BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia (Lanjut Usia) 1. Definisi Lansia - Febi Nur Ekasari BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia (Lanjut Usia) 1. Definisi Lansia Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap

  perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah- pisahkan.

  Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya (Depkes RI, 2003 : 100).

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia (lansia) adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas. (Notoatmdjo, 2007)

  10

2. Aspek-aspek penduduk lansia

  Menurut Notoatmdjo (2007) batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, soaial, dan usia atau batasan usia yaitu : 1) Aspek Biologi

  Penduduk lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi perunahan struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ. Proses penuaan berbeda dengan “pikun” (demensia) yaitu perilaku aneh atau sifat pelupa dari seseorang di usia tua. Pikun merupakan akibat dari tidak berfungsinya beberapa organ otak yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.

  2) Aspek Ekonomi Aspek ekonomi menjelaskan bahwa penduduk lansia dipandang lebih sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi pembangunan. Warga tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda.

  Bagi penduduk lansia yang masih memasuki lapangan pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas rendah.

  3) Aspek Sosial Dari sudut pandang social, penduduk lansia merupakan kelompok sosial tersendiri. Di Negara Barat, penduduk lansia menduduki strata social di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia seperti Indonesia, penduduk lansia menduduki kelas social yang tinggi harus dihormati oleh masyarakat yang usianya lebih muda.

  4) Aspek Umur Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur atau usia adalah yang paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut.

3. Batasan Usia Lanjut

  1. Menurut Undang-Undang Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 adalah 60 tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan Usia Lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokkan seperti di bawah ini : a. Kelompok Pertengahan Umur : Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

  b. Kelompok Usia Lanjut Dini : Kelompok dalam masa prasenium. Yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

  c. Kelompok Usia Lnjut Kelompok dalam masa senium (65 ke atas).

  d. Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi : Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat. (Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan masyarakat Ilmu

  dan Seni , 2007)

  2. Batasan usia lanjut menurut WHO Menurut WHO dalam Nugroho (2000) dalam bukunya mengatakan organisasi kesehatan dunia batasan-batasan lanjut usia meliputi : a. Usia pertengahan yaitu kelompok umur 45 sanpai dengan umur 59

  b. Lanjut usia (elderly) yaitu umur antara 60 sampai dengan umur 74 tahun.

  c. Lanjut usia tua (old) yaitu umur antara 75 sampai dengan 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) yaitu umur 90 tahun keatas.

4. Problema Usia Lanjut Saat Ini

  Dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini membuat jumlah penduduk yang tergolong lanjut usia (lansia) semakin meningkat. Ini menimbulkan permasalahan tersendiri yang menyangkut aspek kesehatan dan kesejahteraan mereka.

  Aspek kesehatan pada lansia ditandai dengan adanya perubahan faali akibat proses menua meliputi : (Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia, Depkes, 2005).

  1. Gangguan penglihatan, yang biasanya disebabkan oleh degenerasi macular senilis, katarak dan glaucoma. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

  a. Degenerasi macular senilis Penyebab penyakit ini belum diketahui namun dapat dicetuskan oleh rangsangan cahaya berlebihan. Kelainan ini mengakibabkan distrosi visual, penglihatan menjadi kabur serta dapat timbul distrosi persepsi visual. (Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan

  mayarakt Ilmu dan Seni

  , 2007)

  b. Katarak Katarak adalah kekeruhan dari lensa di mana protein serat lensa mengalami perubahan degeneratif, dan ini menghasilkan pola yang mengganggu, hamburan cahaya melalui lensa ke makula, sehingga mengurangi ketajaman visual sentral, biasanya dalam bertahap, tanpa rasa sakit. Di seluruh dunia, katarak adalah penyebab utama kehilangan penglihatan. Di Amerika Serikat, katarak adalah penyebab tunanetra di 50% orang dewasa tunanetra usia> 40 tahun, tetapi usia dominan adalah > 60 tahun. (Eichenbaum, 2012) c. Glaukoma

  Glaukoma adalah hilangnya penglihatan karena kerusakan atau kematian sel-sel ganglion retina dan akson mereka melalui saraf optik, pusat atrofi yang berkurang. Pada retina sel ganglion adalah yang terbesar dari retina asosiasional neuron. Sel-sel ganglion retina yang rusak atau mati baik dari peningkatan tekanan okular ( atau mungkin vaskular , kekebalan tubuh , infeksi ,atau mekanisme iskemik ) dan berkaitan dengan penyumbatan saluran keluar okular, lapisan kapiler terjepit di antara iris dan kornea untuk mengeluarkan air. (Eichenbaum, 2012)

  2. Gangguan pendengaran, gangguan ini meliputi presbikusis (gangguan pendengaran pada lansia) dann gangguan komunikasi.

  a. Presbikusis Gangguan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Laki-laki umumnya lebih sering menderita presbikusis daripada perempuan.

  (Notoatmodjo dalam bukunya Kesehatan masyarakat Ilmu dan

  Seni , 2007)

  b. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi dapat timbul akibat pembicaran terjadi dalam interferensi karena terganggu suara lain, sumber suara mengalami distorsi dan kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti ruangan pertama yang berdinding mudah memantulkan suara. (Rosenhall, 2011)

  3. Perubahan komposis tubuh Dengan bertambahnya usia maka massa bebas lemak (terutama terdiri atas otot) berkurang 6,3% berat badan perdekade seiring dengan penambahan massa lemak 2% perdekade. Masa air mengalami penurunan sebesar 2,5% perdekade.

  4. Saluran cerna Dengan bertambahnya usia maka jumlah gigi berangsur-angsur berkurang karena tanggal atau ekstraksi atas indikasi tertentu.

  Ketidakalengkapan alat cerna mekanik tentu mengurangi kenyamanan makan serta membatasi jenis makanan yang dapat dimakan. Produksi air liur dengan berbagai enzim yang terkandung didalamnya juga mengalamai penurunan. Selain mengurangi kenyamanan makan, kondisi mulut yang kering juga mengurangi kelancaran saat makan. Pencernaan adalah proses dimana molekul makanan besar yang rusak dengan komponen yang lebih kecil yang cukup kecil diserap oleh lapisan saluran pencernaan. Pencernaan ini dilakukan oleh enzim yang disekresikan oleh kedua kelenjar intrinsik dan aksesori ke dalam lumen saluran pencernaan. (Ratnayake, 2009)

  5. Hepar Hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia 80 tahun ke atas, sehingga obat-obatan yang memerlukan proses metabolism pada organ ini harus ditentukan dosisnya secara seksama agar para lansia terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan.

  Formasi hati merupakan rute utama untuk mendeteksi obat, yang melibatkan reaksi oksidatif. (Mauriz, 2000)

  6. Ginjal Ginjal meruapakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolism tubuh melalui air seni. Darah masuk ke ginjal kemudian disaring oleh unit kecil ginjal yang disebut nefron. Pada lansia terjadi penurunan jumlah nefron sebesar 5-7% perdekade mulai usia 25 tahun. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme melalui air seni termasuk sisa obat-obatan. Cedera ginjal akut yang membutuhkan dialisis dikaitkan dengan mortalitas di rumah sakit. (James, 2010)

  7. Sistem kardiovaskuler Perubahan pada jantung dapat terlihat dari bertambahnya jaringan kolagen, ukuran miokard berkurang, dan jumlah air jaringan berkurang. Selain itu, akan terjadi pula penurunan jumlah sel-sel pacu jantung serta serabut berkas His dan Purkinye. Keadaan tersebut akan mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard disertai memanjangnya waktu pengisian diastolic. Hasil akhirnya adalah berkurangnya fraksi ejeksi sampai 10-20%. (Notoatmdojo. 2007)

  8. Sistem pernafasan Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasn akan menurun seiring dengan penambahan usia. Sendi-sendi tulang iga akan menjadi kaku. Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan laju ekspirasi paksa satu detik sebesar ±0,2 liter/decade serta berkurangnya kapasiras vital. Sistem pertahanan yang terdiri atas gerak bulu getar, leukosit, dan antibodi serta reflek batuk akan menurun. Hal tersebut menyebabkan warga usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi.

  9. Sistem hormonal Produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun tetapi tidak mencapai titik nadir. Pada usia 70 tahun, seorang laki-laki masih memiliki libido dan mampu melakukan kopulasi. Pada wanita, karena jumlah ovum dan folikel yang sangat rendah maka kadar estrogen akan sangat menurun setelah menopause (45-50 tahun). Keadaan ini menyebabkan dinding rahim menipis, selaput lender mulut Rahim dan saluran kemih menjadi kering. Pada wanita yang sering melahirkan kedaan diatas akan memperbesar kemungkinan terjadinya inkontinensia. (Notoatmdojo, 2007)

  10. Sistem muskuloskeletel Dengan bertambahnya usia maka jelas berpengaruh terhadap sendi dan sistem muskuloskeletal. Sebagai resporeparatif maka dapat terjadi pembentukan tulang baru, penebalan selaut sendi dan firosin. Ruang lingkup gerak sendi yang berkurang dapat diperkuat pula dengan tendon yang semakin kaku. (Notoatmdojo. 2007)

  11. Secara Psikologis Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan kekakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia.

  Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada, ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada saat usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. (Maryam, 2008)

B. Pelayanan Kesehatan 1. Definisi Posyandu Lansia

  Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia ditingkat desa/ kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu lansia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama lansia. (Departemen Kesehatan RI, 2006)

  Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya. (Erfandi, 2008).

  2. Tujuan Penyelenggaraan

  Menurut Erfandi (2008), tujuan posyandu lansia secara garis besar adalah :

  a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.

  b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

  3. Sasaran Posyandu Lansia

  Sasaran posyandu lansia adalah :

  1. Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).

  2. Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).

4. Kendala Pelaksanaan Posyadu Lansia

  Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain: a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu. Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.

  b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.

  c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu. Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan yang terjadi pada lansia.

  d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.

  Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu.

  Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.

  (Tarigan, Enina, 2009)

5. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

  Kebijakan Departemen Kesehatan dalam pembinaan kesehatan lansia merupakan upaya yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan, kemampuan untuk mandiri, produktif dan berperan aktif dalam komprehensif, azas kekeluargaan, pelaksanaan sesuai protap, dan kendali mutu (Depkes RI, 2003). Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan holistic, pelaksanaan terpadu, pembinaan komprehensif tersebut terdiri dari:

  1. Pembinaan kesehatan yang mencakup kegiatan:

  a. Promotif, antara lain penyuluhan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), penyakit pada lansia, gizi, upaya meningkatkan kebugaran jasmani, kesehatan mental, dan kemandirian produktifitas.

  b. Preventif, antara lain deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia yang dapat dilakukan POKSILA/puskesmas dengan menggunakan KMS Lansia, buku pemantauan kesehatan pribadi lansia.

  2. Pelayanan kesehatan yang mencakup kegiatan;

  a. Kuratif, antara lain pengobatan bagi lansia yang sakit baik di Posyandu, Puskesmas/Rumah Sakit.

  b. Rehabilitatif, antara lain upaya medis, psikososial, edukatif untuk dapat mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lansia.

  3. Konseling yang mencakup kegiatan: a. Tidak sama dengan penyuluhan.

  b. Dilaksanakan oleh Konselor.

  c. Upaya memecahkan masalah kesehatan dan psikologis lansia.

  d. Dapat berfungsi preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif.

  4. Pendekatan individu maupun kelompok.

  5. Home Care

  6. Bentuk pelayanan kesehatan komprehensif yang dilakukan di rumah klien/lansia.

  7. Melibatkan klien serta keluarga sebagai subjek untuk berpartisipasi dalam kegiatan perawatan dalam bentuk tim (tenaga professional/non professional di bidang kesehatan maupun non kesehatan).

  8. Bertujuan memandirikan klien dan keluarganya.

  Dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi lansia, maka dilaksanakan kegiatan di posyandu bagi lansia, agar lansia dapat mencapai hidup sehat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia dan Indonesia Sehat 2010.

  Kegiatan yang dilakukan di posyandu bagi lansia antara lain adalah:

  1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

  2. Pemeriksaan status mental.

  3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).

  4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

  5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat.

  6. Penyuluhan Kesehatan.

  7. Pemberian makanan tambahan (PMT).

  8. Kegiatan olah raga, antara lain senam usia lanjut, gerak jalan santai, dan sebagainya untuk meningkatkan kebugaran (Lasma, 2007).

  Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan kesehatan terutama dalam menunjang status gizi lansia dan pencegahan penyakit, dilakukan melalui pemantauan keadaan kesehatan para lansia secara berkala dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia,dengan harapan gangguan kesehatan lansia dapat dideteksi lebih dini untuk mendapatkan pertolongan secara cepat, tepat dan memadai sesuai dengan keinginan yang diperlukan (Depkes RI, 2003).

  6. Jenjang Posyandu Menurut “KONSEP ARRIF” dikelompokkan menjadi 4, yaitu :

  1. Posyandu Pratama (warna merah) : • Belum mantap.

  • Kegiatan belum rutin.
  • Kader terbatas.

  2. Posyandu Madya (warna kuning) :

  • Kegiatan lebih teratur
  • Jumlah kader 5 orang

  3. Posyandu Purnama (Warna hijau) : • Kegiatan sudah teratur.

  • Cakupan program/kegiatannya baik.
  • Jumlah kader 5 orang
  • Mempunyai program tambahan

  4. Posyandu Mandiri (warna biru) :

  • Kegiatan secara terarah dan mantap • Cakupan program/kegiatan baik.
  • Memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap. (Bagian Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2004).
Dikatakan posyandu berhasil itu harus memenuhi target kunjungan posyandu dalam 1 tahun. Sedangkan tahapannya adalah untuk posyandu pratama frekuensi penimbangannya ≤ 8x per tahun, posyandu madya frekuensinya ≥ 8x per tahun, posyandu purnama frekuensi penimbangannya ≥ 8x per tahun dan posyandu mandiri frekuensi penimbangannya ≥ 8x per tahun. (Runjati, 2010 ; h . 79).

  Keaktifan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seorang untuk aktif dalam kegiatan. (Suryani, 2003)

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi lansia a. Dukungan Keluarga

  Keluarga yang bersifat mendukung selalu siap untuk memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Keluarga berfungsi sebagai diseminator (penyebar) informasi tentang dunia dan menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang didapat sehingga bisa mengatasi sebuah masalah. Dalam hal ini, keluarga sangat berperan dalam memberikan informasi kepada lansia tentang pentingnya memanfaatkan posyandu lansia sehingga lansia bisa mengikuti kegiatan posyandu. Dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga membuat anggota keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi anggota keluarga terhadap lingkungan luar. (Handayani, 2012) House (1985, dalam Smet, 1994) membedakan dukungan sosial dalam empat bentuk, yaitu : a. Dukungan emosional : mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Agar lansia aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia, tentu saja kepedulian dan perhatian dari keluarga sangat penting, dalam dukungan emosional ini contohnya, keluarga bisa mengingatkan pada lansia jika ada jadwal posyandu ataupun keluarga dapat mengantar lansia pergi ke posyandu untuk nmemeriksakan kesehatannya. Hal ini, merupakan bentuk kepedulian dan perhatian pada lansia.

  b. Dukungan penghargaan : terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu. Lansia aktif dalam mengikuti posyandu juga tidak lepas dari dukungan penghargaan yang diberikan keluarga, misalnya keluarga sangat mendukung apabila lansia rajin dan aktif untuk mengikuti kegiatan posyandu. Hal ini, dapat membuat semangat pada lansia.

  c. Dukungan instrumental : mencakup bantuan langsung, seperti memberikan bantuan berupa uang, barang, dan sebagainya. Faktor yang mempengaruhi kurangnya keaktifan lansia mengikuti kegiatan posyandu, bisa karena tempatnya yang terlalu jauh. Hal ini, kepedulian keluarga apabila tidk bisa mengantar lansia ke posyandu, jika lansia tersebut masih bisa untuk bepergian sendiri, keluarga bisa memberikan dana untuk transportasi agar lansia bisa datang ke posyandu, dana tersebut juga dapat dipergunakan untuk keperluan lain yang membutuhkan dana di posyandu lansia.

  d. Dukungan informatif : mencakup pemberian, nasehat, petunjuk-petunjuk, saran ataupun umpan balik. Memberikan saran, nasehat yang baik akan pentingnya kesehatan bagi lansia juga sangat penting. Keluarga yang peduli kepada lansia, akan memberikan nasehat ataupun saran-saran yang baik supaya lansia tetap menjaga kesehatannya. Keluarga bisa mengajurkan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia untuk memeriksakan kesehatan rutin di posyandu.

  Peran keluarga yang baik terbukti sebagai faktor yang mempengaruhi keaktifan kunjungan lansia ke posyandu. Hasil analisis Hadisaputro (2011) menunjukkan bahwa peran keluarga berpengaruh pada keaktifan lansia di posyandu lansia sebesar 95%.

b. Motivasi diri

  Sunaryo (2004) mengatakan motif atau motivasi diri merupakan suatu pengertian yang mencakup penggerak, keinginan, rangsangan, hasrat, pembangkit tenaga, alasan dan dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.

  Sementara Menurut Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri (faktor intrinsik) dan faktor di luar dirinya (faktor ekstrinsik). Faktor didalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau kemasa depan. Faktor luar diri dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber dari lingkungan atau faktor lain yang sangat kompleks sifatnya. Gerungan (1960) dalam Sunaryo (2004) motif merupakan suatu proses pengertian yang melengkapi semua penggerak, alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu yang berkaitan dengan perilaku kesehatan individu.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi atau dorongan individu hal- hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri yang disebut dengan factor intern dan sebahagian terletak di luar individu itu sendiri atau faktor ekstern yaitu faktor lingkungan.

  1. Faktor-faktor Intern Faktor intern yaitu faktor yang ada didalam individu itu sendiri, misalnya: karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan) yang dimiliki seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan keberhasilan dalam mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dimiliki seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang merasa tidak puas dengan hasil dari pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya dari luar individu.

  a. Umur Menurut pendapat wijayanti (2008) hal ini mungkin dikarenakan lansia mengalami perubahan dan kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya, baik secara fisik maupun psikis. Hal ini, sependapat dengan penelitian Rahayu (2010) yang mengatakan bahwa lansia yang berusia 70 tahun ke atas tidak aktif mengikuti posyandu dikarenakan adanya penurunan fungsi tubuhnya.

  b. Pendidikan Menurut Mubarok (2007) pendidikan sebagai suatu proses dalam rangkaian mempengaruhi dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan perilaku pada dirinya, karena tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi kesehatan. Sebaliknya jika seseorang yang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan seseorang terhadap penerimaan, informasi kesehatan dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

  c. Pekerjaan Penelitian Rahayu et al (2010) yang mengatakan bahwa ketidakaktifan lansia karena lansia mayoritas masih bekerja dan lansia juga mengatakan tidak ingin tergantung pada orang lain. Jadi sedapat mungkin mereka ingin mempunyai sumber daya sendiri.

  d. Pengetahuan Kurangnya pengetahuan lansia tentang pentingnya memeriksakan kesehatannya berpengaruh terhadap keaktifan lansia di posyandu lansia. Mereka yang tidak tahu akan pentingnya memeriksakan kesehatan secara rutin cenderung tidak memperdulikan adanya posyandu lansia di daerahnya.

  e. Keyakinan Menurut hasil penelitian Handayani (2012), sebagian besar lansia belum mengikuti posyandu lansia, hal ini dikarenakan lansia masih banyak yang bekerja. Hal ini sependapat dengan penelitian Rahayu et al (2010) yang mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan lansia dating ke posyandu lansia antara lain yaitu gangguan fungsi organ tubuh, dan arena lansia merasa dirinya sehat.

  2. Faktor-faktor Extern Faktor ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu yang bersangkutan. Faktor ini mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan dorongan/motif untuk berbuat sesuatu. Misalnya karakteristik lingkungan sosial. Lingkungan sosial termasuk didalamnya lingkungan social terdekat yaitu keluarga, tetangga dan fasilitas pelayanan kesehatan, alat-alat kesehatan yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia tersebut.

  Pada tingkat ini benar-benar terjadi tarik-menarik antar pribadi dan tujuan yang akan dicapai. Maka, pada saat pertentangan motif baik ini memaksa orang harus berpikir secara matang, mempertimbangkan baik- baik segala kemungkinan. Dalam pertimbangan ini orrang tidak terlepas dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dihayati pada saat tersebut. (Enina, 2009)

  Pelayanan kader dan petugas kesehatan yang baik terbukti sebagai faktor yang mempengaruhi keaktifan kunjungan lansia ke posyandu.

  Hasil penelitian ini se-jalan dengan hasil penelitian Pujiyono yang membukti-kan bahwa ada hubungan peranan petugas kesehatan dengan pemanfaatan posyandu lansia. (Lestari, 2011)

c. Pengetahuan

  Lansia umumnya mempunyai kemampuan daya ingat yang menurun, sehingga mudah melupakan apa yang baru disampaikan dan ini berdampak pada tingkat pengetahuan para lansia yang masih kurang terutama mengenai manfaat dan tujuan dari adanya posyandu lansia. Ariati (2005), mengemukakan bahwa lansia memiliki kemunduran kemampuan kognitif, seperti ingatan pada hal-hal dari masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru terjadi.

  Pengetahuan lansia yang kurang tentang posyandu lansia mengakibatkan kurangnya pemahaman lansia dalam pemanfaatan posyandu lansia. Keterbatasan pengetahuan ini akan mengakibatkan dampak yang kurang baik dalam pemeliharaan kesehatannya. Menurut Soekanto (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu tingkat pendidikan, informasi yang diperoleh, pengalaman dan sosial ekonomi.

  Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia. (Sulistyorini,2010)

  1. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempuyai enam tingkatan. Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

  a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya b. Memahami (comprehension)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap onjek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, meyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  d. Analisis (analysis) Analisis adalag suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat mengggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, megelompokkan, dan sebagainya.

  e. Sintesis (synthesis) Sintesis menuju kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

  2. Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan Menurut Nursalam (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas:

  1) Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75% - 100% 2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor 56% - 75% 3) Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 56%

D. Kerangka Teori

  Keaktifan lansia di posyandu lansia Dukungan

  Pengetahuan Keluarga : Motivasi

  Umur Faktor

  Pendidikan Intern

  Emosional Kepedulian Pekerjaan Pengetahuan

  Pemberian Penghargaan

  Penghargaan Bantuan

  Instrumental Dana

  Pelayanan Faktor kesehatan Ektern

  Informatif Pemberian (kader)

  Nasehat

Gambar 2.1 Kerangka Teori : Modifikasi dari House (1985, dalam Smet, 1994),

  Tarigan, Enina (2009)

E. Kerangka Konsep

  Variabel independent Variabel Dependent Dukungan Keluarga :

  Dukungan sosial,

  1. Emosional

  2. Penghargaan

  3. Instumental

  4. Informatif Keaktifan lansia di posyandu lansia

  Motivasi :

  1. Faktor Intern

  2. Faktor Eksten Pengetahuan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga dan Motivasi dengan

  Keaktifan Lansia di Posyandu Lansia

F. Hipotesis

  1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan keaktifan lansia di posyandu lansia

  2. Ada hubungan antara motivasi diri dengan keaktifan lansia di posyandu lansia

  3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kekatifan lansia di Posyandu lansia