi

  Kondisi Akhir Kemandirian dan prestasi belajar siswa meningkat

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir gambar 2.1, dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu kemandirian dan prestasi belajar IPA materi Lingkungan Fisik kelas IV SD N 01 Cilongok dalam pembelajaran IPA dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran ARIAS.

Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGS A W PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI 1 JEMBRANA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 54

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SISWA KELAS IV SD N 2 JAGABAYA 1 BANDAR LAMPUNG

1 9 48

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 41

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV.d SD N 09 PASAMAN Driva Susila SDN 09 Pasaman Email: drivasusila09gmail.com

1 1 12

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROJECT PADA SISWA KELAS X.1 SMA N 1 IV KOTO Arnimutia SMA N 1 IV Koto Email: arnimutiagmail.com

0 0 12

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN BIOLOGI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KUIS KARTU BERVARIASI PADA SISWA KELAS XI.IPA.4 IPA 4 SMAN 1 KINALI

0 1 10

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI SALATIGA 06 TAHUN PELAJARAN 20162017

0 1 17

UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN PADA SISWA KELAS V SD N 1 KAYUMAS KECAMATAN JATINOM

0 0 8

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA KELAS IV SD 1 GONDOHARUM KABUPATEN KUDUS

0 0 24