BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IFA MUSTIKA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka

  1. Swamedikasi Pengobatan sendiri adalah upaya mengatasi masalah kesehatan secara umum menggunakan obat-obatan yang didesain dan diberi label khusus untuk digunakan tanpa resep dokter yang dianggap aman dan efektif untuk digunakan. Obat untuk pengobatan sendiri sering disebut 'obat tanpa resep' atau 'over the counter' (OTC) dan tersedia tanpa resep dokter di apotek (WSMI, 2012). Menurut Kristina dalam Majalah farmasi Indonesia pada tahun 2008, pengobatan sendiriadalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk mengurangi gejala penyakit ringan (minor illnesses) tanpa intervensi/ nasehat dokter. Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah tindakan yang dilakukan petugas apotek untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter (Muazzinatun, 2012).

  Swamedikasi dapat siartikan secara sederhana sebagai upaya seseorang untuk mengobati dirinya sendiri (Kartajaya,et al., 2011).

  Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan (Depkes RI, 2006). Beberapa penyakit ringan yang dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, sakit maag, kecacingan, diare serta beberapa jenis penyakit kulit (Hermawati, D., 2012).

  Untuk melakukan self-medication secara benar, masyarakat mutlak memerlukan informasi yang jelas dan dapat dipercaya, dengan demikian penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan harus berdasarkan kerasionalan (Depkes RI, 2008). Swamedikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan bahaya yang serius terhadap kesehatan, seperti reaksi obat yang tidak diinginkan, perpanjangan masa sakit, risiko kontraindikasi, dan ketergantungan obat. Oleh karena itu upaya untuk membekali masyarakat agar mempunyai ketrampilan mencari informasi obat secara tepat dan benar perlu dilakukan, dengan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang telah tersedia di masyarakat (Sontakke, et al., 2011).

  2. Penggolongan Obat Obat dapat dibagi ke dalam empat golongan (Depkes RI, 2008)

  a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang bebas dijual di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat dari golongan ini adalah paracetamol.

  b. Obat bebas terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat dari golongan ini adalah klorfeniramin maleat (CTM).

  c. Obat Keras, psikotropika, dan obat wajib apotek Obat keras adalah obat yang hanya bisa di beli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat keras adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Psiktropika adalah obat keras, baika alamiah maupun sintesis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh obatdari golongan ini, antara lain diazepam dan fenobarbital. Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek atanpa resep dokter. d. Narkotika Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi-sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.

  Contoh obat dari golongan ini, antara lain morfin, heroin, dan petidin.

  Obat-obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi sering disebut sebagai obat-obatan over-the-counter (OTC) dan dapat diperoleh tanpa resep dokter (WSMI, 2012). Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi criteria berikut (Permenkes No.919/Menkes/Per/X/1993) : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan rang tua diatas 65 tahun.

  b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaa kesehatan.

  d. Penggunaannya diperlukan utuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

  e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

  3. Penggunaan Obat Rasional (Depkes RI, 2008)

  a. Pengertian menurut World Health Organization (WHO) tahun 1985, penggunaan obat rasional bila : 1) Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya 2) Periode waktu yang adekuat 3) Harga yang terjangkau

  b. Batasan penggunaan obat rasional, kriteria penggunaan obat rasional adalah : 1) Tepat diagnosis

  Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah.

  2) Tepat indikasi penyakit Obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit. 3) Tepat pemilihan obat

  Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. 4) Tepat dosis Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat.

  Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai.

  a) Tepat Jumlah Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup.

  b) Tepat cara pemberian Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi sehingga menurunkan efektifitasnya.

  c) Tepat interval waktu pemberian Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

  d) Tepat lama pemberian

  • – Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing masing. Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan, sedangkan untuk kusta paling singkat 6 bulan.
  • – Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 14 hari.

  5) Tepat penilaian kondisi pasien Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan: kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi. 6) Waspada terhadap efek samping

  Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya. 7) Efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau. Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi. 8) Tepat tindak lanjut (follow up)

  Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter. 9) Tepat penyerahan obat (dispensing)

  Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat. 10) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan, ketidakpatuhan minum obat terjadi pada keadaan berikut :jenis sediaan obat beragam, jumlah obat terlalu banyak, frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering, emberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi, pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara menggunakan obat, timbulnya efek samping.

  4. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata).

  Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmojo, 2010).

  a. Tahu (Know) Tahu diartikan hanya sebagairecall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

  b. Memahami (Comprehention) Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

  e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki.

  f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justufikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

  5. Metode Edukasi Kesehatan Edukasi atau pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Tujuan dari pesan tersebut adalah agar mereka dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan.

  Metode komunikasi yang dapat digunakan untuk edukasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode verbal dan non-verbal. Komunikasi merupakan seni penyampaian informasi (pesan, ide, sikap, gagasan) dari komunikator atau penyampai berita, untuk mengubah serta membentuk perilaku komunikan atau penerima berita (pola, sikap, pandangan, dan pemahamannya) ke pola dan pemahaman yang dikehendaki bersama. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan (Notoatmodjo, 2010).Metode edukasi dapat dilakukan secara verbal dan non-verbal, berikut metode yang digunakan : a. Komunikasi Interpersonal (face-to-face communication)

  Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi secara lansung. Komunikasi tatap muka berguna dalam kelompok komunitas dan sangat penting dalam mendorong perubahan perilaku. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan komunikator dan membantu komunikator belajar hal-hal penting tentang bagaimana anggota masyarakat dalam melihat masalah, mencari solusi dan pengalaman apa yang mereka miliki. Dialog sangat penting bagi anggota masyarakat untuk pertimbangan perubahan perilaku. Namun, pendekatan face-to-face memerlukan staf lapangan dengan waktu dan ketrampilan komunikasi. Ada juga pelatihan, transportasi dan biaya lain yang harus dipenuhi. Metode komunikasi tatap muka banyak digunakan secara luas: tempat kerja, pelayanan kesehatan, masyarakat, antara kelompok-kelompok dan program pelatihan (WHO, 2007). b. Leaflet Sedangkan contoh komunikasi non-verbal yaitu antara lain leaflet. Menurut Notoatmojo leaflet termasuk media penyuluhan yang termasuk ke dalam media cetak. Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk kalimat, gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat. Leaflet termasuk salah satu media edukasi yang sederhana dan mudah dibuat. Isi informasi dibuat dalam bentuk kalimat, gambar, maupun gabungan keduanya. Selain leaflet, media cetak lain diantaranya booklet, flip chart, poster, flyer, dll (Notoatmojo, 2010).

  Kegunaan dan keunggulan dari penggunaan leaflet sebgai media edukasi kesehatan antara lain : 1) Responden dapat menggunakan leaflet untuk belajar tentang informasi kesehatan secara mandiri 2) Responden dapat melihat isinya pada saat santai 3) Informasi dapat dibagi dengan keluarga dan teman 4) Dapat memberikan detail yang tidak dimungkinkan disampaikan secara lisan 5) Sederhana dan murah 6) Responden dan pendidik dapat menggunakannya untuk mempelajari informasi yang rumit bersama-sama.

  6. Penyakit minor illness flu Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Influenza atau yang kita kenal sebagai flu sangat cepat menyebar melalui batuk ataupun bersin dan tangan yang tidak dicuci setelah kontak dengan cairan hidung/mulut. Seseorang dapat menyebarkan virus influenza dimulai sehari sebelum gejala mucul hingga lima sampai tujuh hari setelahnya. Flu memiliki gejala antara lain : demam, menggigil, batuk, sakit kepala, nyeri otot dan sendi dan malaise. Orang dengan daya tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat. Pada anak-anak, lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung menderita komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder (Depkes, 2006; WHO, 2012).

  Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyakit tanpa menggunakan obat (terapi non-farmakologi) antara lain istirahat yang cukup, meningkatkan gizi makanan dengan protein dan kalori yang tinggi, minum air yang banyak dan makan buah segar yang banyak mengandung vitamin. Apabila perlu, minum obat untuk mengurangi gejala atau keluhan dan jika gejala tidak sembuh dalam tiga hari maka periksakan ke dokter.

  Obat flu tidak menyembuhkan hanya meringankan gejala saja. Obat yang digunakan biasanya berupa kombinasi, antara lain :

  a. Antihistamin Antihistamin dapat menghambat kerja histamin yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi. Obat yang tergolong antihistamin antara lain: Klorfeniramin maleat/klorfenon/CTM, Difenhidramin HCl. 1) Kegunaan obat : sebagai anti alergi 2) Efek samping : mengantuk, pusing, gangguan sekresi saluran napas dan ual dan muntah (jarang) 3) Aturan pemakaian

  a) Klorfenon / klorfeniramin maleat (CTM) : 1 tablet (2 mg) setiap 6-8 jam b) Difenhidramin HCl : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam

  b. Dekongestan oral Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Obat dekongestan oral antara lain : Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin. Obat tersebut pada umumnya merupakan salah satu komponen dalam obat flu.

  1) Kegunaan Obat : mengurangi hidung tersumbat 2) Kontra Indikasi : Obat tidak boleh digunakan pada penderita insomnia (sulit tidur), pusing, tremor, aritmia dan penderita yang menggunakan MAO (mono amin oksidase) inhibitor.

  3) Efek samping : menaikkan tekanan darah, aritmia terutama pada penderita penyakit jantung dan pembuluh darah. 4) Aturan pemakaian

  a) Fenilpropanolamina : maksimal 15 mg per takaran 3-4 kali sehari b) Fenilefrin : 10 mg, 3 kali sehari

  c) Pseudoefedrin : 60 mg, 3

  • – 4 kali sehari

  d) Efedrin : 25

  • – 30 mg, setiap 3 – 4 jam

  c. Antitusif, ekspektoran, atau mukolitik untuk meredakan batuk yang menyertai flu d. Analgetik-antipiretik, untuk menghilangkan sakit dan menurunkan demam. Contoh : paracetamol

  B. Kerangka Konsep Gambar 1. Kerangka konsep metode edukasi dengan tingkat pengetahuan dan rasionalitas

C. Hipotesis

  1. Meningkatnya pengetahuan dan rasionalitas pasien dalam swamedikasi setelah dilakukan edukasi dengan leaflet dan komunikasi interpersonal.

  2. Terdapat perbedaan efektivitas antara dua metode komunikasi verbal dan non-verbal. Metode komunikasi verbal lebih efektif dibandingkan non- verbal.