BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Ardiana Putri Dewi BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Diabetes Melitus Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah sisertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005). Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan gejala klinis yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemik akibat penurunan sekresi insulin dan kerja insulin di pankreas (Yusra, 2010).
Penyakit diabetes melitus ditandai gejala 3 P , yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Diabetes dicirikan adanya gula dalam kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan, antara lain aseton, asam hidroksibutirat, dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam (Tjay dan Raharja,2007).
1. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan etiologinya yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1 (Dekst ruksi sel β), umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) :
1) Melalui proses imunologik (otoimunologik) 2) Idiopatik b. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama efek sekresi insulin disertai resistensi insulin).
c. Diabetes Melitus Tipe spesifik lain : 1) Defek genetik fun gsi sel β 2) Defek genetik kerja insulin 3) Penyakit eksokrin pancreas 4) Endokrinopati 5) Karena obat atau zat kimia 6) Infeksi 7) Sebab imunologi yang jarang 8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
d. Diabetes Melitus Gestasional (diabetes yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara).
e. Pra Diabetes : 1) IFG(Impaired Fasting Glucose)=GPT (Glukosa Puasa Terganggu) 2) IGT(Impaired Glucose Tolerance)=TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)(ADA, 2003) 2.
Patofisologi
Karbohidrat dari makanan dirombak dalam usus kemudian glukosa diserap oleh pembuluh darah dan diangkut ke sel-sel tubuh. Proses penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh memerlukan insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa dalam sel. Sesudah masuk dalam sel, glukosa diubah menjadi energi atau ditimbun dalam sel-sel otot sebagai cadangan (glikogen) (Tjay dan Raharja, 2007).
3. Diagnosa Seseorang yang didiagnosis menderita DM bila hasil pengukuran kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl atau hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Tabel 1.Kriteria Penegakan Diagnosis
Glukosa Plasma Puasa Glukosa plasma 2 jam Setelah makan
Normal <100 mg/dl <140mg/dlPra-diabetes
IFG 100-125 mg/dl -
-
IGT
140 mg/dl Diabetes >126 mg/dl >200 mg/dl Sumber:Depkes RI 2005 4.
Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes melitus yaitu :
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : 1) Riwayat keluarga dengan DM 2) Umur, risiko untuk menderita perdiabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
3) Riwayat pernah menderita diabetes gestasional 4) Riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1) Berat badan lebih 2) Kurang aktifitas fisik 3) Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg 4) Dislipidemia, kadar lipid (kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl) 5) Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular 6) Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat (Depkes RI, 2008).
5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan
beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Tabel 2. Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus Kadar ideal yang diharapkan Parameter
Kadar glukosa darah puasa 90-130 mg/dl Kadar glukosa plasma puasa <180 mg/dl Kadar glukosa darah saat tidur 100-140 mg/dl Kadar insulin 110-150 mg/dl Kadar HbA1c
<7,0 % Tekanan darah <130/80 mmHg Kadar kolesterol LDL-C < 100 mg/dl Kadar trigliserida <150 mg/dl Kadar koleterol HDL-C Laki-laki >14 mg/dl Wanita > 50 mg/dl
Sumber: ADA, 2010 6.
Terapi Diabetes Melitus a. Terapi non farmakologi
1) Edukasi/ Penyuluhan Edukasi diabetes melitus adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pelatihan mengenai pengetahuan dan kemampuan bagi passien diabetes melitus yang bertujuan menunjang perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologi serta kualiatas hidup yang lebih baik (Perkeni,2006). 2) Pengaturan diet
Pasien diabetes diharapkan dapat mengatur kadar gula dalam darah melalui diet. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang antara karbohidrat, protein, lemak sesuai dengan kecukupan gizi. Pemanis buatan yang dipakai secukupnya, begitu juga dengan bumbu masakan tetap diizinkan. Pada keadaan gula terkendali, masih diperbolehkan mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori (Info BPOM, 2010)
Diet yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut : Karbohidrat : 60-70 % Protein : 10-15 % Lemak : 20-25 % (Depkes RI, 2005).
3) Olahraga Selain pengaturan makanan, pasien diabetes dianjurkan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah (Perkeni, 2006). Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurence, Training) (Depkes RI, 2005), Seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging dan berenang(Perkeni, 2006). 4) Berhenti merokok
Nikotin dalam rokok dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa dalam sel. Selain itu merokok juga dapat menghasikan radikal bebas (Tjay dan Raharja, 2007).
b. Terapi farmakologi
Apabila penatalaksanaan terapi non farmakologi belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah pasien, maka langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi farmakologi , baik dalm bentuk terapi antidiabetikal oral, terapi insulin, atau kombinsi keduanya (Depkes RI, 2005). 1) Antidiabetika oral
Indikasi antidiabetika oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM tipe 2 (NIDDM) dari yang ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olahraga (Depkes RI, 2005). Ada 2 jenis obat antidiabetika oral diantaranya adalah pemicu sekresi insulin dan obat penambah sensitivitas terhadap insulin. Penjelasannya sebagai berikut dibawah ini : a) Pemicu sekresi insulin
(1) Sulfonylurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Oleh sebab itu, golongan sulfonilurea mempunyai manfaat untuk penderita diabetes tipe 2 yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena suatu hal terhambat sekresinya (DepkesRI, 2005). Untuk menghindari hipoglikemik berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang (Perkeni, 2006). Jenis obat sulfonylurea yaitu klorpropramid, glibenklamid, glipizid, glikuidon, dan glimepirid. (2) Glinida
Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral dan diekskresi secara cepat melalui hati (Perkeni, 2006).
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin (1) Tiazolidindion (TZD)
Golongan ini bekerja meningkatkan kepekaan tubuh tehadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator actived receptor- gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin (Depkes RI, 2005). (2) Biguanida
Golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar) menurunkan produksi glukosa hati. Golongan biguanida seperti metformin tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati (Depkes RI, 2005).
(3) Penghambat glukosidase alfa (Golongan inhibitor - glukosidase) Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (strach), dekstrin, dan disakarida di intestin. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia (Ganiswarna, 2007). Contoh golongan ini adalah akarbose yang tidak dapat menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang sering ditemukan ialah kembung dan flatulens (Perkeni, 2006). 2) Insulin
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal, insulin memasukkan gula kedalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Insulin dapat segera diberikan dalam keadaan dekomposisi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketouria (Depkes RI, 2000).
Tabel 3. Jenis Insulin dan Sediaanya
Jenis insulin Mulai Puncak Lama Nama sediaan Kekuatan kerja efek kerja(jam) (jam) (jam) Kerja singkat 0,5 1-3
8 Acetrapid hm
40 UI/Ml 0,5 2-4 6-8 Acctrapithm 1000UI/mL penfil Kerja sedang 1-2 6-12 18-24
(NPH=isophane) Kerja sedang 0,5 4-12
24 Insulatard hm
40 UI/mL Mulai kerja 2,5 7-15
24 Insulatrad hm 100UI/mL penfil Singkat Monotard
40 UI/mL 100 UI/mL Kerja lama 4-6 10-20 24-36 Protamin zinc sulfat Sediaan 0,5 1,5-8 14-16 Humulin
40 UI/mL 20/80
Campuran 0,5 1-8 14-15 Humulin 100 UI/mL
30/700,5 1-8 14-15 Humulin
40 UI/mL 40/60 Mixtardpenfil 100 UI/mL Sumber : Yulianah, 2008
Berdasarkan lama kerja insulin terbagi menjadi 3 jenis insulin yaitu : (1) Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa. Mulai kerjanya dalam 30 menit (injeksi subkutan) mencapai puncaknya 1-3 jam kemudian dan bertahan 7-8 jam. (2) Insulin long-acting
Guna memperpanjang kerjanya telah dibuat sediaan long- acting, yang semuanya berdasarkan mempersulit daya larut di cairan jaringan dan menghambat reabsorpsi dari tempat injeksi ke dalam darah. Metode yang digunakan adalah mencampur insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya. Insulin garglin (Lantus) adalah analogon sintesis yang dibentuk E. Coli mulai kerjanya setelah 4-8 jam dan bertahan kurang lebih 24 jam. (3) Medium-acting
Jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampur beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan. Misalnya, campuran insulin biasa dengan seng-insulin dalam perbandingan dan bentuk kristal berbeda-beda, menghasilkan sediaan efek cepat yang bertahan sedang atau sangat panjang. Mulai kerjanya sesudah kurang lebih 1,5 jam, puncaknya sesudah 4-12 jam dan bertahan 16-24 jam.
Insulin tidak dapat digunakan per oral karena akan terurai oleh pepsin dilambung, maka selalu diberikan secar injeksi subkutan setengah jam sebelum makan. Zat ini dirombak dengan cepat terutama dihati, ginjal dan otot. Plasma t-1/2-nya hanya hanya beberapa menit pada orang sehat, pada diabetici bisa diperpanjang sampai 13 jam akibat pengikatan pada antibodi (Tjay dan Raharja, 2007). 3) Terapi kombinasi Antidiabetika Oral dan Insulin
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa antidiabetik oral atau antidiabetik oral dengan insulin. Kombinasi pada umumnya adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan antidiabetik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang glukosa darah (Depkes RI, 2005).
Kombinasi antidiabetika oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah antidiabetika oral dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Bila dengan terapi kombinasi antidiabetika oral dan insulin, kadar glukosa masih tidak terkendali maka antidiabetika oral dihentikan dan diberikan insulin saja (Perkeni, 2006).
B. Kualitas Hidup 1. Pengertian
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai dimana dia tinggal dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik lainnya. Hal ini terkait dengan definisi “sehat” dari WHO yang dinyatakan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial dan bukan hanya dari penyakit atau kecacatan (WHOQOL Group,1994).
Dalam istilah lain, kualitas hidup dianggap sebagai suatu persepsi subjektif multidimensi yang dibentuk oleh individu terhadap fisik, emosional, dan kemampuan sosial termasuk kemampuan kognitif (kepuasan) dan komponen emosional/ kebahagiaan (Yusra, 2010). Pada umumunya penilaian kualitas hidup dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium. Instrumen WHOQOL (The World Health Organization of
Quality of Life Instrument) dengan fokus pada pandangan individu tentang kesejahteraan memberikan pandangan baru terhadap penyakit.
Misalnya pemahaman tentang diabetes melitus terkait kurangnya pengaturan tubuh terhadap glukosa darah sudah baik, namun efek dari penyakit mempengaruhi persepsi individu terhadap hubungan sosial, kemampuan kerja, status dan pendapatan dan membutuhkan perhatian yang lebih (Yusra, 2010)
Kualitas hidup diakui sebagai kriteria paling penting dalam penilaian hasil medis dari pengobatan penyakit kronik seperti diabetes melitus. Persepsi individu tentang dampak dan kepuasan tentang derajat kesehatan dan keterbatasannya menjadi penting sebagai evaluasi akhir terhadap pengobatan (WHO, 2004). Kualitas hidup terkait respon terhadap pengobatan khusus dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi individu untuk tetap memilih melanjutkan pengobatannya atau menghentikan pengobatan.
2. Domain Kualitas Hidup
Ada enam domain yang diukur pada kualitas hidup menurut WHO (2004). Domain penilaian kualitas hidup tersebut dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Domain Penilaian Kualitas Hidup Domain Aspek/domain yang dinilai Kesehatan fisik Energi dan kelelahan
Nyeri dan ketidaknyamanan Tidur dan istirahat Psikologis Gambaran diri (body image)dan penampilan Perasaan negative
Perasaan positif Konsep diri Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi Tingkat Pergerakan ketergantungan Aktivitas sehari-hari
Ketergantungan terhadap substansi obat dan bantuan medis Kemampuan bekerja Hubungan sosial Hubungan personal Dukungan social
Aktivitas seksual Lingkungan Sumber financial Kebebasan, keselamatan, dan keamanan Perawatan kesehatan dan sosial : kemudahan akses dan kualitas Lingkungan kesehatan Kesempatan untuk mendapatkan informasi dan keterampilan Partisipasi dalam dan kesempatan rekreasi dan waktu luang Lingkungan fisik (polusi, bising, lalu lintas, dan cuaca) Transportasi Spiritual, agama Spiritual, agama dan keyakinan personal dan keyakinan personal
Sumber : WHO, 2004 C.
Dukungan Keluarga 1. Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan- ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang mendefinisikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Keluarga juga didefinisikan sebagai kelompok individu yang tinggal bersama dengan atau tidak adanya hubungan darah, pernikahan, adopsi dan tidak hanya terbatas pada keanggotaan dalam suatu rumah tangga (Friedman, 2010).
Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit. Keluarga juga berperan sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Dan dukungan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Andriani,2009)
Dukungan sosial utama bersumber pada keluarga. Mereka adalah orang dekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dengan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan adan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi-fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkan perasaan memiliki antara sesama anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan, dan memberikan rasa aman bagi anggotanya (Wismanto, 2012). Menurut Friedman (2010) ada 5 fungsi dasar keluarga yaitu :
a. Fungsi afektif Fungsi mempertahankan kepribadian, memfasilitasi stabilitas kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologi anggita keluarga.
b. Fungsi sosial Memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status sosial pada anggota keluarga.
c. Fungsi reproduksi Mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk kelangsungan hidup masyarakat. d. Fungsi ekonomi Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
e. Fungsi perawatan Menyediakan kebutuhan fisik, makanan, pakaian dan tempat tinggal serta perawatan kesehatan.
Ketika mengkaji sebuah keluarga, khususnya ketika anggota keluarga mengalami masalah kesehatan, perawat harus mengkaji kemampuan keluarga untuk memberikan perawatan diri, motivasi keluarga, dan kompetensi aktual dalam menagani masalah kesehatan. Keluarga perlu memiliki pemahaman mengenai status kesehatan, dan atau masalah kesahtannya sendiri serta langkah-langkah khusus diperlukan untuk memperbaiki atau memeihara kesehatan keluarga dalam upaya tanggung jawab terhadap perawatan dirinya sendiri (Yusra, 2010).
Pengkajian mengenai kemampuan perawatan diri keluarga, yang berfokus pada penegtahuan motivasi dan kekuatan atau koordinsai keterampilan motorik yang perawatan diperlukan untuk melakukan tugas perawatan fisik, memberikan landasan untuk evaluasi kebutuhan akan intervensi keperawatan. Keluaraga yang mengemban tanggung jawab perawatan kesehatan bagi anggota keluarga yang lemah atau yang mengalami masalah kesehatan yang berat dapat mengalami tingkat ketegangan fisik emosional yang tinggi (Friedman, 2010).
2. Dimensi Dukungan Keluarga
Dimensi dukungan keluarga menurut Sarafino (2004), Hensarling (2009) dibedakan menjadi 4 yaitu :
a. Dimensi emosional/empati
Dukungan ini melibatkan ekspresi, rasa empati dan perhatian terhadap seseorang sehingga membuatnya merasa lebih baik, memperoleh kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai pada saat stres. Komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga diperlukan untuk memahami situasi anggota keluarga.
b. Dimensi penghargaan Dimensi ini terjadi melalui ekspresi berupa sambutan yang positif dengan orang-orang disekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap ide-ideatau persaaan individu. Dukungan ini membuat orang merasa berharga, kompeten dan dihargai. Dukungan penghargaan lebih melibatkan adanya penilaian positif dari orang lain terhadap individu. Dukungan ini muncul dari penerimaan dan penghargaan terhadap keberadaan seseorang secara total meliputi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
c. Dimensi instrumental Dukungan yang bersifat nyata berupa bantuan langsung misal seseorang memberikan bantuan atau meminjamkan uang. Dapat juga berupa bantuan mengerjakan tugas tertentu pada saat mengalami stres. Dimensi ini memperlihatkan dukungan dari keluarga dalam bentuk nyata terhadap ketergantungan anggota keluarga. Selain itu dukungan ini meliputi penyediaan sarana (peralatan atau saran pendukung lain) untuk mempermudah atau menolong orang lain, termasuk didalamnya adalah memberikan peluang waktu (Yusra, 2010).
d. Dukungan informasi Berupa pemberian dukuangan saran percakapan atau umpan balik tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu ketika mengalami kesulitan dalm pengambilan keputusan. Dimensi ini menyatakan bahawa dukungan keluarga yang diberikan dapat membantu pasien dalam mengambil keputusan dan menolong pasien dalam manajemen penyakitnya.
Dimensi ini penting bagi individu yang memberikan dukungan keluarga kerena menyangkut persepsi tentang keberadaan dan ketepatan dukungan keluarga bagi seseorang. Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana persepsi penerima terhadap makna bantuan tersebut. persepsi ini erat hubungannya dengan ketepatan dukungan yang diberikan. Artinya seseorang yang menerima dukungan merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan (Koentjoro, 2002).
D. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang komplek, menggunakan alat alamiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personal terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern yang semuanya terkait bersama-sama dalam maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pedidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan keuangan (Siregar, 2003).
E. Rekam Medik
Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik. Tujuan dari rekam medik adalah : 1. Sebagai dasar untuk perencanaan dan konstituitas pelayanan pasien.
2. Sebagai saran komunikasi antara dokter dan semua profesi yang berhubungan dengan pelayanan pasien.
3. Untuk melengkapi dokumen dari bukti mengenai keadaan penyakit pasien dan perawatan selama di rumah sakit.
4. Sebagai dasar untuk melihat kembali, mempelajari, dan mengevaluasi terapi/perawatan yang telah dilakukan pada pasien.
5. Untuk membantu dalam melindungi legalitas kepentingan dari pasien, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab.
6. Untuk menyediakan data yang dapat digunakan untuk penelitian dan pendidikan.
7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan dalam rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang pasien (Siregar, 2003).