Studi Pengaruh Penambahan Resorsinol Pada Pembuatan Perekat Likuida Sabut Kelapa

C

J

.-,-K-od-e-IN-am-a-R-u-m-p-un-Um-u*-:-4-33-/T-e-kn--l'k-K-im-ia----.

LAPORAN AKHIR
PELAKSANAAN PENELITIAN PNBP USU
TAHUN ANGGARAN2014

II

セュャQイ|ョ@

15000756

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN RESORSINOL PADA
PEMBUATAN PEREKAT LIKUIDA SABUT KELAPA

TIM PENGUSUL :


IR. NETTI HERLINA, MT.
IR. NURHASMAWATI POHAN, MT.

0025046006
0001125208

Dibiayai oleb Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Universitas Sumatera Utara
Tabun Anggaran 2014, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian
Dana PNBP USU Nomor : 7377fUN5.1.RlKEU/2014, tanggal17 September 2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEl 2014

HALAMAN PENGESAHAN
Judu}

Studi Pengaruh Penambahan Resorsinol Pada
Pembuatan Perekat Likuida Sabut Kelapa

Ketua Peneliti/Pelaksana


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Nama Lengkap
NIDN
Jabatan Fungsional
Program Studi
Nomor Hp
Alamat Surel (E-Mail)

Ir. Netti Heriina, MT.
0025046006
Lektor Kepala
Teknik Kimia
0812 19908723

[email protected]

\Zサ[セゥエャl|@

Anggota Peneliti (I)

a. Nama Lengkap
b. NIDN
c. Perguruan Tinggi

Ir. Nurhasmawati Pohan, MT.
0001125208
Universitas Sumatera Utara

Biaya Penelitian

- diusulkan ke DIKTI
- dana internal PT
- dana institusi lain
- inkind sebutkan


Medan, 25 Nopember 2014
Ketua Tim Peneliti,

セN。ィオゥ@

Oセjエ。ウ@

Rp. 10.000.000,Rp. Rp. -

Teknik USU

\

|セ@

L:

|セGNnipZjYU[QᄋヲoPXS@


BGサセHIエZーLイ[ゥウ。ュ@
BセG@

BGセN@

,.,.'"

Syam, MSME.)
005

(Ir. Netti Herlina, MT.)
NIP 196804251999032004

RINGKASAN

Perekat likuida adalah hasil reaksi antara lignin dan selulosa pembentuk kayu dengan
senyawa aromatik pada suhu tinggi melalui proses likuifikasi, sehingga diperoleh
suatu Iarutan yang dapat digunakan sebagai perekat. Penelitian ini terdiri proses
pembuatan partikel sabut kelapa, pembuatan perekat Iikuida sabut kelapa, proses
penambahan resorsinoI kedalam perekat Iikuida sabut kelapa. Perekat Iikuida sabut

kelapa yang dihasilkan dibandingkan dengan standar perekat berdasarkan SNI 064567-1998 untuk kualitas fenol formaldehida cair untuk perekat kayu lapis. Variabel
tetap dalam penelitian ini antara lain: ukuran partikel 100 mesh dengan kadar air 5 %,
massa partikel yang digunakan 100 gram, dengan massa fenol lima kali berat serbuk,
konsentrasi katalis H 2 S04 98% sebanyak 5 % (bib) fenol, perbandingan fenol :
formaldehid : 1:1,2 (n/n), variable berubah adalah kadar penambahan resorsimol
0%,10%, 20%, 30% dan analisa yang dilakukan adalah kenampakan, derajat keasaman
(pH), kekentalan, berat jenis, kadar padatan, waktu gelatinasi, formaldehida bebas,
analisa senyawa kimia dengan menggunakan spektrokopi FTIR. Penambahan kadar
resorsinol kedalam perekat LSK meningkatkan kualitas dari perekat LSK yang
dihasilkan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa perekat LSK memiliki
karakteristik bentuk cair, berwarna cokelat, bebas kotoran, memiliki pH 12,6-10;6,
viskositas 43,867-131,712 cps, spesijic gravity 1,252 - 1,258, kadar padatan 46,6780 %, kadar formaldehid bebas 1,952-1,051%, dan waktu gelatinasi?: 30 menit.
Kala Kun(i : Packai l.ikuiJa, Resorsinol, Sabut Kelapa.

11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahrnat dan karunia-Nya sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Tulisan ini

rnerupakan laporan akhir dari penelitian dengan judu1 "Studi Pengaruh Penambahan
Resorsinol Pada Pernbuatan Perekat Likuida Sabut Kelapa". Penelitian dilakukan di
Laboratorium Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Diharapkan hasil dari penelitian ini membantu dalam memberikan informasi tentang
potensi sabut kelapa sebagai perekat.
Selama melakukan pene1itian, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada mahasiswa Mutiara lstiqomah
dan Siti Maysarah, juga kepada Lembaga Penelitian USU yang telah menjembatani
pengadaan dana sehingga penelitian ini terlaksana.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempuma oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
laporan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 25 Nopember 2014
Penulis

11

''0'"''


ZLGセ⦅ゥX@

MA[セlスL」pゥヲエカG|ャ^j@

SUMATERA UTARj-)
ᄋセMBGyTNエ@

.. セBLN@

__ .

DAFTARISI

HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN

ii

PRAKATA


iii

DAFTAR lSI

iv

DAFTAR TABEL

VI

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPlRAN

IX

BAB I PENDAHULUAN


1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Perumusan Masalah

3

BAB II TINJAUAN PUS TAKA

4

2.1 Serat Kelapa (Coconut Fiber)

4

2.2 Komposisi Kimia Serat Kelapa


4-

2.3 Perekat Likuida

6

2.4 Mekanisme Reaksi LikuifIkasi Lignoselulosa

7

2.4.1

Reaksi LikuifIkasi Karbohidrat

7

2.4.2

Reaksi LikuifIkasi Lignin

8

2.4.3

Reaksi LikuifIkasi Kayu

9

2.5 Emisi Formaldehida

9

2.6 Resorsinol

10

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

11

3.1 Tujuan Penelitian

11

3.2 Manfaat Penelitian

11

BAB IV METODE PENELITIAN

12

4.1 Lokasi Penelitian

12

4.2 Flowchart Penelitian

12

4.2.1

Flowchart Tahap Pembuatan Partikel Sabut Kelapa

12

4.2.2

Flowchart Tahap Pembuatan Perekat Likuida Sabut Kelapa

13

4.2.3

Flowchart Tahap Penambahan Resorsinol kedalam Perekat
Likuida Sabut Kelapa

14

iv

14

4.3 Penentuan Analisa Penelitian
4.3.1

Analisa Kuantitatif Perekat Likuida

14
14

4.3.2 Analisis Kualitatif

15

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa Kenampakan

15

5.2 Analisa pH

16

5.3 Analisa Viskositas

17

5.4 Specific Gravity

18

5.5 Kadar Padatan

20

5.6 Kadar Formaldehid Bebas

21

5.7 Waktu Gelatinasi

23

5.8 Karakteristik Senyawa Penyususn Perekat LSK Berdasarkan FTIR

25

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

29

DAFTAR PUSTAKA

30

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Serat Kelapa

6

Tabel 2.2 Kualitas Fenol Formaldehida Cair Untuk Perekat Kayu lapis

6

Tabel5.1 Kenampakan Perekat LSK

15

Tabe15.2 pH Perekat LSK

16

Tabel 5.3 Viskositas Perekat LSK

17

Tabel5.4 Beratjenis Perekat LSK

18

Tabe15.5 Kadar Padatan Perekat LSK

19

Tabel5.6 Kadar Formaldehid Bebas Perekat LSK

22

Tabe15.7 Waktu Gelatinasi Perekat LSK

23

Tabel5.8 Pencirian Gugus Perekat LSK

27

Tabel Al pH Perekat LSK

33

Tabel A.2 Viskositas Perekat LSK

33

Tabel A3 Berat jenis Perekat LSK

33

Tabel A.4 Kadar Padatan Perekat TSK

33

Tabe! AS Kadar Formaldehid Bebas Perekat LSK

34

Tabel A.6 Waktu Gelatinasi Perekat LSK

34

VI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Tunggal Molekul Selulosa

5

Gambar 2.2 Struktur dari Tiga Dimensi Polimer Lignin, (1)
P-Coumaryl, (2) Coniferyl, (3) Sinapyl Alcohol

5

Gambar 2.3 Mekanisme Likuifikasi Selulosa dengan Berbagai Larutan
Likuifikasi dan Katalis dengan Perpanjangan Waktu Reaksi

7

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Likuifikasi Lignin Dengan Fenol
dengan Katalis Asam dan Tanpa Katalis Asam

10

Gambar 2.6 Reaksi antar Resorsinol dan Formaldehid

10

Gambar 4.1 Flowchart Tahap Pembuatan Partikel Sabut Kelapa

12

Gambar 4.2 Flowchart Tahap Pembuatan Perekat Likuida Serat kelapa

13

Gambar 4.3 Flowchart Tahap Penambahan Resorsinol kedalam Perekat
Likuida Sabut Kelapa

14

Gambar 5.1 Analisis Kenampakan Perekat LSK

15

(iamhar 5.2 Pengaruh Penambahan ResorsinoI Terhadap pH Perekat LSK

16

CTambar 5.3 Pengaruh Penambahan Resorsinol Terhadap Viskositas
Perekat LSK

17

Gambar 5.4 Pengaruh Penambahan Resorsinol Terhadap Beratjenis
Perekat LSK

19

Gambar 5.5 Pengaruh Penambahan Resorsinol Terhadap Kadar Padatan
Perekat LSK

20

Gambar 5.6 Pengaruh Penambahan Resorsinol Terhadap Kadar
Formaldehid Bebas

22

Gambar 5.7 Reaksi Resorsinol dan Formaldehid

23

Gambar 5.8 Pengaruh Penambahan Resorsinol Terhadap Waktu Gelatinasi
Perekat LSK

24

Gambar 5.9 Grafik FT-IR Perekat LSK Tanpa Penambahan Resorsinol

26

Gam bar 5.10 Grafik FT-IR Perekat LSK dengan Penambahan
30% Resorsinol

26

Gambar C.l Foto Proses Pembuatan Perekat LSK

38

Gambar C.2 Foto Proses Penambahan Resorsinol

38

vii

Gambar C.3 Foto Analisa Kenampakan

39

Gambar CA Foto Analisa pH

39

Gambar CA Foto Analisa Viskositas

40

Gambar C.5 Foto Analisa Beratjenis

40

Gambar C.6 Foto Analisa Kadar Formaldehid Bebas

41

Gambar C.7 Foto Analisa Kadar Padatan

41

Gambar C.8 Foto Analisa Masa Gelatinasi

42

Gambar C.9 Foto Hasil Perekat LSK

42

viii

DAFTARLAMPlRAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN

33

A.l Data pH Perekat LSK

33

A.2 Data Viskositas Perekat LSK

33

A.3 Data Beratjenis Perekat LSK

33

AA Data Kadar Padatan Perekat LSK

33

A.5 Data Kadar Formaldehid Bebas

34

A.6 Data Masa Gelatinasi

34

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN

35

B.l Perhitungan Kebutuban Bahan Baku Yang Digllnakan

35

B.2 Perhitungan Viskositas Perekat LSK

35

B.3 Perhitungan Berat jenis Perekat LSK

36

BA Perhitungan Kadar Padatan Perekat LSK

37

B.5 Perhitungan Kadar Fonnaldehid Bebas

-- セ@

LAMPlRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN

38

C.l Foto Proses Pembuatan Perekat Likuida Sabut Kelapa

38

C.2 Foto Proses Penambahan Resorsinol

38

C.3 Foto Analisa Kenampakan

39

CA Foto Analisa pH

39

C.5 Foto Viskositas

40

C.6 Foto Analisa Beratjenis

40

C.7 Foto Analisa Kadar Formaldehid Bebas

41

C.8 Foto Analisa kadar Padatan

41

C.9 Foto Analisa Masa Gelatinasi

42

C.10 Foto Hasil Perekat LSK

42

LAMPIRAN D PERSONALIA TENAGA PENELITI BESERTA
43

KUALIFIKASINYA

ix

BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini di Indonesia telah berdiri lebih dari ratusan industri pengolahan
kayu (komposit) yang sebagian besar menggunakan perekat sintetik seperti fenol
formaldehid (PF), urea formaldehid (UF), melamin formaldehid (MF). Perekat
berbahan formaldehida merupakan perekat sintetis yang bahan bakunya diperoleh
sebagai hasil olahan minyak bumi yang tidak dapat dipulihkan. Namun pacta
dasarnya pembuatan perekat tidak luput dari penggunaan formaldehida. Kelebihan
penggunaan formaldehida dalam pembuatan perekat dapat menghasilkan sifat
perekatan yang baik, namun beresiko besar menimbulkan emisi formaldehida
yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh (Sucipto, 2009).
Salah satu upaya pengurangan penggunaan formaldehida dalam pembuatan
perekat adalah dengan penambahan bahan yang mengandung unsur lignoselulosa.
Salah satu sumber daya alam lignoselulosa yang cukup berpotensi sebagai bahan
baku perekat adalah sabut kelapa. Sabut kelapa terdiri dari beberapa bagian yaitu
serat, kulit ari dan sekam (dust). Serat yang terdapat dalam sabut kelapa dapat
dijadikan sebaga bahan baku pembuatan perekat likuida karena mengandung
persentase selulosa dan lignin yang cukup besar.
Sabut kelapa merupakan komponen terbesar dalam buah kelapa yaitu
sebesar 38 - 44% dibandingkan komponen lain seperti tempurung (21-28%) dan
air kelapa (29-35%) (Subiyanto, 2000).
Tanaman kelapa di Indonesia menyebar hampir diseluruh wilayab nusantara.
Luas areal kelapa di Indonesia menurut Direktorat lenderal Perkebunan Indonesia
pada tabun 2012 mencapai 3.787.724 Ha dengan total produksi diperkirakan
sebanyak 3.176.223 ton, dan banyaknya limbab sabut kelapa yang dapat
dihasilkan adalah sekitar 1,4 juta ton. Menurut United Coconut Association of the
Philippines (UCAP), dari setiap butir kelapa dapat diperoleh sekitar 0,4 kg sabut

yang mengandung sekitar 30% serat. Dengan demikian maka akan dihasilkan 0,42
juta ton serat kelapa. Adanya potensi produksi serat dari limbah sabut kelapa yang

1

sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang
dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Selain itll, ditinjau dari segi komposisinya serat kelapa memiliki kandungan
lignin yang eukup besar yaitu 33 %. Lignin merupakan komponen utama
penyusun kayu selain selulosa dan hemiselulosa. Lignin dapat dimanfaatkan
seeara komersial sebagai bahan pengikat, perekat, pengisi, surfaktan, produk
polimer, dispersan dan sumber bahan kimia terutama turunan benzen padla
berbagai industri (Sucipto, 2009).
Besarnya kandungan lignin yang terdapat dalam serat kelapa menandakan
bahwa serat kelapa memiliki potensial untuk digunakan sebagai bahan baku
pembuatan perekat.
Selain penambahan bahan berlignoselulosa dalam usaha pengurangan
penggunaan formaldehida dalam perekat, adanya emisi yang dihasilkan masih
perlu diperhatikan.
Salah

ウ。イセ@

teknologi pembuatan perekat dengan memanfaatkan sumberdaya

alam adalah teknologi yang telah dikembangkan oleh Pu, dkk (1991), yaitu
dengan mengkonversi serbuk kayu dengan proses kimia sederhana yang disebut
proses likuifikasi (Pu,dkk., 1991).
Penelitian mengenai pembuatan perekat likuida sabut kelapa telah dilakukan
oleh Pamungkas (Pamungkas, 2006) dengan penambahan melamin formaldehida
dan Meda (Meda, 2006) dengan penambahan poliuretan pada pembuatan perekat
untuk papan partikel. Namun dari penelitian yang dilakukan perekat likuida yang
dihasilkan masih belum memenuhl standar SNI 06-4567-1998 untuk kualitas
fenol formaldehida eair untuk perekat kayu lapis.
Oleh sebab itu perlu adanya suatu senyawa yang mampu mengurangi emisi
formaldehida yang dihasilkan. Salah satu senyawa yang mampu mengurangi emisi
adalah resorsinol. Resorsinol mampu mengikat gugus formaldehid yang tidak
bereaksi dengan fenol. Pada dasarnya reaksi antara resorsinol dan formaldehida
dapat membentuk suatu resin yang bersifat termoset. Resorsinol mampu bereaksi
dengan formaldehida pada suhu kamar, sehingga penggunaannya dapat
menghemat biaya produksi (Sari, 2012).

2

Sucipto, menggunakan resorsinoI sebagai solusi dalam pengurangan emisi
formaldehida pada perekat likuida tandan kosong kelapa sawit, dari penelitiannya
dihasilkan bahwa semakin meningkatnya volume penambahan resorsinol dari 0%
sampai 20 % maka emisi formaldehida akan semakin menurun. Namun dari
penelitian yang dilakukan belum diketahui sifat - sifat mekanik dari perekat yang
dihasilkan.
Dengan mempertimbangkan hal - hal tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh penambahan resorsinol pada pembuatan perekat
likuida berbahan dasar sabut kelapa.

1.2 Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh
penambahan resorsinol pada pembuatan perekat likuida sabut kelapa.

3

BABII

2.1 Serat Kelapa (Coconut Fiber)
Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon
kelapa (cocus nucifera) tetmasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

palm), dimana serat ini tidak berbau, ringan, tebal, kuat dan memiliki ketahanan
terhadap abrasi (Rencoret, 2013).
Ada dua jenis serat kelapa, yaitu :
1. Serat coklat (brown fibre)
Serat ini dihasilkan dari buah kelapa yang sudah tua. Serat coklat memiliki
karakteristik tebal, kuat dan memiliki ketahanan abrasi yang tinggi
2. Serat putih (white fiber)
Serat ini dihasilkan dari kelapa yang belum matang (kelapa muda). Serat
putih bertekstur lebih lembut dan halus namun cenderung memiliki
kelemahan.
Secara komersial serat kelapa dapat dikategorikan 3 bentuk yaitu namely

bristle (serat panjang), mattress (serat pendek) dan decoticated (serat campuran).
Jenis - jenis serat ini memiliki kegunaan yang berbeda tergantung dengan
kebutuhannya. Di bidang teknik, serat coklat lebih sering digunakan (Ali, 2010).

2.2 Komposisi Kimia Serat Kelapa
Serat kelapa merupakan limbah lignoselulosa yang dapat digunakan sebagai
pelarut organik. Pada dasarnya lignoselulosa terdiri atas tiga penyusun utama,
yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin yang saling terikat erat membentuk satu
kesatuan (Harmsen, dkk.,2010).
Selulosa merupakan komponen struktural utama sel dinding yang
memberikan kekuatan mekanis dan stabilitas kimia untuk tanaman. Selulosa
adalah j3-1,4-polyacetal of cellobiose (4-0- j3-D-glucopyranosyl-D-glucose) atau
lebih sering dianggap sebagai polimer glukosa selobiosa terdiri dari dua molekul
glukosa. Rumus kimia selulosa (C 6H lO 0 5)n.

4

-,-----

o



h@

CHaOH

s\.\(D

@

no

H

HO

c
I

H

Gambar 2.1 Struktur Tunggal Molekul Selulosa (Hannsen, 2010).

Selulosa adalah bahan yang relatif higroskopis dapat menyerap 8-14% air
dibawah atmosfer normal (20°C, kelembaban relatif 60%). Namun selu10sa tidak
lamt dalam air namun hanya mengalami pembengkakan (Swelling). Selulosa larut
dalam lamtan asam encer maupun asam pekat (Hannsen, 2010).
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai berat molekullebih
kedl daripada selulosa. Hemiselulosa tidak lamt dalam air pada suhu rendah,
namun dapat dihidrolisis pada suhu yang lebih rendah dad selulosa. Adanya
penambahan asam dengan kadar yang tinggi

sangat meningkatkan kelamtan

hemise1ulosa dalam air (Hannsen, 2010).
Lignin merupakan komponen utama penyusun kayu selain selulosa dan
hemiselulosa. Lignin terdiri dari molekul - molekul polifenol yang berfungsi
sebagai pengikat sel- sel kayu satu sama lain, sehingga menjadi keras dan ォセ@
selain itu mengakibatkan kayu mampu meredam kekuatan mekanis yang
dikenakan terhadapnya (Meda, 2006).
CH 20H
I

CH
I

chセo@
OH
I

i

CH
...-:.l_..セ@

MセochN@

·i

·-:"'-. .
OH

3

Gambar 2.2 Struktur dari Tiga Dimensi Polimer Lignin, (1) P-Coumaryl, (2)
Coniferyl, (3) Sinapyl Alcohol (Hannsen, 2010).

5

Adapun komposisi kimia serat kelapa dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel2.1 Komposisi Kimia Seratkelapa (Reneoret, 2013)
Komponen
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Zat ekstraktif

Komposisi (%)
44%
12%
33%
6%

Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah lamt dalam pelarut seperti

eter, alkohol, bensin dan air. Adapun zat ekstraktif yang terkandung dalam serat
kelapa yaitu pigmen, tanin, lilin lemak, wilum (Maryam, 2011).

2.3 Perekat Likuida
Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan
untuk mengikat dua buah benda' berdasarkan ikatan permukaan. Perekat
merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam industri pengolahan
kayu, khususnya k0mposit Dari total biaya produksi kayu yang dibuat dalam
berbagai bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dan 32 % adalah biaya perekatan
(Sucipto, 2009) ..
Perekat likuida adalah hasil reaksi antara lignin dan selulosa pembentuk
kayu dengan senyawa aromatik pada suhu tinggi melalui proses likuifikasi,
sehingga diperoleh suatu larutao yang dapat digunakan sebagai perekat (Meda,
2006)
Adapun standarisasi kualitas perekat likuida mengaeu pada standarisasi
fenol formaldehida cair untuk perekat kayu lapis.
Tabel 2.2 Kualitas Fenol Formaldehida Cair Untuk Perekat Kayu Lapis

Parameter
Bentuk
Kenampakan
pH (25°C)
Kekentalan (25°C)
Berat jenis (25°C)
Sisa penguapan
Masa gelati nasi (lOO°C)
Keteguhan rekat kayu lapis kering
Kadar abu
Fonnaldehid bebas

Satuan

cps
g/em3
%

menit
kg/em2
%
%

6

SNI06-4567-1998

Cair
Merah kehitaman dan bebas dari
kotoran
10-13
130 -300
1,165-1,2
40-45
2': 30
2': 10
12,84
< 1 % (BSN, 1998)

2.4 Mekanisme Reaksi Likuifikasi Lignoselulosa
2.4.1

Reaksi Likuifikasi Karbohidrat
Karbohidrat dalam kayu terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Kompomen

terse but mudah terdegradasi dan dapat menghasilkan beberapa zat sakarida (gula)
melalui reaksi hidrasi menggunakan katalis asam pada kondisi 150°C, terutama
untuk hemiselulosa.
Selulosa pertama kali terdegradasi melalui pembelahan P-O-4 obligasi
akibat teIjadinya rekasi hidrasi dengan ion hidrogen' dari katalis asam ( seperti
gambar 2.3). glukosa adalah unit dasar dari selulosa Pada tahap likuifikasi,
selulosa dapat dilikuifikasi kedalam bentuk etilen glikol (EG) atau polietiJen
glikol (PEG)-glukosida ketika alkohol polihidrat seperti EG atau PEG dengan
berat molekul rata - rata 400, digunakan sebagai larutan likuifikasi. Dengau
perpanjangan waktu likuifikasi, EGIPEG-glukosida dapat terurai menjadi 2hydroxyethyl levulinate dengan menggunakan EG sebagai reagen likuifikasi dan

menjadi 5-hydroxymethylfurfural (HMF) dengan menggunakan PEG sebagai
reagen likuifikasi. Fenol juga dapat digunakan sebagai pelarut likuifikasi.
sel10sa
Reaksi Hidrasi
pada 150°C
ウ・iPQゥァセZ。ォイ、@

gluKosa
Alkohol Polihidrik

Likuifikasi

I
fenol
Phenolated compounds

egipMセオォッウゥ、。@

t

EG
2-hydroxyethyllevulinate

PEG ..
5-hydroxymethylfuifural
perpanjangaJ waktu reaksi

Residu kondensasi dengan berat molekul besar dan produk
cair dengan berat molekul yang rendah

Gambar 2.3 Mekanisme Likuifikasi Selulosa dengan Berbagai Larutan Likuifikasi
dan Katalis dengan Perpanjangan Waktu Reaksi (Min, 2011).
Pada tahap akhir likuifikasi selulosa, turunan HMF akan terurai melalui
proses polimerisasi, karena adanya sejumlah kecil gugus hidroksil yang dapat

7

mengakibatkan terbentuknya residu terkondensasi. Namun residu terkondensasi
bukan merupakan hasil likuifikasi selulosa tetapi merupakan suatu fragmen yang
larut dalam pelarut organik melalui proses timbal balik antara selulosa dan ikatan
fenol (Min, 2011).

2.4.2

Reaksi Likuifikasi Lignin
Lignin terdegradasi menjadi turunan guaiacol dan phenolated dari hasil

pembelahan ikatan 13-0-4 dengan fenol dengan adanya katalis atau tanpa katalis
asam (Min, 2011).
Lin, dkk (1997), telah mempelajari serangkaian proses pencairan

Guaiacylglycerol- {J-guaiacyl ether (GG) untuk mempeIjelas mekanisme
likuifikasi lignin, mereka menemukan bahwa kelompok a-hidroksil GG terlebih
dahulu diserang oleh ion hidrogen

(Hl dari katalis asam dan membentuk ikatan

benzen, kemudian benzen berekasi dengan fenol melalui reaksi substitusi
nukleofilik di para-posisi fenol untuk menghasilkan produk phenolated. Reaksi
substitusi fenol pada Cy dari GG juga dapat membentuk phenolated. Dalam sistem
likuifikasi pembelahan ikatan 13-0-4 pada GG akan menghasilkan senyawa

guaiacol dan coniferyl alcohol pada temperatur 250°C tanpa menggunakan
katalis asam.
150 ·c
OCII.

("(} IH'+o:01
(jJ)HC+O
(0)

I

CH

Assm(H)

Pembelahan pada fl-O-4
menghasilkan guaiacol

250 ·C

Tmpa

+

dan phenolated

Assm

Otl

OCH,

Polikondensasi dari produk
setengah jadi

OH
(GG)

Residu kondensasi dengan
berat molek"Ul besar

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Likuifikasi Lignin Dengan Fenol dengan
Katalis Asam dan Tanpa Katalis Asam (Lin, dkk., 1997).

8

2.4.3

Reaksi Likuifikasi Kayu
Likuifikasi kayu dianggap sebagai proses interaksional produk likuifikasi

dari selulosa terdegradasi, lignin dan hemiselulosa. Sebagai proses yang kompleks

dan variabel proses, kondisi likuifikasi memiliki efek signifikan pada efisiensi
likuifikasi dan struktur kimia dari produk likuifikasi selama proses likuifikasi dari
tiga senyawa utama. Telah ditemukan bahwa jumlah gugus hidroksil dan jumlah
bebas fenol akan menjadi parameter utama yang mempengaruhi pembentukan
residu kental likuifikasi kayu (Min, 1997). Kobayashi dkk, (2004) menemukan
bahwa ketika selulosa dalam kayu dilikuifikasi dengan adanya lignin, Cl posisi
struktur piranosa dalam selulosa digantikan oleh gugus hidroksil fenolik dari
lignin, karena reaktivitas yang lebih besar dari gugus hidroksil fenolik
dibandingkan fenol; kompleks DMF lamt dalam senyawa, yaitu residu
terkondensasi.

2.5 Emisi Formaldehida
Fonnaldehida adalah gas berwarna yang mudah terbakar dengan bau yang
menyengat dan merupakan zat yang sangat real-tif (Doyle, 2007).
F onnaldehida dapat menyebabkan emisi fonnaldehida. Emisi fonnaldehida
merupakan peristiwa pengeluaran atau pemancaran gas fonnaldehida yang berasal
dari perekat yang digunakan dalam suatu produk dimana perekat itu mengandung
fonnaldehida dalam komposisinya. Fonnaldehida bebas adalah kelebihan
fonnaldehida yang tidak bereaksi dalam pembentukan polimer perekat,
formaldehida terikat pada polimer perekat setelah beberapa waktu dapat terbebas
dan menyebabkan emisi fonnaldehida (BSN, 1998).

2.6 Resorsinol
Resorsinol adalah 1,3-dihydroxybenzene yang merupakan bahan yang sangat
reaktif karena memiliki efek gabungan dari dua gugus hydroxyl pada cincin
aromatic.

9

;.-:
セh@

Gambar 2.5 Struktur Resorsinol (Sari, 2012).
Resorsinol memiliki rumus molekul C6H 60 Z, resorsinol dapat bereaksi
dengan formaldehida membentuk suatu perekat termoset pada suhu kamar.

A-:J.H
lAH
a、セゥッ@

b=

H

..

HOH2C*CH20H
H

CH 20H

Resorcinol Formaldehyde Adduct

セBo@ I

OH

OH

OH

.#

c-

I

HO
(;rl 2

°rl

n

Resorcinol FOll'!laldehyde CIOSlltinked

Rerorcinol ForrnaIdehy